Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL ILMIAH

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens L.)


TERHADAP KADAR PROTEIN URIN TIKUS PUTIH (Sprague dawley) MODEL
CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:
Nana Nurdahlia M.
G1A015013

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2019
2

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens L.)


TERHADAP KADAR PROTEIN URIN TIKUS PUTIH (Sprague dawley) MODEL
CHRONIC KIDNEY DISEASE

Nana Nurdahlia M,1,Afifah, 2, Khusnul Muflikhah..3, Tri Lestari4


1
Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
2
Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
3
Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
4
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Email: nananurdahlia97@gmail.com

ABSTRAK

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens L.)


TERHADAP KADAR PROTEIN URIN PADA TIKUS PUTIH (Sprague dawley)
MODEL CHRONIC KIDNEY DISEASE

ABSTRAK

Chronic Kidney Disease(CKD) adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal
tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai adanya protein
dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama lebih dari 3
bulan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian seledri (Apium graveolens
L.) dalam mencegah peningkatan kadar protein urin tikus putih model CKD. Metode
penelitian ini adalah eksperimental dengan post test only with control group design.
Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan, Sprague dawley, usia 2-3 bulan digunakan dalam
penelitian ini, dan dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok A sebagai kontrol sehat,
kelompok B sebagai kontrol sakit, kelompok C, D, dan E adalah kelompok perlakuan
dengan diberi ekstrak etanol seledri dosis 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB, dan 1000
mg/kgBB. Pemberian ekstrak seledri dilakukan 14 hari sebelum dan 14 hari sesudah
pembuatan model CKD. Sampel urin diambil pada hari ke-15 pasca operasi untuk
diperiksa kadar protein urin. Analisis data menggunakan One-way ANOVA (p<0,05)
dilanjutkan post hoc LSD.Hasil penelitian ini di dapatkan rerata kadar protein urin
kelompok A=1,162±0,348; B=1,744±0,449; C=1,612±0,686; D=0,890±0,191;
E=1,392±0,277. Hasil uji One Way ANOVA rerata kadar protein urin menunjukkan nilai
yang signifikanp=0,033 (p<0,05). Uji post hoc LSD rerata kadar protein urin menunjukkan
hasil perbedaan rerata yang signifikan antara kelompok A dengan kelompok B, kelompok
B dengan D dan kelompok C dengan D (p<0,05). Kesimpulan pada penelitian ini
menunjukkan pemberian ekstrak etanol seledri (Apium graveolens L.) dosis 500 mg/kgBB
dapat mencegah peningkatan kadar protein urin tikus model CKD.

Kata kunci: Apium graveolens L.,Chronic Kidney Disease, Protein Urin, Seledri.
3

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF CELERY (Apium graveolens L.)


TO URINE PROTEIN LEVELS ON CHRONIC KIDNEY DISEASE MODELS
RAT (Sprague dawley)

Nana Nurdahlia M,1,Afifah, 2, Khusnul Muflikhah..3, Tri Lestari4


1
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University
2
Departement of Pharmacology and Therapy, Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman
University, 3Departement of Physiology, Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman
University,
4
Departement of Clinical Patology, Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University,

Email: nananurdahlia97@gmail.com

ABSTRACT

Chronic Kidney Disease (CKD) is a damage to the kidneys which causes the kidneys to be
unable to remove toxins and waste products from the blood, marked with the presence of
protein in the urine and a decrease in glomerular filtration rate that lasts for more than 3
months. The aim of this research was to analyze the effect of celery (Apium graveolens L.)
ethanol extract in preventing the increase of urine protein level in CKD rats model. The
study used an experimental study with post test only control group design. Twenty five rats
male (2-3 months old) were devided into 5 groups. Group A as healthy control, group B as
nefrectomy group, group C (250 mg/kgBW of celery extract), group D (500 mg/kgBW of
celery extract), and group E (1000 mg/kgBW of celery extract). Giving of celery extract
was carried out 14 days before and 14 days after making the CKD model. A urine sample
was taken on the 15th day postoperatively to check urine protein levels. Data were
analyzed using One-way ANOVA (p <0.05) followed by post hoc LSD.This study
showsmean of urine protein level in group A=1,162±0,348; B=1,744±0,449;
C=1,612±0,686; D=0,890±0,191; E=1,392±0,277. One Way ANOVA test showed that
there was significantly differences of urine protein level between (p <0.05). The post hoc
LSD test on urine protein level showed significant differences between group A with B and
between group B with D and between group C with D (p <0.05).The administration of
ethanol extract of celery (Apium graveolens L.) doses 500 mg/kgBB can prevent the
increase urine protein levels in CKD.

