Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN KASUS SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.L DENGAN STROKE INFARK DI RUANG


NEUROLOGI RSUP DR M.DJAMIL PADANG

PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

KELOMPOK I

Miwi Yulianti 2241312058


Laras Hayuning Astuti 2241312059
Syamila Adina 2241312057
Aulia Tri Ananda 2241312022
Tari Rahmadiya 2241312079
Nilam Septia Erwanda 2241312015
Nur Azizah Putri 2241312090
Desri Yola Rahmadhani 2241312091
Nanda Amelia 2241312096
Yessica Carmelia 2241312076
Laila Sa’adah 2241312064
Natasya 2241312067

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
kepada kita semua sehingga kami dari kelompok I dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Kasus Keperawatan Medikal Bedah ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yaitu ibu Esi Afriyanti, S.Kp.
M.Kes. dan ibu Ns. Devia Putri Lenggogeni, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB. serta ibu-ibu CI di
Rumah Sakit yang sudah membimbing kami dalam penyusunan Laporan Kasus ini. Ucapan
terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu proses
pembuatan Laporan Kasus ini baik secara moril maupun materil.
Besar harapan kami Laporan Kasus ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dalam Keperawatan Medikal Bedah yang bisa bermanfaat nantinya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan Kasus ini, oleh karena
itukritik dan saran dari semua pihak kami harapkan sebagai bahan masukan bagi kami untuk
kesmpurnan Laporan Kasus ini.Atas segala masukan tersebut kami mengucapkan
terimakasih.

Padang, 09 Oktober 2022

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................5

PENDAHULUAN......................................................................................................................5

A. Latar Belakang................................................................................................................5

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................6

C. Tujuan..............................................................................................................................6

D. Manfaat............................................................................................................................6

BAB II........................................................................................................................................7

LANDASAN TEORITIS...........................................................................................................7

A. KONSEP DASAR TEORI STROKE ISKEMIK............................................................7

BAB III.....................................................................................................................................33

ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................................33

A. PENGKAJIAN DATA DASAR......................................................................................33

BAB IV....................................................................................................................................56

PEMBAHASAN......................................................................................................................56

A. Hasil Asuhan Keperawatan...........................................................................................56

B. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................58

C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................58

D. Terapi............................................................................................................................58

E. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................58

3
F. Rencana Keperawatan...................................................................................................59

G. Implementasi Keperawatan...........................................................................................59

H. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................59

BAB V......................................................................................................................................61

PENUTUP................................................................................................................................61

A. Kesimpulan....................................................................................................................61

B. Saran..............................................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................62

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat. Hampir
di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian penyakit
kardiovaskuler. Serangan stroke yang mendadak dapat menyebabkan kecacatan fisik
dan mental serta kematian, baik pada usia produktif maupun lanjut usia (Dewi &
Pinzon, 2016).
Setiap tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik itu kasus
baru maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang baru dan 185.000
adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di Amerika Serikat terkena serangan
stroke dan setiap 4 menit seseorang di Amerika meninggal akibat stroke. Sebanyak
8,7% kasus stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik)
yang terjadi akibat tersumbatnya aliran darah menuju ke otak. Pasien stroke iskemik
memiliki risiko kematian 20%. Angka kelangsungan hidup setelah stroke iskemik
pertama sekitar 65% pada tahun pertama, sekitar 50% pada tahun kelima, 30% pada
tahun ke delapan dan 25% pada tahun ke sepuluh (Eka & Wicaksana, 2017.
Kejadian kasus stroke 100 sampai 300 orang per 100.000 penduduk per tahun.
Stroke merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia dan pada tahun 2030
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian. Stroke non
hemoragik atau stroke iskemik adalah yang terbanyak (Triasti & Pudjonarko, 2016).
Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, prevalensi stroke mengalami peningkatan
dari 7‰ pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menjadi 10,9 ‰ pada Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Masalah keperawatan yang muncul akibat stroke non hemoragik sangat
bervariasi tergantung dari luas daerah otak yang mengalami infark atau kematian
jaringan dan lokasi yang terkena. Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada
pasien stroke non hemoragik yaitu gangguan kamunikasi verbal. Pasien stroke non

5
hemoragik yang mengalami gangguan komunikasi verbal berarti otak sebelah kiri
pasien mengalami gangguan (Johan & Susanto, 2018).
Berdasarkan uaian di atas, saran dari CI Klinik dan Pembimbing Akademik,
kelompok sepakatak melakukan asuhan keperawatan dan membuat laporan kasus ada
pasien stroke di ruangan Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatn pada pasien yang mengalami stroke di ruangan
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan asuhan keperawatn pada pasien yang mengalami
stroke di ruangan Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien stroke
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan terkait masalah pada pasien stroke
berdasarkan SIKI, SLKI, dan SIKI
c. Mampu membuat renncana asuhan keperawatan pada pasien stroke
d. Mampu menerapkan tindakan keperawatan pada pasien stroke
e. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien stroke

D. Manfaat
Laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi serta menambah pengetahuan
dan wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada psien yang mengalami
stroke.

6
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR TEORI STROKE ISKEMIK

1. DEFINISI
Stroke iskemik atau“brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba sebagai
akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak,akibat sumbatan baik sebagian
atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadihampir 80% dari kejadian stroke (Goldszmidt
& Caplan, 2011).SI sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan
fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
secara mendadak atau cepat dengan tanda atau gejala yang sesuai dengan daerah yang
teerganggu.
Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai deficit neurologis fokal
yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam dimana diakibatkan oleh
gangguan aliran darah di otak (Hudak & Gallo, 1997). Stroke Non Haemoragik (SNH)
adalah cedera otak yang berkaitan denganobstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh.

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Iskemik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. 
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu.
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

7
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampe beberapa hari.
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampai beberapa hari.
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas stroke iskemik dapat dibagi menjadi:


a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di
arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala
sering terjadi pada waktu tidur atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan
cepat, lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam
beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya
tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu
atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang
sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,kemungkinan juga disertai emboli
pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau
bulan.

3. ETIOLOGI
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke iskemik antara lain :
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis

8
seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.

4. PATOFISIOLOGI
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan oksigen
dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan sampah dari
metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah otak berhenti maka otak
dapat tercemar. Segala proses dari auto regulasi serebral aliran darah memenuhi angka
rata-rata 750 ml/menit dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon
dioksida arteri serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan
Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika
suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat
terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.

9
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dantrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. Dalam keadaan
iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan
tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan
sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel
yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium kedalam sel. Kalsium yang tinggi di
intraseluler akan menghancurkan membrane fosfolipid sehingga terjadi asam lemak
bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari
prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit,
sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan
normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi
trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan initerganggu, akan terjadi agregasi trombosit.
Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler
terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar
glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh manusia. Ia memiliki
fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah dalam tubuh normalnya antara
200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa memengaruhi aliran darah sehingga
kemampuan penyediaan oksigen dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental
dan alirannya menjadi lambat.
Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan darah
pada pembuluh darah arteri. Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil
akhirnya terjadi pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL bisa
pula membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya menyumbat pembuluh darah
arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner jantung. Stroke juga dimungkinkan
terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang diakibatkan penurunan aliran darah ke otak.
Atas dasar berbagai hal di atas, sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya

10
risiko bekuan darah yang tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen
yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif untuk
terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada pembuluh darah otak, hal itu
bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke.
Banyak pula faktor pencetus lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia,
rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan merokok. Udara
yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen darah. Itu dibuktikan dari data
penelitian di negara dengan empat musim. Angka kejadian stroke meningkat pada musim
dingin dibandingkan saat musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik
juga merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.

5. PATHWAYS

11
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &Hawk,
2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang rusak, lokasi
neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah kolateral di serebral.
Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara, kehilangan fungsi
wicara dan hilangnya hemisensori (Black &Hawk, 2009). Stroke dapat dihubungkan

12
dengan area kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan
Bare (2017) manifestasi klinis dari stroke meliputi:
a. Kehilangan Motorik.
b. Aphasia
c. Disatria
d. Apraksia
e. Disfagia
f. Horner’s syndrome
g. Unilateral neglected
h. Defisit sensori
i. Perubahan perilaku
j. Inkontinensia

1. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup
pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi
menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan
pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler,
bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien
dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.
b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy
biasanya ditemukan pada pasien yang tidak dapat mengererutkan dahi.

