Anda di halaman 1dari 39

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

Disusun oleh :
Kelompok III

Anne Khairunnisa 20210910170063


Cindy Juzianti 20210910170050
Cut Rossy 20210910170065
Darma Subekti 20210910170046
Dyah Mulyati 20210910170006
Enjang Pangayuni 20210910170066
Ferin Farianti 20210910170008
M. Akmal 20210910170038
Selvi Kusuma Dewi 20210910170041
Silvia Novalia 20210910170043

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah
tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke”.
Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam studi Keperawatan Medikal Bedah
pada semester tiga sebagai bahan presentasi kelompok juga sebagai pengetahuan bagi
kelompok maupun pembaca makalah ini untuk lebih mengetahui tentang “Asuhan
Keperawatan pada Pasien Stroke”.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, kami berharap semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.

Jakarta, November 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I.....................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................4
A. KONSEP DASAR STROKE.................................................................................................................4
1. Definisi..............................................................................................................................................4
2. Etiologi..............................................................................................................................................5
3. Manifestasi Klinis............................................................................................................................6
4. Faktor Risiko....................................................................................................................................7
5. Patofisiologi......................................................................................................................................8
6. Penatalaksanaan............................................................................................................................12
7. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................15
8. Clinical Pathway Stroke................................................................................................................17
BAB II..................................................................................................................................18

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE.............................................................18


A. Pengkajian............................................................................................................................................18
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................................................23
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................................................24
BAB III.................................................................................................................................34

PENUTUP............................................................................................................................34
A. Simpulan...............................................................................................................................................34
B. Saran.....................................................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Stroke menjadi masalah serius yang dihadapi di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan
Stroke adalah penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Stroke merupakan suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan bahkan kematian (Batticaca B Fransisca,
2011). Pada tahun 2013, diperkirakan 6,4 juta kematian (11,8% dari semua kematian)
disebabkan oleh stroke (Kim, Cahill, & Cheng, 2015).
Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak terhambat akibat aterosklorosis
atau pembekuan darah. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh
darah otak sehingga menyebabkan terhambat aliran darah ke otak, darah merembas ke area
otak dan merusaknya.
Amerika serikat, stroke merupakan penyebab utama kecacatan orang dewasa jangka
Panjang dan penyebab kematian nomor lima dengan 795.000 peristiwa setiap tahun.
Diperkirakan akan meningkat prevalensi stroke oleh 3,4 juta orang antara tahun 2012 dan
2030 (A. Boehme, C. Esenwa, 2018).
Prevalensi penyakit stroke tertinggi didunia adalah china dengan prevalensi stroke
69,6%, perdarahan intraserebral 23,8% dan 15,8%, perdarahan subarachnoid 4,4% dan
4,4%, dan tipe yang tidak ditentukan 2,1% dan 2,0%, dengan hipertensi 88%, merokok
48%, dan penggunaan alcohol 44% (Wang et al., 2017).
Penyakit Stroke di Indonesia merupakan terbanyak dan menduduki urutan pertama di
Asia. Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia
diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Wilayah Kalimantan Timur
merupakan wilayah tertinggi pengidap penyakit stroke dengan (14,7%), diikuti Di
Yogyakarta (14,3%) Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing (11,4%) dan Bali
berada pada posisi 17 dengan (10,8%) (RISKESDAS 2018).
Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke, faktor risiko
terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktor risiko yang dapat dirubah dan faktor risiko
yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan dikontrol

1
pengaruhnya terhadap kejadian stroke, diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan
jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas
(Wijaya & Putri, 2013).
Sebagian besar penderita stroke hemoragik cenderung akan mengalami gangguan
mobilitas fisik, pasien stroke dengan gangguan mobilisasi hanya berbaring saja tanpa
mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut yang menyebabkan
munculnya masalah keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik (Mubarak, Indrawati, &
Susanto, 2015).
Menurut PPNI, gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih esktremitas secara mandiri. Menurut PPNI, kriteria mayor untuk diagnosa
keperawatan gangguan mobilitas fisik adalah mengeluh sulit menggerakan ekstremitas,
kekuatan otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengangkat kasus stroke ini dikarenakan
melihat dari penderita stroke yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan tergolong
penyakit yang beresiko tinggi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa Definisi Stroke?
2. Apa saja Etiologi Stroke?
3. Bagaimana Manifestasi klinis dari Stroke?
4. Apa saja faktor-faktor risiko dari Stroke?
5. Bagaimana patofisiologi dari Stroke
6. Apa saja tatalaksana yang diberikan terkait Stroke?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang akan diberikan dari pengkajian, diagnose
keperawatan sampai dengan intervensi, pada pasien dengan Stroke.