Keywords:, Apium graveolens L., Celery, Chronic Kidney Disease, Urine Protein.
4

PENDAHULUAN
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal
tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai adanya protein
dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama lebih dari 3
bulan3.
Kriteria diagnosis CKD jika terjadi kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, GFR < 60
ml/menit/1,73 m2. Manifestasi keruakan ginjal dapat berupa kelainan struktural atau
fungsional dengan manifestasi seperti kelainan patologis, albuminuria atau proteinuria,
abnormalitas sedimen urin, riwayat transplantasi ginjal dan kelainan imaging. Glomerulus
menjadi lebih permeabel pada kondisi CKD1. Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan
kehilangan protein plasma melalui urin. Menurunnya permeabilitas glomerulus disebabkan
karena rusaknya integritas membran dasar glomerulus (glomerular basement membrane),
lebih spesifiknya karena kerusakan podosit di membran tersebut dan ditemukannya
protein pada urin yang di namakan dengan proteinuria1. Proteinuria merupakan indikasi
dari hipertensi intraglomerular dan abnormalitas permeabilitas glomerular1.
Herbal seledri merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat yang
penting bagi manusia. Tanaman seledri mengandung flavonoid, tannin, apigenin, saponin,
dan alkaloid senyawa tersebut berperan sebagai antiinflamasi dan antioksidan,. Stres
oksidatif dan inflamasi mempunyai peran penting dalam patogenesis dan progresivitas
CKD dan memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi5.
Mekanisme terbentuknya CKD dan kandungan senyawa dari seledri, seledri diduga
dapat mencegah progresivitas kelainan ginjal yang disebabkan oleh CKD. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh ekstrak etanol seledri untuk mencegah
peningkatan kadar protein urin pada tikus putih model CKD.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian experimental dengan post test only with control
group design. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih Sprague dawley sebanyak 25
ekor dengan kriteria inklusi yaitu jantan, berusia 2-3 bulan, berat badan 150-270 gram,
sehat, aktif, dan tidak memiliki kelainan anatomis.
5

Pemilihan hewan coba didasarkan pada kriteria inklusi kemudian dikelompok


secara random menggunakan Completed Randomized Design (CRD) menjadi lima
kelompok, yaitu kelompok A, B, C, D, dan E. Kelompok A merupakan kontrol sehat,
kelompok B merupakan kontrol sakit, dan kelompok C, D, dan E merupakan kelompok
perlakuan.
Hewan coba diaklimatisasi selama 7 hari.Tikus diberi perlakuan dengan ketentuan
sebagai berikut: kelompok A (tidak dibuat model CKD dan tidak diberi ekstrak seledri),
kelompok B (dibuat model CKD dan tidak diberi ekstrak seledri), kelompok C (dibuat
model CKD dan diberi ekstrak seledri dosis 250 mg/kgBB pada 14 hari sebelum operasi
sampai hari ke-14 setelah operasi), kelompok D (dibuat model CKD dan diberi ekstrak
seledri dosis 500 mg/kgBB pada 14 hari sebelum operasi sampai hari ke-14 setelah
operasi), kelompok E (dibuat model CKD dan diberi ekstrak seledri dosis 1000 mg/kgBB
pada 14 hari sebelum operasi sampai hari ke-14 setelah operasi). Induksi CKD pada tikus
putih (Sprague dawley) dilakukan dengan teknik 5/6 subtotal nephrectomy.
Semua hewan coba (kelompok A, B, C, D dan E) urin di tampung 24 jam pada tikus
putih kemudian diambil sebanyak 2 ml menggunakan penampung urin, kemudian di
masukan ke tabung eppendorf dan di masukan ke dalam coolbag selanjutnya di antar ke
Lab Patologi Klinik Fakultas kedokteran UGM. Pemeriksaan menggunakan metode Bioret
dangan reagen diasis selanjutnya nilai absorbansinya di ukur pada panjang gelombang 540
nm dan hasil interpretasi di nyatakan dalam mg/dl.
6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Hasil Univariat Kadar Asam Urat Tikus
Std.
N Minimum Maksimum Rerata Median Deviasi

