Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE DI

PUSKESMAS KEMPAS JAYA INDRAGIRI HILIR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

SANTOSO
190201062

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS MIPA DAN


KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama Mahasiswa : SANTOSO


NIM : 190201060
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Tugas Akhir : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Stroke di

Puskesmas Kempas Jaya Indragiri Hilir

Proposal Tugas Akhir ini telah diperiksa, disetujui dan siap untuk dipertahankan

di hadapan Penguji, Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII

Keperawatan Fakultas MIPA dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Riau.

Pekanbaru, Juli 2020

Menyetujui Pembimbing

(Juli Widianto. S.Kep, M.Epid)

NIDN : 1002078001

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Proposal KTI dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien dengan Stroke di Puskesmas Indragiri Hilir”. Penulisan

Proposal KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

gelar Ahli Madya Keperawatan Program Studi Keperawatan pada Fakultas MIPA dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Riau.

Dalam penyusunan Proposal KTI ini, saya banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil dari masa perkuliahan

sampai pada penyusunan KTI ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak DR. Mubarak, M.Si selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Riau

2. Bapak Juli Widiyanto,S.Kep, M.Kes. Epid selaku pembimbing sekaligus

dekan Fakultas MIPA dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Riau

3. Ibu Ns. Yeni Yarnita, S.Kep, M.Kep selaku Kaprodi Keperawatan Fakultas

MIPA dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Riau

4. Para dewan penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan

dalam penyempurnaan proposal KTI ini

5. Bapak/Ibu Dosen serta staf pegawai Fakultas MIPA dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Riau yang telah memberikan pengetahuan yang

bermanfaat selama saya melakukan perkuliahan

6. Bapak/Ibu Pimpinan (Instansi tempat pengambilan data) yan telah

memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di Puskesmas

Kempas Jaya Indragiri Hilir.

ii
7. Orangtua serta keluarga yang terus memberikan doa dan dorongan serta

semangat sehingga saya dapat menyelesaikan KTI ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan program studi Keperawatan Fakultas MIPA dn

KesehatanUniversitas Muhammadiyah Riau.

Dalam penyusunan KTI ini saya telah berusaha semaksimal mungkin

menyelesaikan proposal KTI ini menjadi lebih sempurna, apabila masih terdapat

kekurangan maka dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran

yang konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan Proposal KTI ini. Semoga

Proposal KTI ini bermanfaat untuk perkembangan keilmuan dimasa yang akan datang.

Pekanbaru, Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................................... I

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv

BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................ 4
C. Pembatasan Masalah......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi................................................................................................................ 5
B. Klasifikasi ........................................................................................................... 5
C. Anatomi Fisiologi................................................................................................ 6
D. Etiologi................................................................................................................ 16
E. Tanda dan Gejala................................................................................................ 16
F. Patofisiologi........................................................................................................ 17
G. Penatalaksanaan................................................................................................. 21
H. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................... 22
I. Manajemen Terapi............................................................................................. 23
J. Proses Keperawatan........................................................................................... 24
1. Pengkajian.................................................................................................... 25
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................ 27
3. Intervensi Keperawatan............................................................................... 29
4. Implementasi............................................................................................... 34
5. Evaluasi Keperawatan.................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke atau serangan otak (brain attack) adalah defisit neurologis mendadak

susunan saraf pusat yang di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik.

Stroke juga sebagai penyebab utama kecacatan fisik atau mental pada usia lanjut

maupun usia produktif, dan dengan sifat-sifatnya tersebut, menempatkan stroke

sebagai masalah serius di dunia. Penyakit jantung dan stroke merupakan sosok

penyakit yang sangat menakutkan. Bahkan sekarang ini di Indonesia penyakit

jantung menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian. Penyakit jantung

dan stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu memang

penyakit-penyakit di derita oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun ke atas,

karena usia juga merupakan salah satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan

stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah

usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama

pada orang muda perkotaan modern. ( Rasyid & Soertidewi, 2011)

