Anda di halaman 1dari 46

Keperawatan Medikal Bedah III

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


Oleh
Kelompok 3 :

RIDZKY SALSABILAH MA`RUF 841418039


INDAH SULISTIOWATI PUTRI 841418040
WIDYAWATY A. OTAYA 841418043
NOVIANTI RIZKY SAPUTRI 841418049
MEYRIN HASAN 841418058
ADELIA HASAN 841418060
RAMLIA A. NUSI 841418061
MARIA CHRISTY POLI 841418068

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Stroke” dengan baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan makalah
ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan manfaat yang berguna bagi pengetahuan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan
dengan baik dan lancer. Selain itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya kami
dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, 18 November 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3

BAB II KONSEP MEDIS......................................................................................4


1
2
2.1 Definisi......................................................................................................4
2.2 Etiologi......................................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.4 Klasifikasi / Stage......................................................................................7
2.5 Patofisiologi...............................................................................................8
Pathway...................................................................................................10
2.6 Komplikasi..............................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................12
2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19

BAB III KONSEP KEPERAWATAN...............................................................21


1
2
3
3.1 Pengkajian...............................................................................................21
3.2 Diagnosa..................................................................................................25
3.3 Intervensi.................................................................................................26

BAB IV PENUTUP..............................................................................................40
4.1 Simpulan..................................................................................................40
4.2 Penutup....................................................................................................40

ii
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembukuh darah otak)
karena kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebab stroke yaitu
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti, 2011).
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat.
Hampir di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Serangan stroke yang mendadak dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan mental serta kematian, baik pada usia
produktif maupun lanjut usia (Dewi & Pinzon, 2016).
Stroke dapat dibedakan menjadi dua yaitu Stroke Hemoragik dan Stroke
Non Hemoragik. Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 83% pasien mengalami stroke
jenis ini. Stroke Non Hemoragik dibedakan menjadi tiga yaitu Stroke
Trombotik adalah proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan.
Stroke Embolik adalah pembuluh arteri yang tertutup oleh bekuan darah.
Hipoperfusion Sistemik adalah gangguan denyut jantung yang disebabkan
oleh aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang (Pudiastuti, 2011).
Setiap tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik itu
kasus baru maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang baru dan
185.000 adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di Amerika Serikat
terkena serangan stroke dan setiap 4 menit seseorang di Amerika meninggal
akibat stroke. Sebanyak 8,7% kasus stroke yang terjadi merupakan stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) yang terjadi akibat tersumbatnya aliran
darah menuju ke otak. Pasien stroke iskemik memiliki risiko kematian 20%.
Angka kelangsungan hidup setelah stroke iskemik pertama sekitar 65% pada
tahun pertama, sekitar 50% pada tahun kelima, 30% pada tahun ke delapan
dan 25% pada tahun ke sepuluh (Eka & Wicaksana, 2017). Stroke merupakan

1
penyebab kesakitan dan kematian nomor dua di Eropa dan nomor tiga di
Amerika Serikat. Sebanyak 10% pasien stroke mengalami kelemahan dan
memerlukan perawatan.
Kejadian kasus stroke 100 sampai 300 orang per 100.000 penduduk per
tahun. Stroke merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia dan
pada tahun 2030 diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta
kematian. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah yang terbanyak
(Triasti & Pudjonarko, 2016). Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan,
prevalensi stroke mengalami peningkatan dari 7‰ pada Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menjadi 10,9 ‰ pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
(Riskesdas, 2018).
Berdasarkan Riskesdas (2013), prevalensi stroke di Bali yaitu sebesar 8,9
‰ dan mengalami peningkatan menjadi 10,9 ‰ pada Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Khusus di Kabupaten Badung prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yaitu sebesar 0,6‰
pada Riset Kesehatan Dasar Provinsi Bali tahun 2007 dan mengalami
penurunan pada Riset Kesehatan Dasar Provinsi Bali tahun 2013 menjadi
sebesar 0,4‰ (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Berdasarkan Rekam Medik RSD Mangusada Badung (2017), pasien
Stroke Non Hemoragik sebanyak 241 orang dan mengalami peningkatan pada
tahun 2017 menjadi 267 orang. Khusus di Ruang Oleg RSD Mangusada
Badung prevalensi Stroke Non Hemoragik tiga bulan terakhir yaitu pada
bulan Desember 2018 sebanyak 27 orang dan meningkat menjadi 35 orang
pada bulan Januari 2019 serta menurun menjadi 21 orang pada bulan Februari
2019.
Masalah keperawatan yang muncul akibat stroke non hemoragik sangat
bervariasi tergantung dari luas daerah otak yang mengalami infark atau
kematian jaringan dan lokasi yang terkena. Salah satu masalah keperawatan
yang muncul pada pasien stroke non hemoragik yaitu gangguan kamunikasi
verbal. Pasien stroke non hemoragik yang mengalami gangguan komunikasi
verbal berarti otak sebelah kiri pasien mengalami gangguan (Johan &
Susanto, 2018).

2
Gangguan komunikasi setiap pasien stroke berbeda – beda, ada yang sulit
berbicara, sulit menangkap pembicaraan orang lain, dapat berbicara tetapi
kacau atau sulit diartikan, tidak dapat membaca dan menulis, atau bahkan
tidak dapat lagi mengenali bahasa isyarat yang dilakukan oleh orang lain
untuknya (Lanny Lingga, 2013). Gangguan komunikasi verbal merupakan
penurunan, perlambatan, atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses,
mengirim dan atau menggunakan sistem simbol (PPNI, 2016).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang Oleg
RSD Mangusada Badung, didapatkan informasi bahwa perawat di ruangan
belum menggunakan SDKI sebagai acuan dalam merumuskan diagnosa
keperawatan dan belum menggunakan SIKI sebagai pedoman dalam
merumuskan intervensi keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah konsep medis dari stroke?
2. Apakah konsep keperawatan dari stroke?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari stroke.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari stroke.

