Oleh:
M. Yahya Syarifudin G4A018015
Nana Nurdahlia M. G1A015013
Pembimbing Fakultas:
dr. Diah Krisnansari MSi
Pembimbing Puskesmas:
dr. Haryo Saloka WN
2020
i
EMBAR PENGESAHAN
Oleh:
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................
D. Manfaat...............................................................................................................
II ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum...............................................................................................
1 Keadaan Geografis.........................................................................................
2 Keadaan Demografis......................................................................................
B. Situasi Derajat Kesehatan...................................................................................
C. Status Gizi.........................................................................................................
III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan.........................................................................
B. Penentuan Prioritas Masalah...............................................................................
IV TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori...................................................................................................
B. Kerangka Teori...................................................................................................
C. Kerangka Konsep................................................................................................
V METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.........................................................................................
B. Populasi dan Sampel...........................................................................................
C. Variabel Penelitian..............................................................................................
D. Definisi Operasional...........................................................................................
E. Pengumpulan Data..............................................................................................
F. Analisa Data........................................................................................................
G. Waktu dan Tempat..............................................................................................
ii
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
A Hasil.....................................................................................................................
B Pembahasan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................76
LAMPIRAN........................................................................................................79
iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai
abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam
mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan,
meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc
Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang
disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). Ketidakmampuan jantung
dalam memompa darah ke seluruh tubuh ditandai dengan tungkai bengkak, saat
beraktivitas dan tidur tanpa bantal terjadi sesak nafas, pernah atau belum
pernah didiagnosis menderita gagal jantung oleh dokter tetapi mengalami
gejala atau riwayat tersebut maka didefinisikan sebagai penyakit gagal jantung
(Riskesdas, 2013).
Gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang sangat
cepat peningkatannya (Lavine & Schilling, 2014). Di negara industri dan
negara – negara berkembang, prevalensi penyakit gagal jantung meningkat
sesuai dengan meningkatnya usia harapan hidup dan sebagai penyakit utama
penyebab kematian (Bararah & Jauhar, 2013). Pasien gagal jantung kongestif
dapat menurunkan kualitas hidup seseorang serta mempengaruhi bidang
ekonomi dan kesehatan (Ramani et al., 2010). Gagal jantung secara signifikan
menurunkan kualitas hidup terkait kesehatan terutama di bidang fungsi fisik
dan vitalitas. Kurangnya peningkatan kualitas hidup terkait kesehatan setelah
pulang dari rumah sakit adalah prediktor utama dari rehospitalisasi dan
mortalitas (Yancy et al., 2013).
Sekitar 23 juta seluruh penduduk dunia mengalami gagal jantung dan
diperkirakan prevalensi akan terus meningkat hingga 46% pada tahun 2030
yaitu mencapai 8 juta kasus (Mozaffarian et al., 2015). Tercatat lebih kurang
2.300 jiwa meninggal setiap harinya disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Atau dapat dikatakan terdapat satu kematian setiap 38 detik di seluruh dunia
akibat penyakit kardiovaskular. Penyakit jantung koroner dan gagal jantung
1
berkontribusi paling besar terhadap meningkatnya angka kematian akibat
penyakit kardiovaskular (American Heart Association, 2018). Setiap satu dari
sepuluh pasien yang mengalami penyakit jantung koroner seperti sindrom
koroner akut, kemudian berkembang menjadi kondisi gagal jantung.
Selanjutnya dijelaskan pasien gagal jantung yang datang dengan keluhan
sindrom koroner akut memiliki morbiditas dan mortalitas 10 kali lebih tinggi
(American Heart Association, 2018).
Di Indonesia kematian akibat penyakit gagal jantung berdasarkan Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011 menempati peringkat ke 3 setelah
stroke haemoragik dan stroke non haemoragik. Dari 10 besar kematian
penyakit tidak menular di rawat inap rumah sakit seluruh Indonesia menjadikan
penyakit gagal jantung sebagai prioritas pertama program pengendalian di
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan
(Pusdatin Kemenkes, 2012). Prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara
oleh dokter di Indonesia diperkirakan sebesar 229.696 orang, sedangkan yang
terdiagnosis oleh dokter sebesar 530.068 orang. Prevalensi gagal jantung
berdasarkan wawancara oleh dokter di Jawa Tengah sebesar 0,18 % atau
diperkirakan sekitar 43.361 orang, sedangkan yang terdiagnosis oleh dokter
sebesar 0,3 % atau diperkirakan sekitar 72.268 orang (Riskedas, 2013).
Beberapa faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah diantaranya
seperti kebiasaan makan makanan asin, kurang sayur dan buah, kurang
aktivitas fisik, perokok setiap hari, dan konsumsi alkohol (Depkes RI, 2009).
Beberapa faktor risiko tersebut dapat menyebabkan hipertensi yang merupakan
salah satu faktor resiko gagal jantung kongestif yang dapat dimodifikasi.
Terapi hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengurangi resiko gagal
jantung sekitar 50% (Koelling, et al., 2005). Hal tersebut menjadikan strategi
pengendalian hipertensi salah satu bagian terpenting dari beberapa upaya
kesehatan masyarakat untuk mencegah gagal jantung (Yancy, et al., 2013).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas I Wangon pada bulan
November 2019-Januari 2020, CHF merupakan salah satu penyakit yang
masuk dalam 10 penyakit terbesar di Puskesmas I Wangon, CHF menempati
urutan ke 10 dengan jumlah kasus 329. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
2
dilakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pengendalian
faktor risiko CHF untuk mencegah kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana analisis kesehatan komunitas terkait faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya CHF?
2. Apakah terdapat hubungan antara faktor-faktor risiko CHF terhadap
kejadian Congestive Heart Failure?
3. Apakah alternatif pemecahan masalah dari factor risiko CHF?
4. Apakah tatalaksana terhadap penyebab masalah dari faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya CHF?
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health
Analysis) mengenai faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit CHF di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten
Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit
CHF di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah dari faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya penyakit CHF di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon.
c. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah dari faktor
risiko yang mempengaruhi yang mempengaruhi terjadinya
penyakit CHF di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
3
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
b. Bagi Masyarakat Desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan
rehabilitatif) kepada masyarakat yang ada di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon khususnya berkaitan dengan pengendalian
penyakit CHF.
c. Bagi Instansi Terkait
Membantu memberikan bahan pertimbangan menentukan kebijakan
yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah, terutama
program pengelolaan penyakit kronis.
d. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam penelitian selanjutnya.
4
II. ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas Wangon I adalah salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 39 km2. Wilayah kerja
Puskesmas Wangon I terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memiliki
wilayah paling luas yaitu Rawaheng dengan luas 10,4 km2, dan yang
tersempit adalah Banteran dengan luas 2,0 km2.
5
f. Lain-lain : 241,00 Ha
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
2019
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Wangon Klapagading Klapagading Banteran Rawaheng Pengadegan Randegan
Kulon
6
b. KepadatanPenduduk
2019
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Wangon Klapagading Klapagading Kulon Banteran Rawaheng Pengadegan Randegan
7
7000
5939 6049
6000
5411
5000
3979
4000
3496
3176 3029
3000
2000
1000
0
Wangon Klapagading Klapagading Banteran Randegan Rawaheng Pengadegan
Kulon
8
d. Kelompok Usia
75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5 -9
0 -4
-3,000 -2,000 -1,000 0 1,000 2,000 3,000
Gambar 2.5 Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis
Kelamin tahun 2019
Berdasarkan Gambar 2.5 grafik piramida termasuk jenis
ekspansive, jumlah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan
tingkat kelahiran yang meningkat setiap tahunnya. Pada Tahun 2019
Kelompok usia 10-14 tahun merupakan kategori dengan jumlah
penduduk terbanyak sebesar 2571 jiwa laki-laki dan Kelompok usia 35-
39 tahun merupakan kategori dengan jumlah penduduk terbanyak
sebesar 2451 jiwa perempuan.
A. Situasi Derajat Kesehatan
Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Wangon I pada tahun 2019 terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan. Indikator yang disajikan yaitu situasi angka kematian
(mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan status gizi
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
9
dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian kematian
juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka
kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei
dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang
terjadi pada periode tahun 2019 akan diuraikan di bawah ini
a. Jumlah Kasus Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12
bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB
dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat
berkaitan dengan faktor penyebab, pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB serta kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi.
16
14
14
13
12
10
8
8
AKB
0
2017 2018 2019
10
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 AKI
0.4
0.3
0.2
0.1
0 0 0
0
2017 2018 2019
11
120
100
100
80
60 53.66
40 32.7
20
0
2017 2018 2019
Angka Kesembuhan TB
100
80
Cakupan penemuan pneumonia
60 dan ditangani
40
20
0
2017 2018 2019
b. Penyakit HIV/AIDS
12
Prevalensi HIV
9
0
2017 2018 2019
56
54
52
50
48
2017 2018 2019
Gambar 2.11 Angka Kasus Diare yang Ditangani pada semua umur di
Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
13
semua umur di wilayah kerja Puskesmas Wangon I mengalami
peningkatan di tahun 2019 yaitu 64.8% dibandingkan tahun 2018 yaitu
54.5%.
d. Penyakit Kusta
Angka Kasus Kusta
4.5
3.5
1.5
0.5
0
2017 2018 2019
e. Hepatitis B
Angka Kasus Hepatitis B
14
12
10
0
2017 2018 2019
f. DBD
14
70
60
50
40
30
20
10
0
2017 2018 2019
0.8
Kasus malaria
0.6
0.4
0.2
0
2017 2018 2019
15
Pemeriksaan leher rahim dan payudara
1.6
1.4
1.2
1
Pemeriksaan leher rahim dan
0.8 payudara
0.6
0.4
0.2
0
2017 2018 2019
12
10
0
2017 2018 2019
16
Kasus Balita Bawah Garis Merah
8
5
Kasus Balita Bawah Garis Merah
4
0
2017 2018 2019
Gambar 2.18 Angka Kasus Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 2.18 Angka Kasus Balita Bawah Garis Merah di
Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019 sebesar 6,9% meningkat
dari tahun sebelumnya di Tahun 2018 yaitu 0,76%.