13
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pundapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
2) Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal)
3) Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan.
4) Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
d. Pemeriksaan Radiologi
1) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan strokehemoragik dan stroke
iskemik secara tepat kerena pasien stroke iskemik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (neoplasma, hematoma,
abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke iskemik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusiMCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-whitemater.
2) CT Perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari regionotak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
3) CT angiografi (CTA)

14
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral
yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.

e. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusil ebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaanyang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk padastroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat
dikombinasikan dengan protokollain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfussion-weight edimaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat
mendeteksi stroke iskemik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat
daripadaCT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada
daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengancara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari
waktu ke waktu serta dibandingkan.
a. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi
arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arterikarotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
iskemik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG
diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga
lebihakurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada

15
penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infarklakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arterikarotis dan infark serebral akibat
kardioemboli.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar
fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan inimenimbulkan gangguan
pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obatyang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi danoksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi
viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum
1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)1)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Dosis lain yang diakui efektifialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4
jam.Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang

16
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:
nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet- platelet. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan
akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebihserius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikutiinfark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
f. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin
lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau
oklusi karotis lengkap. Angkamortalitas akibat prosedur karotis endarektomi
berkisar 1-5% (Simon,Harvey, Stroke-Surgery).
g. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen padastenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien.

17
CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri dilipatan
paha.
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arterikarotis.
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty).
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darahuntuk
menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka.(Simon, Harvey. Stroke –
Surgery)

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Stroke Iskemik

A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien yang mengalami stroke yaitu:
1) Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
pengkajian psikososial (Muttaqin, 2012).
2) Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis (Muttaqin, 2012). Resiko diatas 55 tahun
Wanita lebih tinggi dibanding laki-laki (Munir, 2015). Stroke iskemik (infark
atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih
dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
Menurut Noor (2008) dalam Raharjo dan Tuti (2015) pekerjaan juga
mempunyai hubungan yang erat dengan status ekonomi, sedangkan berbagai
jenis penyakit yang timbul dalam keluarga sering berkaitan dengan jenis
pekerjaan yang mempengaruhi pendapatan keluarga. Angka kematian stroke
sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan pendapatan kepala keluarga, dan
telah diketahui bahwa umumnya angka kematian stroke meningkatada status
social ekonomi rendah.

18
3) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2012).
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Stroke iskemik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, bangun tidur atau di pagi
hari.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma
(Muttaqin, 2012).
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya (Muttaqin, 2012).
6) Riwayat Pengkajian Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderits hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke Non-Hemoragic dari generasi terdahulu
(Neny & Fitriyani, 2014).
7) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

19
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul dari
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress, klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguam proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya
jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit
yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat
memengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biasa ini dapat memengaruhi
stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji
terdiri atas dua masalah keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis
dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan
individu (Muttaqin, 2012).
8) Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan manejemen kesehatan
Pada pasien stroke infark biasanya ada riwayat perokok, penggunaan
alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral (Muttaqin, 2008). Sensorik
motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury, perubahan persepsi dan
orientasi (Bayu uya, 2014).
b. Pola Nutrisi-metabolik
Menurut (Muttaqin, 2008) bahwa pasien kesulitan menelan dengan
gejala nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi

20
dan tenggorokan. Menurut teori dari kurniawaty dan Insan (2016) bahwa:
"cara kerja kafein dalm tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin
dalam sel saraf yang akan memicu produksi hormon ardenalin dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan
aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam
aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra". Dengan tanda dan gejala:
nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan tekanan
intrakranial), hilangnya sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan
tenggorokan.
c. Pola Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pada klien dalam kasus stroke didapatkan hasil bahwa pola latihan
dan aktivitasnya terganggu dengan tanda dan gejala: kelemahan dan
kelumpuhan pada separuh badan. Klien akan mengalami kesulitan aktivitas
akibat kelemahan, hilangnya rasa,paralisis, hemiplegi, dan mudah lelah (Bayu
uya, 2014).
e. Pola kognitif
Pada klien dalam kasus stroke didapatkan hasil bahwa pola kognitif
terganggu dengan tanda dan gejala: nyeri atau sakit yang hebat pada kepala.
Gangguan penglihatan (penglihatan kabur), lapang pandang menyempit,
hilangnya daya sensoripada bagian yang berlawanandibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka. Menurut (Muttaqin, 2008) pada
klien stroke infark akan Mengalami gangguan pada sistem neurosensorinya,
dengan tanda-tanda seperti kelemahan/paralisis, afasia, kehilangan
kemampuan untuk mengenali rangsangan visual, pendengaran, kekakuan
muka, dan bisa diketahui dengan gejala pusing, sakit kepala,
kesemutan/kelemahan, penglihatan menurun, penglihatan ganda, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
f. Pola persepsi dan Konsep diri
Menurut (Hendayani & Sari, 2018) mengatakan bahwa keluarganya
ada memberikan dukungan atau motivasi terhadap dirinya, seperti
memberikan cinta kasih, merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

21
kesehatan, dan memenuhi kebutuhan keluarga, 3 orang diantaranya
mengatakan kadang-kadang keluarganya ada memberikan dukungan terhadap
dirinya dan 2 orang lainnya juga mengatakan keluarganya sibuk dengan
urusannya masing-masing.
g. Pola tidur dan istirahat
Pada klien stroke biasanya akan mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot atau nyeri otot (Muttaqin, 2008).
h. Pola Peran Hubungan
Pada klien stroke infark biasanya akan mengalami kesulitan dalam
interaksisosial dengan lingkungan sekitarnya, Adanya perubahan hubungan
dan peran karena klien mengalami kerusakan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara (Muttaqin, 2008). .Gangguan dalam bicara,
ketidakmampuan berkomunikasi (Muttaqin 2012).
i. Pola Seksual dan Reproduksi
Menurut Djeno (2005) dalam M, Sumaryanto, & W, (2013)
memaparkan bahwa faktor fisik, budaya dan psikis dapat mempengaruhi
aktifitas seksual penderita stroke. Faktor fisik mempunyai peranan sangat
penting dalam aktifitas seksual. Faktor fisik yang berperan adalah pembuluh
darah, hormonal, neuromuskular dan umur. Jika kondisi fisik terganggu,
kemungkinan besar akn mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
seksualitasnya. Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark Biasanya
terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin
j. Pola Toleransi Stress- Koping
Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berfikir dan kesulitan berkomunikasi. Pada klien dalam kasus stroke iskemik
didapatkan hasil bahwa pola koping dan toleransi diri terganggu dengan tanda
dan gejala: pasien merasa gelisah dan khawatir karena tidak akan bisa lagi
kembali ke aktivitas normal dalam jangka waktu yang lama (Muttaqin, 2012).
k. Nilai dan Kepercayaan
Menurut teori dari Utami dan Supratman, (2009) dalam sasmika
(2016) bahwa seseorang mengalami stroke iskemik akan mempengaruhi
beberapa aspek seperti aspek kesehatan fisik, psikologi, sosial dan spiritual.

22
Stroke tidak hanya menyangkut aspek neurulogis saja tetapi berdampaknya
pada krisis kepercayaan terhadap Tuhan pemberi kekuatan, arti hidup yang
mengalaminya dan harapan.
9) Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien mengantuk
namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien acuh tak acuh terhadap
lingkungan (apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma, hingga
penrunn kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi
dan compos mentis dengan GCS 13-15.
b. Tanda-tanda Vital
i. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara spontan.
Perubahan tekanan darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3
hari pertama. Tekanan darah biasanya meningkat pada pagi hari
hingga siang. Peningkatan tensi darah menyebabkan peningkatan
intraplak.
ii. Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
iii. Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
bersihan jalan napas
iv. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke non
hemoragik
c. Rambut
Keadaan bersih atau kotor, warna rambut hitam merah atau putih (beruban)
penyebaran rambut rambut rata atau tidak, bau atau tidak.
d. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat.
e. Mata

23
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. pada pemeriksaan mata, klien mengalamimidriasis atau
dilatasi pada pupil dan reaksi/refleks cahaya yang negatif.
f. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
h. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan.
i. Leher
Biasanya simetris, tidak ada benjolan
j. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
k. Jantung
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
l. Abdomen
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.