3
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
akibat gangguan peredaran darah.Stroke adalah perubahan neurologis yang
disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian orak. Dua jenis
stroke yang utama adalah Iskemik dan Hemoragik. Stroke iskemik
disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu
sumbaran akibat thrombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan
sumbatan du pembuluh darah) atau embolik (pecahan gumpalan darah / udara
/ benda asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah di otak) (Black & Hawks, 2014).
CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau
akibat pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah ini aka
menguramgi suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan
pada sejumlah fungsi otak (Hartono, 2010).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbulmendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan olehgangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih
dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu
(Irfan, 2012).

4
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darahotak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau
kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh
darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena
pecahnya pembuluh darah tersebut.
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang
disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak.Dua
tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik
lebih jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid
(Weaver &Terry, 2013).
2.2 Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014)
1. Thrombus
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
edoteliat daripembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan zat lemak
bertumbuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini
akan terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada
arteri. Stenosis ini yang menghambat aliran darah yang biasanya lancar
pada arteri.
2. Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus
menyebabkan strokeembolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak,
kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai
embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri.
3. Perdarahan
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya
rupturearteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah yang bisa
menyebabkan perdarahan ke jaringan otak. Stroke yang di sebabkan dari
perdarahan sering kali menyebabkan spasme pembuluh darah serebral
dan iskemik pada serebral karena darah yang berada diluar pembuluh
darah membuat iritasi pada jaringan.

5
4. Penyebab Lain
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan
aliran darah ke otakyang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit.
Spasme yang berdurasi pendek, tidak selamanya menyebabkan kerusaka
otak yang permanen.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebralyang terkena,
fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena,
keparahan kerusakan serta ukuran daera otak yang terkena selain bergantung
pula pada derajat sirkulasi kolateral.
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
1. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
a. Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampaibeberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah
menetap.
b. Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND). Gejala timbul lebih
dari 24 jam.
c. Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan gangguan
aliran darah makin lama makin berat
d. Sudah menetap atau permanen
2. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
a. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
b. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan
memori
c. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan

6
d. Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental,emosi, fungsi
fisik, intelektual.

Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa gangguan


yang dialami pasien yaitu :
1. Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
3. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria
(bicara tidak jelas). Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK
yang mengindikasikan adanya peningkatan volume di dalam kepala.Trias
TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan pupil edem.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak,
atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri
ekstrakranial (arteri yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai
infark otak atau stroke iskemik. Pada orang berusia lanjut lebih dari 65
tahun,penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal inilah yang terjadi pada hampir
dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli cenderung terjadi pada orang
yang mengidap penyakit jantung (misalnya denyut jantung yang cepat
tidak teratur, penyakit katub jantung dan sebagainya) secara rata-rata
seperempat dari stroke iskemik di sebabkan oleh emboli, biasanya dari
jantung (stroke kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi
atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan dan kerusakan
katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi di dalam jantung (di kenal
sebagai endocarditis) dan pembedahan jantung. Penyebab lain seperti
gangguan darah, peradangan dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-
10% kasus stroke iskemik, dan menjadi penyebab tersering pada orang

7
berusia muda.namun, penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik tetap
tidak di ketahui meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam.
Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun sebagian
terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak. Beberapa stroke
iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20% dari semua
stroke iskemik) stroke ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi
ada sekitarsepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan
kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat. Namun stroke
ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan cacat berat, penurunan
kognitif dan dimensia(Irfan, 2012). Biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari ( Wijaya & Putri, 2013).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi
relative hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total, 10-15% untuk
perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan
subaraknoid(Irfan,2012). Biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (Wijaya &
Putri,2013).
2.5 Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian
disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia
mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat proses
anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus dapat
mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen

8
lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah
hipertensi. Abnormalitasvaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan
dapat menyebabkan hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013)
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan
infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas.Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena. Bila
terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi
berbicara, berbahasa.
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu
tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik
yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang bisa
juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia. Apabila arteri serebri media
tersumbat didekat percabangan kortikal utamanya (pada cabang arteri) dapat
menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisfer serebri dominan bahasa
(Mutaqin, 2011).
Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai bila
klien tidak bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan yang diajukan.
Lesi pada area fasikulus arkuatus yang menghubungkan area wernicke
dengan area broca mengakibatkan afasia konduktif, yaitu klien tidak dapat
mengulangi kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama benda tetapi
dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian posterior girus frontalis inferoior
(broca) disebut dengan afasia eksprektif, yaitu klien mampu mengerti
terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat,
bicaranya tidak lancar (Mutaqin, 2011)

9
Pathway
1. Hipertensi. DM, Penyakit Jantung
2. Kebiasasaan/ gaya hidup, merokok

Arterosklerosis, Hiperkoagulasi, Artesis Katup jantung rusak, infarkmiokard,


fibrilasi, endokanditis
Thrombosis serebral
Penyumbatan pembuluh darah oleh
bekuan darah
Pembuluh darah oklusi

Emboli serebral
Iskemi jaringan otak

Stroke

Vasopasme arteri serebral

Suplai darah ke jaringan Disfungsi bahasa dan Resiko peningkatan TIK


Iskemik / infark serebral tidak adekuat komunikasi
Nyeri Akut
Sirkulasi darah ke otak Gangguan Komunikasi
Kemampuan gerak
menurun Verbal
menurun

Resiko Perfusi Serebral


Risiko jatuh
Tidak Efektif

10
2.6 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke
yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan
kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat
menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan
kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan
31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke dan keadaan ini lebih
sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan
nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu
(shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke. Stroke tidak
hanya menyerang orang yang sakit saja tetapi juga dapat menyerang
orang secara fisik yang sehat juga. Stroke datangnya secara tiba-tiba
dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam atau setengah hari.