C. Tujuan Penulisan Makalah


Dari rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Stroke.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Stroke.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada kasus stroke.
4. Untuk mengetahui faktor risiko apa saja yang dapat mengakibatkan stroke

2
5. Untuk mengetahui bagaimana konsep patofisiologi dari stroke.
6. Untuk mengetahui bagaiman pemberian tatalaksana pada kasus stroke.
7. Untuk memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR STROKE


1. Definisi
Strok merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak
akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak (Indrawati and
Sari, 2016) . Strok merupakan penyakit motor neuron yang dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik, salah satu masalah yang
berhubungan dengan motorik adalah hemiparese. Terjadinya penurunan kekuatan otot
yang dialami pasien stroke non hemoragik merupakan gangguan fungsional yang
paling umum terjadi yang memiliki perananan sangat besar dalam kehidupan sehari-
hari (Rahmadani & Rustandi, 2019).
Berdasarkan data World Stroke Organisation terdapat 13,7 juta kasus baru stroke
setiap tahun atau satu dari empat orang yang berusia >25 tahun mengalami stroke.
Lebih dari 7,9 juta kasus baru stroke sekitar 60% stroke yang terjadi setiap tahun,
ditemukan pada usia.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah
stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif
& Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan
bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto,
2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani
secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

4
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik, yaitu:
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada Polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis (radang arteri)
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Hipoksia Umum
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest

5
3) Cardiac output turun akibat aritmia

d. Hipoksia setempat
4) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
5) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi stroke bervariasi sesuai dengan arteri serebral yang terlibat dan area
otak yang terkena. Manifestasinya selalu tiba-tiba, fokal dan biasanya satu sisi.
Manifestasi yang paling umum adalah kelemahan yang melibatkan wajah dan
lengan, dan terkadang kaki. Manifestasi umum lainnya adalah mati rasa di sisi
lain, kehilangan penglihatan, kesulitan berbicara, sakit kepala parah yang tiba-tiba
dan kesulitan keseimbangan. Berbagai defisit terkait dengan keterlibatan arteri
serebral tertentu secara kolektif disebut sebagai sindrom stroke, meskipun defisit
sering tumpang tindih, seperti yang ditunjukkan pada kotak di bawah ini.
Defisit Neurologis Manifestasi
 Tidak menyadari orang atau objek di
 Homonimus tempat
 Hemianopsia  Kehilangan penglihatan
(kehilangan setengah  Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Defisit lapang lapang penglihatan)  Kesulitan menilai jarak
pandang:
 Kehilangan penglihatan  Kesulitan melihat pada malam hari.
perifer  Tidak menyadari objek atau batas
objek.
 Diplopia  Penglihatan Ganda
 Hemiparesis  Kelemahan wajah, lengan, dan kaki
pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang belawanan).
 Hemiplegia  Paralisis wajah, lengan dan kaki pada
sisi yang sama (karena lesi pada
Defisit Motorik: hemisfer yangberlawanan).
 Ataksia  Berjalan tidak mantap tidak tegak.
 Tidak mampu menyatukan kaki.
 Disartria  Kesulitan dalam membentuk kata
 Kesulitan menelan makanan dan
cairan.
 Parestesia (terjadi pada  Kebas dan kesemutan pada bagian
Defisit Sensori: sisi berlawanan dari tubuh.
lesi).
Defisit verbal:  Afasia Ekspresif:  Tidak mampu membentuk kata yang
dapat dipahami.
 Afasia reseptif  Tidak mampu memahami kata yang

6
dibicarakan: mampu bicara tetapi tidak
masuk akal
 Afasia global  Kombinasi; baik afasia reseptif dan
afasia ekspresif.
 Kehilangan memori jangka pendek
dan memori jangka panjang.
Defisit Kognitif:  Penurunan lapang perhatian
 Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
 Kehilangan kontrol diri
 Labilitas emosional
 Penurunan toleransi pada situas yang
menimbulkan stress.
Defisit emosional:
 Depresi.
 Menarik diri
 Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
 Perasaan isolasi

