Anda di halaman 1dari 27

SISTEM KARDIOVASKULER II

ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT

NERS.SUHAIMI FAUZAN.,M.KEP

DISUSUN OLEH :

TEGUH AYATULLAH I1032141024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler Infark Miokard Akut ini.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas
terstruktur mata kuliah Sistem Kardiovaskuler II Tahun Akademik 2017/2018 di
Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan


dorongan dari pihak-pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.

Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :


1. Bapak Ns. Suhaimi Fauzan, M.Kep. selaku dosen mata kuliah Sistem
Kardiovaskuler II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Tanjungpura,
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2014 dan 2015
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura
3. Pihak yang membantu baik secara langsung maupun tak langsung.

Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan
makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnan
makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan suatu
manfaat bagi kita semua dan memilki nilai ilmu pengetahuan.

Pontianak, 07 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
....................................................................................................................................
i

DAFTAR
ISI
....................................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar
Belakang
........................................................................................................................
1
2. Rumusan
Masalah
........................................................................................................................
2
3. Tujuan
Umum
........................................................................................................................
2
4. Tujuan
Khusus
........................................................................................................................
2

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Definisi
........................................................................................................................
4

ii
2. Klasifikasi
........................................................................................................................
4
3. Etiologi
........................................................................................................................
5
4. Faktor
Resiko
........................................................................................................................
5
5. Patofisiologi
........................................................................................................................
7
6. Manifestasi
Klinis
........................................................................................................................
8
7. Komplikasi
........................................................................................................................
8
8. Pemeriksaan
Penunjang
........................................................................................................................
11
9. Penatalaksanaan
........................................................................................................................
11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
........................................................................................................................
13

iii
2. Pemeriksaan
Fisik
........................................................................................................................
14
3. Diagnosa
Keperawatan
........................................................................................................................
15
4. Intervensi
Keperawatan
........................................................................................................................
15
5. Evaluasi
........................................................................................................................
18

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan
........................................................................................................................
19
2. Penutup
........................................................................................................................
19

DAFTAR
PUSTAKA
....................................................................................................................................
20

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan jenis penyakit yang melibatkan


jantung atau pembuluh darah. Penyakit ini masih merupakan salah satu
penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO), 63% penyebab kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kronis
dengan penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab utamanya.

Masalah atau penyakit jantung seperti juga pada banyak orang lain,
sebenarnya bermacam-macam. Dan yang paling sering mendapat perhatian
adalah penyakit jantung yang merenggut cukup banyak korban meninggal
secara cepat yaitu penyakit jantung koroner (PJK) yang termasuk didalamnya
adalah infark miokard akut (IMA) atau secara awam diistilahkan sebagai
serangan jantung. Infark miokard merupakan nekrosis miokard yang
berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen otot-otot jantung. IMA menempati peringkat pertama sebagai
penyebab kematian di Amerika Serikat. Dilaporkan setiap tahunnya terdapat
sekitar 476.124 kematian yang disebabkan oleh serangan jantung. Pada tahun
1999 diperkirakan 1.100.000 warga Amerika mengalami serangan jantung,
650.000 serangan pertama kali dan 450.000 serangan ulangan. Penduduk
dengan pendidikan rendah ternyata lebih besar angka kejadiannya dikarenakan
ketidakpatuhaannya dalam melakukan pengobatan dan rehabilitasi secara
teratur (Muhammad, 2011). Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit
IMA merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung
sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh
dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di
mana-mana.IMA adalah penyebab kematian nomor dua pada negara
berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO,
2008).

1
Indonesia merupakan negara berkembang dimana prevelansi penyakit
jantung dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama IMA. Di Indonesia
pada tahun 2002, penyakit IMA merupakan penyebab kematian pertama,
dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007 (Data Riskesdas 2007), jumlah
pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah
sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit
jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR)
tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh
gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes,
2009).

Adapun komplikasi yang ditimbulkan dari infark miokard ini antara lain
adalah gagal jantung kongestif, syok kardiogenik, edema paru akut, disfungsi
otot papilaris, defek septum ventrikel, ruptur jantung, aneurisma ventrikel,
tromboembolisme, perikarditis dan aritmia.