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress yang
tinggi (Junaidi, 2011). Stres dan depresi merupakan gangguan emosi yang
paling sering dikaitan dengan stroke dan mengalami kehilangan kontrol pada
diri sendiri, mengalami gangguan daya fikir, penurunan memori dan

11
penampilan sangat turun sehingga menyebabkan timbul rasa sedih, marah dan
tak berdaya terhadap hidupnya.
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dandapat berupa
terapi farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke
iskemik, terapi bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak,
membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada
stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder dengan
mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut . Masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain.
Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder
dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).
1. Farmakologis
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS)
secarapercobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler (Mutaqin, 2011).
2. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :

12
a. Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata – kata
b. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
1) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baringyang
lama
2) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika adapeningkatan
tonus
3) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
4) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerakdan
koordinasi gerak
5) Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional.
c. Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara
memasukkan jarum dititik-titk tertentu pada tubuh penderita stroke.
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari.
d. Terapi Ozon
Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darahke
otak, membuka dan mencegah penyempitan pembuluh darah otak,
mencegah kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen,
merehabilitasi pasien pasca serangan stroke agar fungsi organ tubuh
yang terganggu dapat pulih kembali, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, serta mengendalikan kadar kolestrol dan tekanan darah.
e. Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan
padapembuluh darah agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat
halus sehingga tidak menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan-
sumbatan baru ditempat lain. Terapi sonolisis ini dilakukan dengan
teknik ultrasound dan tanpa menggunakan obat-obatan .

13
f. Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi
gangguansaraf motorik pasien pascastroke. Kolam hidroterapi berisi
air hangat yang membuat tubuh bisa bergerak lancar,memperlancar
peredaran darah dengan melebarnya pembuluh darah, dan
memberikan ketenangan.kolam hidroterapi memungkinkan pasien
untuk berlatih menggerakan anggota tubuh tanpa resiko cedera
akibat terjatuh.
g. Senam Ergonomik
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan
gerakan-gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi
penderitanya. Senam ergonomik diawali dengan menarik napas
menggunakan pernapasan dada. Halini bertujuan supaya paru-paru
dapat lebih banyak menghimpun udara. Ketika napas, oksigen
dialirkan keotak yang memerlukan oksigen dalam jumlah yang
banyak supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan demikian,
senam ergonomik dapat dikatakan membantu penderita stroke karena
kondisi stroke merupakan terganggunya suplai oksigen ke otak .
h. Yoga (Terapi Meditasi)
Yoga menurunkan resiko terkena stroke dengan meningkatkan
suplai darah keotak bila yoga dilakukan secara teratur. Aktivitas
yang dilakukan dalam yoga khusus penderita stroke yaitu latihan
peregangan seluruh bagian tubuh, memijit organ-organ internal,
kelenjar, sistem peredaran darah dan sistem pembuangan, demikian
pernyataan Rahmat Darmawan, seorang master of energy yang juga
praktisi yoga .
i. Terapi Musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan musik
setiap hari, penderita akan mengalami peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih baikdibandingkan dengan
penderita stroke yang tidak mendengarkan musik. Selain itu,
mendengarkan musik pada tahap awal pascastroke dapat

14
meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya
perasaan negatif.
j. Terapi Bekam
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang tidak
berfungsi lagi, sehingga tidak diperlukan tubuh dan harus dibuang.
Bekam juga dapat menurunkan tekanan darah berkurang setelah
dibekam. Dengan terhindar dari penggumpalan darah dan tekanan
darah tinggi dapat mencegah dan mengobati stroke .
k. Terapi Nutrisi
Beberap zat gizi yang membantu dalam proses terapinutrisi
terkait stroke, diantaranya, yaitu :
1) Vitamin A. Vitamin A berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah terbentuknya tumpukan (plak) kolestrol dalam
pembuluh darah, misalnya wortel. Penelitian Harvard
menunjukkan adanya penurunan risiko terkena stroke hingga
68% pada orang yang mengonsumsi lima porsi wortel dalam
seminggu.
2) Asam folat. Asam folat dapat menurunkan risiko penyempitan
pembuluh darah otak. Asam folat terkandung dalam jenis
sayuran, seperti bayam, salada, dan pada buahpapaya.
3) Isoflavon. Penelitian di Hong Kong, yang dipublikasikan dalam
European Heart Journal, melaporkan bahwa isoflavon
meningkatkan fungsi pembuluh darah nadi (arteri) pada pasien
stroke.
4) Vitamin C. Vitamin C dan bioflavonoid yang banyak terdapat
pada nanas dapat membantu mengencerkan darah, sehingga
mengurangi hipertensi. Dengan jauh dari resiko hipertensi, maka
risiko stroke menurun. Hasil penelitian yang dilakukan selama
10 hari terhadap 15 responden yang menderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Pekauman didapatkan hasil
pengukuran tekanan darah sesudah konsumsi mix jus seledri dan
jus nanas terjadi penurunan tekanan darah.

