S DENGAN STROKE DI
RUANGAN JASMINE RUMAH SAKIT ADVENT MANADO
Kelompok 3 :
Egeten, Wulan
Masambe, Osvaldo
Rondonuwu, Chicilia Veronika
Sepang, Melania Evangelin
Sondakh, Safira Grace
Sumanti, Milenia Gabriela
Suwardi, Aditya Junita
Deeng, Kesia
Goni, Melani Jenifer
Mumu, Jordan
Pontororing, Olivia Christina
Warouw, Kyren Tirza
Wongkar, Gloria Hillary Celine
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KLABAT
AIRMADIDI
2019
ii
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................iii
BAB I..................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................1
Latar Belakang................................................................................1
Tujuan Penulisan.............................................................................3
BAB II................................................................................................4
TINJAUAN TEORI............................................................................4
Definisi............................................................................................4
Etiologi..........................................................................................15
Komplikasi....................................................................................20
Patofisiologi..................................................................................22
Pemeriksaan Penunjang................................................................24
Penatalaksanaan............................................................................25
Asuhan Keperawatan....................................................................26
BAB III.............................................................................................33
TINJAUAN KASUS........................................................................33
Data Demografik...........................................................................33
Pengkajian Fisik............................................................................36
Pemeriksaan Laboratorium...........................................................37
Terapi Obat...................................................................................38
iv
Analisis Data.................................................................................40
BAB IV.............................................................................................49
BAB V..............................................................................................54
KESIMPULAN................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................56
v
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Stroke juga dikenal sebagai Cerebrovaskular Accidents (CVAs) atau
serangan di otak, melibatkan gangguan pada aliran darah otak di mana
terjadi karena adanya iskemia, hemoragi atau emboli[CITATION Pra \n \l 1033
]. Menurut WHO (World Health Organisation) stroke merupakan gangguan
fungsi otak yang terjadi secara mendadak disebabkan oleh gangguan
vaskuler dan dapat menyebabkan kematian yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan akan mengakibatkan gangguan peredaran darah.
Stroke merupakan penyebab kematian paling utama tersering di
negara maju, setelah penyakit jantung koroner dan kanker (Bartoli et al.,
2013). Berdasarkan data WHO pada tahun 2008, stroke merupakan
penyebab kematian nomor dua di dunia dan merupakan penyakit keenam
yang menjadi penyebab kematian pada negara yang berpenghasilan rendah
dan juga penyebab kematian kedua pada negara berpenghasilan sedang dan
tinggi. Pada kasus yang tidak meninggal dapat terjadi beberapa
kemungkinan seperti Stroke berulang (Recurrent Stroke), demensia, dan
depresi. Kini angka kejadian stroke di Indonesia telah meningkat. Salah
satunya adalah Indonesia yang merupakan negara maju dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia .Dari data South East Asian Medical
Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke yang
terbesar adalah di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh
Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand (Dinata et al., 2013).
Hasil Riskesdas Kemenkes RI, 2013 menunjukkan bahwa terjadinya
peningkatan prevalensi stroke dari tahun 2007 hingga 2013 yaitu 8,3 per mil
menjadi 12,1 per mil. Prevalensi tertinggi terjadi di daerah Sulawesi utara
(10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil) dan
DKI Jakarta (9,7 per mil) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2014). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mendapatkan data bahwa
kasus tertinggi stroke terdapat di Kota Semarang sebesar 17,36% yaitu
4.516 (Wurtiningsih, 2012).
Prevalensi penyakit stroke di Indonesia terjadi peningkatan dalam
kurun waktu 6 tahun dari 2007-2013. Hal tersebut terjadi di semua
kelompok usia. Gejala klinis stroke iskemik pada anak tidak berbeda dengan
dewasa, tetapi timbulnya gejala klinis tersebut akan bervariasi menurut usia
(Mallicket et al., 2014). Pada usia dewasa muda, etiologi dari stroke iskemik
berbeda dan sangat bervariasi jika dibandingkan dengan usia lanjut (Dash et
al., 2014). Karakteristik stroke salah satunya adalah adanya progresivitas
yang sangat cepat dari kerusakan di area otak yang terkena. Hal ini dapat
menimbulkan suatu inflamasi dan dapat mengundang sel-sel inflamatori
seperti leukosit. Inflamasi yang terjadi pada fase akut iskemik serebral akan
menambah kerusakan area otak setelah kejadian iskemik. Kadar leukosit
yang lebih tinggi dapat memprediksi presentasi klinis yang lebih buruk dan
luaran fungsional yang buruk (Nardi et al., 2012). Peningkatan yang terjadi
pada angka leukosit dan hitung jenis netrofil adalah salah satu indikator non
spesifik terhadap infeksi, inflamasi, kerusakan jaringan, perdarahan atau
status stress traumatic. Pada penderita stroke iskemik akut akan mengalami
peningkatan angka leukosit pada saat masuk rumah sakit dan sering
mendapatkan outcome klinis yang sangat buruk. Dengan demikian, peran
dan kontribusi angka leukosit pada populasi stroke iskemik sebagai suatu
indikator tingkat keparahan (deficit fungsional neurologis) pada pasien
stroke iskemik tersebut. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
adanya peningkatan leukosit yang signifikan terhadap manifestasi klinis
iskhemi serebral, terkait dengan kerusakan struktural jaringan otak atau
adanya kenaikan aktivitas simpatis dan korteks adrenal. Peranan kadar
netrofil dalam cedera iskhemi reperfusi menunjukkan adanya keterkaitan
antara akumulasi kadar netrofil dan kerusakan pada jaringan (Bednar et al.,
1997). Adanya kontroversi terhadap konsep jumlah leukosit dengan
prognostik stroke iskemik dikemukakan berdasarkan penelitian di Rafsanjan
Iran yang menyatakan bahwa kadar leukosit yang tinggi pada saat masuk
2
rumah sakit tidak memiliki hubungan dengan prognostik pada mortalitas
pasien stroke iskemik akut (Iranmanesh et. al., 2014).
Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi dari stroke, Mengetahui penyebab terjadinya
stroke, Mengetahui gejala-gejala dari stroke, Mengetahui patofisiologi dari
stroke, Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita stroke,
Mengetahui asuhan keperawatan khasus stroke pada Ny. R.E.S di Rumah
Sakit Advent Manado.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Definisi
Cerebral Infarction (infark cerebri) merupakan keadaan iskemia otak
yang mengakibatkan kematian jaringan lokal dan biasanya disertai defisit
neurologis yang menetap pada area distribusi dari salah satu arteri cerebral
yang disebut sebagai cerebral ischemia (iskemik cerebral) [ CITATION
Tho11 \l 1033 ]. Stroke juga dikenal sebagai Cerebrovaskular Accidents
(CVAs) atau serangan di otak, melibatkan gangguan pada aliran darah otak
di mana terjadi karena adanya iskemia, hemoragi atau emboli[CITATION
Pra \n \l 1033 ]. Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau
hemoragi sirkulasi saraf otak. Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika
pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di
otak [CITATION Pra \n \l 1033 ]. Pengertian tersebut dikuatkan oleh Doenges,
Mary, & Murr dalam buku Nursing Care Plan di mana stroke adalah
kematian sel pada jaringan otak disebabkan oleh terhalangnya aliran darah
ke bagian otak, yang mengakibatkan defisit neurologis.
4
Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Vaskular
5
Menurut [ CITATION Bit \l 1033 ] ada tiga sirkulasi yang membentuk
sirkulus willisi di otak. Ketiga sirkulasi tersebut adalah:
6
Basal ganglia diperdarahi oleh arteri lentikulostriata kecil
percabangan dari MCA, talamus diperdarahi oleh arteri perforating thalamo
geniculata yang merupakan cabang dari PCA. Cabang intrakranial pertama
dari ICA adalah arteri ophtalmika dan cabang pertama dari arteri basilar
adalah AICA.
Gambar 2
7
Karakteristik klinis pada infark di daerah ACA meliputi defisit
motorik dan sensorik kontralateral dimana bagian lengan lebih ringan
dibanding tungkai, deviasi mata dan kepala kearah lesi, afasia motorik
transkortikal, gangguan prilaku, disartria.
8
red nukleus, substansia nigra bilateral, pedunkulus serebri media,
saraf okulomotorius dan troklearis, substansia reticular upper
brainstem, fasikulus longitudinal medial dan lemniskus medialis.
2. P2 berawal dari posterior communicating artery dibagi atas dua
segmen yaitu anterior dan posterior. Dikenal dengan percabangan
thalamo perforata yang memperdarahi thalamus bagian inferior,
medial dan anterior. Percabangan medialnya memperdarahi
pedunkulus serebri, lateral tegmentum, korpora quadrigemina dan
glandula pinealis. Bagian percabangan terminalnya memperdarahi
lobus temporal dan lobus oksipital medial.
3. P3 segmen quadrigeminal P1
4. P4 segmen korteks Karakteristik klinis yang bisa didapati pada
infark di daerah PCA meliputi: sindroma weber, sindroma benedikta,
9
Susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk
mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting
memengaruhi pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti jantung,
hati, pancreas, jalan pencernaan, kelenjar dan lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis
Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari
sebuah tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran
otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus,
serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebelum.
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang
oleh korako-
oksipitalis.
3. Lobus temporalis,
terdapat dibawah
lateral dari fisura
serebralis dan di
depan lobus
oksipitalis.
10
Gambar 4
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut
fungsi dan banyaknya area. Campbel membagi bentuk korteks serebri
menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi empat
bagian:
1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri
yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang
bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris bagian fisura
lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan
serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut
psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur
bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan
dengan sikap mental dan kepribadian.
Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal,
intelegensi, keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
11
Batang otak
Gambar 5
12
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon
dengan pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di
antara otak tengah dan medula oblongata. Disini terdapat
premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks.
Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medula oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Bagian bawah medula oblongata merupakan persambungan medula
spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang melebar disebut
kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
Serebelum
Serebelum (otak
kecil) terletak pada
bagian bawah dan
belakang tengkorak
dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura
transversalis
dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas
medula oblongata.
Gambar 6
Organ ini banyak
13
menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan
integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut
vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus
serebri inferior (korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-
lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih
teratur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.
Etiologi
Dalam buku [CITATION Pra \n \l 1033 ] ada 3 penyebab terjadinya
stroke yaitu : hemoragik, trombotik dan embolik.
14
Terjadi akibat hipoperfusi, hipertensi, dan emboli yang berpindah
dari arteri besar ke cabang distal.
Stroke trombotik pembuluh kecil biasanya berasal dari plak, diabetes
mellitus, atau hipertensi.
Stroke kardioembolik disebabkan oleh atrial fibrilasi, penyakit
katup, atau trombi ventrikel.
Jenis lain dari stroke iskemik disebabkan oleh hiperglikemia dan
hiperinsulinemia, diseksi arteri, arteritis, dan penyalahgunaan obat.
Stroke hemoragik
15
Faktor Resiko
Hipertensi
Obesitas
Hiperkolesterol
Peningkatan hematocrit
Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF
DM
Merokok
Alkoholisme
Penyalahgunaan obat : kokain.
Perubahan mental
Apatis
Lekas marah
Disorientasi
Kehilangan ingatan
16
Pingsan atau koma
inkontinensia usus dan kandung kemih
Mati rasa atau kehilangan sensasi
Kelemahan atau kelumpuhan pada sebagian atau satu sisi tubuh
Aphasias
Sakit kepala
Kekakuan dan kekakuan leher
Infark batang otak yang membuat pasien lumpuh total dengan fungsi
kortikal yang utuh disebut sindrom terkunci.
Berhubungan dengan saraf kranial, bisa terjadi gangguan
penglihatan meliputi diplopia, kebutaan, dan hemianopia,
ketidaksetaraan atau fiksasi pupil, nystagmus, tinnitus, dan kesulitan
mengunyah dan menelan juga terjadi.