2. Angka Balita Gizi Buruk
Kasus Balita Gizi Buruk
6
0
2017 2018 2019
Gambar 2.19 Angka Kasus Balita Gizi Buruk yang ditemukan di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 2.19 Angka Kasus Balita Gizi Buruk yang
ditemukan di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019 sebesar
5,5% balita meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 2% balita di
tahun 2018.
17
Cakupan Asi Eksklusif
90
80
70
60
40
30
20
10
0
2017 2018 2019
5 Kasus BBLR
0
2017 2018 2019
18
No Penyakit JUMLAH KASUS
1 ISPA 1662
2 Dyspepsia 929
3 Myalgia 815
4 Dermatitis kontak alergi 737
5 Faringitis akut 621
6 Demam, unspesified 572
7 Headache 463
8 Hipertensi 417
9 DM Tipe 2 387
10 Congestive Heart Failure 329
Jumlah 6.932
19
3 Myalgia 815
4 Dermatitis kontak alergi 737
5 Faringitis akut 621
6 Demam, unspesified 572
7 Headache 463
8 Hipertensi 417
9 DM Tipe 2 387
10 Congestive Heart 329
Failure
Jumlah 6.932
20
3 Myalgia 815 1,29 6
4 Dermatitis kontak 737 1,17 6
alergi
5 Faringitis akut 621 0,98 4
6 Demam, unspecified 572 0,90 4
7 Headache 463 0,73 4
8 Hipertensi 417 0,66 4
9 DM Tipe 2 387 0,61 4
10 Congestive heart 329 0,52 4
failure
b. Keparahan (Severity)
Memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.
Skor :
2 = Tidak gawat (None)
4 = Kurang gawat (Minimal)
6 = Cukup gawat (Moderate)
8 = Gawat (Severe)
21
10 = Sangat gawat (Very Severe)
c. Ekonomi (Cost)
Besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Skor :
2 = Sangat murah (No cost)
4 = Murah (Minimal cost)
6 = Cukup mahal (Moderate cost)
8 = Mahal (Costly)
10 = Sangat mahal (Very costly)
22
Ketersediaan Solusi Skor
Sangat efektif ( 80-100%) 9-10
Relatif efektif (60-80%) 7-8
Efektif (40-60 %) 5-6
Cukup efektif(20-40%) 3-4
Relatif tidak efektif (5-20%) 1-2
Sangat tidak efektif (<5%) 0
1 ISPA 4
2 Dyspepsia 6
3 Myalgia 4
4 Dermatitis kontak alergi 6
5 Faringitis akut 6
6 Demam, unspecified 6
7 Headache 2
8 Hipertensi 6
9 DM Tipe 2 6
10 Congestive heart failure 6
23
R (Resources) : Adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
24
5. Penetapan Nilai
Tabel 3.8 Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)
No. Permasalahan A B C NPD D NPT Prioritas
Penyakit
1 ISPA 6 5,33 4 45,2 1 45,2 8
2 Dyspepsia 6 4 6 60 1 60 5
3 Myalgia 6 2,67 4 34 1 34 9
4 Dermatitis 6 4 6 60 1 60 4
kontak alergi
5 Faringitis akut 4 5,33 6 55,98 1 60 6
6 Demam, 4 4 6 48 1 48 7
unspesified
7 Headache 4 2,67 2 13,34 1 13,3 10
8 Hipertensi 4 8,67 6 76,02 1 75,6 1
9 DM Tipe 2 4 7,33 6 67,98 1 63,6 3
10 Congestive heart 4 7,33 6 67,98 1 63,6 2
failure
25
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi CHF
CHF/ Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
CHF/ Gagal jantung merupakan sindrom kompleks dengan tampilan gejala
khas: sesak saat istirahat atau saat aktivitas, kelelahan, serta tanda retensi
cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki, tanda khas:
takikardi, takipnea, ronki, efusi pleura, peningkatan JVP, edema perifer,
hepatomegali serta bukti objektif kelainan struktural atau fungsional jantung
saat istirahat: kardiomegali, bunyi jantung 3, murmur, kelainan pada
ekokardiografi, peningkatan natriuretic peptide. Pada gagal jantung, jantung
tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh (Dickstein, et al., 2008).
B. Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung pada seluruh populasi berkisar antara 2 sampai
30% dan yang asimtomatik sebesar 4% dari seluruh populasi. Angka ini
cenderung mengikuti pola eksponensial seiring usia, sehingga pada orang tua
(70-80 tahun) menjadi 10-20% (Depkes RI, 2009). Meskipun insidens relatif
gagal jantung lebih rendah pada perempuan, perempuan berkontribusi pada
setidaknya setengah kasus gagal jantung karena angka harapan hidup mereka
lebih tinggi. Di Amerika, prevalensi gagal jantung pada usia 50 tahun ialah
sebesar 1%, pada usia 80 tahun mencapai 7,5%. Di Inggris, prevalensi gagal
jantung pada usia 60-70 tahun sebesar 5% dan mencapai 20% pada usia 80
tahun, situasi yang sama terjadi di Italia dan Portugal. Di Cina, prevalensi
gagal jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar 0,9% (Wang, 2006).
Diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung muncul setiap
tahunnya di seluruh dunia. Saat ini 50% penderita gagal jantung akan
26
meninggal dalam waktu 5 tahun sejak diagnosis ditegakan (Kasper, et al.,
2005).
C. Etiologi CHF
CHF / Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara
epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung,
di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak. Penyebab dari gagal jantung sendiri diakibatkan oleh
penyakit-penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi jantung seperti
inflamasi katup, hipertensi dan DM dan penyakit kronis lainnya. Kelainan
katup, hipertensi dan alkohol merupakan beberapa penyebab yang sering
menyebabkan terjadinya gagal jantung (Gardner et al., 2014).
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung
pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat
aritmia (tersering atrial fibrilasi) (Barman & Djamel, 2014; Lee, 2005).
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Meningkatnya kecepatan kerja jantung dan peningkatan afterload,
menyebabkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas
jantung, yang akhirnya menyebabkan gagal jantung (Messerli et al, 2017).
Kerusakan otot jantung dapat terjadi akibat dari efek toksik dari alkohol
yang menyebabkan terjadinya hipertensi yang diinduksi oleh apoptosis.
27
Defisiensi nutrisi bersama, atau, jarang, aditif beracun untuk minuman
beralkohol. Perempuan lebih banyak mengelami kardiomiopati akibat alkohol
pada dosis alkohol seumur hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan
laki- laki. Alkohol dapat menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal
jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin (Goncalves et al, 2014).
D. Faktor Risiko CHF
1. Faktor Risiko yang tidak dapat Diubah
Menurut Nurhayati dan Nuraini 2010, faktor risiko CHF yang tidak
dapat dirubah adalah sebagai berikut:
1. Genetik
Faktor genetik memiliki peranan bermakna dalam patogenesis
penyakit jantung serta pertimbangannya penting dalam diagnosis,
penatalaksanaan dan pencegahan penyakit jantung. Beberapa
penelitian tentang genetika mengatakan bahwa riwayat keluarga yang
adekuat penting untuk menilai kemungkinan peranan hereditas dalam
penyakit jantung.
2. Jenis kelamin
Menurut beberapa penelitian, angka kematian gagal jantung lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan angka kematian wanita
karena tingkat estrogen pada wanita dapat melindungi dari penyakit
jantung. Tingginya angka penderita penyakit jantung pada kaum laki-
laki dapat dihubungkan dengan kebiasaan merokok, minum minuman
keras serta aktivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi seiring
perkembangan zaman, penyakit jantung juga dapat menjadi penyebab
kematian nomor satu pada wanita, hal tersebut berhubungan dengan
gaya hidup wanita yang semakin lama hampir sama dengan laki-laki.
Pada masa reproduksi, kemungkinan wanita terkena gagal jantung
kongestif jauh lebih kecil dibandingkan laki-laki, namun saat
memasuki masa menopause, risiko dapat menyamai laki-laki.
3. Usia
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan, usia yang rentan
28
terhadap terjadinya penyakit jantung yaitu usia antara 30-90 tahun
dengan kelompok terbanyak pada usia sekitar 60-70 tahun. Seiring
dengan bertambahnya usia, seseorang lebih berisiko mengalami
penyakit gagal jantung karena semakin bertambahnya usia maka akan
terjadi penurunan fungsi jantung. Proses penuaan juga menyebabkan
peningkatan proses aterosklerosis pada pembuluh darah yang
menyebabkan terganggunya aliran darah ke jantung sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan
suplai oksigen.
29
juga mengandung reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan
terjadinya nekrosis padasel endotel pembuluh darah. Molekul adhesi
yang teraktivasi pada pembuluh darah mempermudah penempelan
lipid yang telah teroksidasi oleh ROS pada pembuluh darah koroner.