15
l. Aromaterapi
Aroma terapi pada pasien stroke berfungsi untuk memperlancar
sirkulasi darah, getah bening, memperkuat fungsi saraf dan
menambah kekuatan otot. Teknik yang digunakan dalam aroma
terapi dapat digunakan untuk pemijatan ataupun digunakan untuk
berendam dengan carameneteskan minyak esensial kedalam air
hangat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setywan,
Widiyanto, & Ayu A (2016)Sesudah pemberian slow stroke back
massage dan aromaterapi mawar pada pasien hipertensi di RSUD H.
Soewondo Kendal rata-rata tekanan darah 143/92 mmHg. Ada
pengaruh yang signifikan pemberian slow stroke backmassage
danaromatherapi mawar untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi di RSUD H. Soewondo Kendal ρ value tekanan
darah sistolik 0,001 dan ρ value tekanan darah diastolik 0,003 (a <
0,05).
m. Terapi Herbal
Terapi herbal membantu meningkatkan fleskibilitas pembuluh
darah dan menstimulasi sirkulasi darah . Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Agita Devi, Ndapajaki, & Riscai Putri (2018)
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh obat herbal ekstrak wortel dan
jambu biji terhadap penderita hipertensi lansia.
n. Hipnoterapi (Hypnotherapy)
Dengan hipnoterapi, penderita stroke memahami apa yang
sebenarnya dibutuhkan untuk mencapai kesembuhan sugesti yang
diberikan dirancang supaya pasien mau menjalankan tahapan dalam
proses penyembuhan dan merasa nyaman tanpa paksaan .
o. Psikoterapi
Mengalami gangguan diotak karena serangan stroke dapat
menyebabkan penderita mengalami gangguan emosional, seperti
depresi. Hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan penderita menghadapi
penurunan produktivitas setalah terserang stroke, yang dilihat dari
ketidakmampuan secara fisik melakukan berbagai aktivitas seperti

16
saat masih sehat. Psikoterapi dapat diterapkan dengan mengajak
penderita melakukan hal yang menyenangkan. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa motivational interviewing memiliki
pengaruh terhadap penurunan depresi. Hal ini dapat dilihat dari
aspek penerimaan, ekspresi dan kemampuan responden dalam
menjelaskan apa saja yang telah dilakukan serta afirmasi responden
setelah beberapa kali mendapatkan motivasi dan kunjungan.
3. Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a. Endoseterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu
dengan membuka arteri karotis dileher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
(Mutaqin, 2011).
4. Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf 1 (olfaktorius)
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup danpada
saat yang sama satu lubang hidung ditutup, klien diminta
membedakan zat aromatis lemah seperti vanili, cologne dan cengkeh
(Mutaqin, 2011).
b. Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optikus meliputi tes ketajamanpenglihatan,
tes lapang pandang dan tes fundus (Mutaqin,2011).
c. Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotor, troklearis dan abdusenmeliputi
pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil, observasi bentuk dan ukuran
pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, pemeriksaan refleks pupil,
pemeriksaan gerakan bolamata volunter dan involunter (Mutaqin,
2011).

17
d. Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaanfungsi
motorik saraf trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik
trigeminus dan pemeriksaan refleks trigeminal (Mutaqin, 2011).
e. Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi
adanya asimetri wajah, kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan
meminta klien memandang keatas dan mengerutkan dahi,
selanjutnya klien disuruh menutup kedua matanya dengan kuat dan
bandingkan seberapa dalam bulu mata terbenam dan kemudian
mencoba memaksa kedua mata klien untuk terbuka (Mutaqin, 2011).
f. Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan
mengkaji adanya keluhan pusing, gangguan pendengaran.
Pemeriksaan vestibular dapat dengan pemeriksaan pendengaran
dengan garputala (Mutaqin, 2011).
g. Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagusadalah
pemeriksaan palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak
boleh miring kesatu sisi. Kalau klien mengucapkan “ah”, palatum
mole harus terangkat secara simetris. Reflek menelan diperiksa
dengan memperhatikan reaksi wajah klien waktu minum segelas air
(Mutaqin, 2011).
h. Saraf XI (asesorius)
Fungsi saraf asesorius dapat dinilai dengan memperhatikan
adanya atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan
menilai kekuatan otot tersebut. Untuk menguji kekuatan otot
sternokleidomastoideus, klien diminta untuk memutar kepala ke arah
satu bahu dan berusaha melawan usaha pemeriksa untuk
menggerakkan kepala ke arah bahuyang berlawanan. Kekuatan otot
sternokleidomastoideus padasisi yang berlawanan dapat dievaluasi

18
dengan mengulang tes ini pada sisi yang berlawanan (Mutaqin,
2011).
i. Saraf XII (hipoglosus)
Pada pemeriksaan klien disuruh menjulurkan lidahnya
yangmana yang akan berdeviasi kearah sisi yang lemah (terkena)
jika terdapat lesi upper atau lower motor neuron unilateral. Lessi
upper motor neuron dari saraf hipoglosus biasanya bilateral dan
menyebabkan imobil dan kecil. Kombinasi lesi upper motor neuron
bilateral dari saraf IX,X, XII disebut kelumpuhan pseudobulber. Lesi
lower motor neuron dari saraf XII menyebabkan fasikulasi atrofi dan
kelumpuhan serta disartria jika lesinya bilateral (Mutaqin, 2011).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenisserangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
2. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infarkatau
hemoragik. MRI mempunyai banyak keunggulan dibanding CT dalam
mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark,
terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum
3. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis
dan sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi
4. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran
darah stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain
menunjukan luasnya sirkulasi kolateral. Kedua pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan
mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti

19
yang terjadi pada perdarahan subaraknoid. Angiografi serebral
merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis,
oklusi atau aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu
menentukan derajat vasopasme.
5. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekananTekanan
normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial 6) Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi.
6. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsiginjal,
kadar glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk
membantu menegakan diagnose.
7. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
8. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
sepertiperdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur.
9. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerahyang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid.
10. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas.