Jenis stroke yang berbeda bisa menyebabkan gejala yang sama karena
masing-masing memengaruhi aliran darah di otak Anda. Satu-satunya cara
untuk menentukan jenis stroke yang mungkin Anda hadapi adalah dengan
mendapatkan pertolongan medis. Dokter akan menjalankan tes
pencitraan CT-Scan untuk membaca otak Anda.
National Stroke Association merekomendasikan metode FAST untuk
membantu Anda mengidentifikasi tanda-tanda peringatan stroke:
17
T (Time/Waktu): Jika Anda mengalami gejala ini, segera hubungi
119 atau pergi ke UGD terdekat. Hal ini diperlukan agar Anda dapat
menerima perawatan di unit stroke rumah sakit dalam waktu 3 jam
sejak kedatangan.
18
Komplikasi
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara
dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional,
dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki
komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik
selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa
minggu pertama serangan stroke. Pencegahan, pengenalan dini, dan
pengobatan terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek penting.
Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri,
imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh besar pada
luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat proses pemulihan
neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah sakit.
Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca
stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum
pada pasien stroke.
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi untuk terjadi infeksi. Infeksi yang
sering terjadi pada pasien stroke pada umumnya adalah pneumonia dan
infeksi saluran kemih. Kajian sistematis yang melibatkan 137.817 pasien
stroke pada Academic Medical Center di Netherland. menunjukkan bahwa
angka kejadian infeksi secara keseluruhan pada pasien stroke sebesar 30%,
angka kejadian pneumonia 10% dan angka kejadian infeksi saluran kemih
sebesar 10%. Pneumonia secara bermakna dapat menyebabkan kematian di
rumah sakit dengan OR 3,62; 95% CI, 2,80-4,68 sedangkan infeksi saluran
kemih tidak menyebabkan kematian di rumah sakit.
Menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] komplikasi yang mungkin dan bisa terjadi
pada pasien stroke yaitu :
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
19
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme.
Patofisiologi
20
Gambar 7 Pathway
21
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan pada pasien stroke
menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] dalam buku Keperawatan Medikal Bedah II
yaitu :
22
likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrolit
Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut [ CITATION Pur \l 1033 ]:
Pengobatan Konservatif
Menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] pengobatan yang bisa dilakukan yaitu :
23
1. Vasodilator : meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara
percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral [ CITATION Pur \l
1033 ] :
Asuhan Keperawatan
Menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] dalam buku Keperawatan
Medikal Bedah II, langkah pertama dalam menyusun asuhan
keperawatan adalah mengkaji data pasien meliputi nama,
ruangan/tempat tidur, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin,
status, alamat, pekerjaan, agama, diagnosis medis, serta nama dokter
yang menangani pasien. Data-data tersebut di atas dikumpulkan
untuk mengetahui informasi dasar mengenai klien.
24
Dalam proses wawancara, berikan pertanyaan dalam bentuk
terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka untuk memfasilitasi
kebebasan menjawab dan membiarkan klien mengatakan semua
yang dirasakan. Pertanyaan ini mempermudah diskusi dengan
perawat mengenai masalah kesehatan yang dialami, contohnya:
“Bagaimana keadaan Anda hari ini?”. Sedangkan, pertanyaan
tertutup digunakan untuk mendapatkan informasi spesifik, yakni
mengandung jawaban "ya" atau "tidak", contohnya: “Apakah Anda
merokok?”. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang dan dahulu, genogram, serta gaya hidup.
Keluhan utama. Hal-hal yang dikaji meliputi masalah
utama, kualitas, penyebaran, tingkat keparahan, dan waktu
terjadinya, yakni sejak kapan, durasi, frekuensi, serta apakah
berlangsung terus menerus atau hilang timbul.
Riwayat penyakit sekarang. Riwayat yang dimaksud, yaitu
alasan perawatan di rumah sakit. Kaji kronologis terjadinya keluhan
hingga akhirnya klien tiba di rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab masalah. Biasanya klien mengeluh nyeri
ulu hati disertai perasaan tidak mau makan, mual, muntah, dan
mengalami kelemahan.
Riwayat penyakit dahulu. Riwayat ini meliputi penyakit
saat kanak-kanak, kecelakaan (jenis dan waktu terjadinya), alergi,
perawatan di rumah sakit (penyebab dan waktu dilakukannya
perawatan), serta obat-obatan yang pernah dikonsumsi. Kaji
penyakit yang pernah diderita oleh klien, apakah mempunyai riwayat
maag atau tidak. Hal-hal tersebut dikaji untuk mengetahui apakah
masalah kesehatan sekarang berhubungan dengan yang dahulu.
Genogram. Data yang dikaji adalah silsilah keluarga tiga
generasi yang dimulai dari kakek-nenek kedua belah pihak orang
tua, ayah-ibu, hingga klien itu sendiri. Data ini dimaksudkan untuk
mencari tahu apakah masalah kesehatan klien ada hubungannya
dengan faktor genetik atau adanya infeksi menular dari anggota
25
keluarga lainnya. Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit
keturunan dan lainnya yang berhubungan dengan gastritis dalam
keluarga. Gastritis sendiri bukanlah penyakit keturunan.
Gaya hidup. Gaya hidup meliputi pola diet, istirahat,
eliminasi, Activity of Daily Living (ADL), hobi dan rekreasi. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui kebiasaan klien serta menentukan
apakah masalah kesehatan terjadi akibat pola kebiasaan yang tidak
baik. Menurut Doengoes (2014), tanda dan gejala berhubungan
dengan makanan, cairan, aktivitas, istirahat, dan eliminasi yang
ditemukan pada pasien gastritis adalah anoreksia, mual, muntah,
masalah menelan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, membran
mukosa kering, turgor kulit buruk, kelemahan, kelelahan, takikardia,
takipnea, perubahan pola defekasi, diare, konstipasi, serta haluaran
urine menurun.
Pengkajian Fisik
Menurut Langingi (2012), tujuan dilakukannya pengkajian,
yaitu: Pertama, mendapatkan data mengenai kesehatan klien baik
aktual maupun potensial dan subjektif juga objektif. Kedua, untuk
mengobservasi keadaan klien secara fisik dari kaki sampai kepala.
Ketiga, memvalidasi data subjektif yang didapat melalui wawancara.