Kelompok_A 5 0,85 1,71 1,162 1,030 ±0,348


Kelompok_B 5 1,23 2,26 1,744 1,690 ±0,449
Kelompok_C 5 1,10 2,74 1,612 1,240 ±0,686
Kelompok_D 5 0,68 1,17 0,890 0,890 ±0,191
Kelompok_E 5 1,03 1,71 1,392 1,300 ±0,277
Valid N 5

Keterangan: Kelompok A/ kontrol sehat(tanpa perlakuan dan tanpa dibuat model CKD);
Kelompok B/kontrol sakit (dibuat model CKD); Kelompok C: dibuat model CKD dan
diberi ekstrak etanol seledri 250 mg/kgBB; Kelompok D: dibuat model CKD dan diberi
ekstrak etanol seledri 500 mg/kgBB; Kelompok E: dibuat model CKD dan diberi
ekstrak etanol seledri 1000 mg/kgBB.(Sumber: Data Primer yang Diolah)

Gambar 1. Rerata Kadar Protein urin


Keterangan: Kelompok A/kontrol sehat(tanpa perlakuan dan tanpa dibuat model CKD); Kelompok
B/kontrol sakit (dibuat model CKD); Kelompok C: dibuat model AKI dan diberi ekstrak etanol
seledri 250 mg/kgBB; Kelompok D: dibuat model CKD dan diberi ekstrak etanol seledri 500
mg/kgBB; Kelompok E: dibuat model CKD dan diberi ekstrak etanol seledri 1000
mg/kgBB.(Sumber: Data Primer yang Diolah)
7

Rerata kadar protein urin yang memiliki nilai terendah ialah kelompok D,
kemudian diikuti dengan kelompok A, E, C dan B yang merupakan kelompok
dengan rerata kadar protein urin tertinggi. Hasil uji normalitas data rerata kadar
protein urin menggunakan uji Saphiro wilk menunjukkan hasil tidak normal
(p<0,05) maka di lakukan transformasi data dan di dapatkan data normal (p>0,05).
Uji homogenitas data menggunakan Levene test menunjukkan data homogen
(p>0,05) sehingga dapat diasumsikan data kadar protein urin memiliki sebaran data
normal dan homogen, maka analisis bivariat dengan uji one way ANOVA di
dapatkan nilai p =0,033 (p<0,05), hal ini menunjukkan terdapat perbedaan rerata
kadar protein urin yang signifikan pada minimal 2 kelompok. Selanjutnya
dilakukan uji post hoc LSD
. Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Kadar Protein Urin Tikus

n Mean±SD p value Keterangan

Kelompok_A 5 (1,162±0,348)#
Kelompok_B 5 (1,744±0,449)*
Kelompok_C 5 (1,612±0,686) Ada beda
0,033 bermakna
Kelompok_D 5 (0,890±0,192)#
Kelompok_E 5 (1,392±0,499)
Valid N 5
Uji post hoc LSD: *= p<0,05 vs kelompok A, #=p<0,05 vs kelompok B.
Keterangan: Kelompok A/kontrol sehat(tanpa perlakuan dan tanpa dibuat model
CKD); Kelompok B/kontrol sakit (dibuat model CKD); Kelompok C: dibuat model
CKD dan diberi ekstrak etanol seledri 250 mg/kgBB; Kelompok D: dibuat model
CKD dan diberi ekstrak etanol seledri 500 mg/kgBB; Kelompok E: dibuat model CKD
dan diberi ekstrak etanol seledri 1000 mg/kgBB.(Sumber: Data Primer yang Diolah)

Apabila dilakukan perbandingan antar kelompok, kelompok A memiliki kadar


protein urin yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok B (tikus model
CKD). Peningkatan kadar protein urin pada kelompok B artinya bahwa pembuatan
model CKD dapat meningkatkan kadar protein urin .
Pada penelitian ini Peningkatan kadar protein urin disebabkan oleh adanya
kerusakan ginjal yaitu akibat pemotongan sebanyak 5/6 bagian ginjal dan hanya
menyisakan 1/6. Akibat pemotongan tersebut menyebabkan terjadinya pengurangan
massa ginjal, dan menyebabkan kompensasi dari ginjal yang tersisa. Kompensasi
yang terjadi berupa peningkatan tekanan intraglomerular, distensi/regangan pada
8