4. Faktor Risiko
Penyakit dan kebiasaan gaya hidup tertentu meningkatkan risiko stroke, antara
lain sebagai berikut (Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia (AIHW),
2006; National Stroke Foundation, 2012):
a) Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar terjadinya stroke. Peningkatan
tekanan darah sistolik dan diastolik dikaitkan dengan kerusakan pada semua
pembuluh darah, termasuk pembuluh otak. Orang dengan hipertensi memiliki
risiko stroke empat hingga enam kali lebih besar daripada mereka yang tidak
hipertensi.
b) Penyakit jantung.
Fibrilasi atrium meningkatkan risiko stroke lima kali lipat (American Heart
Association (AHA), 2009). Masalah kardiovaskular lain yang meningkatkan
risiko stroke adalah stenosis katup mitral, paten foramen ovale, dan operasi
jantung.
c) Diabetes melitus.
Diabetes menyebabkan perubahan vaskular pada sirkulasi sistemik dan serebral
dan meningkatkan risiko hipertensi. (Prevalensi hipertensi adalah 40% lebih tinggi
pada orang dengan diabetes). Orang dengan diabetes tiga kali lebih mungkin
terkena stroke daripada mereka yang tidak menderita diabetes.

7
d) 5.
Peningkatan kadar kolesterol darah berkontribusi terhadap risiko aterosklerosis,
termasuk arteri di sirkulasi serebral.
e) Merokok.
Merokok sigaret menggandakan risiko seseorang terkena stroke iskemik dan
meningkatkan risiko pendarahan otak hingga 3,5%. Merokok secara langsung
bertanggung jawab atas lebih banyak stroke pada orang dewasa muda.
f) Penyalahgunaan zat.
Penyuntikan zat yang tidak dimurnikan meningkatkan risiko stroke dan
penyalahgunaan obat-obatan tertentu dapat menurunkan aliran darah otak dan
meningkatkan risiko perdarahan intrakranial. Zat yang terkait dengan stroke
termasuk mariyuana, steroid anabolik, heroin, amfetamin, dan kokain.

Faktor risiko lain termasuk riwayat keluarga stroke, obesitas, gaya hidup, infeksi
virus dan bakteri, dan serangan iskemik transien sebelumnya. Faktor risiko khusus
wanita adalah penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, persalinan, menopause,
sakit kepala migrain, gangguan autoimun (seperti diabetes dan lupus) dan
gangguan pembekuan darah.

5. Patofisiologi
Otak, yang beratnya hanya 2% dari total berat badan, menerima kira-kira 20%
dari curah jantung setiap menit (sekitar 750 mL) dan menyumbang 20% dari
konsumsi oksigen tubuh. Aliran darah serebral, terutama di pembuluh serebral
bagian dalam, sebagian besar diatur sendiri oleh otak untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Pengaturan diri ini (juga disebut autoregulasi) memungkinkan otak
mempertahankan aliran darah yang konstan meskipun terjadi perubahan tekanan
darah sistemik. Namun, autoregulasi tidak efektif ketika tekanan darah sistemik
turun di bawah 50 mmHg atau naik di atas 160 mmHg. Pada kasus terakhir,
peningkatan tekanan sistemik (seperti pada hipertensi) menyebabkan peningkatan
aliran darah serebral dengan akibat distensi pembuluh darah serebral yang
berlebihan.
Aliran darah serebral juga meningkat sebagai respons terhadap peningkatan
konsentrasi karbon dioksida, peningkatan konsentrasi ion hidrogen, dan