Pengkajian fisik yang dilakukan meliputi tanda-tanda vital, Glasgow
Coma Scale (GCS), kepala hingga leher, dada, ekstremitas atas dan
bawah, abdomen, genitalia, data sosial juga spiritual, serta data
psikologis.
Tanda-tanda vital. Meliputi suhu, frekuensi nadi,
pernafasan, tekanan darah (lakukan penghitungan dan interpretasi
MAP), berat dan tinggi badan (lakukan penghitungan dan
interpretasi IMT). Tanda dan gejala yang mungkin muncul menurut
Doengoes (2014) adalah hipotensi, takikardia, disritmia
(hipovolemia/hipoksemia), nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat/perlahan (vasokonstriksi), warna kulit pucat, sianosis
26
(tergantung pada jumlah kehilangan darah), berkeringat, dan nyeri
akut.
Glasgow Coma Scale (GCS). Meliputi eye opening (skor 4:
spontanously, 3: to speech, 2: to pain, 1: do not open), best verbal
response (skor 5: oriented, 4: confused, 3: inappropriate speech, 2:
incomprehensible sounds, 1: no verbalization), dan best motor
response (skor 6: obeys command, 5: localizes pain, 4: withdraws
from pain, 3: abnormal flexion, 2: abnormal extension, 1: no motor
response), dengan interpretasi sebagai berikut: skor 15: kesadaran
penuh, 7 atau kurang: indikasi koma, 3: koma. Tanda dan gejala
yang mungkin muncul menurut Doengoes (2014) adalah rasa
berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan, tingkat
kesadaran dapat terganggu, disorientasi, hingga koma (tergantung
pada volume sirkulasi/oksigenasi).
Kepala dan leher. Meliputi pengkajian kondisi kulit wajah
dan bibir. Wajah pucat, turgor kulit buruk, dan bibir kering sebagai
indikasi terjadinya kekurangan volume cairan.
Dada. Ketika nyeri terjadi, pola pernafasan akan meningkat.
Ekstremitas atas. Mengetahui kondisi kulit sebagai indikasi
terjadinya kekurangan volume cairan.
Abdomen. Meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan
palpasi.
Pada saat diinspeksi abdomen pasien akan terlihat
mengembung. Ketika diauskultasi terjadi peningkatan atau
penurunan gerakan peristaltik. Saat dipalpasi pasien dengan gastritis
akan merasakan nyeri tekan pada bagian epigastrium. Tanda dan
gejala yang ditemui, yaitu nyeri tajam, dangkal, rasa terbakar, perih,
dan dapat disertai perforasi. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah
atau menyebar ke pinggul terjadi satu sampai dua jam setelah makan
dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrium kiri
sampai menyebar ke punggung terjadi ± empat jam setelah makan
bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida
27
(ulkus duodenal). Rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar
setelah makan banyak (Doengoes, 2014).
Ekstremitas bawah. Meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi
untuk mengetahui kelainan pada kondisi kulit akibat kekurangan
volume cairan.
Data sosial. Meliputi status dan aktivitas sosial. Tanda dan
gejala yang dapat ditemui, yaitu faktor stres akut atau kronis
mengenai keuangan, hubungan kerja, perasaan tak berdaya, ansietas,
pucat, berkeringat, gemetar, perhatian menyempit, dan suara gemetar
(Doengoes, 2014).
Data spiritual. Meliputi kehadiran dalam setiap peribadatan
dan kebutuhun untuk didoakan oleh tokoh agama atau teman.
Data psikologis. Meliputi ekspresi, emosi, dan strategi
koping. Strategi koping yang dimaksud digunakan klien untuk
mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan serta
caranya menerima keadaan.
Masalah Keperawatan
Ada beberapa masalah keperawatan yang dapat terjadi pada
pasien dengan stroke yaitu, gangguan mobilitas fisik, gangguan
komunikasi verbal, nyeri akut, gangguan perfusi jaringan serebral,
devisit perawatan diri, gangguan kebutuhn nutrisi.
Data analisa
Diagnosa keperawatan
Perencanaan ( goal, intervensi, rasional )
28
status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan
terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat. Komponen diagnosis keperawatan utama, yaitu :
Pertama, problem (masalah), yaitu gambaran keadaan klien dimana
tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah kesenjangan
atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak
terjadi. Tujuannya adalah menjelaskan status atau masalah kesehatan
klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Kedua, etiologi
(penyebab), yakni menunjukkan penyebab keadaan atau masalah
kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan.
Penyebabnya meliputi perilaku, lingkungan, dan interaksinya.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi, yaitu patofisiologi penyakit,
situasional, medikasi, dan maturasional. Ketiga, sign and symptom
(tanda dan gejala), yaitu ciri, tanda atau gejala yang merupakan
informasi untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Jadi, rumus
diagnosis keperawatan adalah PE/PES.
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
Data Demografik
Data Demografik
Nama pasien : Ny. R.E.S
No. Rekam Medis : 11-94-24
Ruangan/ Tempat tidur : Jasmine/ 203 bed 1
Umur : 62 Tahun, 11 bulan , 1 minggu, 6 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tomohon
Pekerjaan : PNS Daerah
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Diagnosa Medis : Stroke Hemmorage dan Hipertensi
Nama Dokter : dr. Billi T.
30
Pasien masuk UGD RSA Manado pada tanggal 2019 pukul
13.50 diantar oleh keluarga dengan menggunakan mobil, Pasien
masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama tidak bisa menggerakan
tangan kiri nya dan nyeri dada, badan lemah. Di UGD pasien
mendapat pemeriksaan tanda tanda vital sebagai berikut T= 36.5 C,
P= 110 x/mnt, R= 27 x/mnt, BP = 150/80 mmHg, dan mendapat
tindakan medis: Pemasangan IV Line di tangan sebelah kiri dengan
RL 20 gtt/mnt. Pada pukul sekitar 15.30 pasien diantar oleh perawat
menggunakan kursi roda di ruangan perawatan Jasmine dan di rawat
di ruangan 203 bed 1.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit yaitu Hipertensi, DM tipe
2, dan Parkinson, Pasien pernah jatuh saat berolahraga dan
mengalami retak pada tulang, Pasien pernah di rawat di RSA
Manado pada Juni 2019 lalu dengan diagnose medis Hipertensi, DM
tipe 2 dan Parkinson.