Makrofag yang teraktivasi juga berperan dalam mencerna lipid
teroksidasi yang beredar bebas dalam pembuluh darah kedalam
lapisan endotel yang menyebabkan menebalnya dinding endotel dan
menyempitnya lumen pembuluh darah.
3. Obesitas
Obesitas merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung dan dan
pembuluh darah. Obesitas menyebabkan peningkatan beban kerja
jantung karena dengan bertambahnya besar tubuh seseorang makan
jantung harus bekerja lebih keras memomppakan darah ke seluruh
jaringan tubuh.
4. Riwayat Diabetes Melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus, pasien dapat mengalami
kekurangan insulin dalam tubuhnya. Hal tersebut menyebabkan lemak
di dalam tubuh sulit dihancurkan sewaktu metabolisme tubuh
berlangsung. Akibatnya, saluran darah menjadi lebih sempit dan
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke jantung. Kadar glukosa
yang tinggi dapat menyebabkan glukotoksisitas. Glukotoksisitas dapat
menyebabkan peningkatan Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(RAAS) sehingga akan meningkatkan risiko kejadian hipertensi.
Hipertensi yang disertai peningkatan stres oksidatif dan aktivitas
spesies oksigen radikal akan memediasi kerusakan pembuluh darah
akibat aktivasi angiotensin II sehingga memperberat disfungsi
endotel..
5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang cukup menyebabkan peningkatan aliran darah
dan mendorong peningkatan produksi nitrit oksida yang menyebabkan
relaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Peningkatan kadar nitrit
oksida dapat merangsang perbaikan pada fungsi endotel pembuluh
30
darah dan mencegah aterosklerosis. Apabila aktivitas fisik jarang
dilakukan, maka risiko terjadinya aterosklerosis menjadi lebih besar.
6. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan peningkatan pada beban jantung. Pada
hipertensi, jantung seolah dipaksa untuk memompa darah dengan
sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam arteri akibat
peningkatan resistensi perifer. Semakin lama beban jantung
meningkat, otot jantung akan mengalami penebalan. Penebalan dan
dan pembesaran pada jantung menyebabkan irama jantung menjadi
kaku sehingga irama denyut tidak teratur.
7. Stres
Stres psikologi terbagi menjadi 2, yaitu akut dan kronis. Stres
psikologi akut disebabkan oleh stres emosi jangka pendek dan
kemarahan yang intens. Stres psikologi kronis disebabkan oleh status
sosioekonomi rendah, stres pekerjaan, tarikan kronis, isolasi sosial,
tekanan, kecemasan serta permusuhan. Stres yang terjadi terus-
menerus dapat merangsang sistem kardiovaskular dengan
dilepaskannya katekolamin yang meningkatkan kecepatan denyut
jantung dan menimbulkan vasokontriksi. Stres juga dapat memicu
pelepasan faktor Van Willebrand dan fibrinogen sehingga menjadi
faktor predisposisi timbulnya aterosklerotik yang jika berlangsung
lama maka bisa menyebabkan gagal jantung.
8. Akses Pelayanan Kesehatan
Kemudahan akses ke Puskesmas sebagai salah satu bentuk
pelayanan kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor,
antara lain jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana
kesehatan, serta status sosial ekonomi dan budaya. Akses yang
sulit menuju puskesmas menyebabkan pasien malas untuk
berobat ke puskesmas sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang dideritanya semakin parah. Pasien cenderung memilih
pelayanan pengobatan yang termudah seperti pergi ke
pengobatan alternatif.
31
E. Klasifikasi CHF
Klasifikasi berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA)
(Dickstein, et al., 2008) :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko
tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta
tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung tersebut.
Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi pada
pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, atau
pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila
ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada
umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi
sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi
kerusakan. Gejala yang timbul 12 dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak
dapat melakukan aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan
penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan
pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara
ketat
32
1. Kelas I Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
33
ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan
penyakit Paget.
3. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara
tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah
jantung yang turun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronis adalah pada
kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi
perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik
4. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas
dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya
melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer /
sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali dan distensi
vena jugularis.
F. Patomekanisme CHF
34
kardiopulmoner. Reseptor ini berfungsi menurunkan tekanan darah. Di
sisi lain terjadi peningkatan eksitasi kemoreseptor perifer nonbarorefleks
dan metaboreseptor otot., akibatnya meningkatkan tonus simpatis dan
pengurangan tonus parasimpatis dengan hasil akhir penurunan denyut
jantung dan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Karena tonus
simpatis meningkat, akan terjadi peningkatan kadar norepinefrin,
neurotransmiter adrenergik yang poten, di sirkulasi seiring berkurangnya
ambilan kembali norepinefrin dari ujung saraf. Meskipun demikian, pada
gagal jantung stadium lanjut akan terjadi penurunan norepinefrin
miokard karena mekanisme yang masih belum diketahui (Mann, 2007).
Peningkatan aktivasi reseptor simpatis β-adrenergik meningkatkan
denyut jantung dan kekuatan kontraksi miokard yang berakibat
peningkatan curah jantung. Peningkatan aktivitas ini menyebabkan
stimulasi reseptor α-adrenergik miokard yang menyebabkan inotropik
positif dan vasokonstriksi arteri perifer. Meskipun norepinefrin
meningkatkan kontraksi dan relaksasi serta mempertahankan tekanan
darah, hal ini justru menyebabkan kebutuhan energi miokard akan
bertambah sehingga memperburuk iskemi saat distribusi oksigen
terbatas. Penambahan arus adrenergik dari sistem saraf pusat akan
menyebabkan ventricular tachycardia atau sudden cardiac death (Mann,
2007).
Di sisi lain, peningkatan tonus simpatis renal menyebabkan
vasokonstriksi sehingga aliran darah ginjal berkurang, seiring dengan
peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubular ginjal. Selain itu,
terjadi pula pelepasan arginin vasopressin (AVP) dari hipofisis posterior
untuk mengurangi ekskresi air yang akan memperburuk vasokonstriksi
perifer. Angiotensin II juga menstimulasi pusat haus di otak dan
menyebabkan pelepasan AVP dan aldosteron, yang keduanya
menyebabkan disregulasi homeostasis garam dan air (Mann, 2007).
Pada pasien gagal jantung, terjadi pula peningkatan PGE2 dan PGI2,
serta pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan Brain Natriuretic
Peptide (BNP). Dalam kondisi fisiologis, keduanya dilepaskan saat
35
terjadi regangan miokard dan peningkatan asupan natrium. Setelah
dilepas, keduanya berperan meningkatkan ekskresi air dan garam serta
menghambat pelepasan renin-aldosteron, atau dengan kata lain sebagai
“counterregulatory”. Meskipun demikian, makin parah derajat gagal
jantung, efek ANP dan BNP terhadap ginjal makin berkurang (Mann,
2007).
b. Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin (Reninangiotensin System, RAS)
Berbeda dengan pengaktifan tonus simpatis, aktivasi sistem renin-
angiotensin terjadi setelah selang waktu yang lebih lama. Mekanisme
aktivasi RAS pada gagal jantung meliputi hipoperfusi renal, penurunan
filtrasi natrium ketika mencapai makula densa, dan peningkatan stimulasi
simpatik di ginjal yang berakibat pelepasan renin dari apparatus
jukstaglomerular. Renin ini kemudian berikatan dengan angiotensinogen
yang disintesis di hati untuk membentuk angiotensin I. Angiotensin
converting enzyme (ACE) berikatan dengan angiotensin I membentuk
angiotensin II. Sebanyak 90% aktivitas ACE terjadi di jaringan dan 10%
sisanya pada interstitial jantung dan pembuluh darah (Mann, 2007).
Angiotensin II akan meningkatkan efeknya setelah berikatan dengan
reseptor AT1 dan AT2. AT1 banyak berlokasi pada saraf miokard
sementara AT2 pada fibroblas dan interstitial. Aktivasi reseptor AT1
menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan
pelepasan katekolamin; sementara aktivasi reseptor AT2 menyebabkan
vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan
bradykinin (Mann, 2007).
Angiotensin II berperan mempertahankan homeostasis sirkulasi
dalam jangka pendek. Meskipun demikian, ekspresi berlebihan
angiotensin II menyebabkan fibrosis pada hati, ginjal, dan organ lainnya.
Angiotensin II juga dapat memperburuk aktivasi neurohormonal dengan
meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis. Selain
itu, terjadi pula stimulasi korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron
yang juga berperan dalam mempertahankan homeostasis jangka pendek
dengan mempengaruhi reabsorpsi natrium pada tubulus distal ginjal.
36
Meskipun demikian, ekspresi aldosteron berlebihan menyebabkan
hipertrofi dan fibrosis vaskuler serta miokard yang menyebabkan
berkurangnya compliance vaskuler dan meningkatkan kekakuan
ventrikel. Aldosteron berlebihan juga menyebabkan disfungsi sel endotel,
disfungsi baroreseptor, serta inhibisi ambilan norepinefrin, yang
semuanya akan memperburuk gagal jantung (Mann, 2007).
c. Perubahan Neurohormonal Vaskuler Perifer
Pada pasien gagal jantung, terjadi interaksi kompleks antara sistem
saraf otonom dengan mekanisme autoregulasi lokal yang bertujuan
mempertahankan suplai darah ke otak dan jantung, sementara
mengurangi suplai ke kulit, otot rangka, organ splanknik dan ginjal;
semua itu akibat pelepasan norepinefrin sebagai vasokonstriktor yang
poten, natriuretic peptides, NO, bradikinin, PGI2 serta PGE2.