8
penurunan konsentrasi oksigen. Ketika aliran darah ke dan oksigenasi neuron
serebral menurun atau terputus, perubahan patofisiologis pada tingkat sel
berlangsung dalam 4 sampai 5 menit. Metabolisme seluler berhenti karena
glukosa, glikogen, dan adenosin trifosfat (ATP) habis dan pompa natrium-kalium
gagal. Sel membengkak saat natrium menarik air ke dalam sel. Dinding pembuluh
darah otak juga membengkak, selanjutnya menurunkan aliran darah.
Bahkan jika sirkulasi dipulihkan, vasospasme dan peningkatan kekentalan darah
dapat terus menghambat aliran darah. Iskemia berat atau berkepanjangan
menyebabkan kematian sel. Inti sentral sel mati atau sekarat dikelilingi oleh pita
sel dengan perfusi minimal, yang disebut penumbra. Meskipun sel-sel di
penumbra mengalami gangguan aktivitas metabolisme, integritas strukturalnya
tetap terjaga. Kelangsungan hidup sel-sel ini bergantung pada kembalinya
sirkulasi yang adekuat secara tepat waktu, volume produk toksik yang dilepaskan
oleh sel-sel mati yang berdekatan, derajat edema serebral, dan perubahan aliran
darah lokal. Potensi kelangsungan hidup sel di penumbra telah menyebabkan
penggunaan agen fibrinolitik dalam pengobatan awal stroke iskemik (Porth,
2010).
Defisit neurologis yang terjadi akibat stroke seringkali dapat digunakan untuk
mengidentifikasi lokasinya. Karena jalur motorik bersilangan di persimpangan
medula dan sumsum tulang belakang (decussation), stroke menyebabkan
hilangnya atau gangguan fungsi sensorimotor pada sisi tubuh yang berlawanan
dengan sisi otak yang rusak. Efek ini, yang dikenal sebagai defisit kontralateral,
menyebabkan stroke di belahan otak kanan yang dimanifestasikan oleh defisit di
sisi kiri tubuh (dan sebaliknya). Stroke ditandai dengan onset bertahap atau cepat
dari defisit neurologis akibat gangguan aliran darah otak. Stroke dapat terjadi
akibat berbagai masalah, termasuk trombosis serebral, emboli serebral, dan
perdarahan serebral.
Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan dan/atau stenosis arteri serebral yang
menurunkan atau menghentikan aliran darah dan akhirnya menyebabkan infark
otak. Jenis stroke ini menyumbang sekitar 80% dari semua stroke (NINDS,
2012a). Penyumbatan dapat terjadi akibat gumpalan darah (baik sebagai trombus
atau embolus) atau dari stenosis pembuluh darah akibat penumpukan plak. Plak
dapat menyebabkan stenosis pada pembuluh darah besar (disebut penyakit

9
pembuluh darah besar) atau pembuluh darah kecil (disebut penyakit pembuluh
darah kecil). Penyakit pembuluh darah besar biasanya disebabkan oleh trombus.
Stroke pembuluh kecil, yang disebut lacunar infarcts, adalah infark kecil hingga
sangat kecil di bagian dalam, area non-kortikal otak atau batang otak. Stroke
iskemik diklasifikasikan sebagai transien, trombotik atau emboli.
Transient Ischaemic Attack (TIA)
Transient ischemic attack (TIA), kadang-kadang disebut mini-stroke, adalah
periode singkat iskemia serebral lokal yang menyebabkan defisit neurologis yang
berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya kurang dari 1 sampai 2 jam) (Porth,
2010). Defisit dapat hadir hanya beberapa menit atau dapat berlangsung selama
berjam-jam. TIA sering merupakan sinyal peringatan stroke trombotik iskemik.
Satu atau banyak TIA dapat mendahului stroke, dengan waktu antara TIA dan
stroke berkisar dari jam hingga bulan. Satu dari lima orang yang mengalami TIA
akan mengalami stroke akut dalam waktu 3 bulan (National Stroke Foundation,
2012). Etiologi TIA meliputi gangguan arteri inflamasi, anemia sel sabit,
perubahan aterosklerotik pada pembuluh darah otak, trombosis dan emboli.
Manifestasi neurologis dari TIA bervariasi sesuai dengan lokasi dan ukuran
pembuluh otak yang terlibat. Manifestasi memiliki onset yang tiba-tiba dan sering
menghilang dalam hitungan menit atau jam. Defisit yang sering terjadi meliputi
mati rasa atau kelemahan kontralateral pada tungkai, tangan, lengan bawah, dan
sudut mulut (karena keterlibatan arteri serebral tengah); afasia (karena iskemia
hemisfer kiri); dan gangguan visual seperti kabur (karena keterlibatan arteri
serebral posterior) (Porth, 2010). Orang tersebut mungkin juga mengalami
gangguan penglihatan yang disebut amaurosis fugax (kebutaan sekilas pada satu
mata, digambarkan sebagai bayangan yang menutupi penglihatan di mata yang
terkena).
Stroke Thrombotic
Stroke trombotik disebabkan oleh oklusi pembuluh otak besar oleh trombus
(gumpalan darah). CVA trombotik paling sering terjadi pada orang tua yang
sedang beristirahat atau tidur. Tekanan darah lebih rendah selama tidur, sehingga
tekanan untuk mendorong darah melalui lumen arteri yang sudah menyempit dan
iskemia dapat terjadi.
Trombus cenderung terbentuk di arteri besar yang bercabang dua dan memiliki
lumen yang menyempit sebagai akibat dari endapan plak aterosklerotik. Plak