Berdasarkan angka kejadian dankegawatan yang dimunculkan oleh


Infark Miokard ini, perawat disini dituntut terutama untuk dapat melakukan
tindakan keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun perawatan
dalam proses penyembuhan penyakit Infark Miokard. Maka disusunlah
makalah ini sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan Infark Miokard, sehingga perawat tahu dan mampu untuk
menerapkannya dalam praktek keperawatan.

2. Rumusan Masalah

2.1. Apa definisi infark miokard?


2.2. Apa saja klasifikasi dari infark miokard?
2.3. Bagaimana etiologi dari infark miokard?
2.4. Bagaimana faktor resiko infark miokard?
2.5. Bagaimana patofisiologi infark miokard?
2.6. Bagaimana manifestasi klinis infark miokard?
2.7. Bagaimana komplikasi dari infark miokard?
2.8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada infark miokard?

2
2.9. Bagaimana penatalaksanaan infark miokard?
2.10. Bagaimana asuhan keperawatan infark miokard?

3. Tujuan Umum

Mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada infark miokard

4. Tujuan Khusus
4.1. Mengetahui definisi infark miokard
4.2. Mengetahui klasifikasi dari infark miokard
4.3. Mengetahui etiologi dari infark miokard
4.4. Mengetahui faktor resiko infark miokard
4.5. Mengetahui patofisiologi infark miokard
4.6. Mengetahui manifestasi klinis infark miokard
4.7. Mengetahui komplikasi dari infark miokard
4.8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada infark miokard
4.9. Mengetahui penatalaksanaan infark miokard
4.10. Mengetahui asuhan keperawatan infark miokard

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi


akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal
terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah
periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobic lenyap,
dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009).

Infark Miokard didefinisikan sebagai nekrosis miokarrdium yang


disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma
pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,
vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang
sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli,
atau vaskulitis (Perki, 2004).

Jadi dapat disimpulkan Infark Miokard adalah kondisi terhentinya


aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang menyebabkan
kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel menjadi mati (nekrosis miokard).

2. Klasifikasi
2.1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah
subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai
akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh
kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. (Rendy &
Margareth, 2012). Infark Miokard Subendokardial mengenai terbatas pada
separuh bagian dalam miokardium (Muttaqin, Arif, 2012).

2.2. Infark Miokard Transmural


Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan
dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang

4
mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di
temukan(Rendy & Margareth, 2012). Infark Miokard Transmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan. Infark ini
mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan miokardium. Oleh karena
fungsi jantung sebagai pemompa, upaya sistolik untuk mengosongkan
ventrikel dapat diturunkan oleh satu segmen dinding miokardium yang
mati dan tak berfungsi. Bila area infark transmural kecil, jaringan nekrotik
mungkin diskinetik. (Muttaqin, Arif, 2012).

3. Etiologi
Penyebab paling umum IM akut adalah penyumbatan total atau sebagian
arteri koroner, biasanya akibat robeknya plak arterosklerosis dan disusul dengan
pembentukan thrombus. Pecahnya plak dapat dipicu oleh kedua faktor internal dan
eksternal (Tazbir & Keresztes, 2005).

Faktor internal termasuk karakteristik plak, seperti ukuran dan volume


lipid dan ketebalan serabut penutup. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh
kondisi pasien seperti stres aktifitas fisik dan emosi berat, gampang marah,
peningkatan ativitas simpatik yang berpengaruh ke peningkatan stress
hemodinamik yang dapat menyebabkan robeknya plak. Kerentanan robeknya plak
sering terjadi pada daerah stenosis kurang dari 70%. Pada saat yang sama aktivitas
simpatik meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung. Aktivitas simpatik
meningkat juga pada keterpaparan suhu dingin dan selama pagi hari. Hal ini dapat
menyebabkan robeknya plak (Tazbir &Keresztes, 2005).

4. Faktor Resiko
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko
aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-
faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol,
dan aktivitas fisik.
4.1. Jenis Kelamin

5
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard
pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark
miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
efek perlindungan estrogen.
4.2. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar
kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL
sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary
Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard
4.3. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga
ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai
dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.
4.4. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. Menurut Ismail (2004),
penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut
prematur di daerah Asia Selatan.
4.5. Obesitas

6
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang
berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di
abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan
diabetes melitus tipe II.