Bagi jantung, peningkatan tonus simpatis ini bertujuan
mempertahankan tekanan arteri, sementara stimulasi simpatik pada vena
menyebabkan peningkatan tonus vena untuk mempertahankan venous
return dan pengisian ventrikel untuk mempertahankan hukum Starling.
Seharusnya pada keadaan normal, pelepasan NO terus-menerus akan
menyebabkan “counter-response” yakni vasodilatasi, namun hal ini tidak
terjadi pada gagal jantung stadium lanjut (Mann, 2007).
d. Remodeling Ventrikel Kiri
Pada pasien gagal jantung, terjadi perubahan miosit jantung, yakni
berkurangnya kontraktilitas otot jantung, berkurangnya miofi lamen
miosit jantung, perubahan protein sitoskeleton, serta desensitisasi sinyal
β- adrenergik. Selain itu, terjadi pula pelepasan mediator-mediator
radang seperti TNF-α dan IL-1 saat terjadi kerusakan pada jantung, yang
berperan dalam perburukan gagal jantung. Hipertrofi miosit jantung
karena peningkatan tekanan sistolik dinding ventrikel menyebabkan
penambahan sarkomer paralel dan peningkatan ukuran miosit sehingga
menyebabkan penebalan dinding ventrikel kiri (pressure overload
menyebabkan hipertrofi konsentrik). Pada volume overload, peningkatan
tekanan diastolik menyebabkan peningkatan panjang miosit dan
37
penambahan jumlah sarkomer serial (hipertrofi eksentrik) (Mann, 2007).
Pada gagal jantung terjadi mekanisme kompensasi Frank Starling. Gagal
jantung yang disebabkan oleh penurunan fungsi ventrikel kiri
menyebabkan isi sekuncup (stroke volume) menurun dibandingkan
jantung normal. Penurunan isi sekuncup menyebabkan pengosongan
ventrikel menjadi tidak adekuat; akhirnya volume darah yang
terakumulasi di ventrikel selama fase diastolik menjadi lebih banyak
dibandingkan keadaan normal. Mekanisme Frank- Starling menyebabkan
peningkatan peregangan miofiber sehingga dapat menginduksi isi
sekuncup pada kontraksi berikutnya, sehingga dapat membantu
pengosongan ventrikel kiri dan meningkatkan curah jantung (cardiac
output). Kompensasi ini memiliki keterbatasan. Pada kasus gagal jantung
berat dengan depresi kontraktilitas, curah jantung akan menurun, lalu
terjadi peningkatan end diastolic volume dan end diastolic pressure
(yang akan ditransmisikan secara retrograd ke atrium kiri, vena
pulmoner, dan kapiler) sehingga dapat menyebabkan kongesti pulmoner
dan edema (Shah & Fifer, 2007).
e. Patofisiologi Gagal Jantung pada Geriatri
Disfungsi diastolik yang relatif tidak umum pada dewasa muda,
didapat pada 50% kasus gagal jantung pada orang tua dan umum terjadi
pada perempuan. Pada disfungsi diastolik, relaksasi miokard yang
berkepanjangan dan peningkatan kekakuan (yang menurunkan tingkat
pengisian dan volume) meningkatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan
mengurangi isi sekuncup saat istirahat dan selama bekerja. Akibatnya,
terjadi gagal jantung, bahkan ketika fungsi sistolik (yang ditunjukkan
oleh fraksi ejeksi) normal atau mendekati normal (Beers, 2006).
Seiring dengan bertambahnya usia, perubahan struktur jantung dan
sistem kardiovaskular merendahkan ambang rangsang untuk gagal
jantung. Kolagen interstisial dalam miokardium meningkat, miokardium
menegang, dan relaksasi miokard menjadi lebih panjang. Perubahan ini
menyebabkan penurunan signifikan fungsi diastolik ventrikel kiri,
bahkan pada orang tua sehat. Penurunan fungsi sistolik juga terjadi
38
seiring bertambahnya usia. Selain itu, terjadi penurunan pada miokard
dan respons vaskular terhadap stimulasi beta adrenergik yang akan
merusak kemampuan respons sistem kardiovaskular terhadap
peningkatan kebutuhan kerja. Perubahan ini menurunkan kapasitas kerja
puncak secara signifikan (sekitar 8% per dekade setelah umur 30) dan
curah jantung pada puncak latihan berkurang lebih bermakna. Dengan
demikian, pasien lanjut usia lebih rentan terkena gagal jantung sebagai
respons terhadap stres atau kelainan sistemik. Stresor termasuk infeksi
(paling sering pneumonia), hipotiroid, hipertiroidi, anemia, iskemia
miokard, hipoxia, hipotermia, hipertermia, gagal ginjal, obatobatan,
(termasuk NSAID (nonsteroidal antiinfl ammatory drug), penyekat beta
(beta blocker), dan penyekat kanal kalsium (calcium channel blocker))
(Beers, 2006).
39
Tabel 4.3 Kriteria Framingham
40
Gambar 4.1 Diagnostik gagal jantung (PERKI, 2015)
41
2. Foto toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis
gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali,
kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan ataumemperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik.
42
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal
jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit,
trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal
sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosteron.
(Dickstein, et al., 2008)
4. USG jantung/Echokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk merujuk
kepada semua USG jantung, teknik pencitraan, termasuk
gelombang berdenyut dan berkesinambungan Doppler, Doppler
warna dan gambar jaringan Doppler
. Konfirmasi dengan echocardiography dari diagnosis gagal jantung
dan / atau disfungsi jantung adalah wajib dan harus dilakukan tak
lama setelah dicurigai diagnosis gagal jantung. Echocardiography
tersedia secara luas, cepat, non-invasif, dan aman, dan menyediakan
luas informasi tentang anatomi jantung (volume, geometri, massa),
gerakan dinding, dan fungsi katup. (Dickstein,2008)
Kelemahan echocardiography (USG jantung) adalah
biayanya relatif mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia
untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada
praktek umum (National Clinical Guideline Centre, 2010).
43
5. Pemeriksaan biomarka
Brain natriuretic peptide (BNP) dan pro-BNP sensitif untuk
mendeteksi gagal jantung. Nilai BNP ≥100pg/ml atau NT-proBNP
≥300 pg/ml dapat dikatakan gagal jantung. Manfaat dari BNP
adalah untuk meminimalisasi diagnosis negatif palsu, bila
ekokardiografi tidak tersedia (Liwang, 2014).
H. Penatalaksanaan CHF
44
menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI
hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal. Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai
mekanisme kerja menurunkan sekresi angiotensin II dan aldosteron
dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian
remodeling jantung serta retensi air dan garam.
2) Diuretik
Diuretik merupakan obat utama mengatasi gagal jantung akut
yang selalu disertai kelebihan cairan yang bermanifestasi sebagai
edema perifer. Diuretik dengan cepat menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Diuretik
mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan
ekstraseluler, arus balik vena dan preload. Untuk tujuan ini biasanya
diberikan diuretik kuat yaitu furosemid dengan dosis awal 40 mg,
ditingkatkan sampai diperoleh diuresis yang cukup. Elektrolit serum
dan fungsi ginjal harus sering dipantau. Setelah euvolemia tercapai
dosis harus segera diturunkan sampai dosis minimal yang diperlukan
untuk mempertahankan euvolemia. Pada pasien geriatri, deplesi
volume dan hipotensi harus diperhatikan karena fungsi baroreseptor
yang tidak baik lagi; oleh karena itu diuretik tidak boleh diberikan
pada gagal jantung asimptomatik maupun tidak ada overload cairan.
Penggunaan diuretik harus dikombinasi dengan ACE inhibitor.
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema
baik sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi gagal
jantung kongestif ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta
mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006)
3) Digoksin
Digoksin memiliki efek inotropik positif dengan menahan
Ca2+ intrasel sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat. Pada
45
pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
dengan irama sinus, digoksin dapat menurunkan gejala/ Obat ini juga
memiliki efek mengurangi aktivasi saraf simpatis sehingga dapat
mengurangi denyut jantung pada pasien fibrilasi atrium. Efek toksik
digoksin jarang, tetapi dapat terjadi pada pasien geriatri dengan
penurunan fungsi ginjal dan status gizi kurang. Digoksin tidak
menurunkan mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini
pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala dan mengurangi rawat inap
akibat memburuknya gagal jantung. Pada pasien geriatri, dosis
digoksin harus diturunkan dan harus dipantau kadarnya dalam darah.
4) Beta Bloker
Pemberian penyekat beta pada gagal jantung sistolik akan
mengurangi kejadian iskemi miokard, mengurangi stimulasi sel-sel
jantung dan efek antiaritmi lain, sehingga mengurangi risiko aritmia
jantung dan dengan demikian mengurangi risiko kematian mendadak.
Obat ini juga menghambat pelepasan renin sehingga menghambat
aktivasi sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron) akibatnya terjadi
penurunan hipertrof miokard, apoptosis dan fibrosis miokard dan
remodeling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan terhambat
dan dengan demikian menghambat perburukan kondisi klinis.
Metoprolol, bisoprolol dan carvedilol bermanfaat menurunkan
progresi klinis, hospitalisasi dan mortalitas pasien gagal jantung
ringan dan sedang (NYHA kelas II-III) stabil dengan fraksi ejeksi
<35%-45%. Obat ini juga diindikasikan untuk gagal jantung dengan
etiologi iskemik maupun noniskemik. Pemberiannya dapat
dikombinasi dengan ACE inhibitor dan diuretik.