10
melibatkan intima arteri, menyebabkan lamina elastis internal menjadi tipis dan
berjumbai dengan terbukanya jaringan ikat di bawahnya. Perubahan struktural ini
menyebabkan trombosit menempel pada permukaan kasar dan melepaskan enzim
adenosin difosfat. Enzim ini memulai urutan pembekuan dan bentuk trombus.
Trombus dapat tetap di tempat dan terus membesar, benar-benar menyumbat
lumen pembuluh darah, atau sebagian dapat pecah dan menjadi embolus.
Lokasi trombus yang paling umum adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis,
dan persimpangan arteri vertebral dan basilar. Stroke trombotik yang
mempengaruhi pembuluh darah serebral yang lebih kecil disebut stroke lacunar,
karena area infark mengelupas, meninggalkan rongga kecil atau 'danau' di
jaringan otak. Stroke trombotik biasanya hanya mempengaruhi satu wilayah otak
yang disuplai oleh satu arteri serebral.
Stroke trombotik terjadi dengan cepat tetapi berkembang perlahan. Ini sering
dimulai dengan TIA dan terus memburuk selama 1 sampai 2 hari; kondisi ini
disebut stroke dalam evolusi. Ketika defisit neurologis maksimum telah tercapai,
biasanya dalam 3 hari, kondisi ini disebut stroke komplit. Pada saat itu, area
jaringan otak yang rusak mengalami edema dan nekrotik.
Stroke Embolik
Stroke emboli terjadi ketika bekuan darah atau gumpalan materi yang berjalan
melalui pembuluh darah otak tersangkut di pembuluh yang terlalu sempit untuk
memungkinkan pergerakan lebih lanjut. Area otak yang disuplai oleh pembuluh
yang tersumbat menjadi iskemik. Tempat emboli serebral yang paling sering
adalah pada percabangan pembuluh darah, terutama pada arteri karotis dan
serebral tengah. Jenis stroke ini biasanya terlihat pada orang yang lebih muda dari
mereka yang mengalami stroke trombotik dan terjadi saat orang tersebut terjaga
dan aktif.
Banyak stroke emboli berasal dari trombus di ruang kiri jantung, terbentuk selama
fibrilasi atrium. Ini disebut sebagai stroke emboli kardiogenik. Hasil emboli ketika
bagian trombus lepas dan dibawa melalui sistem arteri ke otak. Emboli serebral
juga dapat disebabkan oleh plak aterosklerotik arteri karotis, endokarditis
bakterial, infark miokard yang baru terjadi, penyakit jantung rematik, dan
aneurisma ventrikel.
Stroke emboli memiliki serangan mendadak dan menyebabkan defisit segera. Jika
embolus rusak dan diserap oleh tubuh, manifestasinya akan hilang dalam

11
beberapa jam hingga beberapa hari. Jika embolus tidak terserap, manifestasi akan
tetap ada. Bahkan jika embolus terserap, dinding pembuluh darah tempat embolus
bersarang dapat melemah, meningkatkan potensi perdarahan serebral.

Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, atau perdarahan intrakranial, terjadi ketika pembuluh darah
otak pecah. Ini terjadi paling sering pada orang dengan peningkatan tekanan darah
sistolik-diastolik yang berkelanjutan. Perdarahan intrakranial biasanya terjadi
secara tiba-tiba, seringkali ketika orang yang terkena sedang melakukan beberapa
aktivitas. Meskipun hipertensi adalah penyebab paling umum, berbagai faktor
dapat menyebabkan stroke hemoragik, termasuk pecahnya dinding arteri yang
dilapisi plak rapuh, pecahnya aneurisma intrakranial, trauma, erosi pembuluh
darah oleh tumor, malformasi arteriovenosa, terapi antikoagulan dan darah.
gangguan. Dari semua bentuk stroke, bentuk ini paling sering berakibat fatal dan
terjadi pada sekitar 20% dari semua stroke (NINDS, 2012a).
Ada dua jenis stroke hemoragik: perdarahan intraserebral dan perdarahan
subaraknoid. Akibat pecahnya pembuluh darah, darah memasuki jaringan otak,
ventrikel serebral atau ruang subarachnoid, menekan jaringan yang berdekatan
dan menyebabkan kejang pembuluh darah dan edema serebral. Darah di ventrikel
atau ruang subarachnoid mengiritasi meninges dan jaringan otak, menyebabkan
reaksi inflamasi dan mengganggu penyerapan dan sirkulasi cairan serebrospinal
(CSF).
Timbulnya manifestasi dari stroke hemoragik cepat. Manifestasi tergantung pada
lokasi perdarahan, tetapi mungkin termasuk muntah, sakit kepala, kejang,
hemiplegia dan kehilangan kesadaran. Tekanan pada jaringan otak akibat
peningkatan tekanan intrakranial, dapat menyebabkan koma dan kematian.

6. Penatalaksanaan
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2
L/menit dan cairan kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan dekstrosa atau

12
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,
foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR,
APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan
pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologi
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
1) Stroke Iskemik
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada
pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodnamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu
dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyeba
harus dikoreksibnya jika kandung keih penuh dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik.
Pemberin nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik, jika
didapatkan gangguan menelan aau kesadarana menurun dianjurkan melalui
selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah > 60 mg% atau > 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.

13
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila
tekanan sistolik >220 mmHg, diastol > 120 mmHg.
Mean arterial Blood Pressure (MAP) > 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal
adalah 20% dan obat yang direkomendasikan : natrium nitroprusid,
penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika
terjadi Hipotensi yaitu tekanan sistol < 90 mmHg diastol < 70 mmHg diberi
Nacl 0,9 % 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml selama 4 jam dan 500
ml selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi
yaitu tekanan darah sistol masih < 90 mmHg dapat diberikan dopamin 2-
20ug/kg/menit sampai tekanan darah sistolik > 110 mmHg.
Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg perhari dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin karbamaxepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
anikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan ntrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intavena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk
dilanjutkan 0,25g/kg BB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (< 320 mmol) sebagai alternatif dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCL 3%) atau furosemid.
Terapi Khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rtPA (recombinant tissue Plasminogen Actiatoe). Dapat juga diberikan agen
neuroproteksi yait sitikolin atau piracetam (jika didapatkan afasia).
2) Stroke Non Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah.

14
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1.25 mg/6 jam;
kaptopril 3 x 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).

F Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan


khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut : Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
penatalaksanaan komplikasi, restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),
yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, prevensi
sekunder, edukasi keluarga dan Discharge Planning.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Laboratorium

15
b. Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah lengkap; Gula darah sewaktu, Kolesterol, ureum,
kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid
(trigliserid, LDL-HDL serta total lipid).
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap); Waktu protrombin, APTT, Kadar
fibrinogen, D-dimer, INR, Viskositas plasma

c. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan paru
yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
d. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
e. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
f. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
g. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
h. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
i. EEG

16
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

17
8. Clinical Pathway Stroke

Penurunan
Kapasitas
Adaptif
Intrakranial
(D.0066) Nyeri Akut (D.0077)

Gangguan Mobilitas
Fisik (D.0054)
Gangguan
Mobilitas
Gangguan Fisik
Gangguan Menelan (D.0054)
Komunikasi (D.0063)
Verbal Gangguan
Gangguan
(D.0119) Gangguan Menelan
Menelan
(D.0063)
Persepsi (D.0063)
Sensori
(D.0085)

18
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang sangat
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Anamnesa pada stroke
meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien
Data Biografi: Identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau orang
terdekat/significant other), umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan
penurunan tingkat kesadaran.
3. Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan

19
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.

20
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling

21
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan koma. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.