Riwayat Keluarga (3 Generasi)
Pasien adalah seorang wanita berumur 62 tahun dengan
diagnose medis Stroke Hemorage dan hipertensi. Pasien diketahui
tidak memiliki keturunan keluarga yang mengalami stroke dan
hipertensi .
Gambar 8 Genogram
31
Gaya Hidup
Lifestyle Past Present
Food Amount: 1 porsi Amount: ¼ porsi
Frequency: 3x Frequency: 3x
sehari sehari
Contents: nasi, Contents: Bubur
ikan, sayur,
cemilan
Liquid Amount: 1800 cc Amount: 800 cc
Frequency: 8-9 Frequency: 4-5
gelas gelas
Contents: Air Contents: Air
mineral mineral
Sleep and rest Average sleep Average sleep
pattern duration: 7-8 jam duration: kurang
Sleep quality: Sleep dari 7 jam
well Sleep quality:
Sleeping position: Frequently
Semi fowler awakened (2x)
Sleeping position:
Semi fowler
32
Recreation
Pengkajian Fisik
Wajah
Nadi temporal pasien terabah kuat.
Mulut
Bibir tampak kering, memakai gigi palsu, terdapat caries
gigi, tidak ada perdarahan dan pembekakan gusi.
Dada
Nadi apikal pasein teraba kuat, dada simetris tidak ada
benjolan ataupun bekas luka di sekitar dada.
Abdomen
Tidak ada benjolan disekitar abdomen, umbilicus berada
ditengah, perkusi RUQ = Dullness, RLQ = Timpani, LUQ =
Timpani, LLQ = Timpani, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Atas
Nadi brakialis, radialis, dan ulna teraba lemah dan tidak
teratur, pasien tidak bisa melakukan ROM aktif dan pasif, ektrimitas
atas terasat kaku ketika diberikan ROM pasif.
Ekstremitas Bawah
Nadi femoral(pt tdk bersedia), popliteal, posterior tibia, dan
dorsalis pedis teraba lemah dan tidak teratur, pasien tidak bisa
melakukan ROM aktif maupun pasif, ekstrimitas bawah terasa kaku
saat diberikan ROM pasif.
Data Psikologikal
33
Pasien tampak cemas dan mengerutkan dahi. Pasien
memerlukan bantuan.
Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Interprestasi
.
1. Natrium 136 – 146 145 mmol/ Natrium
L Normal
2. Kalium 3.50- 5.10 2, 44 Kalium
mmol/ L Kurang
3. Cloride 95 – 110 99 mmol/ Cloride
L Normal
4. Fasting Blood 70 - 110 183 mg/ dl Fasting
Sugar Blood Sugar
Tinggi
5. Cholesterol < 200 219 mg/ dl Cholestrol
Tinggi
6. Triglycerida < 150 116 mg/dl Trigliserida
Normal
Terapi Obat
Glimiepiride
Efek samping : pusing, sakit kepala, mual
Kontraindikasi : Diabetes melitus (DM) tipe I yang bergantung pada insulin.
Pasien dengan keadaan ketoasidosis. Pada keadaan prekoma ataupun koma
diabetes. Seseorang dengan gangguan fungsi hati atau gangguan ginjal.
Seseorang yang hipersensitif atau alergi terhadap glimepiride dan obat-obat
dari golongan sulfonilourea lainnya. Sebaiknya tidak digunakan pada wanita
hamil dan menyusui
Indikasi : manajemen DM tipe 2 dgn diet dan olahraga untuk menurunkan
kadar gula darah
34
Atorvastatin
Sakit tenggorokan
Nyeri sendi
Nyeri di bagian lengan atau tungkai
Diare
Amlodipin
Indikasi: hipertensi, profilaksis angina.
Kontraindikasi: syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan, menyusui.
Efek Samping: nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah, edema,
gangguan tidur, sakit kepala, pusing, letih
Aspilet
Indikasi
Obat aspilet bisa diberikan kepada konsumen atau pasien yang ingin
mencegah penyakit serebrovaskuler atau infark miokard. Obat aspilet ini
juga bisa dipakai oleh penderita penyakit diabetes mellitus yang ingin
mencegah penyakit kardiovaskular.
Kontraindikasi
35
Aspilet tidak bisa diberikan kepada anak di bawah 16 tahun. Selain itu,
kontraindikasi obat aspilet juga berlaku bagi ibu menyusui. Ibu menyusui
tidak boleh meminum obat thrombo aspilet. Para penderita tukak peptik
yang aktif juga harus menghindari penggunaan obat aspilet. Hindari pula
pemakaian obat aspilet pada penderita hemofilia.
Efek samping
sakit perut, sakit kepala, mengantuk, bronkospasme, gangguan fungsi ginjal,
perdarahan saluran cerna, dan perdarahan lain seperti subkonjungtiva.
Citicolin
Efek samping : mual, diare , Insomnia, Konnstipasi ,Sakit kepala,
Penglihatan kabur,Nyeri dada, Berdebar-debar,Tekanan darah rendah atau
tinggi,Ruam pada kulit
Analisis Data
36
Data Subjektif dan Objektif Etiologi Problem
DS: Pt mengeluh sulit menggerakkan hematoma Gangguan
ekstremitas kiri cerebral Mobilitas fisik
Hemaparese/
plegi
Gangguan
mobilisasi fisik
DS: “-“ stroke Gangguan
Komunikasi Verbal
DO: Pasien tidak mampu berbicara Defisit
atau mendengar, pasien Neurologi
menunjukkan respon tidak sesuai.