46
Gambar 4.2. Strategi tatalaksana Gagal Jantung
47
I. Kerangka Teori
PELAYANAN
GENETIK PERILAKU LINGKUNGAN KESEHATAN
Hipertensi
CHF
Keterangan
K. Hipotesis
50
V. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakaan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan studi Case control, yaitu untuk melihat faktor risiko congestive
heart failure di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
51
Keterangan :
2
( Zα √ 2 PQ+Zβ √ P 1Q 1+P 2Q 2)
n 1=n 2=n=
( P1−P2 )2
P 1= ( ( 1−P¿2x) +(¿P 2x P 2) )
P 1=
( ( 1−0,314,71)+(4,71
x 0,31
x 0,69) )
P 1=0,68
Q1 = 1 – 0,68 = 0,32
P = ½ (P1+P2) = ½ (0,68 + 0,31) = 0,5
Q = ½ (Q1+Q2) = ½ (0,69 + 0,32) = 0,5
n 1=n2=n=
( (0,144
3,6
) )
n 1=n2=n = 25
52
- Penyandang penyakit jantung kongestif yang didiagnosis oleh
dokter puskesmas di Desa Kelapagading
- Bersedia menjadi responden penelitian
b. Kriteria eksklusi kasus
- Pasien dengan CHF usia <40 tahun atau >80 tahun
c. Kriteria inklusi kontrol
- Penduduk berdomisili di wilayah Desa Kelapagading yang
bertempat tinggal dalam wilayah 1 rw dengan pasien
- Penduduk dengan usia 40-80 tahun
- Penduduk yang tidak didiagnosis CHF oleh dokter Puskesmas di
Desa Kelapagading
- Bersedia menjadi responden penelitian
d. Kriteria eksklusi kontrol
- Penduduk dengan usia <40 tahun atau >80 tahun
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian gagal jantung kongestif, di antaranya genetik
CHF, usia, jenis kelamin, pola makan, riwayat DM, aktivitas fisik,
obesitas, hipertensi, merokok, akses pelayanan kesehatan, dan stres tinggi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian gagal jantung kongestif.
53
D. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi Operasional
Variabel Keterangan
Skala
Congestiv
e Heart Merupakan sindrom kompleks dengan tampilan gejala khas: sesak saat istirahat atau saat aktivitas,
Failure kelelahan, serta tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki, tanda khas:
takikardi, takipnea, ronki, efusi pleura, peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegali serta bukti Nominal
objektif kelainan struktural atau fungsional jantung saat istirahat: kardiomegali, bunyi jantung 3,
murmur, kelainan pada ekokardiografi , peningkatan natriuretic peptide (Dickstein et al., 2008).
Pasien CHF ini merupakan pasien yang telah terdiagnosis CHF pada saat di poli Puskesmas
Kontrol Merupakan kelompok responden non-CHF yang terdiagnosis bukan CHF
Nominal (non-CHF)
Jenis kelamin Merupakan jenis kelamin responden penderita CHF dan kelompok kontrol
Nominal
a. Laki-laki
b. Wanita
Usia Lama waktu hidup responden dalam tahun sejak lahir sampai tahun terakhir pada saat penelitian
Nominal
a. ≥50 tahun
b. <50 tahun
Ada atau Ada atau tidak adanya keluarga kandung responden yang menderita CHF
tidak adanya
keluarga Nominal
kandung a. Ada
responden b. Tidak ada
yang
menderita
CHF
Kegemukan Kegemukan adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi
Ordinal
/obesitas lemak berlebihan di dalam tubuh. Kegemukan atau obesitas diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh atau
54
Body Mass Index
(BMI). Status
2
Gizi : BB/TB
(kg/m2)
Ket.: BB = Berat Badan
(kilogram) TB = Tinggi
Badan (meter)
Interpretasi:
Obesitas = IMT ≥ 25
Tidak Obesitas = IMT < 25
Pola makan Merupakan asupan gizi yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok yang dikelompokan menjadi
Ordinal
a. Seimbang: makan secara teratur, konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan setiap hari?
b. Tidak seimbang: Tidak sesuai dengan kriteria Gizi seimbang
Olahraga Adalah kegiatan setiap gerakan tubuh yang reguler bertujuan meningkatkan dan mengeluarkan energi yang dilakukan Ordinal
sehari-hari bertujuan menjaga kesehatan. Olahraga dikelompokan menjadi :
a. Teratur: latihan fisik selama 30 menit atau lebih dan dilakukan minimal 3 kali seminggu
b. Tidak teratur: : latihan fisik selama kurang dari 30 menit atau dilakukan kurang dari 3 kali seminggu
Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dengan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih Ordinal
dari 90 mmHg
Interpretasi:
Hipertensi = TD ≥ 140/90 mmHg
Tidak Hipertensi = TD < 140/90 mmHg
Merokok Responden digolongkan apakah merokok atau tidak merokok. Apabila merokok diukur dengan indeks brinkmen Ordinal
a.Tidak merokok
b. Merokok
Stres Perasaan, pikiran, tekanan hati yang terbawa dalam kegiatan sehari-hari diukur dari kuesioner stres Ordinal
a. Stres = skor > 14
b. Tidak stres = skor ≤ 14
Pelayanan Peran fasilitas kesehatan, program kesehatan, petugas kesehatan, serta partisipasi peserta dalam program kesehatan Ordinal
Kesehatan yang berpengaruh terhadap kesehatan Pasien puskesmas
Kategori:
a. Kurang: skor 1-3
55
b. Baik: skor 4-5
Ada atau tidak adanya riwayat DM yang didiagnosis oleh dokter Puskesmas
a. Ada
Riwayat DM b. Tidak Nominal
56
E. Instrumen Pengambilan Data
Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur
dengan menggunakan kuesioner.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam
hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan
uji alternatif uji Fisher dan uji Kolmogorov-Smirnov.
57
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Analisis Univariat
58
Seimbang 7 28 16 64
Kebiasaan 3 12 7 28
Ya
Merokok
Tidak 22 88 12 72
Riwayat DM Ada 3 12 1 4
Tidak 22 88 24 96
Stres Ya 19 76 10 40
Tidak 6 24 15 60
Pelayanan 2 8 3 12
Kurang
Kesehatan
Baik 23 92 22 88
Sumber : Data Primer Terolah
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin responden kasus CHF, laki-laki
berjumlah 7 orang (28%) dan perempuan berjumlah 18 orang (72%).
Karakteristik jenis kelamin responden kontrol non-CHF, laki-laki
berjumlah 7 orang (28%) dan perempuan berjumlah 18 orang (72%)
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan usia adalah yang berusia
<50 tahun berjumlah 5 orang (20%) dan yang berusia >50 tahun
berjumlah 20 orang (80%). Sedangkan karakteristik responden kontrol
non-CHF berdasarkan usia adalah yang berusia <50 tahun berjumlah 13
orang (52%) dan yang berusia >50 tahun berjumlah 12 orang (48%).
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Genetik CHF
Karakteristik responden kasus yang memiliki riwayat keluarga CHF
berjumlah 13 orang (52%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga
CHF berjumlah 12 orang (48%). Sedangkan karakteristik responden
kontrol yang memiliki riwayat keluarga CHF berjumlah 4 orang (16%)
dan yang tidak memiliki riwayat keluarga CHF berjumlah 21 orang
(84%).
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Obesitas
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan IMT dalam penelitian
59
ini adalah yang menunjukkan obesitas berjumlah 13 orang (52%) dan
tidak obesitas berjumlah 12 orang (48%). Karakteristik responden kontrol
non-CHF berdasarkan IMT dalam penelitian ini adalah yang
menunjukkan obesitas berjumlah 5 orang (20%) dan non hipertensi
berjumlah 20 orang (80%).
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan tekanan darah
dalam penelitian ini adalah yang menunjukkan hipertensi berjumlah 20
orang (80%) dan non hipertensi berjumlah 5 orang (20%). Sedangkan
karakteristik responden kontrol non-CHF berdasarkan tekanan darah
dalam penelitian ini adalah yang menunjukkan hipertensi berjumlah 9
orang (36%) dan non hipertensi berjumlah 16 orang (64%).
f. Karakteristik Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan aktivitas fisik
dalam penelitian ini adalah yang tidak teratur melakukan aktivitas
berjumlah 17 orang (68%) dan yang teratur melakukan aktivitas fisik
adalah 8 orang (32%). Karakteristik responden kontrol non- CHF
berdasarkan aktivitas fisik dalam penelitian ini adalah yang tidak teratur
melakukan aktivitas berjumlah 12 orang (48%) dan yang teratur
melakukan aktivitas fisik adalah 13 orang (52%).
g. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Makan
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan pola makan, yaitu pola
makan tidak seimbang berjumlah 18 orang (72%) dan pola makan
seimbang sebanyak 7 orang (28%). Karakteristik responden kontrol non-
CHF berdasarkan pola makan, yaitu pola makan tidak seimbang
berjumlah 9 orang (36%) dan pola makan seimbang sebanyak 16 orang
(64%).
h. Karakteristik Responden Berdasarkan Merokok
Karakteristik responden kasus CHF berdasarkan aktivitas merokok
dalam penelitian ini adalah yang merokok berjumlah 3 orang (12%) dan
yang tidak merokok berjumlah 22 orang (88%). Sedangkan Karakteristik
responden kasus CHF berdasarkan aktivitas merokok dalam penelitian ini
60
adalah yang merokok berjumlah 7 orang (28%) dan yang tidak merokok
berjumlah 18 orang (72%).