22
f. Pengkajian Saraf Kranial
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI: Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.

g. Kekuatan otot :
Penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
 0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
 1 = gerakan kontraksi.
 2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
 3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
 4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
 5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

23
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Stroke adalah sebagai
berikut :
1) Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial (D.0066)
2) Nyeri Akut (D.0077)
3) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
4) Gangguan Menelan (D.0063)
5) Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119)
6) Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)

24
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Penurunan Kapasitas KAPASITAS ADAPTIF MANAJEMEN PENINGKATAN TEKANAN
Adaptif Intrakranial INTRAKRANIAL MENINGKAT INTRAKRANIAL (I. 06198)
(D.0066) (L.06049) Observasi:
Kriteria hasil:  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
 Tingkat Kesadaran meningkat gangguan metabolisme, edema serebral)
 Fungsi kognitif meningkat  Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
 Sakit kepala menurun Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
 Gelisah menurun bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
 Agitasi menurun menurun)
 Tekanan darah membaik  Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
 Tekanan nadi membaik  Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
 Pola nafas membaik  Monitor PAWP, jika perlu
 Refleks neurologis membaik  Monitor PAP, jika perlu
 Respon pupil membaik  Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
 Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan.
 Monitor intake dan output cairan.
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

25
Terapeutik:
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
2 Nyeri Akut (D.0077) TINGKAT NYERI MENURUN MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
(L.08066) Observasi:
Kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
 Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
 Sikap protektif menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Gelisah menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan

26
 Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
 Frekuensi nadi membaik  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
 Tekanan darah membaik nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

27
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3 Gangguan Mobilitas Fisik MOBILITAS FISIK MENINGKAT DUKUNGAN AMBULASI (I.06171)
(D.0054) (L.05042) Observasi:
Kriteria hasil:  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Pergerakan ekstremitas meningkat  Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Kekuatan otot meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Rentang gerak meningkat sebelum memulai ambulasi
 Nyeri menurun  Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Kecemasan menurun Terapeutik:
 Kelemahan fisik menurun  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,

28
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi).
4 Gangguan Menelan STATUS MENELAN MEMBAIK DUKUNGAN PERAWATAN DIRI:
(D.0063) (L.06052) MAKAN/MINUM (I.11351)
Kriteria hasil: Observasi:
 Mempertahankan makanan di  Identifikasi diet yang dianjurkan
mulut meningkat  Monitor kemampuan menelan
 Reflek menelan meningkat  Monitor status hidrasi pasien, jika perlu
 Kemampuan mengosongkan mulut Terapeutik:
meningkat  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
 Kemampuan mengunyah makan
meningkat  Atur posisi yang nyaman untuk makan/minum
 Frekuensi tersedak menurun  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Batuk menurun  Letakkan makanan di sisi mata yang sehat
 Muntah menurun  Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
 Siapkan makanan dengan suhu yang meningkatkan
nafsu makan
 Sediakan makanan dan minuman yang disukai
 Berikan bantuan saat makan/minum sesuai tingkat
kemandirian, jika perlu
 Motivasi untuk makan di ruang makan, jika tersedia
Edukasi:

29
 Jelaskan posisi makan pada pasien yang mengalami
gangguan penglihatan dengan menggunakan arah
jarum jam
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian obat (mis. analgesik,
antiemetik), sesuai indikasi

PENCEGAHAN ASPIRASI (I.01018)


Observasi:
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Monitor status pernapasan
 Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan/minum
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum
memberi asupan oral
Terapeutik:
 Posisikan semi fowler (30-45 derajat)
 Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat)
pada pasien tidak sadar
 Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. Teknik
head tilt chin lift, jaw thrust, in line).

30
 Pertahankan perkembangan balon endotracheal
tube (ETT).
 Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi
sekret meningkat.
 Sediakan suction diruangan.
 Hindari memberi makan melalui selang
gastrointestinal, jika residu banyak.
 Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak.
 Berikan obat oral dalam bentuk cair.
Edukasi:
 Anjurkan makan secara perlahan
 Ajarkan strategi mencegah aspirasi
 Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu

5 Gangguan Komunikasi KOMUNIKASI VERBAL PROMOSI KOMUNIKASI: DEFISIT BICARA


Verbal (D.0119) MENINGKAT (L.13118) (I.13492)
Kriteria hasil: Observasi:
 Kemampuan berbicara menigkat  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn
 Kemampuan mendengar menigkat diksi bicara
 Kesesuaian ekspresi wajah  Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
meningkat yang berkaitan dengan bicara
 Afasia menurun  Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
 Disfasia menurun menganggu bicara