Disfungsi
bahasa dan
komunikasi
Disartria,
Afasia,
Apraksia
Gangguan
komunikasi
verbal
DS: Pasien mengeluh nyeri dada, Nyeri akut
skala nyeri 6 (0-10)
37
DO: Tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah
Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas :
38
Rencana Asuhan Keperawatan AM
Nama Pasien: Ny R E S Umur: 62 tahun Kamar: 203/1 Diagnosis Medis: Stroke Hemmorage Dokter: dr. Bill T
49
1. Pergera 4. Libatkan 5. Agar pasien pergerakan ( tidak
kan keluarga untuk atau relative mampu
ekstrimi membantu mengetahui menggerakkan
tas pasien dalam apa yang akan bagian
mening meningkatkan dilakukan ekstrimitas)
kat pergerakan 6. Agar tidak At. 10.10
2. Kekuat 5. Jelaskan tujuan mempersulit Memfasilitasi
an otot dan prsedur pasien aktivitas
mening mobilisasi mobilisasi (Mika-
kat 6. Ajarkan miki, ROM pasif
Rentang mobilisasi dan bedbath)
gerak sederhana yang At. 10.13
(ROM) harus dilakukan Melibatkan
meningkat (misalnya keluarga untuk
duduk di membantu pasien
tempat tidur, di dalam
sisi tempat tidur meningkatkan
dan pindah dari pergerakan (bantu
50
tempat tidur ke mika-mika)
kursi) At. 10. 40
Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi (ROM
Pasif)
A16.15
Mengarahkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(ROM Pasif)
2 30 Oktober Gangguan komunikasi Setelah 1. Identifikasi 1. Untuk At. 10.00 At. 13.00
2019 verbal b/d penurunan dilakukan perilaku mengetahui Memonitor S: -
sirkulasi serebral tindakan emosional dan faktor-faktor kecepatan O: kemeampuan
dibuktikan dengan: keperawata fisik sebagai yang dapat (berbicara : pasien bicara pasien
DS: - n selama 5 bentuk mempengaruhi berbicara tidak sudah meningkat,
51
DO: pt tidak mampu jam, komunikasi pengaruh jelas (bicara pelo), kempuan
berbicara atau diharapkan 2. Gunakan bicara volume (suara mendengar pasien
mendengar, Pt komunikasi metode 2. Agar sangat pelan). meningkat,
menunjukan respon tidak verbal komunikasi komunikasi At. 10.10 kesesuaian
sesuai meningkat alternative bisa Mengidetifikasi eksoresi wajah
dengan (misalnya, berlangsung perilaku atau tubuh pt
kriteria menulis, mata dengan baik emosional (raut meningkat
hasil: berkedip, papan 3. Komunikasi wajah seperti A; Tujuan
1. Kema komunikasi dan tambahan kebingungan dan tercapai sebagian
mpuan gambar atau sangan cemberut pada P: Lanjutkan
bicara huruf, isyarat membatu saat diberikan Intervensi
pt tangan dan pasien pertanyaan) dan
menin computer) 4. Agar pasien fisik (lemah/tidak
ggkat 3. Sesuaikan gaya bisa mengerti ada respon fisik)
2. Kema komunikasi dan dan tidak sebagai bentuk
mpuan kebutuhan kesulitan komunikasi
mende (berdiri di 5. Agar pasien At. 10.15
ngar pt depan pt dan merasa rileks Menggunakan
52
menin mendengarkan tidak merasa metode
gkat dengan tertekan komunikasi
3. Kesesu seksama) alternative
aikan 4. Anjurkan (bahasa isyarat,
ekspre berbicara sentuhan dan
si perlahan volume suara
wajah ditinggikan)
atau At. 10.20
tubuh Menyesuaikan
pt gaya komunikasi
menig dengan kebutuhan
kat (menjelaskan
dengan perlahan,
jelas dan langsung
ke inti
pembicaraan)
At.10.25
Menganjurkan
53
berbicara perlahan
3. 31 Oktober Nyeri akut b/d agen Setelah 1. Identifikasi 1. Pengkajian nyeri At 10.00 At 13.00
2019 pencedera fisiologis. dilakukan lokasi, adalah langkah Mengidentikasi S : pasien
tindakan karakterisitik, pertama dalam lokasi (nyeri di mengatakan nyeri
DS: Pasien mengeluh keperawata durasi, merencanakan bagian dada), dada berkurang
nyeri dada, skala nyeri 6 n selama frekuensi. strategi karakterisitik skala nyeri 2
(0-10). 10 jam 2. Identifikasi manajemen nyeri (seperti ditusuk- O : Tekanan
diharapkan skala nyeri. serta dalam tusuk), durasi (, darah menurun
DO: tekanan darah tingkat 3. Berikan teknik keadaan umum frekuensi, ± 30 130/80 mmHg
meningkat 150/ 90 nyeri nonfarmakologi klien menit ) nyeri Pola nafas
mmHg menurun s untuk 2. Mengetahui berkala 6 (0-10). membaik 20
Pola napas berubah 25 dengan mengurangi rasa tingkat nyeri At 10.15 x/mnt
x/mnt criteria nyeri. pasien Mengidentifikasi A : Tujuan
hasil: 4. Kontrol 3. Penggunaan skala nyeri tercapai
Keluhan lingkungan yang teknik dengan hasil: 6 P: -
nyeri memperberat nonfarmakologis (0-10).
menurun , rasa nyeri. melibatkan At 10.20
tekanan 5. Fasilitasi penggunaan Memberikan
54
darah istirahat dan panca indra dan teknik
membaik, tidur. otot yang akan nonfarmakologis
pola napas 6. Jelaskan strategi berelaksasi (terapi musik).
membaik meredakan 4. Lingkungan yang At 10.25
nyeri. tenang, ruangan Mengontrol
yang gelap lingkungan yang
diarahkan untuk memperberat rasa
memfasilitasi nyeri seperti: suhu
istirahat ruangan 20
5. Membuat derajat,
periode istirahat pencahayaan yang
menjadi lebih adekuat, terhindar
optimal dari kebisingan.
6. Meminimalkan At 10.30
rasa nyeri Memfasilitasi
istirahat dan tidur.
At 10.35
Menjelaskan
55
strategi
meredakan nyeri
(terapi musik).