20
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status Perkawinan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Leukimia
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Tidak terkaji
2) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke
P (Provokating) : Tidak terkaji
Q (Quality) : Tidak terkaji

21
R (Region) : Tidak terkaji
S (Severity/Skala) : Tidak terkaji
T (Time) : Tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : tidak terkaji
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat : Tidak terkaji
3)      Alergi : Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terkaji
d. Diagnosa Medis dan therapy : Stroke
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) Saat sakit : Tidak terkaji
c.   Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) BAK
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas : Tidak terkaji
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian

22
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
e. Pola kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
f. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
1. Sebelum sakit : Tidak terkaji
2. Sebelum sakit : Tidak terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji
k. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
Suhu : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
b. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala : Tidak terkaji
b) Rambut : Tidak terkaji
c) Warna : Tidak terkaji
d) Tekstur : Tidak terkaji
e) Distribusi Rambut : Tidak terkaji
f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji

23
2) Mata
a) Sklera : Tidak terkaji
b) Konjungtiva : Tidak terkaji
c) Pupil : Tidak terkaji
3) Telinga : Tidak terkaji
4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji
a) Kebersihan : Tidak terkaji
b) Warna : Tidak terkaji
c) Kelembapan : Tidak terkaji
d) Lidah : Tidak terkaji
e) Gigi : Tidak terkaji
6) Leher : Tidak terkaji
7) Dada/pernapasan
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Paru-paru
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
10) Abdomen : Tidak terkaji
11) Punggung : Tidak terkaji
12) Ekstermitas : Tidak terkaji
13) Genitalia : Tidak terkaji

24
14) Integumen : Tidak terkaji
a) Warna : Tidak terkaji
b) Turgor : Tidak terkaji
c) Integrasi : Tidak terkaji
d) Elastisitas : Tidak terkaji
5. Pemeriksaan penunjang
Tidak terkaji
6. Penatalaksanaan
Tidak terkaji
3.2 Diagnosa
1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Sirkulasi
2. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
3. Risiko Jatuh (D.0143)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
4. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119)
Kategori : Relasional
Subkategori : Interaksi Sosial

25
3.3 Intervensi
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Resiko Perfusi Serebral Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen Peningkatan Observasi:
Tidak Efektif (D.0017) Tekanan Intrakranial (I.06194) 1. Mengidentifikasi
Setelah melakukan tindakan
Kategori: Fisiologis penyebab peningkatan
keperawatan selama 3x24 jam Definisi :
Subkategori: Sirkulasi TIK (mis. gangguan
maka perfusi serebral pasien Mengidentifikasi dan mengelola
metabolisme, edema
Definisi : meningkat, dengan kriteria peningkatan tekanan dalam
serebri)
Beresiko mengalami hasil: rongga kranial
2. Memonitor tanda/gejala
penurunan sirkulasi darah ke 1. Tingkat kesadaran cukup
Tindakan peningkatan TIK (mis.
otak. meningkat
Observasi: tekanan darah,
2. Sakit kepala menurun
Faktor Resiko 1. Identifikasi penyebab meningkat, tekanan nadi
3. Gelisah menurun
1. Keabnormalan masa peningkatan TIK (mis. melebar, bradikardia,
4. Kecemasan menurun
protrombin dan/ masa gangguan metabolism, pola nafas ireguler,
5. Demam menurun
tromboplastin parsial edema serebri) kesadaran menurun)
6. Tekanan arteri rata rata
2. Penurunan kinerja 2. Monitor tanda/gejala 3. Memonitor MAP (mean
membaik
ventrikel kiri peningkatan TIK (mis. arterial pressure)
7. Tekanan intracranial
3. Aterosklerosis aorta tekanan darah meningkat, 4. Memonitor CPV
membaik
4. Diseksi arteri tekanan nadi melebar, (Central Venous
8. Tekanan darah sistolik
5. Fibrilasi atrium bradikardia, pola nafas Pressure)
membaik

26
6. Tumor otak 9. Tekanan darah diastolic ireguler, kesadaran 5. Memonitor PAWP jika
7. Stenosis karotis membaik menurun) perlu
8. Miksoma atrium 10. Reflex saraf membaik 3. Monitor MAP (Mean 6. Memonitor PAP jika
9. Aneurisma serebri 11. Arterial Pressure) perlu
10. Koagulapati 4. Monitor CVP (Central 7. Memonitor ICP (Intra
11. Embolisme Venous Pressure) jika perlu Cranial Pressure)
12. Koagulasi intravascular 5. Monitor PAWP jika perlu 8. Memonitor CPP
diseminata 6. Monitor PAP jika perlu (Cerebral Perfusion
13. Dilatasi kardiomiopati 7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure) jika tersedia
14. Cedera kepala Pressure) jika tersedia 9. Memonitor gelombang
15. Hiperkolestronemia 8. Monitor CPP (Cerebral ICV
16. Hipertensi Perfusion Pressure) 10. Memonitor status
17. Endokarditis infektif 9. Monitor gelombang ICP pernafasan
18. Katup prostetik mekanis 10. Monitor status pernafasan 11. Memonitor intake dan
19. Stenosis mitral 11. Monitor intake dan ouput output cairan
20. Neoplasma otak cairan 12. Memonitor cairan
21. Infark miokard akut 12. Monitor cairan serebro- serebrospinal (mis.
22. Sindrom sick sinus spinalis (mis. Warna dan Warna dan konsistensi)
23. Penyalah gunaan zat konsistensi) Terapeutik :
24. Terapi tombolitik 13. Meminimalkan stimulus