struktur glomerulus, yang pada akhirnya memicu terjadinya disfungsi endotel,


aktivasi sel mesangial, sel podosit dan sel tubulus. Akibat ketidakseimbangan
tersebut menyebabkan cedera sel epitelial tubulus yang lebih lanjut dan
menyebabkan kelainan fungsi ginjal4. Akibat dari kelainan fungsi ginjal ini
menyebabkan protein, sebagai zat yang di butuhkan dalam tubuh, tidak dapat di
reabsorbsi dengan baiksehingga ikut dikeluarkan bersama dengan urin13. Karena
ginjal berperan sangat penting dalam retensi protein plasma dengan tubulus ginjal
yang berfungsi mereabsorpsi protein melewati barier filtrasi glomerulus2. Kelainan
fungsi ginjal tersebut dapat terlihat dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
yang mengakibatkan peningkatan kadar protein dalam urin8. Peningkatan kadar
protein dalam urin bergantung pada penurunan fungsi filtrasi glomerulus
(<60ml/mnt) yang mengindikasikan adanya gagal ginjal dan ditemukan gejala
seperti proteinuria, sedimen urin yang abnormal, kelainan elektrolit yang
berhubungan dengan kelainan tubulus, kelainan histologi, kelainan yang dideteksi
dengan imaging dan lain-lain7. Kondisi yang ditandai dengan peningkatan kadar
protein urin yang sangat tinggi dikenal dengan istilah proteinuria dan menjadi salah
satu gejala yang di timbulkan pada CKD. Walaupun kadar protein urin yang tinggi
dapat menunjukan tanda kerusakan ginjal namun faktor lain seperti pemberian
pakan dengan kadar protein yang tinggi dapat meningkatkan kadar protein urin7.
Kondisi klinis lain yang dapat menyebabkan peningkatan kadar protein urin antara
lain berkurangnya volume ekstraseluler dalam tubuh hewan coba akibat dehidrasi
dan asupan protein yang tinggi7.
Rerata kadar protein urin berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
kelompok B (kontrol sakit) lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan C, D,
dan E (diberi ekstrak etanol seledri dosis 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB, dan 1000
mg/kgBB). Hasil uji post hoc LSD menunjukkan pada kelompok B (kontrol sakit)
berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok D, dan antara kelompok B
dengan kelompok C dan E tidak berbeda bermakna. Hal tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak etanol seledri pada dosis 500 mg/kgBB mampu menurunkan kadar
protein urin pada tikus model CKD secara signifikan. Pada pemberian ekstrak
etanol seledri dosis 250 mg/kgBB terjadi penurunan rerata kadar protein urin
dibandingkan dengan kelompok kontrol sakit namun penurunannya hanya sedikit,
9

dan tidak signifikan jika dibandingkan dengan ekstrak etanol seledri 500 mg/kgBB.
Penurunan kadar protein urin pada kelompok C (ekstrak seledri 250mg/kgBB), D
(Ekstrak seledri 500mg/kgBB) dan E (ekstrak seledri 1000 mg/kgBB) merupakan
hasil dari kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, apigennin, glikosida iridoid
dan saponin yang didapat dari seledri (Apium graveolens L.) dengan berbagai
macam mekanisme6. Kelainan fungsi ginjal ini di akibat 5/6 Subtotal Nefrektomi
dihubungkan dengan imflamasi dan peningkatan stress oksidatif, yaitu
ketidakseimbangan antara penurunan kapasitas antioksidan dan peningkatan
produksi radikal bebas. Stress oksidatif juga dapat memicu terjadinya inflamasi
melalui aktivasi NF-kappaB dan sebaliknya inflamasi dapat melepaskan Reaktive
Oxygen Species yang akan merusak jaringan12. Di sisi lain, zat aktif flavonoid
seledri dapat menghambat terbentuknya radikal bebas yang dapat menghambat
stress oksidatif. Apigenin juga memblok pembebasan dan produksi TNF melalui
inaktifasi NF-kB dengan mensupresi fosforilasi sub unit p65, serta menghambat
NF-kB pada makrofag sehingga menghambat inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitial melalui pengambilan dan aktivasi makrofag sehingga tidak terjadi
inflamasi dan tidak terjadi peningkatan permeabilitas glomerular basement
membrane atau lebih spesifiknya karena kerusakan podosit di membran tersebut
akibat dari 5/6 Subtotal Nefrektomi11. Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan
penurunan laju filtasi glomerulus sehingga kadar protein dalam urin akan
meningkat1.
Kelompok pada pemberian ekstrak etanol 1000 mg/kgBB (kelompok E)
didapatkan hasil lebih rendah di bandingkan kelompok B, namun lebih tinggi di
banding kelompok D. Hal tersebut dapat terjadi karena besarnya konsentrasi
antioksidan yang ditambahkan, dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada laju
konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik atau polifenolik yaitu
golongan flavonoid sering hilang bahkan antioksidan tersebut dapat menjadi
prooksidan. Antioksidan hanya akan berfungsi ketika ada senyawa prooksidan
dalam tubuh, ketika dosis antioksidan dan prooksidan tidak seimbang atau kadar
antioksidan tinggi sedangkan prooksidan rendah, maka tubuh akan membentuk
senyawa prooksidan untuk menyeimbangkan kadarnya dengan antioksidan dan hal
10