It
Nama Pasien: Ny R E S Umur: 62 tahun Kamar: 203/1 Diagnosis Medis: Stroke Hemmorage Dokter: dr. Bill T
No. Hari/tanggal Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
1. 29 Oktober Gangguan Mobilitas Setelah 7. Identifikasi 7. Agar tidak At. 15.00 At. 18.00
2019 Fisik b/d gangguan dilakukan adanya nyeri terjadi masalah Mengidentifikasi S: pt mengatakan
musculoskeletal tindakan atau keluhan lain adanya nyeri atau pergerakan
dibuktikan dengan: keperawata fisik lainnya 8. Agar pasien keluhan fisik ekstremitas
DS: pt mengeluh sulit n selama 5 8. Identifikasi merasa lainnya (tidak sedang.
menggerakkan jam, toleransi fisik nyaman dalam mampu O: kekuatan otot
ekstrimitas diharapkan melakukan melakukan menggergerakan cukup meningkat
56
DO: Kekuatan otot mobilitas pergerakan pergerakan bagian (MMT = 1)
menurun (MMT = 0), fisik 9. Fasilitasi 9. Mencegah ekstrimitas) A: tujuan tercapai
rentang gerak menurun meningkat melakukan kekakuan otot At. 15.05 sebagian
dengan mobilisasi fisik 10. Agar pasien Mengidentifikasi P: Lanjutkan
kriteria (ROM) jika lebih toleransi fisik Intervensi 2,3, 4
hasil: perlu bersemangat melakukan dan 6.
3. Pergera 10. Libatkan 11. Agar pasien pergerakan ( tidak
kan keluarga untuk atau relative mampu
ekstrimi membantu mengetahui menggerakkan
tas pasien dalam apa yang akan bagian
mening meningkatkan dilakukan ekstrimitas)
kat pergerakan 12. Agar tidak At. 15.10
4. Kekuat 11. Jelaskan tujuan mempersulit Memfasilitasi
an otot dan prsedur pasien aktivitas
mening mobilisasi mobilisasi (Mika-
kat 12. Ajarkan miki, ROM pasif
Rentang mobilisasi dan bedbath)
gerak sederhana yang At. 15.13
57
(ROM) harus dilakukan Melibatkan
meningkat (misalnya keluarga untuk
duduk di membantu pasien
tempat tidur, di dalam
sisi tempat tidur meningkatkan
dan pindah dari pergerakan (bantu
tempat tidur ke mika-mika)
kursi) At. 15. 40
Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi (ROM
Pasif)
At. 15.45
Mengarahkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
58
(ROM Pasif)
2 30 Oktober Gangguan komunikasi Setelah 5. Identifikasi 6. Untuk At. 15.00 At. 18.00
2019 verbal b/d penurunan dilakukan perilaku mengetahui Memonitor S: -
sirkulasi serebral tindakan emosional dan faktor-faktor kecepatan O: kemeampuan
dibuktikan dengan: keperawata fisik sebagai yang dapat (berbicara : pasien bicara pasien
DS: - n selama 5 bentuk mempengaruhi berbicara tidak sudah meningkat,
DO: pt tidak mampu jam, komunikasi pengaruh jelas (bicara pelo), kempuan
berbicara atau diharapkan 6. Gunakan bicara volume (suara mendengar pasien
mendengar, Pt komunikasi metode 7. Agar sangat pelan). meningkat,
menunjukan respon tidak verbal komunikasi komunikasi At. 15.10 kesesuaian
sesuai meningkat alternative bisa Mengidetifikasi eksoresi wajah
dengan (misalnya, berlangsung perilaku atau tubuh pt
kriteria menulis, mata dengan baik emosional (raut meningkat
hasil: berkedip, papan 8. Komunikasi wajah seperti A; Tujuan
4. Kema komunikasi dan tambahan kebingungan dan tercapai sebagian
mpuan gambar atau sangan cemberut pada P: Lanjutkan
bicara huruf, isyarat membatu saat diberikan Intervensi
pt tangan dan pasien pertanyaan) dan
59
menin computer) 9. Agar pasien fisik (lemah/tidak
ggkat 7. Sesuaikan gaya bisa mengerti ada respon fisik)
5. Kema komunikasi dan dan tidak sebagai bentuk
mpuan kebutuhan kesulitan komunikasi
mende (berdiri di 10. Agar pasien At. 15.15
ngar pt depan pt dan merasa rileks Menggunakan
menin mendengarkan tidak merasa metode
gkat dengan tertekan komunikasi
6. Kesesu seksama) alternative
aikan 8. Anjurkan (bahasa isyarat,
ekspre berbicara sentuhan dan
si perlahan volume suara
wajah ditinggikan)
atau At. 15.20
tubuh Menyesuaikan
pt gaya komunikasi
menig dengan kebutuhan
kat (menjelaskan
60
dengan perlahan,
jelas dan langsung
ke inti
pembicaraan)
At.15.25
Menganjurkan
berbicara perlahan
3. 31 Oktober Nyeri akut b/d agen Setelah 7. Identifikasi 7. Pengkajian nyeri At 15.00 At 18.00
2019 pencedera fisiologis. dilakukan lokasi, adalah langkah Mengidentikasi S : pasien
tindakan karakterisitik, pertama dalam lokasi (nyeri di mengatakan nyeri
DS: Pasien mengeluh keperawata durasi, merencanakan bagian dada), dada berkurang
nyeri dada, skala nyeri 6 n selama frekuensi. strategi karakterisitik skala nyeri 2
(0-10). 10 jam 8. Identifikasi manajemen nyeri (seperti ditusuk- O : Tekanan
diharapkan skala nyeri. serta dalam tusuk), durasi (, darah menurun
DO: tekanan darah tingkat 9. Berikan teknik keadaan umum frekuensi, ± 30 130/80 mmHg
meningkat 150/ 90 nyeri nonfarmakologi klien menit ) nyeri Pola nafas
mmHg menurun s untuk 8. Mengetahui berkala 6 (0-10). membaik 20
Pola napas berubah 25 dengan mengurangi rasa tingkat nyeri At 15.15 x/mnt
61
x/mnt criteria nyeri. pasien Mengidentifikasi A : Tujuan
hasil: 10. Kontrol 9. Penggunaan skala nyeri tercapai
Keluhan lingkungan yang teknik dengan hasil: 6 P: -
nyeri memperberat nonfarmakologis (0-10).
menurun , rasa nyeri. melibatkan At 15.20
tekanan 11. Fasilitasi penggunaan Memberikan
darah istirahat dan panca indra dan teknik
membaik, tidur. otot yang akan nonfarmakologis
pola napas 12. Jelaskan strategi berelaksasi (terapi musik).
membaik meredakan 10. Lingkungan yang At 15.25
nyeri. tenang, ruangan Mengontrol
yang gelap lingkungan yang
diarahkan untuk memperberat rasa
memfasilitasi nyeri seperti: suhu
istirahat ruangan 20
11. Membuat derajat,
periode istirahat pencahayaan yang
menjadi lebih adekuat, terhindar
62
optimal dari kebisingan.