31
 Apraksia menurun  Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai
 Disleksia menurun bentuk komunikasi
 Pelo menurun Terapeutik:
 Pemahaman komunikasi membaik  Gunakan metode Komunikasi alternative (mis:
menulis, berkedip, papan Komunikasi dengan
gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan
(mis: berdiri di depan pasien, dengarkan dengan
seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis,
atau meminta bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi:
 Anjurkan berbicara perlahan

32
 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi:
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
6 Gangguan Persepsi Sensori PERSEPSI SENSORI MEMBAIK MINIMALISASI RANGSANGAN (I.08241)
(D.0085) (L.09083) Observasi:
Kriteria hasil:  Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
 Verbalisasi merasakan sesuatu kenyamanan (mis. nyeri, kelelahan)
melalui indra perabaan meningkat Terapeutik:
 Verbalisasi merasakan sesuatu  Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
melalui indra penciuman (mis. bising, terlalu terang)
meningkat.  Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara,
 Verbalisasi merasakan sesuatu aktivitas)
melalui indra pengecapan  Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
meningkat.  Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu,
 Respon sesuai stimulus membaik sesuai kebutuhan
 Konsentrasi membaik
 Orientasi membaik

Edukasi:
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis.
mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi

33
kebisingan, membatasi kunjungan).
Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus

34
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa strok adalah
merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak akibat
berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Begitu banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kejadian stroke, faktor risiko terjadinya stroke terbagi lagi
menjadi faktor risiko yang dapat dirubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah.
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan dikontrol pengaruhnya terhadap kejadian
stroke, diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan jenis kelamin. Sedangkan
faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes
mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas.
Manifestasi klinis pada pasien stroke adalah :
1. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
2. Gangguan sensorik
3. Gangguan visual
4. Gangguan keseimbangan
5. Nyeri kepala (migran, vertigo)
6. Muntah
7. Disatria (kesulitan berbicara)
8. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, supor, koma)
B. Saran
Agar dapat memahami pengertian, etiologi, manifestasi klinis, faktor risiko,
patofisiologi dan tatalaksana pada pasien stroke serta dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan Stroke, sehingga pembaca dapat menerapkan prinsip
preventif sebelum kuratif.

35
DAFTAR PUSTAKA

Del Moro., Rota, E., Pirovano., Rainero. (2022). Migraine, Brain Glucose Metabolism and
the “Neuroenergetic” Hypothesis: A Scoping Review. The Journal of Pain, Vol 23,
No 8.
Feng, Rui., Wang, Xiao., Zhang, Feng. (2015). The Signal Pathway Regulated by
Mitochondrial ATP-Sensitive Potassium Channels Might be Involved in the
Mechanism of Brain Ischemic Tolerance. Journal of the Formosan Medical
Association; 823-824.
Hinkle, Janice & Cheever, Kerry. (2018). Brunner & Suddarth, Textbook of Medical-
Surgical Nursing. 14th Edition. Philadelphia : Wolters Kluwer
Mulroney, S & Myers, A. (2016). Netter’s Essentials Physiology. 2 nd Edition.
Philadelphia : Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Peate, Ian. (2018). Fundamentals of Applied Pathophysiology, An Essential Guide for
Nursing and Healthcare Students. 3rd Edition. Oxford, United Kingdom : Wiley
Blackwell.
Powers, W. et.al. (2018). 2018 Guidelines for the Early Management of Patients With
Acute Ischemic Stroke. AHA/ASA Guidelines. DOI:
10.1161/STR.0000000000000158.
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. PPSDM Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta : BPSDM Kesehatan.
LeMone, Priscilla., et.al. (2017). Medical Surgical Nursing, Critical Thinking for Person-
Centred Care. 3rd Australian Edition. Melbourne : Australia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Watts, M., Pocock, R., Claudianos, C. (2018). Brain Energy and Oxygen Metabolism:
Emerging Role in Normal Function and Disease. Frontiers in Molecular
Neuroscience, Vol. 11: 1-13. doi: 10.3389/fnmol.2018.00216.

36

Anda mungkin juga menyukai