B. Analisis Bivariat
61
(p<0,05), genetik CHF memiliki nilai signifikan 0,007 (p<0,05), obesitas
memiliki nilai signifikan 0,018 (p<0,05), hipertensi memiliki nilai signifikan
0,002 (p<0,05), pola makan memiliki nilai signifikan 0,011 (p<0,05) dan
stress memiliki nilai signifikan 0,010 (p<0,05). Hal tersebut memiliki arti
bahwa terdapat hubungan antara faktor risiko usia, genetik CHF, obesitas,
hipertensi dan pola makan dan stress dengan kejadian CHF secara statistik.
Variabel yang tidak signifikan terdiri dari jenis kelamin, aktifitas
fisik, kebiasaan merokok, riwayat DM dan pelayanan kesehatan. Jenis
kelamin memiliki nilai signifikan 1,000 (p>0,05), aktifitas fisik memiliki nilai
signifikan 0,152 (p>0,05), kebiasaan merokok memiliki nilai signifikan 0,157
(p>0,05), Riwayat DM memiliki nilai signifikan 0,297 (p>0,05) dan
pelayanan kesehatan memiliki nilai signifikan 0,637 (p>0,05). Nilai
signifikan pada masing masing variabel menunjukan bahwa variabel tersebut
tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian CHF secara statistik..
62
Pola makan Tidak Seimbang 18 72 9 36 0.011 Signifikan
Seimbang 7 28 16 64
Kebiasaan 3 12 7 28 0.157 Tidak
Ya
Merokok Signifikan
Tidak 22 88 12 72
3 12 1 4 0.297 Tidak
Riwayat DM Ada
Signifikan
Tidak 22 88 24 96
Stres Ya 19 76 10 40 0.010 Signifikan
Tidak 6 24 15 60
Pelayanan 2 8 3 12 0.637 Tidak
Kurang
Kesehatan signifikan
Baik 23 92 22 88
63
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,018 dengan
demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
usia dengan gagal jantung kongestif. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Komanduri et al, (2007). Pada pasien yang lebih tua, gagal
jantung dikaitkan dengan penurunan fungsi tubuh secara progresif.
Lebih dari setengah pasien HF ≥ 60 tahun melaporkan beberapa derajat
keterbatasan mobilitas, dan banyak yang mengalami kesulitan dengan
kegiatan sehari-hari. Timbulnya sindrom sindrom penyakit sistemik,
kelemahan tubuh dan penurunan toleransi terhadap stressor fisiologis
menjadi faktor mudahnya terkena penyakit jantung (Butrous &
Hummel, et al, 2016).
c) Hubungan antara riwayat DM dengan Gagal Jantung Kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2.) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,297 dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara riwayat DM dengan gagal jantung kongestif. Hal ini
bertentangan dengan penelitian Komanduri et al (2017). Diabetes
mellitus dapat berkembang menjadi gagal jantung karena terjadinya
kegagalan dalam metabolism glukosa. Glukoa berubah menjadi FFA
mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi dari kerja jantung dan juga
mengganggu aktivitas transportasi kalsium dan regulasi kontraktilitas
myofibril yang nanti akan menyebabkan disfunsi kerja jantung dan
meningkatnya kebutuhan metabolisme dan terjadinya iskemik
(Rosano et al, 2017)
d) Hubungan antara Genetik dengan Gagal Jantung Kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2.) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,007 dengan
demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
genetik dengan gagal jantung kongestif. Hal ini sejalan dengan
64
penelitian harwick (2016) Orang dengan riwayat keluarga dengan
penyakit jantung akan meningkat sekitar 1,5 hingga 2,0 kali lebih
tinggi terkena penyakit jantung, terlepas dari faktor risiko
konvensional .
65
iskemia, merupakan predisposisi gagal jantung pada pasien hipertensi.
Hipertrofi jantung adalah respons adaptif, mekanisme kompensasi
terhadap tekanan atau volume berlebih yang mengarahkan ke
pelemahan tekanan dinding dan pengaturan curah jantung (Magyar et
al, 2015).
g) Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan gagal Jantung Kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 1.152 dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik dengan gagal jantung kongestif. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian Komanduri et al (2017) dan Nayor (2015)
yang mengatakan bahwa aktivitas fisik yang rutin dan teratur dapat
menurunkan gagal jantung. Aktivitas olahraga meningkatkan kinerja
otot rangka dengan meningkatkan kepadatan mitokondria,
meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan ekstraksi oksigen
perifer, sehingga meningkatkan kinerja otot rangka selama latihan.
Latihan fisik dapat mempengaruhi kinerja jantung, keseimbangan
neurohormon, fungsi endotel, komposisi otot perifer dan fungsi paru-
paru sehingga latihan atau aktivitas fisik cukup berpengaruh untuk
menurunkan morbiditas gagal jantung.
h) Hubungan antara Asupan Gizi dengan Gagal Jantung Kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2.) yang diperoleh memenuhi syarat
uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,011 dengan
demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan terdapat hubungan antara asupan gizi
dengan gagal jantung kongestif. Faktor gizi (asupan makanan) dapat
meningkatkan kejadian hipertensi pada penyakit jantung koroner,
tetapi modifikasi gaya hidup juga jelas menjadi cara yang paling
efektif untuk mengurangi risiko hipertensi pada populasi atau
penduduk yang berisiko tinggi mengalami penyakit jantung. Asupan
natrium mempunyai pengaruh terhadap tekanan darah. Salah satu
66
faktor penyebab terjadinya penyakit jantung adalah asupan konsumsi
seseorang yang mengandung banyak lemak. Lemak yang dikonsumsi
mengandung banyak kolesterol dan trigliserida yang menjadi salah
satu komponen kadar lemak dalam darah yang dapat menyebabkan
penyakit jantung. Peningkatan tekanan darah pada penderita penyakit
jantung disebabkan karena asupan makanan tinggi natrium dan
kolesterol (Rahma & Wirjatmadi, 2017).
i) Hubungan antara Merokok dengan gagal jantung kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2.) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,157 dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara merokok dengan gagal jantung kongestif. Hal ini bertentangan
dengan penelitian yang menyebutkan merokok dapat meningkatkan
risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Kandungan nikotin, CO dan
zat kimia oksidan yang menghasilkan radikal oksigen bebas terlibat
dalam patofisiologi penyakit kardiovaskular akibat merokok. Zat zat
ini meningkatkan atherothrombosis. Merokok juga menyebabkan
peradangan kronis, yang merupakan salah satu penyebab dari
aterosklerosis. Merokok meningkatkan sitokin proinflamatori seperti
interleukin-6, protein C-reaktif (CRP), tumor necrosis factor alpha
(TNF-a) yang menyebabkan kerusakan pada system endotel (Akcay &
yusel, 2017).
j) Hubungan antara Stress dengan Gagal Jantung Kongestif
Pengujian terhadap data (tabel 6.2.) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,010 dengan
demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
stres dengan gagal jantung kongestif. Reaksi respon stres yaitu sekresi
sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Penurunan aktivitas
parasimpatis, peningkatan aktivasi simpatis, atau keduanya akan
67
menjadi penting karena ketidakseimbangan antara sistem simpatis dan
parasimpatis dapat meningkatkan risiko penyakit jantung (York et al,
2009).
68
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
69
Tabel 7.1 Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
Skor M I V
(Besarnya masalah (Kelanggengan (Kecepatan
yang dapat diatasi) selesainya masalah) penyelesaian masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak langgeng Sangat lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat
4 Besar Langgeng Cepat
5 Sangat besar Sangat langgeng Cangat cepat
70
6. Penyuluhan mengenai 3 4 2 4 6 6
manajemen stress
71
VIII. RENCANA KEGIATAN DAN LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum. Pembangunan Kesehatan tersebut diselenggarakan
dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu
tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu
dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. (Depkes RI, 2008).
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan masalah kesehatan dunia (Dumitru, 2009). Gagal jantung
merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah serius di
Amerika. American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta
penduduk Amerika Serikat menderita gagal jantung. Asuransi kesehatan
Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan
pengobatan gagal jantung (ACC/AHA 2005) (Wang, 2006). Di Indonesia, data
Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien yang dirawat dengan
diagnosis gagal jantung mencapai 14.449. Gagal jantung erat kaitannya dengan
penurunan kualitas hidup dan mortalitas tinggi, serta dapat mengakibatkan
ketidakmampuan fisik secara kronik sehingga menjadi beban ekonomi yang
tinggi (Kasper et al., 2005).
72
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas I Wangon pada bulan
November 2019-Januari 2020, CHF merupakan salah satu penyakit yang
masuk dalam 10 penyakit terbesar di Puskesmas I Wangon, CHF menempati
urutan ke 10 dengan jumlah kasus 329. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dilakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pengendalian
faktor risiko CHF untuk mencegah kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian CHF di wilayah Desa Kelapagading.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pemahaman tentang faktor risiko CHF kepada masyarakat
di Desa Kelapagading.
b. Mengubah perilaku masyarakat mengenai pengendalian faktor risiko
CHF yang dapat dimodifikasi yaitu penyakit penyerta berupa hipertensi,
dan obesitas sebagai upaya penurunan angka kejadian CHF di Desa
Kelapagading.
D. Sasaran
Para peserta posyandu lansia di desa Kelapa gading yang berjumlah 70 peserta.