24
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores,
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
m. Ekstremitas
Stroke iskemik adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesi atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan
O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah morbilitas fisik.
Menurut Batticaca (2008), pada sistem muskuloskeletal pasien stroke iskemik
didapatkan mengalami hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh dan
dapat mengarah ke hemiplegia. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin, 2012)
i. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill
Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. . Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi
maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
Hoffman tromner biasanya jari tidak mengembang ketika di beri reflek
( reflek Hoffman tromner (+)).
ii. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan bluedzensky 1
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)).

25
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada saat betis di
remas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apaapa ( reflek
Gordon (+)). Pada saat dilakukan treflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat diketukkan (reflek patella (+)).
n. Alat genetalia dan rectum Setelah stroke iskemik klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Kimberly & Bilotta,
2011)

10) Saraf Kranial


- Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bau
yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman
penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada nervus VIII (vetibulokoklearis):
biasanya pada pasoien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan – hidung.
- Pada pemeriksaan nervus II (optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6.
- Pada nervus III (okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien
bisa membuka mata.
- Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke
atas dan bawah.
- Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan
lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata.
- Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke kiri dan kanan.
- pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan

26
saat diminta mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah. Biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis
dan asin
- Pada pemeriksaan nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.
- Pada nervus IX (glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam
dan pahit.
- Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan
bludzensky 1 (+).
- Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanyapasien stroke non hemoragik
tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
- Pada nervus XII (hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP
PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan menghidu
dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas.

27
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan,
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan
analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif
Huda, 2016).
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan tekanan
serebral tidak efektif tindakan keperawatan intrakranial (I.06194)
dibuktikan dengan selama .... jam diharapkan 1.1 Identifikasi penyebab
embolisme. perfusi serebral (L.02014) peningkatan tekanan intrakranial
dapat adekuat/meningkat (TIK)
dengan Kriteria hasil : 1.2 Monitor tanda gejala
1) Tingkat kesadaran peningkatan tekanan intrakranial
meningkat (TIK)
2) Tekanan Intra Kranial 1.3 Monitor status pernafasan
(TIK) menurun pasien
3) Tidak ada tanda tanda 1.4 Monitor intake dan output
pasien gelisah. cairan
4) TTV membaik 1.5 Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
1.6 Berikan posisi semi fowler
1.7 Pertahankan suhu tubuh normal
1.8 Kolaborasi pemberian obat
deuretik osmosis
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan tindakan keperawatan 2.1 Identifikasi lokasi ,
agen pencedera selama … jam diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis (iskemia). tingkat nyeri (L.08066) kulaitas, intensitas nyeri

28
menurun dengan Kriteria 2.2 Identifikasi skala nyeri
Hasil : 2.3 Identifikasi respon nyeri non
1) Keluhan nyeri verbal
menurun. 2.4 Berikan posisi yang nyaman
2) Meringis menurun 2.5 Ajarkan teknik nonfarmakologis
3) Sikap protektif untuk mengurangi nyeri (misalnya
menurun relaksasi nafas dalam)
4) Gelisah menurun. 2.6 Kolaborasi pemberian analgetik
5) TTV membaik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3.1 Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan selama … jam diharapkan 3.2 Monitor asupan makanan
menelan makanan. ststus nutrisi (L.03030) 3.3 Berikan makanan ketika masih
adekuat/membaik dengan hangat
kriteria hasil: 3.4 Ajarkan diit sesuai yang
1) Porsi makan diprogramkan
dihabiskan/meningkat 3.5 Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Berat badan membaik dalam pemberian diit yang tepat
3) Frekuensi makan
membaik
4) Nafsu makan membaik
5) Bising usus membaik
6) Membran muko
4 Gangguan persepsi Setelah dilakukan 4.1 Monitor fungsi sensori dan
sensori berhubungan tindakan keperawatan persepsi:pengelihat an, penghiduan,
dengan selama … jam diharapkan pendengaran dan pengecapan
ketidakmampuan persepsi sensori (L.09083) 4.2 Monitor tanda dan gejala
menghidu dan membaik dengan kriteria penurunan neurologis klien
melihat. hasil: 4.3 Monitor tandatanda vital klien
1) Menunjukkan tanda
dan gejala persepsi dan
sensori baik:
pengelihatan,

29
pendengaran, makan dan
minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan fungsi
pesepsi dan sensori
dengan tepat
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik berhubungan tindakan keperawatan 5.1 Identifikasi adanya keluhan
dengan gangguan selama … jam diharapkan nyeri atau fisik lainnya
neuromuskular. mobilitas fisik (L.05042) 5.2 Identifikasi kemampuan dalam
klien meningkat dengan melakukan pergerakkan
kriteria hasil: 5.3 Monitor keadaan umum selama
1) Pergerakan ekstremitas melakukan mobilisasi
meningkat 5.4 Libatkan keluarga untuk
2) Kekuatan otot membantu klien dalam
meningkat meningkatkan pergerakan
3) Rentang gerak (ROM) 5.5 Anjurkan untuk melakukan
meningkat pergerakan secara perlahan
4) Kelemahan fisik 5.6 Ajarkan mobilisasi sederhana
menurun yg bisa dilakukan seperti duduk
ditempat tidur, miring kanan/kiri,
dan latihan rentang gerak (ROM).
6 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit (I.11353)
kulit/jaringan tindakan keperawatan 6.1 Identifikasi penyebab gangguan
berhubungan dengan selama … jam diharapkan integritas kulit
penurunan mobilitas integritas kulit/jaringan 6.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
(L.14125) meningkat baring
dengan kriteria hasil : 6.3 Anjurkan menggunakan
1) Perfusi jaringan pelembab
meningkat 6.4 Anjurkan minum air yang
2) Tidak ada tanda tanda cukup
infeksi 6.5 Anjurkan meningkatkan asupan
3) Kerusakan jaringan nutrisi

30
menurun 6.6 Anjurkan mandi dan
4) Kerusakan lapisan kulit menggunakan sabun secukupnya.
5) Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
7 Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (I.14540)
dibuktikan dengan tindakan keperawatan 7.1 Identifikasi faktor resiko jatuh
gangguan selama … jam diharapkan 7.2 Identifikasi faktor lingkungan
pengelihatan tingkat jatuh (L.14138) yang meningkatkan resiko jatuh
(mis.ablasio retina). menurun dengan kriteria 7.3 Pastikan roda tempat tidur
hasil: selalu dalam keadaan terkunci
1) Klien tidak terjatuh 7.4 Pasang pagar pengaman tempat
dari tempat tidur tidur
2) Tidak terjatuh saat 7.5 Anjurkan untuk memanggil
dipindahkan perawat jika membutuhkan bantuan
3) Tidak terjatuh saat untuk berpindah
duduk 7.6 Anjurkan untuk berkonsentrasi
menjaga keseimbangan tubuh
8 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi: defisit bicara
komunikasi verbal tindakan keperawatan (13492)
berhubungan dengan selama … jam diharapkan 8.1 Monitor kecepatan,tekanan,
penurunan sirkulasi komunikasi verbal kuantitas,volume dan diksi bicara
serebral. (L.13118) meningkat 8.2 Identifikasi perilaku emosional
dengan kriteria hasil: dan fisik sebagai bentuk
1) Kemampuan bicara komunikasi
meningkat 8.3 Berikan dukungan psikologis
2) Kemampuan kepada klien
mendengar dan 8.4 Gunakan metode komunikasi
memahami kesesuaian alternatif (mis. Menulis dan bahasa
ekspresi wajah / tubuh isyarat/ gerakan tubuh)
meningkat 8.5 Anjurka klien untuk bicara
3) Respon prilaku secara perlahan
pemahaman komunikasi

31
membaik
4) Pelo menurun

D. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2011)
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi
dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson,
2012).
Komponen tahap implementasi antara lain:
1. Tindakan keperawatan mandiri.
2. Tindakan keperawatan edukatif
3. Tindakan keperawatan kolaboratif.
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau
dikaji dari data subjektif dan data objektif.
32
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

33
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. R (L)
MEDIKAL BEDAH No. MR : 00.49.60.21
Tgl Lahir / Usia : 28/01/1954/ 68th

Ruang : Neurologi Tgl. MRS : 30/9/2022 Tgl. Pengkajian: 30 September 2022


Pukul : 13.30 WIB

A. PENGKAJIAN DATA DASAR

Kesadaran: Apatis GCS 13

TTV: TD : 160/090 mmHg, N : 90 X/mnt, S : 36,4.◦C, P : 21x/mnt,

Nyeri: □ Ya □Tidak

Gol Darah: O Rh: + TB: 170 BB: 65 (Aktual/Perkiraan)

LILA...........