ini akan membuat sel-sel radikal bebas tidak dapat diperbaiki lagi sehingga akan
meningkatkan kerusakan ginjal14.

KESIMPULAN
Pemberian ekstrak etanol seledri (Apium graveolens L.) dosis 500 mg/kgBB dapat
mencegah peningkatan kadar protein urin tikus putih (Sprague dawley) model CKD.

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Afifah, M.Sc,dr. Thianti Sylviningrum,
M.Pd.Ked.M.Sc.Sp.KK, dr. Fajar Wahyu Pribadi, M.Sc, dan dr. Yudhi Wibowo, MPH
yang telah membimbing dan meluangkan waktunya untuk memberikan banyak saran
hingga penelitian ini selesai.

DAFTAR PUSTAKA
1
Ackland, P., 2013. Prevalence, Detection, Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. In: D. Goldsmith, S. Jayawardene & P. Ackland, eds. ABC of Kidney
Disease. West Sussex: John Wiley & Sons, pp. 15-22.
2
Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik Gejala Gagal Ginjal
Akut.Yogyakarta : Nuha Medika
3
Black, J dan J. Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria.
4
Bonventre, J.V. and L. Yang. 2011. Cellular pathophysiology of ischemic acute kidney
injury.The Journal of ClinicalInvestigation, 121(11), pp.4210-4221.
5
Fazal, S.S., R. K. Singla. 2012, Review on the Pharmacognosticaland Pharmacological
Characterization of Apiumgraveolens Linn. IndGlob J.PharmaScie, 2(3) : 258-
261.
6
Jung, W. S., I. M.Chung. S. H. Kim, M.Y. Kim, A. Ahmad, N. Praveen .2011. In Vitro
Antioxidant Activity, Total Phenolics and Flavonoids from Celery (Apium
Graveolens) Leaves. Journal of Medicinal Plants Research. 5(32) : 7022-7030.
7
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012
Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kidney Inter. Suppl. 2013; 3: 5.
8
Lorraine M., W.,A. P.Sylvia. 2002. Patofosiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit
Volume 2Cetakan I. Jakarta: EGC.
11

9
Meyer, H., A. Bolarinwa, G. Wolfram, J. Linseisen. 2006. Bioavailability of Apigenin
from Apiin-Rich Parsley in Humans. Annals Nutrition and Metabolism. 50(3):
167-172.
10
Muzakar,& Nuryanto. 2012. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Seledri Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Pembangunan
Manusia 6(1).
11
Rahmawati, G., F. N.Rachmawati, H. Winarsi. 2014. Aktivitas Superoksida Dismutase
Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Batang Kapulaga dan Glibenklamid.Scripta
Biologica. 1(3) : 19-23.
12
Ruiz. S, Pergola P.E., R. A. Zager, N. D. Vaziri. 2013. Targeting the Transcription Factor
Nrf2 to Ameliorate Oxidative Stress and Inflammation in Chronic Kidney
Disease.Kidney Int. 83(6): 1029- 1041.
13
Shivraj, D., Bandivadekar, R. M. Kangralkar, V., Patil,. 2010, Oxidative Stress and
Kidney Disease. Curr Vasc Pharmacol 8 (1) : 122-128.
14
Simanjuntak, K. 2012. Peran Antioksidan Flavonoid Dalam meningkatkan Kesehatan.
Bina Widya 23(3): 135-140.

Anda mungkin juga menyukai