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah

penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara

berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh

dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, di mana

sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006), dan pada

tahun 2012, menurut WHO, kematian akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia
v
disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian

stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Menurut Junaidi

(2007) masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji serta tidak

mempertimbangkan kandungan dari makanan tersebut, begitu pula dengan

bertambahnya masyarakat yang mengkonsumsi alkohol dan rokok, hal tersebut juga

merupakan faktor-faktor timbulnya berbagai penyakit termasuk stroke. Menurut

American Heart Association & American Stroke Association (2012), kematian

akibat stroke pada tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 55,3%

perempuan 47,0%, pada tahun 2011 berdasarkan umur 80+ laki-laki 15,8%

perempuan 14,0%.

Menurut WHO (2015), kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50

juta jiwa, dan 9 juta diantaranya menderita kecacatan berat, yang lebih

memprihatinkan lagi 10 persen diantaranya mereka yang terserang stroke

mengalami kematian. Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju

saja, tetapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan

tingkah laku dan pola hidup masyarakat.Berbagai fakta data di Rumah Sakit Umum

(RSUD) Raden Matther Jambi menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih

merupakan masalah utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya.

Di Asia khususnya Indonesia kasus stroke menduduki peringkat pertama, setiap

tahun diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke. Sekitar 28.5% Klien

dengan penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia dan diperkirakan tahun 2020

penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama kematian didunia (Yayasan

Stroke Indonesia, 2010). Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan

Stroke Indonesia, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah

penderita stroke di Indonesia menduduki urutan pertama di Asia.

vi
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah

yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6

per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk).

Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di

Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7

orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (DEPKES,2018).

Dampak dari stroke adalah infeksi thorax, pneumonia, infeksi saluran kemih,

konstipasi, depresi, kejang, stroke berulang, gagal jantung kongestif dan dekubitus.

Dekebutus merupakan salah satu dampak stroke yang menyebabkan kerusakan

integritas kulit. Penekanan pada daerah yang bersentuhan dengan permukaan tempat

tidur akan menyebabkan dekubitus. Dekubitus adalah salah satu bahaya terbesar jika

tidak dilakukan tirah baring. Dalam sehari-hari masyarakat menyebutkan sebagai

akibat dari seseorang yang terlalu lama ditempat tidur tanpa dibantu melakukan

perubahan posisi (Tarihoran, 2010). Dekubitus (luka akibat penekanan, kerusakan

kulit, bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah

dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol dimana kulit tersebut

mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda

keras lainnya dalam jangka panjang (Utoyo, 2014). Kerusakan integritas kulit bukan

merupakan masalah yang terjadi pada sebagian orang sehat, tetapi merupakan

ancaman bagi pasien dengan keterbatasan mobilitas, penyakit kronis, trauma, dan

pasien yang sedang mengalami prosedur invansif (Berman, et al., 2009). Kerusakan

integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi,

sehingga menyebabkan luka tekan (Potter & Perry, 2010). Pananganan merupakan

hal yang terpenting pada pasien yang mengalami kerusakan integritas kulit dengan

cara memiringkan badan secara teratur, menjaga kulit tetap bersih agar tidak terjadi

dekubitus (Gisbreng, 2008). Penanganan dekubitus bisa dilakukan dengan beberapa

vii
tindakan yaitu merubah posisi dengan tirah baring, melindungi bagian tubuh yang

tulangnya menonjol dengan bahan yang lembut, menjaga kebersihan dan kekeringan

kulit, melakukan gerakan ROM, menyediakan penyangga yang nyaman dan

ventilasi yang baik dan tidak membatasi gerakan (Utoyo, 2014).

Pelaksanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi

masalah-masalah klien. Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam membuat

suatu proses keperawatan. Pelaksanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan

terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke

hemorrhagic.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan stroke

hemorrhagic.

b. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan stroke

hemorrhagic.

c. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan stroke

hemorrhagic.

d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawata pada klien dengan stroke

hemorrhagic.

e. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada klien

dengan stroke hemorrhagic.

C. BATASAN MASALAH

viii
Dalam menyusun proposal tugas akhir ini, penulis hanya membahas dan

memfokuskan pada Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Stroke Hemorrhagic

ix
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa

defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Menurut Price & Wilson (2006)

pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari

beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan

sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah

oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan

aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

B. KLASIFIKASI STROKE

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

1. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang

ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau

hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia

x
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke

embolik dan stroke trombotik (Brouns & Deyn, 2009).

2. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan

intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah

penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa

hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Brouns & Deyn, 2009).

C. ANATOMI FISIOLOGI

Menurut Sherwood (2014) anatomi dan fisiologi sistem persyarafan adalah

sebagai berikut:

1. Sistem Saraf Pusat

Sistem Saraf Pusat adalah Otak, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

a. Cerebrum (Otak Besar)

xi
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,
bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.

Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang

menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing

adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak

Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,

kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi

penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan

kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor

perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

3) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan

kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk

suara.

4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan

rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan

interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

b. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat

dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi

otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol

keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga


xii
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari

seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan

mengunci pintu dan sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan

pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,

misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam

mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

c. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau

rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau

sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia

termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses

pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or

flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya

Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh

karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil

mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan

merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal

terlalu dekat dengan anda. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah

bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan

Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon

penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan

tubuh dan pendengaran.

2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari

sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.

xiii
Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,

sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat

otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah

kita terjaga atau tertidur.

d. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem Limbik terletak pada bagian tengah otak membungkus

batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti

kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga

sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain

hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem

limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon,

memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa

senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang

salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu

mendapat perhatian dan mana yang tidak.

Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh

oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat

bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung  menyebutnya

sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang

diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus

lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk

bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan

kejujuran.

e. Medulla Spinalis

xiv
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang

berbentuk silinder memanjang dan terletak seluruhnya di dalam canalis

verterbalis, dikeliling oleh tiga lapis selaput pembungkus yang di sebut

meninges. Apalagi lapisan-lapisan, struktur-struktur dan ruangan-rungan

yang mengeliling medulla spinalis itu disebutkan dari luar ke dalam secara

berturut-turut, maka terdapatlah :

1) Dinding canalis verterbralis (terdiri atas vertebrae dan ligmenta)

2) Lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung anyaman

pembuluh-pembuluh darah vena

3) Dura mater

4) Arachnoidea

5) Ruang subrachnoidal (cavitas subarachnoidealis), yang antara lain

berisi liquor cerebrospinalis

6) Pia mater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang

langsung membungkus permukaan sebelah luar medulla spinalis.

Lapisan meninges terdiri atas pachymeninx (dura meter) dan

leptomeninx (arachnoidea dan pia meter). Lapisan arachnoidea

menempel langsung pada permukaan sebelah dalam dura meter, sehingga

di antara kedua lapisan ini dalam keadaan normal tidak dijumpai suatu

ruangan. Ruangan subarachoidal selain mengelilingi medulla spinalis,

juga mengelilingi radices dan ganglia. Di dalam cavitas subarachoidealis

selain liquor cerebrospinalis, juga dapat dijumpai septum

subarachnoideale, ligmentum denticulatum dan pembuluh-pembuluh

darah. Septum subarachoideale merupakan perluasan lapisan pia meter

yang terbentang antara sulcus medianus dorsalis medulla spinalis dan

xv
permukaan sebelah dalam aracnoidea. Ligamentum denticulatum juga

dapat dianggap sebagi perluasan pia meter yang terbentang antara

permukaan lateral medulla spinalis dan kearah lateral melekat pada

permukaan sebelah dalam arachoidea dengan perantara titik-titik

perlekatan yang terletak di antara pangkal-pangkal radices n. Spinalis

yang berdekatan.

Pada tubuh dewasa, panjang medulla spinalis adalah sekitar 43

sentimeter. Pada masa kehidupan intrauterina usia 3 bulan, panjang

medulla spinalis sama dengan panjang canalis vertebralis, sedang dalam

masa-masa berikutnya terjadi suatu perbedaan kecepatan pertumbuhan

memnjang, canalis vertebralis tumbuh lebih cepat dari pada medulla

spinalis, sehingga ujung caudal medulla spinalis berangsur-angsur

terletak pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Pada masa kehidupan

intrauterina usia 6 bulan, ujung caudal corpus vertebrae lumbalis III;

pada saat lahir ujung tersebut sudah terletak setinggi tepi caudal corpus

vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung caudal medulla spinalis

biasanya terletak setinggi tepi cranial corpus vertebrae lumbinalis I dan

II. Posisi ujung caudal medulla spinalis ini dapat  menunjukkan variasi

satu corpus vertebrae ke arah cranial atau caudal.

Perbedaan panjang antara medulla spinalis dan canalis vertebrae

ini mempunyai makna dalam dua hal, sebagai:

1) Pembentukan cauda equeina. Pada tinggkat manapun sekmen-

sekmen medulla spinalis terletak radices nervispinalis selalu akan

kluar dari canalis vertebralis melalui vronamina intervertebralia yang


xvi
sesuai didaerah servikal bagian kranial redices tersebut berjalan

keluar secara hampir horisontal, akan tetapi makin kearah tingkat-

tingkat yang lebih caudal, radices nervi lumbales bagian caudal dan

radices nervi sacralis praktis berjalan secara vertikal kearah caudal

untuk beberapa saat sebelum mereka dapat mencapai foreminal

intervertebralia yang sesuai, yang terletak beberapa sekmen di

sebelah caudal tempat radices tersebut keluar dari permukaan

medulla spinalis. Oleh karena itu caudal equena merupakan struktur

yang terdiri atas radices nervi lumbalis bagian caudal dan radices

nervi sacralis disebelah caudal conus medularis. Conus medularis

merupakan bagian paling caudal medulla spinalis yang berbentuk

krucut dan terutama terdiri dari atas segmen-segmen sacral medulla

spinalis.

2) Punksi limbal. Kearah caudal cavitas subarachnoidealis akan berakhir

setinggi segmen sacral II atau III columna vertebralis jadi pada orang

dewasa setinggi antara tepi caudal corvus vertebrae lumbalis I dan

corpus vertebrae sacralis II atau III tidak lagi terdapat medulla

spinlis, akan tetapi bhanya terdapat caudal equina yang terapung-

apung di dalam liquor cerebrospinalis di dalam suatu ruangan

subrachnoidal yang luas. Dari daerah inilah liquor cerebrospinalis itu

dapat diambil melalui sesuatu tindakan yang disebut punksi lumbal

untuk kepentingkan diagnostik atau pengobatan. Pada tindakan ini

jarum punksi biasanya ditusukkan ke dalam cavitas subrachnoidealis

menembus ligamentum flavum yang terbentang antara vertebrae

lumbales III dan IV (atau vertebrae lumbales IV dan V). Dalam

tindakan ini caudal equina biasanya tidak mengalami cedera, oleh

xvii
karena ia terapung-apung secara agak bebas didalam eliquor

serebrospinalis, dan ketika jarum punksi mencapai ruangan subara

chnoidal tersebut, radices nervispinalis terdesak ke samping.

2. Sistem Saraf Perifer

a. Susunan Saraf Somatic

Susunan saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai peranan

sfesifik untuk mengatur aktivitas otot  sadar atau serat lintang. Otak dan

sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh

melalui cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf

tulang belakang). Saraf-saraf tersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer

yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat dan membawa

pesan-pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar di

xviii
seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik (somatic

nervous system). Bagian-bagian sistem saraf somatic:

1) Saraf-saraf Tulang Belakang (Spinal Nerves) Saraf tulang belakang yang

merupakan bagian dari sistem saraf somatik; dimulai dari ujung saraf

dorsal dan ventral dari sumsum tulang belakang (bagian di luar sumsum

tulang belakang). Saraf-saraf tersebut mengarah keluar rongga dan

bercabang-cabang di sepanjang perjalanannya menuju otot atau reseptor

sensoris yang hendak dicapainya. Cabang-cabang saraf tulang belakang

ini umumnya disertai oleh pembuluh-pembuluh darah. Soma sel dari

axon-axon saraf tulang belakang yang membawa informasi sensoris ke

otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraf pusat

(kecuali untuk sistem visual karena retina mata adalah bagian dari otak).

Axon-axon yang datang membawa informasi sensoris ke susunan saraf

pusat ini adalah saraf-saraf afferent. Soma-soma sel dari axon yang

membawa informasi sensoris tersebut berkumpul di dorsal root ganglia.

Neuronneuron ini merupakan neuron-neuron unipolar. Batang axon yang

bercabang di dekat soma sel, mengirim informasi ke sumsum tulang

belakang dan ke organ-organ sensoris. Semua axon di dorsal root

menyampaikan informasi sensorimotorik.

2) Saraf-saraf Kepala (Cranial Nerves). Saraf-saraf kepala terdiri dari 12

pasang sarafkepala yang meninggalkan permukaan ventral otak.

Sebagian besar saraf-saraf kepala ini mengontrol fungsi sensoris dan

motorik di bagian kepala dan leher. Salah satu dari keduabelas pasang

tersebut adalah saraf vagus (vagus nerves/saraf yang "berkelana"), yang

merupakan saraf nomor sepuluh yang mengatur fungsi-fungsi organ

tubuh di bagian dada dan perut. Disebut "vagus" atau saraf yang

xix
berkelana karena cabang-cabang sarafnya mencapai rongga dada dan

perut.

b. Susunan Saraf Otonom

Saraf-saraf yang bekerja tidak dapat disadari dan bekerja otomatis. Oleh

kerena itu disebut juga saraf tak sadar. Susunan saraf motorik yang

mengsarafi organ visceral umum, mengatur menyelaraskan dan

mengoordinasikan aktivitas visceral vital termasuk pencernaan,suhu

badan,tekanan darah dan segi perilaku emosionil lainnya.

Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan anatara

keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen ini seolah-olah berfungsi

sebbagai sistem saraf pusa.saraf otonom terutama berkenaan dengan organ-

organ dalam. Menurut fungsinya susunan saraf otonom terdiri dari  2

bagian:

1) Sistem Simpatis

Inti ( yang di bentuk oleh sekelompok badan sel saraf ) sistem

simpatis terletak di segmen toracal dan lumbal di medulla spinalis.

Karenanya sistem simpatis juga disebut Divisi toracolumbar dari sistem

saraf otonom. Akson neuron ini serat-serat  praganglion meninggalkan

SSP melalui radiks ventral dan cabang-cabang (rami). Penghubung saraf

spinal bagian toracall dan lumbal. Mediator kimia dari serabut pasca

ganglion sistem simpatis adalah norepinefrin, yang juga di produksi

oleh medulla adrenal. Serabut saraf yang membebaskan neropinefrin

disebut saraf adrenergic( kata yang berasal dari noradrenalin, nama lain

untuk norepinefrin). Serabut adrenergic mempersarafi kelenjar keringat

dan pembuluh darah otot rangka . sel-sel medulla adrenal membebaskan

xx
epi nefrin dan noreepinefrin sebagai respon terhadap stimulasi simpatis

praganglion.

2) Sistem Parasimpatis

Sistem parasimpatis memiliki inti di medulla dan mesensepalon

dan di bagian sacral medulla spinalis. Serabut praganglion dari neuron

ini keluar melalui 4 saraf cranial (III,VII,IX dan X) dan juga melalui

saraf sacral ke dua, ke tiga dan ke empat di medulla spinalis. Karenanya,

sistem parasimpatis juga disebut divisi craniosakral sistem otonom.

Neuron ke dua dari sistem parasimpatis ditemukan dalam ganglia

yang lebih kecil dari ganglia sistem simpatis, neuron ini selalu berada

dekat atau di dalam organ efektor. Neuron ini umumnya terdapat di

dinding organ (misalnya, lambung,usus), ketika terserabur gaganglion 

memasuki organ dan membentuk sinaps dengan neuron ke dua dalam

sistem saraf ini.

D. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu

empat kejadian yaitu:

1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak

dari bagian tubuh yang lain.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan

ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

xxi
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke

otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,

memori, bicara, atau sensasi.

E. TANDA DAN GEJALA

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan

gejala penyakit stroke :

1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

3. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata

4. Pusing dan pingsan

5. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas

6. Bicara tidak jelas (pelo)

7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh

9. Ketidakseimbangan dan terjatuh

10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

F. PATOFISIOLOGI

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi

pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan

permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh

darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

xxii
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera

pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga

aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan

mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

jaringan otak.

4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada

aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis

terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan

menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang

masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah

melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada

korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,

penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.

Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya

perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti

secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah

serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi

neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

xxiii
xxiv
PATHWAY

Penimbunan lemak / kolesterol yang meningkat dalam darah

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi

Menjadi kapur / mengandung kolesterol dengan infiltrasi limfosit (trombus) Penyempitan pembuluh

Aliran darah lambat

Arteriosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku Turbulensi

Pembuluh darah menjadi pecah


Thrombus cerebral Mengikuti aliran darah

Emboli Kompresi jaringan otak Eritrosit bergumpal


Stroke non hemoragik Stroke hemoragik penekanan pernapasan
Endotil rusak
Herniasi gagal napas
Cairan plasma hilang
Proses metabolisme dalam otak terganggu pola napas inefektif
Edema serebral
Gangguan perfusi
Penurunan suplai darah & O2 ke otak
jaringan cerebral Peningkatan TIK Gangguan rasa nyaman : nyeri

kompresi saraf
Arteri vertebro basilaris Arteri carotis Arteri cerebri pengaturan kesadaran
Kerusakan neurocerebrospinal Kerusakan neurologis, defisit N.I Penurunan fungsi media
N.VII (Fasialis), N.IX (Glossofaringeus) N.X (Vagus), Disfungsi kesadaran ↓
Disfungsi N.XI (Olfaktorius), N. II (Optikus), N.IV resiko cidera
N.XII (Hipoglosus) N.IX (Glossofaringeus) N. II (Optikus) Disfungsi N.XI
(Assesoris) (Troklearis) , N. XII (Hipoglossus)
Kontrol otot fasial / oral Proses menelan pe aliran darah Pe fungsi motorik,
Perubahan ketajaman sensori, (Assesoris) koma
Penurunan fungsi motorik, menjadi lemah ke retina anggota geras
penghidu, pengelihatan muskuloskeletal
anggota gerak muskuloskeletal Refluks penumpukan sekret
Kehilangan fungsi tonus Kemampuan retina
otot fasial / oral Ketidakmampuan menghidu, jalan napas
Disfagia untuk menangkap Kegagalan
Kelemahan pada satu/ Ketidakmampuan berbicara,
melihat, mengecap
obyek/bayangan menggerakkan
keempat anggota gerak menyebut kata-kata Anoreksia anggota tubuh bersihan jalan napas
Gangguan perubahan Kebutaan
inefektif
Kerusakan artikular, tidak persepsi sensori Gangguan kebutuhan
Kerusakan mobilitas fisik Risiko kerusakan Defisit perawatan diri
dapat berbicara (disartria) nutrisi : kurang dari
kebutuhan menelan
Kerusakan komunikasi verbal

26
G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat

maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari

tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam

pembentukan thrombus dan embolisasi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan

kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya

tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.

b. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.

c. Jangan memberikan apapun melalui mulut.

d. Pemeriksaan EKG

e. Pemeriksaan rontgen toraks.

f. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia

darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin

Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)

g. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:

1) Kadar alcohol

2) Fungsi hepar

27
3) Analisa gas darah

4) Skrining toksikologi

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut (Doenges dkk, 2010) pemeriksaan diagnostik yang dapat

dilakukan pada penyakit stroke adalah:

a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/

ruptur.

b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan

adanya infark.

c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada

thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack)

atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan

yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik

subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total

meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses

inflamasi.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang

mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan

pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

28
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah

yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna

terdapat pada thrombosis serebral.

I. MANAGEMEN TERAPI

Menurut Sylvia A. Price (2006) :

1. Penatalaksanaan Medis.

a. Farmakoterapi : Agen antihipertensi, antikoagulan (untuk stroke

yang disebabkan thrombus), kortikosteroid untuk mengurangi

edema cerebral, asma aminokaproik (Amicar) untuk perdarahan

subarachnoid.

b. Pembedahan endarterektomi : eksisi tunika intima arteri yang

menebaldan atero matosa ( untuk sumbatan karotis yang di

sebabkan oleh arterosklerosis).

c. EVD (extraventicular drain atau ventriculostomy) merupakan

alat

yang digunakan dalam bedah saraf berfungsi mengurangi tekan

intracrania  yang meningkat ketika aliran CSS disekitar otak

terhambat. Tabung plastik ditempatkan oleh ahli bedah saraf

untuk menglirkan cairan dari ventrikel otak yang akan

menyebabkan dekompresi dan memantau tekanan intracranial.

Tujuan drainage adalah untuk mengalirkan CSS ke ruang lain dan 

untuk menurunkan tekanan intracranial.

d. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.

29
e. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan

embolisasi.

f. Penatalaksanaan Keperawatan.

1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika

muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika

hemodinamika stabil.

2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat,

bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.

3) Tanda-tanda vital diusahakan stabil.

4) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan

hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.

6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction

berlebih yang dapat meningkatkan TIK.

Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika

kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya

dipasang NGT.

J. PROSES KEPERAWATAN

Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu

asuhan keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan

keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari

pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon

biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana

30
tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk

menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada

tujuan rencana perawatan klien dengan stroke non hemoragik.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data

dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta

memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien

serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges

dkk, 2010).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 2010)

adalah :

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa

mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).

Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi

kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat

kesadaran.

b. Sirkulasi

31
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi

postural.

Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/

malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c. Integritas Ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,

dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri

d. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih

Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

e. Makanan/ Cairan

Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,

kehilangan sensasipada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya

riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda : kesulitan menelan, obesitas.

f. Neurosensori

gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang

sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,

gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma

pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah

32
terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan,

kejang.

g. Kenyamanan / Nyeri

Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada

otot

h. Pernapasan

Gejala : merokok

Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,

timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i. Keamanan

Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi

terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,

gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam

menelan, gangguan dalam memutuskan.

j. Interaksi Sosial

Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke,

pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan

perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara

33
mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik

pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi

(Doenges dkk, 2010). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang

akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu

mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,

membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,

merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih

diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan

pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 2010) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan: Interupsi

aliran darah, Gangguan oklusif, hemoragi, Vasospasme serebral

dan Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan: Kerusakan

neuromuskuler, Kelemahan, parestesia, Paralisis spastis dan

Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan: Kerusakan

sirkulasi serebral, Kerusakan neuromuskuler, Kehilangan tonus

otot/ kontrol otot fasial, dan Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan: Perubahan

resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

e. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan

oleh ansietas)

34
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan: Kerusakan

neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan

kontrol/ koordinasi otot, Kerusakan perseptual/ kognitif, Nyeri/

ketidaknyamanan, dan Depresi

g. Gangguan harga diri berhubungan dengan: Perubahan biofisik,

psikososial, perseptual kognitif

h. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan: Kerusakan

neuromuskuler/ perceptual

i. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan

dengan: Kurang pemajanan, Keterbatasan kognitif, kesalahan

interprestasi informasi, kurang mengingat, Tidak mengenal

sumber-sumber informasi

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan

yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan

intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &

Perry, 2010). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan

apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta

mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan

keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan,

penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific

(khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality

35
(nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan

ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk

memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan

Stroke ( Doenges dkk, 2010) adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan oedema serebral.

a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah

b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil

tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

c. Intervensi;

1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma

glascow

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat

kesadaran.

2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang

konstan.

3) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat

meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam

posisi anatomis (netral).

36
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan

drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral

dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan.

2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan

dengan kelemahan.

a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum

b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan

kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,

mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

c. Intervensi :

1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat

memberikan informasi bagi pemulihan

2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia

jaringan.

3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada

semua ekstremitas

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur.

37
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan

dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit

tidak menjadi lebih terganggu.

5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan

resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk

menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan

tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

3. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal

berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan

tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan

keluarga

c. Intervensi;

1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan

indikator dari derajat gangguan serebral

2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

sensorik

38
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda

tersebut

Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

motorik

4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa

isyarat)

Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk

menyampaikan isi pesan yang dimaksud

5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan

terapi.

4. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi

berhubungan dengan stress psikologis.

a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.

b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi

perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.

c. Intervensi;

1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,

tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan

kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap

keseimbangan.

2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

39
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien

suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.

4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan

menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan

membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.

5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan

kalimat yang pendek.

Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam

rentang perhatian atau masalah pemahaman.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari

perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup

melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas

kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan

yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2010). Pelaksanaan

keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan

40
untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan

komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk

memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan

sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah

sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu

klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit,

perawatan dan pengobatan stroke.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan

kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas

ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses

keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien

secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau

memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 2010).

Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari

proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan

seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini

bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada

akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan

telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.

41
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan

pada pasien stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan

tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot bertambah dan dapat

beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan

kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan

aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat

mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat

memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS),


(2013). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: (2013)
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013 Diaskes Minggu 29
Juni 2015.

Breman, A. (2009). Buku ajar praktik keperawatan klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC

Brouns R, & Deyn P. P. (2009). The complexity of neuobiological processes in acute


ischemic stroke. Clin Neurol Neurosurg 111:438-95.

Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : EGC

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). USA: Elsevier.

Carpenito, L. J. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC

Dapertemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2018). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kesehatan.

Doenges, Moorhose, dan Murr. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3th ed). Karisa dan
Sumawarti. (2013) (Alih Bahasa)

Ginsbeng, L. (2008). Lecture Notes Neurologi, Jakarta: penerbit Erlangga

42
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta : CV. Andi.

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta


Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Persyarafan.


Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, S., Johnson, M., Maridean, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). USA: Elsevier.

Potter, P.A & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 3.Edisi : 7.
Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari
Kurnianingsih (Ahli Bahasa). Jakarta : Salemba Medika.

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 vol 2. Jakarta: EGC

Rasyid, A & Soertidewi, L. (2011). Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta :


FKUI

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8.Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, (Edisi 8), (Volume 3), Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Sylvia A. Price and Wilson Lorraine M., (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Edisi 6, Buku II, Jakarta: EGC

Tarihoran, E. (2010). pengaruh posisi miring 30 derajat terhadap kejadian luka tekan
grade I pada pasien stroke di RS Siloam Jakarta. thesis: FKUI

Utoyo, B. (2014). Dekubitus Pada Pasien Stroke dalam Buletin Kesehatan No.1
September 2014. Kebumen: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong (hlm 9-15).

World Health Organization. (2010). The Top 10 Causa of Death.


http://emedicine.medscape.com/article/196662 - overview. (diakses Juli 2020).

World Health Organization. (2015). Riset Cardiovaskulae Diseases World Health


Organization. Geneva Cited July 15th 2014. Avaibble From URL :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_avd/en/accessed on.

WHO. (2010). Diagnose Stroke 2012, Retrived, April 13, 2020, From :
http://www.who.int/Stroke/publications/diagnosis stroke2010/en/index.htm

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic Nic. Jakarta: EGC

43
44

Anda mungkin juga menyukai