Penanggung jawab : istri

Pembiayaan : BPJS

Pekerjaan : Pensiunan Guru

Diagnosis Medis : Stroke Infark

1. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan sekarang

 Alasan masuk

34
Tn. E berusia 68 tahun rujukan dari Rumah Sakit Ibnu Sina dengan Sroke
iskemik datang ke RSUP Dr. M. Djamil pada tanggal 30 September 2022
dengan keluahan bibir mencong dan tidak dapat berbicara. Keluarga pasien
mengatakan pasien pusing sempoyongan ketika sholat , muntah pada sabtu (
6 hari lalu ). Pada hari senin pasien dirawat di RS Ibnu Sina dan di diagnosa
Stroke Infark, semenjak 1 hari lalu bibir pasien mencong lalu di rujuk ke
RSUP Dr. Mdjamil Padang.

 Saat pengkajian

Pada saat pengkajian tanggal 30 September 2022 pukul 13.30, Keluarga


pasien menyatakan semenjak 1 hari lalu pasien mulutnya mencong, tidak
bisa berbicara, mata terbuka namun tidak kontak dengan keluarga, pasien
terpasang NGT, O2 3 liter, terpasang infus Nacl 0,9% dengan tetesan 12
jam/ kolf dan terpasang kateter.

b. Riwayat Keseahatan Dahulu

Pasien memiliki riwayat DM semenjak tahun 2011 (11 tahun) lalu terkontrol,
riwayat hipertensi (-), jantung (-), trauma kepala (-), stroke sebelumnya (-)

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat stroke, ibu pasien memiliki
riwayat DM

Genogram

Ket:
O: perempuan,
□ : laki-laki,
† : Meninggal
: Pasien
X: meninggal
(dengan)

35
1. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan
Keluarga menyatakan pasien rutin untuk mengecek kesehatan setiap bulannya di
Puskesmas dan juga cek labor. Pasien memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit
stroke dimana menghabiskan ½ bungkus perharinya.
Kebiasaan: merokok, Ya, bungkus 1/2/ hr, lamanya Sampai sebelum sakit.
□ Minum Alkohol : Tidak

□ Obat- Obatan: Ya, nama obat : Metformin


□ Lain- lain : Tidak Ada
Reaksi Alergi: Tidak Ada
Tindakan: Tidak Ada

36
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
Keluhan: Keluarga mengatakan klien seelum sakit makan teratur 3 kali/hari dengan
porsi makan yang sedikit, klien kurang menyukai sayuran, dalam waktu 6 bulan
terakhir mengalami penurunan BB 5 kg
Diet/Suplemen Khusus : Tidak Ada
Perubahan BB 6 Bulan Terakhir: Tidak ada
Asupan nutrisi: Oral
Riwayat Masalah Kulit/Penyembuhan : Tak ada
Pantangan/Alergi: Tidak Ada
Gambaran diet pasien dalam sehari (komposisi& ukuran):

Makan & Minum Sebelum sakit Makan & Minum Selama dirawat
(jenis, porsi yg dihabiskan) (jenis, porsi yg dihabiskan)
Pagi: nasi, lauk, sayur dalam porsi kecil, Pagi: MC. RG Susu 150 cc
minum 400 ml
Siang: MC. RG Susu 150 cc
Siang: nasi+ lauk dengan porsi kecil, MC. RG susu 150 cc
minum 400 ml
Malam: MC. RG Susu 150 cc
Malam: nasi + lauk + buah – buahan
dalam porsi kecil, minum 500 ml

Kesimpulan: Tidak Ada Masalah

c. Pola Eliminasi:

Keluhan :
Pola Defekasi Pola Urinasi
Frekwensi : 1 x/hari Warna: Kuning Jernih
Konsistensi : Padat Kandungan: Tidak Ada
Warna : Kuning Kecoklatan Bau: Khas
Bau : Khas Banyaknya : 1000
Banyaknya : 300 cc 37 Alat Bantu : kateter
Stoma : -
Kesimpulan : Tidak Ada Masalah

d. Pola Aktivitas /Olah Raga

Keluhan : Pasien selama sakit hanya bisa berbaring ditempat tidur dan semua
aktivitas dibantu keluarga dan perawat.

Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 = Bantuan dari


orang lain , 3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di Tempat Tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √

ALAT BANTU: Pispot / Pampers


Kekuatan Otot :
5555 5555
5555 5555

Kesimpulan : Gangguan Mobilitas Fisik

38
e. Pola Istirahat Tidur:

Keluhan: Pasien tidak ada masalah dalam tidurnya, tidur pasien nyenyak sepanjang
hari

Kebiasaan : 10 jam/malam : 8jam, tidur siang: 1jam, tidur sore : 1jam.

Merasa segar setelah tidur: Tidak bisa dinilai

Lain- lain/kesimpulan: Tidak ada masalah dalam pola tidur pasien

f. Pola Kognitif –Persepsi:


Keluhan :
Status mental: Afasia reseptif
Bicara: Tidak bisa berkomunikasi
Bahasa sehari-hari : Daerah
Kemampuan membaca, bahasa Indonesia : Ya
Berkomunikasi: Tidak
Memahami: Ya
Tingkat Ansietas: Sedang
Keterampilan Interaksi:
Pendengaran : Mengalami penurunan pendengaran
Penglihatan : Mengalami penurunan penglihatan, vertigo
Ketidak nyamanan/Nyeri: Tidak ada
Deskripsi :
Penatalaksanaan Nyeri: Tidak ada
Kesimpulan: pasien mengalami gangguan komunikasi

g. Pola Peran Hubungan

Keluhan : Pasien memiliki hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarganya,
aktif pada kegiatan di lingkungan masyarakat

Pekerjaan : Pasien merupakan pensiunan Guru

Status Pekerjaan: pensiunan

Sistem Pendukung: Pasangan

39
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di RS: Tidak ada masalah

Kegiatan sosial : selama sakit peran pasien tidak terlalu terganggu sebagai kepela
keluarga

h. Pola Seksualitas/Reproduksi

Keluhan: -

Tanggal Menstruasi Akhir (TMA):

Masalah Menstruasi:Ya Tidak

Pap Smear Terakhir:

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: Ya Tidak

Masalah Seksual B/D Penyakit:

Kesimpulan :

40
i. Pola Koping-Toleransi Stres

Keluhan: Biasanya klien ekspresif dalam mengunggapkan stres, keluarga pasien mengatakan
pasien mudah marah

Masalah (finansial, perawatan diri): Tidak ada masalah

Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: Tidak ada

Hal yang dilakukan saat ada masalah: Mencari solusi masalah dengan berdiskusi

Penggunaan obat untuk menghilangkan stres: Tidak ada

Keadaan emosi dalam sehari hari: segang

Kesimpulan: tidak ada ganguan

j. Pola Keyakinan Nilai


Keluhan : Tidak ada keluhan
Agama: Islam
Pantangan Keagamaan: Tidak ada
Ibadah selama sakit : Belum bisa beribadah
Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: Tidak ada
Kesimpulan: tidak memiliki gangguan

41
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Hasil & interpretasi)
Diagnostik: Tgl: 30/9/2022
Infark di cerebelum bilateral + Oksipital sinistra
Laboratorium: Tgl: 30/9/2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

PH 7.478 7.35 – 7.45

PCO2 35,3 35 – 45

PO2 178.2 83 – 108

SO2 % 99 95 – 98

HCT 35 % 39 – 49

Hb 12.9 g /dl 13.2 – 17.3

HCO3- 26.4 mmol/L 21– 28

BE (B) 3.6 Mmol/L (-2) – (+3)