27
Terapeutik dengan menyediakan
25. Efek samping tindakan
13. Minimalkan stimulus lingkungan yang tenang.
(mis. tindakan operasi
dengan menyediakan 14. Memberikan posisi semi
bypass)
lingkungan yang tenang fowler
14. Berikan posisi semi fowler 15. Menghindari maneuver
15. Hindari maneuver valsava valsava
16. Cegah terjadinya kejang 16. Mencegah terjadinya
17. Hindari penggunaan PEEP kejang
18. Hindari pemberian cairan 17. Menghindari
IV hipotonik penggunaan PEEP
19. Atur ventilator agar PaCO2 18. Menghindari pemberian
optimal cairan IV hipotonik
20. Pertahankan suhu tubuh 19. Mengatur ventilator
normal agar PaCO2 optimal
Kolaborasi 20. Mempertahankan suhu
21. Kolaborasi pemberian tubuh normal
sedasi dan anti konvulsan, Kolaborasi
jika perlu 21. Mengkolaborasi
22. Kolaborasi pemberian memberiansedasidanant
diuretic osmosis, jika perlu ikonvulsan,jikaperlu

28
3. Mengkolaborasi
pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

2. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi :
Kategori: Psikologis 1. Mengidentifikasi lokasi,
Setelah melakukan tindakan Definisi :
Subkategori: Nyeri dan karakteristik, durasi,
keperawatan selama 3 x 24 jam Mengidentifikasi dan mengelola
Kenyamanan frekuensi, kualitas,
maka tingkat nyeri pasien pengalaman sensori atau
intensitas nyeri
Definisi menurun, dengan kriteria hasil: emosional yang berkaitan dengan
2. Mengidentifikasi skala
Pengalaman sensori atau 1. Keluhan nyeri menurun kerusakan jaringan atau
nyeri
emosional yang berkaitan dari skala 2 (cukup fungsional dengan onset
3. Mengidentifikasi respon
dengan kerusakan jaringan meningkat) menjadi mendadak atau lambat dan
nyeri non verbal
aktual atau fungsional, dengan skala 4 (cukup berintensitas ringan hingga berat
4. Mengidentifikasi factor
onset mendadak atau lambat menurun). dan konstan.
yang memperberat dan
dan berintensitas ringan 2. Meringis menurun dari
Tindakan memperingan nyeri
hingga berat yang berlangsung skala 2 (cukup
Observasi 5. Mengidentifikasi
kurang dari 3 bulan. meningkat) menjadi
1. Identifikasi lokasi, pengetahuan dan
skala 5 (menurun)
Penyebab karakteristik, durasi, keyakinan tentang nyeri
3. Sikap protektif menurun
1. Agen pencedera frekuensi, kualitas, 6. Mengidentifikasi
dari skala 2 (cukup

29
fisiologis (mis. meningkat) menjadi intensitas nyeri. pengaruh budaya
inflamasi, iskemia, skala 5 (menurun). 2. Identifikasi skala nyeri terhadap respon nyeri
neoplasma) 4. Gelisah dari skala 2 3. Identifikasi respon nyeri 7. Mengidentifikasi
2. Agen pencedera kimiawi (cukup meningkat) dan non verbal pengaruh nyeri pada
(mis. terbakar, bahan menjadi skala 5 4. Identifikasi faktor yang kualitas hidup
kimia iritan) (menurun) memperberat dan 8. Memonitor keberhasilan
3. Agen pencedera fisik 5. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri terapi komplementer
(mis. abses, amputasi, dari skala 2 (cukup 5. Identifikasi pengetahuan yang sudah diberikan
terbakar, terpotong, meningkat) menjadi dan keyakinan tentang nyeri 9. Memonitor efek
mengangkat berat, skala 5 (menurun) 6. Identifikasi pengaruh samping penggunaan
prosedur operasi, trauma, 6. TTV (Tekanan darah, budaya terhadap respon analgetik
latihan fisik berlebihan) frekuensi nadi, pola nyeri Terapeutik
nafas) menurun dari 7. Identifikasi pengaruh nyeri 10. Memberikan tehnik non
Gejala dan Tanda Mayor
skala 2 (cukup pada kualitas hidup farmakologis untuk
Subjektif
memburuk) menjadi 8. Monitor keberhasilan terapi mengurangi rasa nyeri
1. Mengeluh nyeri
skala 5 (membaik) komplementer yang sudah 11. Mengontrol lingkungan
Objektif
7. Fokus membaik dari diberikan yang memperberat rasa
1. Tampak meringis
skala 2 (cukup 9. Monitor efek samping nyeri
2. Bersikap protektif (mis.
memburuk) menjadi penggunaan analgetik 12. Memfasilitasi istirahat
waspada, posisi
skala 5 (membaik) Terapeutik dan tidur
menghindari nyeri)