12. Meminimalkan At 15.30
rasa nyeri Memfasilitasi
istirahat dan tidur.
At 15.35
Menjelaskan
strategi
meredakan nyeri
(terapi musik).
63
BAB IV
Etiologi
Stroke Hemoragik
49
National Stroke Association merekomendasikan metode FAST
untuk membantu mengidentifikasi tanda-tanda peringatan stroke dan
tanda ini terjadi pada pasein Ny. R.E.S
- F (face) : saat pasien tersenyum sisi kanan dari pasien terlihat seperti
berbeda dengan sisi kiri. Sisi kanan lebih tinggi dari sisi kiri
- A (arms) : pada saat mengangkat tangan dari pasien, tangan lemah
dan lemas dan tidak ada kontraksi otot dari lengan kiri sedangkan
lengan kana nada kontraksi otot tapi hanya skala 2.
- S (speech) : saat pasien berbicara, ucapan yang dikatakan oleh
pasien tidak jelas dan sulit untuk dimengerti
- T (time) : pasien sering dan selalu diawasi di rumah sakit karena
pasien telah mengalami tanda dan gejala dari stroke hemoregik dan
selalu waspada untuk segera menghubungi dokter ketika pasien
kambuh.
Pemerksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan pada pasien
stroke menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] dalam buku Keperawatan
Medikal Bedah II yaitu :
50
listrik dalam jaringan otak. Dalam hasil pemeriksaan EEG pada Ny.
R.E.S terdapat gangguan di bagian terdapat masalah padan implus
listrik dalam otak sehingga mengganggu aliran listrik atauimplus
saraf keotak tidak berfungsi dengan baik dan terjadi mati rasa pada
beberapa organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah : 183 mg/ dl
Kolestrol : 219 mg/ dl
Trigleserida : 116 mg/dl
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrolit
Penatalaksanaan
51
Dalam kasus ny. R.E.S sudah dilakukan intervensi keperawatan
dalam menstabilkan tanda-tanda vital menggunakan obat-obat
khususnya dalam memstabilkan tekanan darah dari pasien yang
melebihi batas normal dan memberikan oksigen kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan oksigen didalam darah. Memasangkan kateter
kepada pasien karena terjadi inkontinensia dikandung kemih dan
memberikan popok kepada pasien karena inkontinensia usus. Dan
memberikan posisi yang nyaman dan melakukan ROM pasif kepada
pasien. Dan mencegah terjadinya decubitus dengan mengganti posisi
pasien setiap 3 jam.
Pengobatan Konservatif
Menurut [ CITATION Pur \l 1033 ] pengobatan yang bisa dilakukan yaitu :
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral
[ CITATION Pur \l 1033 ] :
52
Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Pada Ny. R.E.S tidak dilakukan tindakan pembedahan kepada pasien
karena kondisi pasien yang tingkat kesadaran menurun dan system
imun lemah.
Masalah keperawatan
Intervensi
Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal
Nda ada teorinya.
BAB V
KESIMPULAN
53
terjadi karena adanya iskemia, hemoragi atau emboli[CITATION Pra \n \l 1033
]. Menurut WHO (World Health Organisation) merupakan gangguan fungsi
otak yang terjadi secara mendadak disebabkan oleh gangguan vaskuler dan
dapat menyebabkan kematian yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan akan mengakibatkan gangguan peredaran darah. Stroke merupakan
penyebab kematian paling utama tersering di negara maju, setelah penyakit
jantung koroner dan kanker (Bartoli et al., 2013).
Dalam buku [CITATION Pra \n \l 1033 ] ada 3 penyebab terjadinya
stroke yaitu : hemoragik, trombotik dan embolik.
54
masalah komunikasi verbal, pasien tidak dapat berbicara dengan baik tetapi
dapat mengerti informasi dan dapat bekerja sama dengan baik atas tindakan
yang diberikan perawat kepada pasien. Sedangkan pada masalah nyeri akut,
nyeri pasien menurun dari skala 6 (0-10) menjadi 4 (0-10).
DAFTAR PUSTAKA
(n.d.).
Ahern, W. &. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC.
Bitsream. (n.d.). Retrieved from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57611/Chapt
er%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
Darmawan, T. (2011, Oktober). Cerebral Infarction. Retrieved from Scribd:
https://www.scribd.com/doc/150125680/Cerebral-Infarction-doc
Doenges, M., Mary, M. F., & Murr, A. C. (n.d.). Nursing Care Plan (9 ed.).
55
NANDA international 2012. (2012). NANDA International nursing
diagnoses, definitions, and classification 2012-2014. USA:
Blackwell Publishing Ltd.
Perawat Indonesia. (n.d.). Asuhan Keperawatan (Askep) Cerebro Vascular
Accident (CVA) Infark Trombosis. Retrieved from Info Perawat
Indonesia: https://www.infoperawatindonesia.com/2016/10/asuhan-
keperawatan-askep-cerebro_21.html
Prater, D., Lenox, S., Renner, M., Tallmadge, M., & Kelly, L. V. (Eds.).
(n.d.). RN Adult Medical Surgical Nursing (9.0 ed.).
Purwanto, H. (n.d.). In Keperawatan Medikal Bedah II.
Swearingen, P. L. (n.d.). In All In One Nursing Care Planning Resource.
Elsevier.
wilkinson, A. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC.
Wilkinson, A. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC.
56