Leukosit 10.87 % 11.5 – 14.5

42
Hematokrit 38 % 1–3

Neutrofil 75 % 2.0 – 6.0

Limfosit 13 % 50.0 – 70.0

Monosit 9 % 20.0 – 40.0

D-Dimer 1163 mg/ml 2.0 - 8.0

Total Protein 58 g/dl 66 – 87

Albumin 3.7 g/dl 3.8 – 5.0

APTT 21.8 detik 21.2- 28.6

APTT kontrol 24

PT 10.3 detik 9.3-12.5

INR 1.10 <1.2

PT kontrol 10.2

Globulin 2. g /dl 1.3- 2.7

SGOT 12 U/L <38

SGPT 11 U/L <41

Ureum darah 26 mg/dL 10-50

Kreatinin darah 1.0 mg/dL 0.8-1.3

43
Gula darah sewaktu 139 mg/dL 50-200

44
PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran : E4 M6 V3 ( Apatis )
Tanda Vital TD : 160 / 90mmHg S : 36,4oC

N : 90 x/menit P : 21 x/menit
Kulit Turgor kulit balik CRT < 3 detik
Kepala Nervus II : lapang pandang 180
Nervus III : Isokor diameter 3 mm – 3 mm
Nervus IV : Pasien bisa mengikuti gerakan tangan atas dan
bawah
Nervus VI : Mengikuti gerakan kiri dan kanan
Leher Nervus X ( vagus ) : adanya gangguan menelan
Nervus XI ( aksesorius ) : tidak ada kaku kuduk
Telinga : Nervus VIII : Pendengaran sedikit menurun dan
keseimbangan tubuh menurun
Toraks
I: Gerakan dinding dada simetris
- Paru
Pa: Fremitus kiri kanan

Pe: sonor kedua lapang paru

A: bronkovesikuler , ronki (+)

- Jantung I: Ictus cordis tidak tampak

Pa: ictus cordis teraba 1 jari medial line mid


clavicularis sinistra Ric V

Pe: Batas jantung normal / tidak melebar

A: Bunyi jantug Reguler


Abdomen I: Simetris kiri dan kanan

Pa: tidak ada pembesaran hepor

Pe: Tympani

45
A: Bising usus normal 15 x/menit
Genitalia Normal
Rectal

46
Ekstremitas Refleks Fisiologis : + / +
Refleks patologis : -
Muskuloskeletal/Sendi
Tanda kering’s sign : normal
Brudzinski I : normal
Brudzinski II : normal

Lain-lain

Lokasi Luka/nyeri/injuri*:

Keterangan:*Diarsir
bagian tubuh yang
mengalami. Apabila
luka dilengkapi dengan
ukuran & jenis luka

47
Penatalaksanaan Medis :

Jenis Tanggal Jenis/nama


Diit
30/9/22 MC RG 1700 kkal
IVFD
30/9/22 Nacl 0,9% 12 jam/kolf
Injeks i
Oral 30/9/22 Cefepime 3 x 2gr, Ranitidin 2 x 50, manitol
Dll

Aspilet 1 x 80 , Betahistin 2 x 12mg


30/9/22
Asetilistein 2 x 200mg

.............................................................................
……..
……………………………………………………
………………….

48
ANALISA DATA

Inisial Nama Pasien : Tn. R

No MR : 00.49.60.21

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


/TGL
1 Ds : Stroke infark Gangguan
- Keluarga mengatakan sebelumnya pertukaran gas
pasien pusing, bibir pasien Edema, spasme bronkus,
mencong pada hari senin dan tidak peningkatan secret
dapat berbicara. bronkiolus
Do :
- Pernapasan cepat 21x/menit Obstruksi bronkiolus
- PH : 7,48 awal fase ekspirasi

- PO2 : 178,2
- Terdapat bunyi ronkhi (+) Udara terperangkap
dalam alveolus
- Tingkat Kesadaran E4 M6 V3

49
PaO2 rendah, PaCO2
tinggi
2. Ds : : keluarga mengatakan pasien tidak Stroke infark Resiko perfusi
bisa berbicara, pasien mudah tertidur jika serebral tidak
tidak di panggil pasien tidur kembali. Trombus emboli di efektif
cerebral
Do :
- Tekanan darah 160/90mmHg Suplai darah ke jaringan
- Tingkat kesadaran Somnolen cerebral tidak adekuat
E4 M5 V2
- Vertigo
3. Ds : keluarga mengatakan pasien tidak bisa Resiko perfusi serebral Gangguan
berbicara, tidak efektif komunikasi verbal

Do : Peningkatan TIK
- Pasien tidak mampu
berkomunikasi/berbicara Arteri cerebri media
- Sulit mempertahankan komunikasi
- Sulit menggunakan ekspresi Kerusakan N VII, N IX
wajah/tubuh
Kontrol otot facial/oral
lemah

Ketidakmampuan
berbicara

Format Rencana Asuhan Keperawatan

50
Initial pasien : Tn. R
No MR : 00.49.60.21
Ruangan : Neurologi
Dx Medis :Stroke infark

No Diagnosa SLKI SIKI


dx keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan 3x24 jam, Observasi :
diharapkan pertukaran gas - Monitor pola napas
membaik dengan kriteria hasil : - Monitor frekuensi, irama,
1. Tingkat kesadaran (3 kedalaman dan upaya napas
sedang) Terapuetik :
2. Dispnea (3 sedang) - Atur interval pemantauan respirasi
3. Bunyi nafas tambahan (3 sesuai kondisi pasien
sedang) Edukasi :
4. Pusing (3 sedang) - Jelaskan tujuan dan prosedur
5. PCO2 (4 cukup pemantauan
membaik)
6. PO2 (4 cukup membaik) Dukungan Ventilasi
7. PH arteri (4 cukup Observasi :
membaik) - Identifikasi efek perubahan posisi
8. Pola nafas (3 sedang) terhadap status pernapasan
- Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. Frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik :

51
- Berikan posisi semi fowler
- Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
Edukasi :
- Ajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
2 Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Pemantauan tekanan intrakranial
serebral tidak keperawatan 3x24 jam, Observasi :
efektif diharapkan perfusi serebral - Identifikasi penyebab peningkatan
meningkat dengan kriteria hasil : TIK
1. Tingkat kesadaran (3 - Monitor peningkatan TD
sedang) - Monitor irregularitas irama napas’
2. Kognitif (3 sedang) - Monitor penurunan tingkat
3. Tekanan intra kranial (3 kesadaran
sedang) - Monitor perlambatan atau
4. Sakit kepala (4 cukup ketidaksimetrisan respon pupil
menurun) Terapeutik :
5. Nilai rata-rata tekanan - Pertahankan posisi kepala dan
darah (4 cukup membaik) leher netral
6. Kesadaran membaik (5
- Atur interval pemantauan respirasi
membaik)
sesuai kondisi pasien
7. Refleks saraf membaik (5
- Dokumentasikan hasil
membaik)
pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Manajemen kejang
Observasi
- Monitor terjadinya kejang
- Monitor terjadinya karakteristik

52
kejang (mis; aktivitas motorik dan
progresi kejang)
- Monitor tanda- tanda vital
- Monitor status neurologis
Terapeutik
- Baringkan pasien agar tidak
terjatuh
- Berikan alas empuk dibawah
kepala, jika memungkinkan
- Pertahankan keptenan jalan nafas
- Longgarkan pakaian
- Pasang akses iv
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari
memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat periode kejang
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian
antikonvusan
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Promosi komunikasi : Defisit bicara
komunikasi keperawatan 3x24 jam, Observasi :
verbal diharapkan komunikasi verbal - Monitor kecepatan, tekanan,
meningkat dengan kriteria hasil : kuantitas dan diksi bicara
1. Kemampuan berbicara (3 - Monitor proses kognitif, anatomis
sedang) dan fisiologis yang berkaitan
2. Kemampuan mendengar dengan bicara
(3 sedang) Terapeutik :
3. Kesesuaian ekspresi - Gunakan stimulus komunikasi
wajah (3 sedang) alternatif (mis. Menulis, mata
4. Kontak mata (3 sedang) berkedip, papan komunikasi
5. Pemahaman komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
(3 sedang) tangan)

53
6. Afasia (3 sedang) - Sesuaikan gaya komunikasi
7. Disfasia (3 sedang) dengan kebutuhan
- Ulangi apa yang disampaikan
pasien
Edukasi :
- Anjurkan berbicara perlahan
- Anjurkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara

Promosi komunikasi : Defisit pendengaran


Observasi :
- Periksa kemampuan pendengaran
- Identifikasi metode komunikasi
yang disukai pasien
Terapeutik :
- Gunakan bahasa sederhana
- Berhadapan dengan pasien secara
langsung selama berkomunikasi
- Pertahankan kontak mata selama
berkomunikasi
- Hindari berkomunikasi lebih dari
1 meter dari pasien
Edukasi :
- Ajarkan menyampaikan pesan
dengan isyarat

54
CATATAN PERKEMBANGAN

Inisial Nama Klien: Tn. R

Diagnosa Medis: Stroke Infark


No Tgl Diagnosa Implementasi Evaluas i
Dx Dx Keperawatan
1 30/09/2022 Gangguan - Memonitor pola nafas S:
pertukaran gas - Memonitor saturasi oksigen - Keluarga mengatakan
- Memonitor frekuensi, pasien tidak merespon
irama, kedalaman dan upaya dengan baik, tidak bisa
nafas bicara nafas cepat dan
- Menjelaskan tujuan dan adanya bunyi napas

prosedur pemantauan tambahan

- Memberikan posisi semi


fowler O:

- memfasilitasi mengubah - E4 M6 V3 (apatis)

posisi senyaman mungkin - TD : 160/90mmHg

- Mengajarkan teknik N : 90x/menit

relaksasi napas dalam S : 36,4 c

- Mengajarkan mengubah RR : 21x/menit

posisi secara mandiri PO2 : 178,2


Ronki masih ada

A: Masalah gangguan
pertukaran gas belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

2 30/09/2022 Resiko perfusi - Mengidentifikasi penyebab S :


serebral tidak peningkatan TIK - Keluarga pasien
mengatakan pasien pada

55
efektif - Memonitor peningkatan TD hari senin masuk RS
- Memonitor irregularitas Ibnu Sina dengan
irama napas penurunan kesadaran,
- Memonitor penurunan mual muntah, pusing
tingkat kesadaran O:

- Memonitor perlambatan - Kesadaran apatis ( E4

atau ketidaksimetrisan M6 V3)


respon pupil - TD : 160/90mmHg
- Mempertahankan posisi - RR : 21x/menit
kepala dan leher netral - PO2 : 178,2
- Mengatur interval
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien A : Masalah resiko perfusi
- Mendokumentasikan hasil serebral tidak efektif belum
pemantauan teratasi
- Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan P : Intervensi dilanjutkan

3 30/09/2022 Gangguan - Memonitor kecepatan, S:


komunikasi tekanan, kuantitas dan diksi - Keluarga mengatakan
verbal bicara sejak 1 hari yang lalu
- Memonitor proses kognitif, mulut pasien mencong,
anatomis dan fisiologis yang tidak bisa berbicara
berkaitan dengan bicara O:
- Menggunakan stimulus - Pasien tidak mampu
komunikasi alternatif (mis. berbicara
Menulis, mata berkedip, - Kesulitan menggunakan
papan komunikasi dengan ekspresi wajah/tubuh
gambar dan huruf, isyarat - Pendengaran menurun
tangan)
- Menyesuaikan gaya

56
komunikasi dengan A : Masalah gangguan
kebutuhan komunikasi verbal belum
- Mengulangi apa yang teratasi
disampaikan pasien
- Menganjurkan berbicara P : Intervensi dilanjutkan
perlahan
- Menganjurkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara

57
No Tgl Diagnosa Implementasi Evaluas i
Dx Dx Keperawatan
1 01/10/2022 Gangguan - Memonitor respirasi pasien S :
pertukaran gas - Memonitor saturasi oksigen - Keluarga mengatakan
- Memonitor frekuensi, pasien membuka mata
irama, kedalaman dan upaya ketika di panggil dan
nafas mampu memahami apa
- Memberikan posisi semi yang di bicarakan

fowler - Keluarga mengatakan


, - Mengajarkan teknik sesak napas pasien

relaksasi napas dalam sudah berkurang

- Berkolaborasi pemberian
obat asetilsistein 2x200mg O :
- E4 M6 V4 (Compos
Mentis)
- TD : 145/75mmHg
N : 77x/menit
S : 35,9 c
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
Tidak ada bunyi tapas
tambahan (ronki)

A: Masalah gangguan
pertukaran gas teratasi sebagian
(1,2,3)

P : Intervensi dilanjutkan

2 01/09/2022 Resiko perfusi - Memonitor peningkatan TD S :


serebral tidak - Memonitor irregularitas - Keluarga mengatakan
efektif irama napas pasien mengatakan
- Memonitor penurunan pasien tidak muntah,

58
tingkat kesadaran tidak merasa pusing
- Memonitor perlambatan O:
atau ketidaksimetrisan - Kesadaran meningkat
respon pupil jadi Compos Mentis
- Mempertahankan posisi ( E4 M6 V4)
kepala dan leher netral - TD : 145/75mmHg
- Mengatur interval - N : 77x/menit
pemantauan respirasi sesuai - S : 35,9 c
kondisi pasien - RR : 20x/menit
- Mendokumentasikan hasil - SPO2 : 98%
pemantauan
- Berkolaborasi pemberian A : Masalah resiko perfusi
manitol 150 cc serebral tidak efektif teratasi
sebagian (1, 3, 5, 6)

P : Intervensi dilanjutkan

3 01/09/2022 Gangguan - Memonitor kecepatan, S:


komunikasi tekanan, kuantitas dan diksi - Keluarga mengatakan
verbal bicara pasien belum mampu
- Memonitor proses kognitif, berkomunikasi dengan
anatomis dan fisiologis yang bersuara, namun pasien
berkaitan dengan bicara mampu memahami apa
- Menggunakan stimulus yang di sampaikan
komunikasi alternatif (mis. dengan cara perlahan.
Menulis, mata berkedip, O:
papan komunikasi dengan - Pasien belum bisa
gambar dan huruf, isyarat mengeluarkan berbicara
tangan) - Pasien tampak
- Menyesuaikan gaya merespon dengan
komunikasi dengan kedipan mata saat

59
kebutuhan ditanya dan bisa
- Mengulangi apa yang mengangguk
disampaikan pasien - Pasien memiliki kontak
- Menganjurkan berbicara mata dengan perawat
perlahan
- Menganjurkan pasien dan A : Masalah gangguan
keluarga proses kognitif, komunikasi verbal belum
anatomis dan fisiologis yang teratasi
berhubungan dengan
kemampuan berbicara P : Intervensi dilanjutkan

60
No Tgl Diagnosa Implementasi Evaluas i
Dx Dx Keperawatan
1 02/10/2022 Gangguan - Memonitor respirasi pasien S :
pertukaran gas - Memonitor saturasi oksigen - Keluarga mengatakan
- Memonitor frekuensi, pasien membuka mata
irama, kedalaman dan upaya ketika di panggil dan
nafas mampu memahami apa
- Memberikan posisi semi yang di bicarakan

fowler - Keluarga mengatakan

- Mengajarkan teknik pasien tidak ada sesak

relaksasi napas dalam nafas lagi

- Berkolaborasi pemberian
obat asetilsistein 2x200mg O :
- E4 M6 V4 (Compos
Mentis)
- TD : 130/75mmHg
N : 77x/menit
S : 36 c
RR : 19 x/menit
SPO2 : 99%

A: Masalah gangguan
pertukaran gas teratasi

P : Intervensi dihentikan

2 02/09/2022 Resiko perfusi - Memonitor peningkatan TD S :


serebral tidak - Memonitor irregularitas - Keluarga mengatakan
efektif irama napas pasien mengatakan
- Memonitor penurunan pasien tidak muntah,
tingkat kesadaran tidak merasa pusing

61
- Memonitor perlambatan O:
atau ketidaksimetrisan - Kesadaran Compos
respon pupil Mentis ( E4 M6 V4)
- Mempertahankan posisi - TD : 130/75mmHg
kepala dan leher netral - N : 77x/menit
- Mengatur interval - S : 36 c
pemantauan respirasi sesuai - RR : 19 x/menit
kondisi pasien - SPO2 : 99%
- Mendokumentasikan hasil -
pemantauan
- Berkolaborasi pemberian A : Masalah resiko perfusi
manitol 150 cc serebral tidak efektif teratasi
sebagian (1, 3, 4, 5, 6)