5. Patofisiologi

6. resiko: obesitas,
Faktor Endapan protein di Cedera endotel: interaksi Invasi &
perokok,
7. ras, jenis tunika intima antara fibrin& platelet akumulasi dari
kelamin usia >40tahun proliferasi otot tunika lipid
Penyempitan/Obstruksi arteri media Lesi Komplikata
Aterosklerosis
Flaque fibrosa
koroner

Kebutuhan dan
Penurunan suplai
Infark Miokard
suplai O2 tidak Iskemik
darah ke miokard
seimbang
seimbang
Peningkatan
Penurunan kontraktilitas
metabolisme anaerob
miokard

Kelemahan
miokard M asam laktat

Vol akhir diastolic


Mk: Nyeri akut
ventrikel kiri m
b.d agen cidera
biologis

Tekanan atrium kiri m,


Tekanan vena pulmonalis
7
m

Hipertensi kapiler Pengembangan


Edema paru
paru paru tidak
Mk: Gangguan
pertukaran gas b.d
perubahan membrane
alveolar-kapiler

MK: Penurunan curah jantung b.d


perub kontraktilitas miokard

Mk: Intoleransi
aktivitas b.d
ketidakseimbanga
n suplai dan
kebutuhan O2

(Huda, 2013)

5. Manifestasi Klinis

5.1 Nyeri dada


Nyeri dada pada infark miokard biasanya berlangsung minimal 30
menit. Nyeri atau rasa berat menekan dan bisa disertai keringat dingin atau
rasa takut. Meskipun nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang, kadang
gejala terutama timbul dari epigastrium, yang dapat menyebabkan kesulitan
diagnostik.
5.2 Sesak Napas
Sesak napas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri, mengindikasikan ancaman gagal ventrikel, dan
kadang terjadi sebagai menifestasi satu-satunya infark miokard.
5.3 Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan


dikatakan lebih sering terjadi pada infark inferior. Stimulasi diagfragmatik
pada infark inferior juga dapat menyebabkan cegukan.

5.4 Gejala Lain

8
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).
(Gray, 2003)

6. Komplikasi.

6.1. Disritmia
Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian
setelah IMA. Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan
miokardium yang iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang
rusak juga dapat mengganggu system konduksi, menyebabkan disosiasi
atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT)
kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau
dengan farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat
memicu terjadinya ventrikel disritmia.
6.2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA,
tetapi lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya
antara lain, penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah
jantung, disritmia tak terdeteksi, dan sepsis.
6.3. Gagal jantung dan edema paru
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan
gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22
% klien laki-laki dan 46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung
jawab pada sepertiga kematian setelah IMA.
6.4. Emboli paru
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul
(trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi
pada 10 % hingga 20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut
atau pada periode konvalensi.
6.5. Infark miokardum berulang
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % lakilaki dan 35 % wanita
dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga

9
berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner
oleh atheroma.
6.6. Perikarditis
Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami
pericarditis dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan
bergesekan dengan permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya
cairan pelumas. Gesekan friksi pericardium dapat didengar di area
prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada memburuk dengan gerakan,
inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan mereda dengan duduk
dan condong ke depan.
6.7. Sindrom dressler (perikarditis akut)
Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir
enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen
penyebabnya tidak diketahui, diduga terjadi karena faktor autoimun. Klien
biasanya datang dengan demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri
dadaperikardium, gesekan friksi pericardium, dan kadang kala pleuritis
dengan efusi pleura. Ini merupakan fenomena yang akan sembuh sendiri
dan tidak ada pengobatan yang telah diketahui. Terapi meliputi aspirin,
prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi antikoagulasi dapt
memicu tamponade kordis dan harus dihindari pada klien ini (M.Black,
Joyce, 2014 : 348).