73
E. Pelaksanaan
1. Personal
Penanggung jawab : dr. Hariyo Saloka
Pembimbing fakultas : dr. Hariyo Saloka dan dr. Diah Krisnasari
Pelaksana : M Yahya Syarifuddin dan Nana Nurdahlia
2. Waktu dan Tempat
Hari : Senin - Kamis (Direct Education) dan Sabtu
(Penyuluhan CHF)
Tanggal : 17-20 dan 22 Februari 2019
Waktu : 08.00 – selesai
Tempat : Kadus Koni Kalipetung, Posyandu Lansia di Desa
Kelapagading, Puskesmas 1 Wangon (Penyuluhan
CHF)
74
di Posyandu lansia. Adapun alokasi waktu serta rincian kegiatan yang
akan dilakukan dicantumkan dalam Tabel 8.1
75
Tabel 8.1 Jadwal Kegiatan direct education (penyuluhan langsung)
Jam Alokasi Kegiatan
08.00 – selesai 15 menit pada Direct education mengenai
masing-masing CHF
sampel
3. Output
Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dimuali dari tingkat pemahaman
warga desa dimulai yang hadir dengan pretest, tanya jawab dan post test dari
jumlah warga yang hadir. Kegiatan direncanakan berlangsung pada 22
Februari 2020 di Kadus Koni Kalipetung, Desa Kelapagading, Kecamatan
Wangon, Kabupaten Banyumas. Kehadiran sebanyak 50% dari keseluruhan
warga di Kadus Koni Kalipetung, Desa Kelapagading dengan rerata
minimal kenaikan nilai pretest dan postest sebesar 20%.
76
IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM
A. Pelaksanaan
1. Pelaksanaan Kegiatan
Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi masalah-
masalah yang berhubungan dengan CHF faktor risiko terhadap kejadian
CHF di Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Pelaksanaan kegiatan
penyuluan dilaksanakan melalui 3 tahapan, yaitu:
a. Tahap Persiapan
1) Perizinan
Perizinan diajukan dalam bentuk lisan kepada Kepala Puskesmas I
Wangon, bidan desa, serta Kepala rumah tangga terkait.
2) Materi
Materi yang disiapkan adalah materi penyuluhan berupa materi
mengenai CHF ( pengelolaan Hipertensi), faktor risiko,
penyebab dan pencegahan.
3) Sarana
Sarana yang digunakannya media leaflet, alat tulis dan penyampaian
secara lisan.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Judul Kegiatan
“BADAN SEHAT JANTUNG KUAT”
2) Waktu
Penyuluhan dilaksanakan Sabtu direct education (penyuluhan
langsung) senin-kamis,17-20 februari 2020 , penyuluhan masal
sabtu, 22 Februari 2020.
3) Tempat
Rumah kadus koni kali petung Desa Kelapa Gading Kecamatan
Wangon.
4) Penanggung Jawab
a) dr. Diah Krisnansari, MSi selaku pembimbing fakultas.
b) dr. Hariyo Saloka W.N selaku Kepala Puskesmas I Wangon
sekaligus Pembimbing Lapangan.
77
5) Pelaksana
a) M. Yahya Syarifuddin
b) Nana Nurdahlia .M
6) Peserta
Pasien dan peserta posyandu lansia desa Kelapa Gading Kec.
Wangon Kab. Banyumas.
7) Penyampaian Materi
78
2. Evaluasi Proses
a. Sasaran
Sasaran peserta pada kegiatan ini telah terpenuhi yaitu sebanyak 75
peserta (100%) hadir dalam kegiatan penyuluhan masalah. Jumlah
tersebut telah memenuhi target awal yang telah ditentukan yaitu
minimal 50% peserta hadir.
b. Waktu
Penyuluhan dilakukan pada saat kujungan langsung ke pasien 17-20
februari 2020, penyuluhan masal sabtu, 22 Februari 2020 pada Pukul
09.00 s.d.selesai WIB.
c. Tempat
Tempat penyuluhan dilakukan di Rumah kadus koni kali petung desa
Kelapa Gading kec. Wangon Kab. Banyumas.
d. Kegiatan
Kegiatan dimulai dengan pembukaan, sambutan-sambutan, dan
dilanjutkan dengan penyuluhan. Materi penyuluhan yang diberikan
berupa pemahaman tentang penyakit CHF (gagal jantung kongestif)
dengan faktor resiko tertinggi yaitu Hipertensi. Dilihat dari segi
proses:
1) Keberlangsungan acara
Acara diselenggarakan di rumah kadus koni kali petung
di Desa Kelapa Gading. Semua rangkaian kegiatan terlaksana
dengan baik dan antusias peserta baik dibuktikan dengan jumlah
pertanyaan yang diajukan peserta, selain itu peserta juga aktif
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh pemateri.
2) Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan berhasil dilaksanakan pada hari Sabtu 22
Februari 2020 Acara dimulai pukul 09.00 WIB – 11.55 WIB.
Acara berlangsung selama 175 menit. Semua rangkaian acara
terlaksana dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah
direncanakan.
79
3) Evaluasi Sumatif
Peserta penyuluhan tidak hanya aktif dalam
memperhatikan materi penyuluhan, namun juga aktif dalam
bertanya sehingga tercipta suasana diskusi yang hidup. Peserta
terlihat antusias dengan adanya kegiatan ini, yang dibuktikan
dengan adanya timbal balik yang memuaskan.
80
X. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini didapatkan hasil analisis kesehatan
komunitas (Community Health Analysis) di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon Kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa CHF menjadi prioritas
masalah yang diambil.
Faktor risiko yang berhubungan signifikan secara statistik dengan
kejadian CHF di wilayah kerja Puskemas I Wangon adalah hipertensi (p=
0,002), genetik (p=0,007), stres (p= 0,010), pola makan (p= 0,011) dan
Obesitas (p = 0,018), usia (p=0,018).
Alternatif pemecahan masalah yang diprioritaskan untuk masalah
tersebut adalah Direct eduation (penyuluhan langsung pada penderita) dan
penyuluhan masal CHF.
Penyuluhan secara langsung dan masal berjalan lancar pada hari Sabtu
22 Februari 2020. Secara sasaran, penyuluhan sudah memenuhi target sesuai
smpel yaitu sebanyak 25 orang dari target peserta pengajian yang hadir.
Rerata nilai post-test peserta setelah mengikuti penyuluhan adalah 86 dari
skala 100. Hal ini menunjukkan peningkatan 26% jika dibandingkan rerata
nilai pre-test yaitu 60 dari skala 100.
B. Saran
81
DAFTAR PUSTAKA
American Hearts Association. 2018. Heart Diseases and Stroke Statistic 2018 At-
a-Glance. America Herat Association.
Beers, M.H. 2006. Heart Failure. Merck Manual of Geriatric p 900-11. USA:
Whitehouse Station.
Butrous, Hoda., Hummer, Scott. 2016. Heart Failure in Older Adults. HHS Public
Access. Vol 32(9): 1140-1147.
Dickstein K, et al. 2008. ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic Heart Failure 29;2388-442: Europian Society of
Cardiology.
Ebong, Imo A., Goff, David., Rodriguez, Carlos., Chen, Haiying., Bertoni, Alain.
2014. Mechanism of Heart Failure in Obesity. NIH Public Access. Vol 8(6):
540-548.
Imaligy, E. 2014. Gagal Jantung pada Geriatri. Cermin Dunia Kedokteran. 41 (1):
19-24.
Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser, S.L., Longo, D.L., & Jameson,
J.L. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Heart Failure and
Cor Pulmonale 17th ed. New York: McGraw-Hill.
82
NHANES 2013-2014 epidemiological follow up study. Journal of
Communitiy Hospotal Internal Medicine Perspectives. Vol 7(1): 16-20.
Lavine, K.L., Schilling, J.D. 2014. Evaluation Of Acute Heart Failure. In :
Cuculich PS, Kates Am, Editors. Cardiology Subspecialty Consult (3rdEd).
Philadelphia : WoltersKluwer,71-72.
Liwang, Frans., Wijaya, Ika Prasetya. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
II.Jakarta : Media Aesculapius
Mann, D.L. 2007. Pathophysiology of Heart Failure In: Libby, P., Bonow, R.O.,
Mann, D.L., & Zipes, D.P. (edt.). Braunwald Heart Disease A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 8th Ed. USA: Elsevier Saunders.
Mozaffarian, D., Benjamin, E.J., Go, A.S., Amett, D.K., Blaha, M.J., Cushman,
M., et al .2015. Heart Disease And Stroke Statistics 2015 Update : A Report
From The American Heart Association. Circulation. 131-133.
Nurhayati, E., Nuraini, I. 2010. Gambaran Faktor Risiko pada Paien Penyakit
Gagal Jantung Kongestif di Ruang X.A RSUP Dr. hasan Sadikin Bandung.
Jurnal Kesehatan Kartika. 40-52
Panggabean, M.M. 2007. Gagal Jantung. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Marcellus, S.K., & Setiati, S. (edt). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Edisi IV, h. 1513-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes. 2012. Diunduh tanggal 16 Desember 2018
dari http://www.litbang.depkes.go.id.
Ramani, G.V., Uber, P.A., dan Mehra, M.R., 2010, Chronic Heart Failure:
Contemporary Diagnosis and Management, Mayo Clinic Proceedings, 85:
180–195
83
http://www.litbang.depkes.go.id.
84
Rosano, Giuseppe., Vitale, Cristiana., Seferovic, Petar. 2017. Heart Failure in
Patients with Diabetes Mellitus. Cardiac Failure Review Journal. Vol 3(1):
52-55.
Shah, R.V. & Fifer, M.A. Heart Failure. In: Lilly LS (edt.). 2007.
Pathophysiology of Heart Disease, P 225-51. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
Yancy, C.W., et al. 2013. ACCF / AHA Guideline For The Management Of Heart
Failure. Circulation.