30
3. Gelisah 8. Nafsu makan membaik 10. Berikan tehnik non 13. Mempertimbangkan
4. Frekuensi nadi dari skala 2 (cukup farmakologis untuk jenis dan sumber nyeri
meningkat memburuk) menjadi mengurangi rasa nyeri( mis, dalam pemilihan
5. Sulit tidur skala 4 (cukup membaik) TENS, hipnosis, strategis meredakan
Gejala dan Tanda Minor akupresure, terapi musik, nyeri
Subjektif biofeedback, terapi pijat, Edukasi
(tidak tersedia) aroma terapi, tehnik 14. Menjelaskan penyebab,
Objektif imajinasi terbimbing, periode, dan pemicu
1. Tekanan darah kompres hangat/dingin, nyeri
meningkat terapi bermain) 15. Menjelaskan strategi
2. Pola napas berubah 11. Kontrol lingkungan yang meredakan nyeri
3. Nafsu makan berubah memperberat rasa nyeri 16. Menganjurkan
4. Proses berpikir (mis. Suhu ruangan, memonitor nyeri secara
terganggu pencahayaan , kebisingan) mandiri
5. Menarik diri 12. Fasilitasi istrahat dan tidur 17. Menganjurkan
6. Berfokus pada diri 13. Pertimbangkan jenis dan menggunakan analgetik
sendiri sumber nyeri dalam secara tepat
7. Diaphoresis pemilihan strategi 18. Mengajarkan teknik
meredakan nyeri nonfarmakologis untuk
Kondisi Klinis Terkait
Edukasi mengurangi rasa nyeri
1. Kondisi pembedahan

31
2. Cedera traumatis 14. Jelaskan penyebab, periode, Kolaborasi :
3. Infeksi dan pemicu nyeri 19. Mengkolaborasi
4. Sindrom koroner akut 15. Jelaskan strategi meredakan pemberian analgetik,
5. Glaucoma nyeri jika perlu
16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan mengguanakan
analgetik secara tepat
18. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Risiko Jatuh (D. 0143) Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I. 14540) Observasi :
Kategori : Lingkungan 1 Untuk mengetahui
Setelah dilakukan tindakan Definisi :
Subkategori : Keamanan dan faktor risiko apa saja
keperawat 3x24 jam maka Mengidentifikasi dan menurunkan
Proteksi yang berkemungkinan
tingakat jatuh pasien menurun, risiko terjatuh akibat perubahan
terjadi pada pasien
Definisi : dengan kriteria hasil: kondisi fisik atau psikologis.
sehingga kita sebagai

32
Berisiko mengalami kerusakan 1. Jatuh dari tempat tidur perawat dapat
fisik dan gangguan kesehatan menurun Tindakan: menghidari faktor risiko
akibat terjatuh. 2. Jatuh saat berdiri Observasi : tersebut.
menurun 1. Identifikasi faktor risiko 2 Untuk meghindarkan
3. Jatuh saat duduk jatuh pasien dari faktor
Faktor Risiko:
menurun 2. Identifikasi faktor lingkungan yang dapat
1. Usia ≥65 tahun (pada
4. Jatuh saat berjalan lingkungan yang memperburuk keadaan
dewasa) atau ≤2 tahun
menurun meningkatkan risiko jatuh pasien
(pada anak)
5. Jatuh saat dipindahkan Terapeutik : Terapeutik :
2. Riwayat jatuh
menurun 3. Orientasikan ruangan pada 3 Agar pasien dan
3. Anggota gerak bawah
6. Jatuh saat naik tangga pasien dan keluarga keluarga tahu mengenai
prostesis (buatan)
menurun 4. Dekatkan bel pemanggil ruangan tersebut
4. Penggunaan alat bantu
7. Jatuh saat di kamar didekat pasien sehingga dapat
berjalan
mandi menurun Edukasi: meminimalisir
5. Penurunan tingkat
8. Jatuh saat membungkuk 5. Anjurkan memanggil terjadinya jatuh
kesadaran
menurun perawat jika membutuhkan 4 Sehingga ketika pasien
6. Perubahan fungsi
bantuan untuk berpindah memerlukan sesuatu
kognitif
6. Anjurkan menggunakan perwat dapat
7. Lingkungan tidak aman
alas kaki yang tidak licin memberikannya dengan
(miss licin, gelap,
cepat
lingkungan asing)

33
8. Kondisi pasca operasi Edukasi :
9. Hipotensi ortostatik 5 Untuk meminimalisir
10. Perubahan kadar glukosa risiko terjatuhnya pasien
darah 6 Untuk mengurangi
11. Anemia risiko pasien terjatuh
12. Kekuatan otot menurun karena alas kaki yang
13. Gangguan pendengaran licin.
14. Gangguan keseimbangan
15. Gangguan penglihatan
(mis. glaukoma, katarak,
ablasio retina, neuritis
optikus)
16. Neuropati
17. Efek agen farmakologis
(mis. sedasi, alkohol,
anastesi umum)

Kondisi Klinis Terkait:


1. Osteoporosis
2. Kejang
3. Penyakit sebrovaskuler

34
4. Katarak
5. Glaukoma
6. Demensia
7. Hipotensi
8. Amputasi
9. Intoksikasi
10. Preeklampsi

4. Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi : Defisit Observasi :


Verbal (D.0119) (L.13118) Bicara (I. 13492) 1. Untuk mengetahui
Kategori : Relasional kecepatan, tekanan,
Setelah dilakukan tindakan Definisi :
Subkategori : Interaksi Sosial kuantitas, volume, dan
keperawat 3x24 jam maka Menggunakan tehnik komunikasi
diksi bicara dari pasien
Definisi : komunikasi verbal pasien tambahan pada individu dengan
2. Untuk mengetahui
Penurunan, perlambatan, atau meningkat, dengan kriteria gangguan bicara
proses kognitif,
ketiadaan kemampuan untuk hasil:
Tindakan : anatomis, dan fisiologis
menerima, memproses, 1. Kemampuan bicara
Observasi : yang berkaitan
mengirim, dan/atau meningkat
1. Monitor kecepatan, dengan bicara dari
menggunakan sistem simbol. 2. Kemampuan mendengar
tekanan, kuantitas, volume , pasien
meningkat
Penyebab : dan diksi bicara Terapeutik :
3. Kesesuaian ekspresi
1. Penurunan sirkulasi 2. Monitor proses kognitif, 3. Hal ini dilakukan untuk

35
serebral wajah/tubuh meningkat anatomis, dan fisiologis mempermudah
2. Gangguan 4. Kontak mata meningkat yang berkaitan dengan komunikasi antara
neuromuskuler 5. Afasia menurun bicara (mis. Memori, perawat dan pasien
3. Gangguan pendengaran 6. Disfasia menurun mendengar, dan bahasa) 4. Untuk menghindari
4. Gangguan 7. Apraksia menurun Terapeutik : misskomunikasi
muskuloskeletal 8. Disleksia menurun 3. Gunakan metode 5. Mencegah dan
5. Kelainan palatum 9. Diartria menurun komunikasi alternatif (mis. mengurangi dampak
6. Hambatan fisik (mis. 10. Afonia menurun Menulis, mata berkedip, negatif dari suatu
terpasang trakheostomi, 11. Dislalia menurun papan komunikasi dengan masalah sekaligus
intubasi, 12. Pelo menurun gambar dan huruf, isyarat menunjang proses
krikotiroidektomi) 13. Gagap menurun tangan dan komputer) pemulihan psikologis
7. Hambatan individu (mis. 14. Respon perilaku 4. Sesuaikan gaya komunikasi Edukasi :
ketakutan, kecemasan, membaik dengan kebutuhan ( mis. 6. Agar apa yang ingin
merasa malu, emosional, 15. Pemahaman komunikasi Berdiri didepn pasien, disampaikan oleh pasien
kurang privasi) membaik dengarkan seksama, dapat kita pahami
8. Hambatan psikologis tunjukkan satu gagasan atau Kolaborasi :
(miss gangguan psikotik, pemikiran sekaligus, 7. Untuk menunjang
gangguan konsep diri, bicaralah dengan perlahan tindakan yang diberikan
harga diri rendah, sambil menghindari sehingga tujuannya
gangguan emosi). teriakkan, gunakan dapat dicapai

36
9. Hambatan lingkungan komunikasi tertulis, atau
(mis. ketidakcukupan meminta bantuan keluarga
informasi, ketiadaan untuk memahami ucapan
orang terdekat, pasien
ketidaksesuaian budaya, 5. Berikan dukungan
bahasa asing) spikologis
Edukasi :
Gejala dan Tanda Mayor
6. Anjurkan berbicara secara
Subjektif :
perlahan
(tidak tersedia)
Kolaborasi :
Objektif :
7. Rujuk ke ahli patologi
1. Tidak mampu berbicara
atau mendengar
2. Menunjukkan respon
tidak sesuai

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Afasia

37
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disartria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami
komunikasi
12. Sulit mempertahankan
komunikasi
13. Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh
14. Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
15. Sulit menyusun kalimat

38
16. Verbalisasi tidak tepat
17. Sulit mengungkapkan
kata-kata
18. Disorientasi orang,
ruang, waktu
19. Defisit penglihatan
20. Delusi

Kondisi Klinis Terkait :


1. Stroke

39
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Penyebab stroke yaitu berkurangnya aliran darah dan oksigen ke
otak dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah.
4.2 Saran
Saran-saran yang disampaikan setelah memberikan asuhan keperawatan
stroke :
1. Bagi pelayanan keperawatan
Perawat dapat memberikan health education bagi keluarga mengenai
stroke, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan pasein pasca stroke di
rumah. Perawat juga diharapkan dapat membantu pasien dan keluarga
dalam meningkatkan motivasi pasien untuk sembuh.
2. Bagi keluarga pasien pasca stroke
Keluarga perlu meningkatkan motivasi bagi pasien pasca stroke
untuk lebih mandiri dengan pengawasan dan tidak memberikan efek
negative ketergantungan dalam melakukan perawatan diri.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat meningkatkan rasa kepedulian dengan
memberikan dukungan, berdiskusi dan Tanya jawab dengan pasien pasca
operasi stroke.

Diharapkan makalah asuhan keperawatan ini dapat dijakdikan sebagai


teori dan bahan bacaan khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Black,M J, Hawk,JH.(2014) Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta:


Elsevier’

Dewi, I. P., & Pinzon, R. T. (2016). Resensi Buku Stroke in ASIA, 315-316.

dr. Iskandar Junaidi. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : C.V


ANDI OFFSET

Eka, I., & Wicaksana, D. (2017). Perbedaan Jenis Kelamin Sebagai Faktor Risiko
Terhadap Keluaran Klinis Pasien Stroke Iskemik. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 6(2), 655–662.

Hartono, A. (2010). Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


Salemba medika

Irfan, M. (2012). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: GRAHA ILMU.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Johan, M., & Susanto, A. (2018). Gangguan Berbahasa Pada Penderita Stroke
Suatu Kajian : Neurolinguistik. (1). 103-108

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Lanny Lingga, P. (2013) all About Stroke : Hidup Sebelum dan Pasca Stroke.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Graha


Ilmu: Yogyakarta.

Pudiastuti. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yokyakarta : Nuha Medika

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan

41
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf–Diakses November 2020.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Terry, C. L., & Weaver, A. (2013). Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha


Publishing.

Triasti, A. P., & Pudjonarko, D. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi


Kognitif. Kedokteran Diponegoro, 5(4), 460-474.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


Dewasa Teori& Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

42

Anda mungkin juga menyukai