7. Pemeriksaan Penunjang
7.1. Enzim Jantung
Setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel
miokard dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatin fosfokinase (creatine
phosphokinase/CPK) dapat di deteksi 6-8 jam setelah infark miokard dan
memuncak dalam 24 jam serta kembali normal setelah 24 jam selanjutnya.
Isoenzim (CPK-MB) spesifik untuk otot jantung, namun juga dapat
dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung, dan setelah syok yang
melawan aliran langsung. Aspartat amino transferase (AAT), suatu enzim

10
nonspesifik umumnya diperiksa sebagai bagian skrining biokimiawi, dapat
dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada 36 jam, dan kembali normal
setelah 4 hari. Kongesti hati, penyakit hati primer, dan emboli paru dapat
menyebabkan peningkatan AAT. Seperti CPK, AAT juga ditemukan pada
otot skelet. Peningkatan enzim nonspesifik laktat dehidrogenase (LDH)
terjadi pada tahap lanjut infark miokard: peningkatan kadar dapat dideteksi
dalam 24 jam, memuncak dalam 3-6 hari dengan peningkatan yang tetap
dapat dideteksi selama 2 minggu.
7.2.Troponin
Troponin (T&I) merupakan protein regulator yang terletak dalam
aparatus kontraktil miosit. Keduanya merupakaan cedera sel miokard
pertanda spesifik dan dapat diukur dengan alat tes disisi tempat tidur
(bedside). Troponin meningkat pada infark miokard akut dan pada
beberapa pasien resiko tinggi dengan angina tidak stabil bila kadar CPK
tetap normal. Kriteria diagnostik untuk infark miokard akut baru-baru ini
didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin.
7.3.Tes Darah
Perubahan nonspesifik pada tes darah rutin meliputi peningkatan
jumlah sel darah putih setelah 48 jam. Khasnya 10-15.000 terutama sel-sel
polimorfik, dan peningkatan LED serta protein reaktif-C (CRP) yang
memuncak dalam 4 hari dengan puncak kedua sebagai gambaran sindrom
Dressler. Hiperglikemis ringan sebagai akibat dari intoleransi karbohidrat
dapat berlangsung selama beberapa minggu. Pelepasan katekolamin, tirah
baring, dan perubahan diet mempengaruhi perkiraan kadar lipid sehingga
harus ditunda selama 4-6 minggu.
7.4.Elektrokardiografi
EKG memiliki tingkat akurasi prediktif positif sekitar 80%, maka
EKG normal tidak menyingkirkan diagnosis infark. EKG serial bernilai
dalam dokumentasi evolusi gangguan elektrik. Perubahan EKG
berlangsung dalam susunan yang jelas. Repolarisasi inkomplet miokard
yang rusak menyebabkan elevasi segmen S-T pada daerah yang
mengalami infark. Pada EKG pasien segera setelah infark, gelombang T

11
yang tinggi dan simetris dapat terlihat terbalik ketika segmen S-T
mengalami elevasi. Depresi segmen S-T respiprokal didapatkan pada lead
yang berlawanan dengan infark. Segmen S-T kembali ke garis isoelektrik
dalam beberapa hari tergantung pada besar infark, diikuti oleh terbaliknya
gelombang T yang bisa tetap selamanya. Kemudian gelombang Q
patologis, didefinisikan sebagai gelombang Q dengan durasi >30mdet dan
amplitudo >25%. Gelombang R timbul pada daerah infark. Gelombang S
tidak didapatkan pada kardiomiopati dan hipertrofi ventrikel.
7.5.Ekokardiografi

Abnormalitas gerakan dinding regional, penurunan pemendekan


fraksional dan fraksi ejeksi, trombus mural, cairan perikardial, dan
abnormalitas fungsi katup dapat dideteksi dengan ekokardiografi potongan
melintang.

7.6.Skintigrafi Radionuklida
Untuk penilaian semikuantitatif ukuran infark namun tidak
digunakan sebagai pemeriksaan rutin.
7.7.Arteriografi Koroner
Arteriografi koroner darurat kadang diperlukan bile ada keraguan
mengenai diagnosis pasien dengan gejala tipikal tanpa ada perubahan EKG
yang khaas. Biasanya dilakukan pada pasien yang menjalani PTCA primer
atau pemasangan stent. (Gray, 2003).

8. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan
cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%)
yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis,
ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia
berulang dan kematian mendadak.