P : Intervensi dilanjutkan

3 02/09/2022 Gangguan - Memonitor kecepatan, S:


komunikasi tekanan, kuantitas dan diksi - Keluarga mengatakan
verbal bicara pasien belum mampu
- Memonitor proses kognitif, berkomunikasi dengan
anatomis dan fisiologis yang bersuara, namun pasien
berkaitan dengan bicara mampu memahami apa
- Menggunakan stimulus yang di sampaikan
komunikasi alternatif (mis. dengan cara perlahan.
Menulis, mata berkedip, O:
papan komunikasi dengan - Pasien belum bisa
gambar dan huruf, isyarat mengeluarkan berbicara
tangan) - Pasien tampak
- Menyesuaikan gaya merespon dengan
komunikasi dengan kedipan mata saat
kebutuhan ditanya dan bisa

62
- Mengulangi apa yang mengangguk
disampaikan pasien - Pasien memiliki kontak
- Menganjurkan berbicara mata dengan perawat
perlahan
- Menganjurkan pasien dan A : Masalah gangguan
keluarga proses kognitif, komunikasi verbal belum
anatomis dan fisiologis yang teratasi
berhubungan dengan
kemampuan berbicara P : Intervensi dilanjutkan

63
64
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil Asuhan Keperawatan


1. Gambaran Lokasi Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan ini telah dilakukan di RSUP DR.MDJAMIL Padang di
ruangan Non HCU Pria Neurologi. Asuhan keperawatan ini dilakukan pada Tn.R dengan
masalah Stroke Infark. Asuhan keperawatan ini dilakukan pada tanggal 30 September - 2
Oktober 2022.
2. Data Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 September 2022 pukul 13.30 WIB
(dalam waktu intervensi 3x24 jam). Hasil asuhan keperawatan tentang pengkajian
yang didapatkan oleh kelompok melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi pada Tn. R.
Didapatkan dari hasil pengkajian Tn.R berusia 68th dengan alasan masuk
rumah sakit yaitu Keluarga pasien mengatakan pasien pusing sempoyongan ketika
sholat , muntah pada sabtu (24 September 2022). Pada hari senin (26 September
2022) pasien dirawat di RS Ibnu Sina dan di diagnosa Stroke Infark, semenjak 1
hari lalu (29 September 2022) bibir pasien mencong lalu di rujuk ke RSUP Dr.
Mdjamil Padang. Pada saat pengkajian Keluarga pasien menyatakan semenjak 1
hari lalu (29 September 2022) pasien mulutnya mencong , tidak bisa berbicara,
mata terbuka namun tidak kontak dengan keluarga, pasien terpasang NGT, O2 3
liter dan terpasang kateter.
Pada riwayat kesehatan dahulu keluarga mengatakan pasien memiliki
riwayat DM semenjak tahun 2011 (11 tahun) lalu terkontrol, riwayat hipertensi
tidak ada (-), jantung tidak ada (-), trauma kepala tidak ada (-), stroke sebelumnya
tidak ada (-). Hasil pengkajian ini sejalan dengan hasil penelitian Letelay, et.al

65
(2019) bahwa ada hubungan yang signifikan antara Diabetes Mellitus dengan
kejadian stroke infark, karena kondisi DM akan meningkatkan kadar natrium.
Penyerapan natrium akan meningkatkan kadar kalium dalam darah dan akan
menyebabkan terstimulasikan system saraf simpatik yang menyebabkan
perubahan struktur dalam darah yang mempengaruhi fungsi jantung dan tekanan
darah. Sehinggan DM merupakan kondisi dimana secara tidak langsung akan
mempengaruhi untuk terjadinya stroke.
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien mengatakan tidak ada
anggota keluarga yang memiliki riwayat stroke, tetapi ibu pasien memiliki
riwayat DM. Penting mengetahui Riwayat kesehatn keluarga karena determinan
genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita stroke
(Putri, 2018).
b. Pengkajian fungsional gordon
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Keluarga mengatakan pasien rutin untuk mengecek kesehatan
setiap bulannya di Puskesmas dan juga cek labor. Pasien memiliki
krbiasaan merokok ½ bungkus sebelum sakit, pasien mengkonsumsi obat
metformin. Perilaku merokok merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya stroke infark. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan darah
ditunjang oleh pemekatan darah dan penyempitan pembuluh darah akibat
dari kandungan bahan kimia terutama gas monoksida dan nikotin serta zat
kimia lain yang terdapat dalam rokok (Soegondo, S. 2010)
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelum sakit makan teratur 3
kali sehari dengan porsi makan yang sedikit, pasien kurang menyukai
sayuran, dalam waktu 6 bulan terakhir mengalami penurunan bb 5 kg.
Pada stroke, pasien dapat mengalami gangguan menelan, yang
diakibatkan oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran, atau diaschisis.
Hal ini menyebabkan turunnya asupan makanan yang dikonsumsi pasien
dan peningkatan energy expenditure dan menyebabkan disfagia pada

66
pasien (Masitha, et.al. 2021). Hal inilah yang menyebabkan pasien
mengalami defisit nutris atau penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi
Pasien Bab1x/hari dengan konsistensi padat warna kuning
kecoklatan sebanyak kurang lebih 300 cc. Bak pasien berwarna kuning
jernih dengan sebanyak 1000 / hari. Pasien menggunakan kateter.
4) Pola aktivitas dan olaharaga
Pasien selama sakit hanya bisa berbaring ditempat tidur dan semua
aktivitas dibantu keluarga dan perawat. Pasien mengalami gangguan
mobilitas fisik. Menurut Othadinar, et.al. (2019), stroke infark terjadi pada
pembuluh darah otak dan bermanifestasi seperti hemiparesis pada salah
satu sisi tubuh.
5) Pola Istirahat Tidur
Pasien tidak ada masalah dalam tidurnya, tidur pasien nyenyak
sepanjang hari. Pada klien stroke biasanya akan mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot atau nyeri otot (Muttaqin, 2008).
6) Pola Kognitif-persepsi
status mental pasien afasia reseptif, pasien tidak bisa
berkomunikasi tapi dpat memahami, tingkat ansietas pasien sedang, pasien
mengalami penurunan pendengaran dan penglihatan. Menurut Othadinar,
et.al (2019), stroke infark terjadi pada pembuluh darah otak dan
bermanifestasi seperti disartria atau gangguan bicara akibat kelemahan
fungsi otot yang digunakan untuk bicara.
7) Pola Peran Hubungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan seluruh anggota
keluarga, pasien merupakan seorang pensiuanan guru, sistem pendukung
pasien yaitu pasangan dan keluarga pasien. Pada klien stroke infark
biasanya akan mengalami kesulitan dalam interaksisosial dengan
lingkungan sekitarnya, Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kerusakan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara

67
(Muttaqin, 2008). Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi (Muttaqin 2012).
8) Pola seksualitas/reproduksi
Pasien tidak ada keluhan atau masalah pada seksualitas. Menurut
(Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark Biasanya terjadi penurunan
gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin
9) Pola Koping-Toleransi Stress
Keluarga mengatakan pasien ekspresif dalam mengungkapkan
stress dan pasien mudh marah. Halyang dilakukan pasiensaat ada masalah
dengan berdiskusi. Pada klien dalam kasus stroke iskemik didapatkan hasil
bahwa pola koping dan toleransi diri terganggu dengan tanda dan gejala:
pasien merasa gelisah dan khawatir karena tidak akan bisa lagi kembali ke
aktivitas normal dalam jangka waktu yang lama (Muttaqin, 2012).
10) Pola Keyakinan Nilai
Pasien beragama islam dan pasien saat ini belum bisa beribadah.
Menurut teori dari Utami dan Supratman, (2009) dalam sasmika (2016)
bahwa seseorang mengalami stroke iskemik akan mempengaruhi beberapa
aspek seperti aspek kesehatan fisik, psikologi, sosial dan spiritual

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnostik
30 September 2022, CT Scan Kepala, (Infark di cerebelum bilateral + Oksipital
sinistra). Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan
stroke (neoplasma, hematoma, abses) (Moonir, 2015).
2. Laboratorium
PO2 178 (93 - 108), HCT 35% (39 - 49), Hb 12.9 g/dL (13.2 – 17.3), Leukosit
10.87% (11.5 – 14.5), Hematokrit 38% (1 - 3), Neutrofil 75 % (2.0 – 6.0), Limfosit
13% (50.0 – 70.0), Monosit 9% (20.0 – 40.0), D-Dimer 1163 mg/ml (2.0-8.0), Total
Protein 58 g/dL (66 - 87).

68
C. Pemeriksaan Fisik
Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 11 (somnolen), nafas tidak
normal karena ada suara nafas tambahan Ronkhi. Pada Nervus X (Vagus) pasien
mengalami gangguan menelan. Pada Nervus VIII, pasien mengalami penurunan
pendengaran dan keseimbangan tubuh menurun.

D. Terapi
Pasien saat ini emndapatkan terapi pada tanggan 30 September 2022 adalah Diit
MC RG 1700 kkal, dengan IVFD Nacl 0.9% 12 jam/kolf, injeksi Cefepime 3 x 2gr (IV),
Ranitidine 2 x 50 (IV), Manitol (IV). Obat oral pasien mendapatkan Aspilet 1 x 80 mg
(PO), Betahistin 2 x 12mg (PO), Asetilsistein 2 x 200mg (PO).

E. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI DPP PPNI (2017) Diagnosa Keperawatan merupakan
penilaian secara klinis terhadap respons klien dengan masalah kesehatan atau suatu
proses kehidupan yang dialami baik secara langsung aktual atau potensial. Kasus pada
Tn. R dari hasil studi dokumentasi status pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu
Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi perfusi, Risiko perfusi
serebral tidak efektif b.d. sumplai darah ke jaringan serebral tidak adekuat, gangguan
komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan bicara.
1. Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan pertukarn gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau
eliminasi karbondioksida di membran kapiler alveolar (SDKI DPP PPNI, 2017).
Peneliti memprioritaskan diagnose gangguan pertukaran gas karena merupakan
kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, hal ini jika tidak tidak segera
dilakukan akan terjadi kolap paru. Menurut peneliti penetapan diagnosa gangguan
pertukaran gas sudah sesuai dengan beberapa kriteria yang disyaratkan pada diagnose
tersebut. Gangguan pertukaran gas terjadi karena adanya edem pada paru sehingga
mengganggu fungsi pertukaran gas di alveoli (Puspitasari, 2019).

69
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) risiko perfusi serebral tidak
efektif merupakan kondisi berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Adapun beberapa factor risiko perfusi serebral tidak efektif adalah arterosklerosis
aorta, tumor otak, embolisme, cedera kepala, dan hipertensi. Darah yang
menggumpal bercampur dengan lemak yang menempel di pembuluh darah.
Akibatnya serangan jantung, stroke dan kematian mendadak. Pecahnya pembuluh
darah otak akan menimbulkan perdarahan, akan sangat fatal bila terjadi interupsi
aliran darah ke bagian distal, di samping itu darah ekstravasi akan tertimbun
sehingga akan menimbulkan tekanan intracranial yang meningkat, sedangkan
penyempitan pembuluh darah otak akan menimbulkan terganggunya aliran darah ke
otak dan sel-sel otak akan mengalami kematian.(Hasan, 2018). Risiko perfusi
serebral tidak efektif dapat terjadi jika pembuluh darah menyempit yang disebabkan
oleh lemak kemudian terjadi pembekuan darah di serebral yang akhirnya
mengakibatkan suplai darah ke jaringan serebral tidak adekuat (Nurarif Huda,
2016).
Penulis mengangkat diagnose risiko perfusi serebral tidak efektif
dikarenakan faktor risiko yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan
diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) yaitu faktor risiko
merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan untuk
terjadinya masalah, berikut data yang ditemukan pada klien:
3. Gangguan komunikasi verbal
Adapun diagnosa keperawatan yang diambil pada klien adalah mengambil
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara.
Menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2018) gejalah mayor gangguan komunikasi
verbal adalah tidak mampu berbicara atau mendengar dan menunjukkan respon
tidak sesuai. Batasan minor adalah afasia, difasia, Apraksia, Disleksia, disartria,
afonia, dislalia, pelo, gagap, tidak ada kontak mata, sulit memahami komunikasi,
sulit mempertahankan komunikasi, sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh.
Gejala dan tanda mayor tidak mampu bicara dan tanda gejalah minor berbicara
pelo. Penulis mengambil gangguan komunikasi verbal berdasarkan data mayor

70
yang sudah dikaji yang muncul yaitu : tidak mampu berbicara, menunjukkan
respon tidak sesuai dan data minor yaitu : Afasia, bicara pelo, gagap, dan sulit
mempertahankan komunikasi, sehingga >80% data mayor dan minor muncul pada
klien sehingga dirumuskan diagnosis keperawatan gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral di tandai dengan gejalah dan
tanda mayor tidak mampu bicara dan tanda gejalah minor berbicara pelo. Berikut
data yang ditemukan pada klien:=

F. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien TN. R pada masalah gangguan
pertukaran gas adalah Monitor pola napas, Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas, mengidentifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan,
memonitor status respirasi dan oksigenasi (Frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen), memberikan posisi semi
fowler. Selanjutnya rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn. R pada
masalah resiko perfusi serebral tidak efektif b.d suplai darah ke jaringan serebral tidak
adekuat mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK, memonitor peningkatan TD,
memonitor irregularitas irama napas, memonitor penurunan tingkat kesadaran,
memonitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil. Selanjutnya rencana
keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.R pada masalah gangguan komunikasi
verbal b.d. ketidakmampuan bicara adalah memonitor kecepatan, tekanan, kuantitas dan
diksi bicara, memonitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara, menggunakan stimulus komunikasi alternatif (mis. Menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan), memeriksa kemampuan
pendengaran, mengidentifikasi metode komunikasi yang disukai pasien,

G. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan harus sesuai dengan perencanaan keperawatan yang
dilandaskan pada teori SDKI, SLKI dan SIKI. Masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas perawat melakukan 8 tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
Untuk diagnose resiko perfusi serebral tidak efektif perawat melakukan 9 tindakan yang

71
telah direncanakan sebelumnya. Untuk diagnose gangguan komunikasi verbalperawat
masing-masing melakukan 7 tindakan.

H. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan untuk menilai
keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan. Evaluasi yang didapatkan
yaitu pada hari ke-3, sesak nafas pasien mulai berkurang, namun kadar PO2 masih tinggi,
pasien masih mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 11 (Somnolen) maka
diagbosa gangguan pertukran gas belum teratasi. Pasien masih mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS 11 (somnolen) maka diagnose resiko perfusi serebral tidak efektif
belum teratasi dan intervensi dilanjutkan. Pasien tidak mampu berbicara, pasien kesulitan
menggunakan ekspresi wajah/tubuh, pendengaran menurun, maka masalah gangguan
komunikasi verbal belum teratasi.

72
73
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. R dengan diagnosa Stroke di
rungan Neurologi RSUP Dr. M Djamil Padang dilakukan selama 3 hari asuhan
keperawatan. Keompok mendapatkan pengalaman yang nyata pda saat melakukan asuhan
keerawatan yang dimulai dari pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan,
implementasi, hingga evaluasi keperawatan. Pengkajian difokuskan pada pemeriksaan
Neuroogi, GCS, dan kekuatan otot. Diaagnosa kperawatan dari Tn. R adalah Ganguan
pertukaran gas, resiko perfus serebral tidak efktif, dan gangguan komunikasi verbal.
Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari oleh kelompok. Perencanaan asuhan
disusun dengan seksama oleh kelompok dan dilakukan implementasikan kepada Tn. R.
Setelah dilakukan implementasi, selanjutnya melakukan evaluasi terhadap implementasi
yang sudah diberikan. Karena waktu untuk melakukan implementasi asuhan keperawatan
yang terbatas, analisa evaluasi yang dilakukan kelompok mendapatkan hasil masalah
belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.

B. Saran
Setelah melakukn asuhan keperawatan Tn. R dengan diagnosa medis Stroke di
ruangan Neurologi RSUP Dr. M Djamil Padang diharapkan laporan ini dapat menambah
pengetahuan dan literatur dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang
mengalami Stroke Non Hemoragik.

74
DAFTAR PUSTAKA

Arini, A.2012. Sistem Neurobehaviour, Jakarta : Salemba Medika


Brunner and Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC
Harsono. 2015. Neurologi Klinis. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Muttaqin. A. 2010. Pengkajian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan PraktisBerdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus( jilid 2.). Jogjakarta:
Mediaction Publishing.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha ilmu.
Smeltzer & Bare. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : CV Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Wilkinson. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

75

Anda mungkin juga menyukai