85
Lampiran 1. Lembar Informasi Penelitian
INFORMASI PENELITIAN
Hormat Kami,
Peneliti
79
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Penelitian
Setelah membaca dan diberi penjelasan tentang penelitian ini, maka saya bersedia menjadi
subyek pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Sidiq, Nabila Ramadhini dan Kirana Sitaresmi,
mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran, Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
(............................)
80
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
Jl. Dr. Gumbreg No. 1, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur, Kab. Banyumas Telp.
(0281) 641522 Fax. (0281) 631208
KUESIONER
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI DESA KELAPAGADING
KABUPATEN BANYUMAS”
IDENTITAS PRIBADI
Nama :
Usia : L/P
Tempat, tanggal lahir :
Alamat :
No telp :
Pendidikan :
o Tidak tamat SD
o Tamat SD / sederajat
o Tamat SMP / sederajat
o Tamat SMA / sederajat
o Tamat sarjana / sederajat
Pekerjaan :
o PNS
o Pegawai swasta
o Wiraswasta
o Pensiun
o Petani
o Pedagang
o Lainnya
Status Antopometri
Berat Badan Tinggi :
Badan IMT :
:
Pengukuran
Tekanan Darah :
81
FAKTOR RISIKO RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
RIWAYAT GAGAL JANTUNG KONGESTIF (PENYAKIT JANTUNG)
1. Apakah Bapak/Ibu pernah didiagnosis Gagal Jantung Kongestif (Penyakit
Jantung) oleh dokter?
a.ya b. Tidak
POLA MAKAN
1. Berapa porsikah anda mengkonsumsi sayur atau buah setiap hari?
a. < 2 porsi b. 3-5 porsi
2. Apakah anda setiap hari sering makan makanan berminyak atau
berlemak (kentang goreng, gorengan, daging dengan kulit) ?
a. ya b. Tidak
82
3. Apakah anda setiap hari mengkonsumsi makanan sumber protein (telur,
daging tanpa kulit dll)
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda setiap hari mengkonsumi makanan sumber karbohidrat
(nasi, kentang)
a. 3-4 porsi/hari b. <3 porsi/ hari
AKTIFITAS MEROKOK
1. Apakah Bapak/Ibu merokok?
a. Ya
b. Tidak
Jika Bapak/Ibu merokok, silakan lanjut ke pertanyaan nomor 2-4.
2. Berapa batang rokok Bapak/Ibu habiskan sehari? ……
3. Sudah berapa lama Bapak/Ibu merokok? …….
4. Bila pernah merokok, sudah berapa lama Bapak/Ibu berhenti? ……..
Bagian 1 0 1 2 3 4
TP HTP K CS SS
1. Saya merasa kecewa karena mengalami hal
yang tidak diharapkan.
2. Saya merasa tidak mampu mengatasi hal
penting dalam hidup saya.
3. Saya merasa gugup dan tertekan.
4. Saya merasa tidak mampu mengatasi segala
sesuatu yang harus saya atasi.
5. Saya marah karena sesuatu di luar kontrol
saya telah terjadi.
6. Saya merasa kesulitan-kesulitan menumpuk
semakin berat sehingga saya tidak mampu
mengatasinya.
Bagian 2 4 3 2 1 0
7. Saya percaya terhadap kemampuan sendiri
untuk mengatasi masalah pribadi.
8. Saya merasa segala sesuatu telah berjalan
sesuai dengan rencana saya.
9. Saya mampu mengatasi semua masalah
dalam hidup saya.
10. Saya merasa sukses.
Keterangan:
TP : Tidak Pernah
HTP : Hampir Tidak Pernah
83
K : Kadang-kadang
CS : Cukup Sering
SS : Sangat Sering
FAKTOR RISIKO PELAYANAN KESEHATAN
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
Apakah Anda merasa sulit menjangkau
1.
fasilitas kesehatan?
84
Lampiran 4. Hasil Analisis Data
Jenis_Kelamin * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Jenis_Kelamin Laki-Laki Count 7 7 14
% within CHF 28,0% 28,0% 28,0%
Perempuan Count 18 18 36
% within CHF 72,0% 72,0% 72,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,000 a
1 1,000
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,623
Linear-by-Linear Association ,000 1 1,000
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
HT * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
HT Ya Count 20 9 29
% within CHF 80,0% 36,0% 58,0%
Tidak Count 5 16 21
% within CHF 20,0% 64,0% 42,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
85
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,934a 1 ,002
Continuity Correction b
8,210 1 ,004
Likelihood Ratio 10,338 1 ,001
Fisher's Exact Test ,004 ,002
Linear-by-Linear Association 9,736 1 ,002
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Usia * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Usia >50 Count 20 12 32
% within CHF 80,0% 48,0% 64,0%
<50 Count 5 13 18
% within CHF 20,0% 52,0% 36,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,556 a
1 ,018
Continuity Correction b
4,253 1 ,039
Likelihood Ratio 5,704 1 ,017
Fisher's Exact Test ,038 ,019
Linear-by-Linear Association 5,444 1 ,020
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00.
b. Computed only for a 2x2 table
86
IMT * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
IMT Obesitas Count 13 5 18
% within CHF 52,0% 20,0% 36,0%
Tidak Obesitas Count 12 20 32
% within CHF 48,0% 80,0% 64,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,556 a
1 ,018
Continuity Correction b
4,253 1 ,039
Likelihood Ratio 5,704 1 ,017
Fisher's Exact Test ,038 ,019
Linear-by-Linear Association 5,444 1 ,020
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00.
b. Computed only for a 2x2 table
87
Riwayat_Keluarga * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Riwayat_Keluarga Ya Count 13 4 17
% within CHF 52,0% 16,0% 34,0%
Tidak Count 12 21 33
% within CHF 48,0% 84,0% 66,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,219 a
1 ,007
Continuity Correction b
5,704 1 ,017
Likelihood Ratio 7,503 1 ,006
Fisher's Exact Test ,016 ,008
Linear-by-Linear Association 7,075 1 ,008
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Pola_Makan * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Pola_Makan Tidak seimbang Count 18 9 27
% within CHF 72,0% 36,0% 54,0%
Seimbang Count 7 16 23
% within CHF 28,0% 64,0% 46,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
88
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,522a 1 ,011
Continuity Correction b
5,153 1 ,023
Likelihood Ratio 6,676 1 ,010
Fisher's Exact Test ,022 ,011
Linear-by-Linear Association 6,391 1 ,011
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Riwayat_DM * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Riwayat_DM Ya Count 3 1 4
% within CHF 12,0% 4,0% 8,0%
Tidak Count 22 24 46
% within CHF 88,0% 96,0% 92,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,087a 1 ,297
Continuity Correction b
,272 1 ,602
Likelihood Ratio 1,133 1 ,287
Fisher's Exact Test ,609 ,305
Linear-by-Linear Association 1,065 1 ,302
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
b. Computed only for a 2x2 table
89
Akt_Fisik * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Akt_Fisik Tidak teratur Count 17 12 29
% within CHF 68,0% 48,0% 58,0%
Teratur Count 8 13 21
% within CHF 32,0% 52,0% 42,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,053 a
1 ,152
Continuity Correction b
1,314 1 ,252
Likelihood Ratio 2,068 1 ,150
Fisher's Exact Test ,252 ,126
Linear-by-Linear Association 2,011 1 ,156
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Stress * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Stress Ya Count 19 10 29
% within CHF 76,0% 40,0% 58,0%
Tidak Count 6 15 21
% within CHF 24,0% 60,0% 42,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
90
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,650a 1 ,010
Continuity Correction b
5,255 1 ,022
Likelihood Ratio 6,825 1 ,009
Fisher's Exact Test ,021 ,010
Linear-by-Linear Association 6,517 1 ,011
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Merokok * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Merokok Ya Count 3 7 10
% within CHF 12,0% 28,0% 20,0%
Tidak Count 22 18 40
% within CHF 88,0% 72,0% 80,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,000a 1 ,157
Continuity Correction b
1,125 1 ,289
Likelihood Ratio 2,046 1 ,153
Fisher's Exact Test ,289 ,145
Linear-by-Linear Association 1,960 1 ,162
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
b. Computed only for a 2x2 table
91
Pelayanan_Kesehatan * CHF
Crosstab
CHF
Ya Tidak Total
Pelayanan_Kesehatan <3 Count 2 3 5
% within CHF 8,0% 12,0% 10,0%
>3 Count 23 22 45
% within CHF 92,0% 88,0% 90,0%
Total Count 25 25 50
% within CHF 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square ,222a 1 ,637
Continuity Correction b
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,224 1 ,636
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear Association ,218 1 ,641
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
b. Computed only for a 2x2 table
92
Lampiran 5. Hasil Pretest dan Posttest
Nama Pre test Post test
Slamet R. 60 86
Sukadi 70 85
Arsameja 80 90
Subedi 60 87
Muhrodin 70 86
Sukarto 50 83
Karyudi 40 85
Samini 70 87
Suharti 30 85
Soliyah 70 89
Sadem 50 86
Ratem 70 88
Satinah 70 84
Sarikem 60 80
Samiyah 60 81
Satinem 60 82
Kasinah 60 84
Kasirah 60 86
Ngahadini 70 87
Dasem 70 84
Mardiah 70 85
Mujiah 70 87
Wasilem 50 70
Saminah 70 88
total 60 86
93
Lampiran 6. Leaflet Pencegahan dan Pengelolaan Hipertensi
94
Lampiran 7. Dokumentasi
95