Untuk sakit diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang


efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat
ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus
bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-

12
lahan. Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus
tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker
dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal IV.
Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada
kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark (1,4,7,12) Nitrat baik
sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari
pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya
adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.
Istirahat, pemberian 02,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang
infus untuk siap gawat. Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang
harus dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior
yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan
penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang
dimodifikasikan. Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal
agar diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh
darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal. Bila ada
komplikasi pada IMA dicoba untuk mengklasifikasi penderita ini dalam subset
klinik dan hemodinamik (Forrester) untuk pengobatannya.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1.1. Anamnesa
a. Identitas
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku,
agama, nomor register, pendidikan, pekerjaan yang berhubungan
dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan.
Identitas tersebut digunakan untuk membedakan antara pasien yang
satu dengan yang lain dan untuk mementukan resiko penyakit jantung
koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita lebih dari 50
tahun.
b. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada
substernal, yang rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus
menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum
sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri
miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian
dada yang dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi
lengan kiri, rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan
lemah dan pusing.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah
mempunyai riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi
hilangnya sel endotel vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri
oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah.

14
Hipersenti yang sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan
pada arteri renalis dan hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan
lesi arteri oleh arteroma dan memberikan komplikasi trombo emboli.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus,
peningkatan kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko
diturunkan secara genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya.
f. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering
muncul pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang
dirasakan oelh klien. Peubhan psikologis tersebut juga muncul akibat
kurangnya pengetahuan terhadap penyebab, proses dan penanganan
penyakit infark miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang
kooperatif dengan perawat.

2. Pemeriksaan Fisik

2.1. Tampilan Umum :


a. Pucat, berkeringat dingin, geisha, stress, mual, dan muntah karena
aktivitas berlebih simpatis
b. Takipnu dan sesak napas
c. Demam kurang dari 38oC
d. Awal infrak miokard, JVP normal atau sedikit tinggi dan dapat
meningkat sekali pada infark ventrikel kanan
2.2. Nadi dan Tekanan Darah :
a. Biasanya sinus takikardia (100-120/menit)
b. Denyut nadi bisa melambat kecuali bila terdapat syok kardiogenik
yang mengancam
c. Denyut jantung rendah/brankikardia merupakan komplikasi infark
d. Brankikardi merupakan tanda infark inferior yang disebabkan karena
hipertensi parasimpatis. Takikardi merupakan tanda infrak anterior
yang disebabkan karena hipertensi simpatis
e. Peningkatan TD disebabkan oleh pelepasan katekolamin

15
f. Hipotensi akibat aktivitas berlebih vagus, dehidrasi, infrak ventrikel
kanan, tanda syok kardiogenik
g. TD menurun beberapa jam/hari dan kembali ke keadaan normal dalam
2/3 minggu, tetapi dapat menurun sampai terjadi hpotensi berat atau
renjatan kardiogenik. Dapat pul hipertensi transien Karen sakit dada
yang hebat

2.3. Pemeriksaan Jantung :


a. Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; BJ III
ditemui bila gagal jantung
b. Terdengar bunyi gallop S3 dan S4
c. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3 dan/atau split terbalik
S2
d. Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh
regurgitasi mitral akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder
karena dilatasi ventrikel kiri
e. Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular
terdengar di linea sternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh
muskulus papilaris
f. Gesekan friksi perikard jarang hingga hari kedua atau ketiga atau lebih
lama
g. Pulsasi apeks sulit diraba
h. Palpasi prekardium menunjukan area yang diskinesia pada pasien
infark anterior luas berlanjut
2.4. Pemeriksaan Paru :
a. Ronki akhir pernapasan dapat terdengar meski tidak terlihat edema
paru pada radiografi
b. Edema paru sebagai komplikasi infark luas (biasanya anterior)
c. Krepitasi (suara gemertak) terdengar dan suara meluas pada edema
paru

16
3. Diagnosa Keperawatan

3.1. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardium


3.2. Nyeri Akut b.d agen cedera biologis
3.3. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler
paru
3.4. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

4. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan Curah Kriteria Hasil: NIC
Jantung b.d perubahan Tanda vital dalam Evaluasi adanya nyeri
kontraktilitas rentang normal (TD, dada (intensitas,
miokardium nadi, respirasi) lokasi, durasi)
Dapat mentoleransi Catat adanya
aktivitas, tidak ada disritmia jantung
kelelahan Catat adanya tanda
Tidak ada edema paru, dari gejala penurunan
perifer, dan tidak ada cardiac output
asites Monitor status
Tidak ada penurunan pernapasan yang
kesadaran menandakan gagal
jantung
Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
Monitor balance
cairan
Monitor adanya
perubahan TD
Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan
antiaritmia
Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
Monitor toleransi
aktivitas pasien
Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
takipneu, dan
orthopneu
Anjurkan untuk
menurunkan stress

17
Monitor TTV klien
2. Nyeri Akut b.d agen Kriteria Hasil:
cedera biologis Mampu mengontrol Lakukan pengkajian
nyeri (tahu penyebab nyeri secara
nyeri, mampu komprehensif
menggunakan tekhnik termasuk lokasi,
nonfarmakologi untuk karateristik, durasi,
mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas
mencari bantuan) dan faktor prepitasi
Melaporkan bahwa Observasi reaksi non
nyeri berkurang verbal dari
dengan manajemen ketidaknyamanan
nyeri Gunakan teknik
Mampu mengenali komunikasi
nyeri (skala, intensitas, terapeutik untuk
frekuensi dan tanda mengetahui
nyeri) pengalaman nyeri
Menyatakan rasa pasien
nyaman setelah nyeri Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi
respon nyeri
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
Berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
3. Gangguan Pertukaran Kriteria Hasil: NIC
Gas b.d perubahan Mendemonstrasikan Posisikan pasien
membrane alveolar peningkatan ventilasi untuk
kapiler dan oksigenasi yang memaksimalkan
adekuat ventilasi
Memelihara
kebersihan paru-paru

18
dan bebas dari tanda- Auskultasi suara
tanda distress napas, catat adanya
pernapasan suara tambahan
Mendemonstrasikan Atur intake untuk
batuk efektif dan suara cairan
napas yang bersih, mengoptimalkan
tidak ada sianosis dan keseimbangan
dyspneu (mampu Monitor repsirasi dan
mengeluarkan sputum, status O
mampu bernapas Monitor rata-rata,
dengan mudah, tidak kedalaman, irama dan
pursed lips) usaha respirasi
Tanda-tanda vital Catat pergerakan
dalam rentang normal dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara napas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas:
bradipnea, takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
Beri O2 bila perlu
4. Intoleransi aktivitas b.d Kriteria Hasil: NIC
ketidakseimbangan Berpartisipasi dalam Bantu klien
suplai dan kebutuhan aktivitas fisk tanpa mengidentifikasi
O2 disertai peningkatan aktivitas yang mampu
TD, Nadi, dan RR dilakukan
Mampu melakukan Bantu untuk memilih
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten
secara mandiri yang sesuai dengan
TTV dalam keadaan kemampuan fisik,
normal psikologi dan sosial
Bantu klien dan
keluarga

19
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
yang positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi dari dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual

5. Evaluasi

Menurut (Doengoes, 2000) evaluasi adalah tingkatan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan,rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat
diatasi. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah
dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah baru. Evaluasi yang dilakukanadalah evaluasi proses dan evaluasi
hasil.

20
BAB IV

PENUTUP
1. Kesimpulan
Infark Miokard adalah kondisi terhentinya aliran darah dari arteri
koroner pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen
(iskemia) lalu sel-sel menjadi mati (nekrosis miokard). Infark miokard
diklasifikasikan menjadi infark miokard subendokardial dan infark miokard
transmural. Penyebab paling umum IM akut adalah penyumbatan total atau
sebagian arteri koroner, biasanya akibat robeknya plak arterosklerosis dan
disusul dengan pembentukan thrombus. Pecahnya plak dapat dipicu oleh kedua
faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya infark miokard adalah jenis kelamin, obesitas, merokok,
hiperlipidemia, dan hipertensi. Gejala yang dapat timbul adalah nyeri dada,
sesak nafas, gejala gastrointenstinal serta gejala lain seperti pusing, palpitasi
dan sinkop. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu gagal jantung, emboli paru,
pericarditis, syok kardiogenik, disritmia dll. Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan enzim jantung, ekokardiografi, troponin dll. Diagnosa yang dapat
timbul adalah penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan pertukaran gas
serta intoleransi aktivitas.

2. Saran

Diharapkan makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat


kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i ilmu keperawatan dan
perawat mengenai infark miokard sehinggadapat digunakan sebagai acuan
dalam membuat asuhan keperawatan pada pasien infark miokard dan dapat
diaplikasikan dalam praktik bila menghadapi kasus infark miokard akut.

21
DAFTAR PUSTAKA
A.Price Sylvia. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC: Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Gray, Huon H., dkk. 2003. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai