SKRIPSI
Oleh
Derry Herdhimas
NIM 102010101025
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Oleh
Derry Herdhimas
NIM 102010101025
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PERSEMBAHAN
ii
MOTO
Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah
mencoba hal baru*)
Belajarlah dari masa lalu, hiduplah untuk masa depan. Yang terpenting adalah
tidak berhenti bertanya*)
Orang cerdas memecahkan masalah, sementara orang jenius mencegah masalah*)
Albert Einstein
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Derry Herdhimas
NIM : 102010101025
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Protektif Pemberian Madu Personde terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal
pada Tikus Wistar Jantan yang Diinduksi Metanol adalah benar-benar hasil karya
sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan
belum pernah diajukan pada institusi lain manapun serta bukan karya jiplakan.
Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap
ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi
akademik apabila jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Derry Herdhimas
NIM. 102010101015
iv
SKRIPSI
Oleh
Derry Herdhimas
NIM. 102010101025
Pembimbing
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Pengaruh Protektif Pemberian Madu Personde terhadap
Gambaran Histopatologi Ginjal pada Tikus Wistar Jantan yang Diinduksi
Metanol telah diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal
tempat
Tim Pengguji
Penguji I
Penguji II
NIP 196909011999031003
NIP 196904111999031001
Penguji III
Penguji IV
NIP 198105182006041002
NIP 197902072005011001
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember
vi
RINGKASAN
Salah satu organ yang mendapat gangguan adalah ginjal. Ginjal umumnya kurang
dipertimbangkan sebagai target organ utama dalam kasus intoksikasi metanol.
Gagal ginjal akut sebelumnya lebih dipertimbangkan sebagai komplikasi terminal
keracunan metanol, akan tetapi episode berulang dari kerusakan ginjal akut telah
banyak didokumentasikan (Closs & Solbeg, 1970). Mekanisme patofisiologinya
masih diragukan, namun pada beberapa deskripsi terdahulu menjelaskan bahwa
mekanisme yang terjadi adalah nekrosis tubulus proksimal tanpa lesi glomerulus
(Erlanson et al, 1965). Madu adalah cairan manis alami yang berasal dari nektar
tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu. Madu merupakan salah satu dari
sekian banyak bahan alami yang telah lama digunakan sebagai obat (Susanto,
2007). Kandungan nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah
vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten yang
bermanfaat sebagai antioksidan tinggi (Gheldof, et al., 2002) serta Vitamin A,
Vitamin E yang juga merupakan salah satu vitamin antioksidan esensial yang utama.
vii
viii
gambaran histopatologi sel ginjal tikus wistar yang bermakna dengan nilai
p=0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian madu
terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi metanol. Hal ini
didukung oleh temuan penelitian dalam analisis deskriptif yang menyatakan
bahwa pada kelompok perlakuan 3 terjadi kerusakan sel tubulus ginjal yang
terkecil daripada kelompok perlakuan lain (diluar kelompok kontrol negatif).
Sedangkan dalam analsis analitik antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan
2, dan kelompok perlakuan 2 dengan perlakuan 3, ditemukan perbedaan pada
analisa deskriptif, namun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna dalam
analisis analitik. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan beberapa komponen
madu yang berfungsi sebagai antioksidan sangat bervariasi dan dimungkinkan
kurang mencukupi untuk mencegah kerusakan ginjal akibat induksi metanol
secara signifikan. Kemudian dapat juga diakibatkan oleh dosis metanol yang
diberikan terlalu banyak sehingga upaya pencegahan kurang bermakna, selain itu
terdapat pula faktor-faktor lain, yaitu rentang dosis madu yang tidak terlalu besar,
waktu penelitian yang singkat, dan faktor stress.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
pemberian madu personde dengan dosis 1ml/hari , 2ml/hari, dan 3ml/hari terhadap
perubahan gambaran histopatologi ginjal tikus wistar yang telah diinduksi
metanol. Pada kelompok kontrol negatif tidak terdapat perubahan gambaran
histopatologi, sedangkan pada kelompok kontrol positif terdapat perubahan
histopatologis yang sangat signifikan. Dosis pemberian madu berpengaruh
terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi metanol. Hal ini
ditunjukkan semakin tinggi pemberian dosis madu maka skor presentasi
kerusakan sel ginjal yang diinduksi metanol semakin menurun.
ix
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Protektif
Pemberian Madu Personde terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal pada Tikus
Wistar Jantan yang Diinduksi Metanol. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Enny Suswati, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember;
2. dr. Hairrudin, M. Kes., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
3. dr. Azham Purwandhono, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Utama (DPU)
dan dr. Sugiyanta, M. Ked., selaku Dosen Pembimbing Anggota (DPA) yang
telah banyak membantu dan meluangkan waktu, pikiran serta perhatiannya
untuk membimbing penulis skripsi ini sejak awal hingga akhir;
4. dr. Heni Fatmawati, M. Kes. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah bersedia membimbing penulis selama studi;
5. dr. Sugiyanta, M. Ked., selaku koordinator KTI yang telah menyetujui
penyusunan skripsi ini;
6. dr. Al Munawir, M. Kes. Ph.D, dr. Muhamad Hasan, M. Kes., Sp. OT., dr.
Azham Purwandhono, M. Sc., dan dr. Sugiyanta, M. Ked., selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran, dan masukan yang
membangun dalam penulisan skripsi ini;
7. Orang Tua, Bapak Padiyono dan Ibu Endang Septiyahariningsih terkasih dan
tercinta atas dukungan doa, moril, materi, dan semua curahan kasih sayang
yang tak akan pernah putus. Kebahagiaan kalian adalah segalanya untukku;
8. Kakakku Ardhika Hermigo dan Adikku Nur Fitria Hapsari yang selalu
memberikan keceriaan dalam hidup ini
9. Amalia Firdaus yang telah membantu dan memotivasi dari awal hingga akhir;
10. Sahabatku Rizal dan Enggar yang telah memberikan semangat dan motivasi;
11. Teman-teman seperjuagan Angkatan 2010, Lambda yang selalu saling
support dan menjadi teman seperjuangan demi menyelesaikan studi di
Fakultas Kedokteran Universitas Jember ini;
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga kaya tulis ini bermanfaat bagi
pembaca dan khususnya untuk perkembangan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN MOTO ............................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN ...........................................................................v
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. vi
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
PRAKATA ..............................................................................................................x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat ..........................................................................3
1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................................3
1.3.2 Manfaat Penelitian ....................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metanol ...............................................................................................5
2.1.1 Metabolisme Metanol ...............................................................5
2.1.2 Keracunan Metanol ...................................................................6
2.2 Ginjal ..................................................................................................8
2.2.1 Struktur Anatomi Ginjal ...........................................................9
2.2.2 Fisiologi Ginjal ........................................................................11
2.2.3 Histologi Ginjal........................................................................16
2.2.4 Cedera Tubulus Proksimal .......................................................16
2.2.5 Faktor yang Berpengaruh pada Kerusakan Ginjal ..................17
xii
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
3.1
3.2
4.1
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
3.1
Skor Presentasi Sel Ginjal Abnormal (%) dengan kriteria Venien et al .......29
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Hasil Perhitungan Sel Ginjal ................................................................................ 46
B. Gambaran Perubahan Histopatologi Ginjal .......................................................47
C. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas .............................................................50
D. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis .....................................................................51
E. Hasil Uji Post Hoc (Mann Whitney) ..................................................................52
xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
yang memproduksi protein. Metanol paling banyak dijumpai dalam rumah tangga
dalam bentuk canned heat atau cairan pembersih kaca mobil. (Mathiharan &
Patnaik, 2010).
Metanol dapat diabsorbsi ke dalam kulit, saluran pernafasan atau
pencernaan dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh. Mekanisme utama metanol
di dalam tubuh manusia adalah dengan oksidasi menjadi formaldehida, asam
format dan CO2. Metanol
dalam jumlah kecil diekskresikan melalui pernafasan, keringat dan urin. Metanol
tidak dapat diikat oleh karbon. Pada manusia kepekaan khusus terhadap
keracunan metanol mungkin disebabkan oleh produksi metabolit format dari
metanol yang membutuhkan folat dan bukan oleh metanolnya sendiri atau
formaldehid, suatu metabolit antara (Katzung, 1998).
Keracunan metanol sering terjadi di negara kita dan dapat menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas seperti yang pernah tejadi pada
pertengahan tahun 2008, 21 orang tewas di Jambi karena menenggak minuman
keras oplosan, 26 orang dilaporkan tewas di Denpasar tahun 2009. Di Manado, 12
orang tewas. Di Indramayu, 19 remaja juga tewas karena hal serupa. Di
Banjarmasin pada tahun 2011 4 Warga Negara Rusia tewas setelah minum miras
oplosan (Armandhanu, 2011).
Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi membuang produk sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea
(dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari kreatin otot), asam urat (dari asam
nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit
berbagai hormon. Produk-produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat
produksinya. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya
yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat-obatan, dan
zat aditif makanan (Guyton & Hall, 2006). Ekskresi merupakan hasil dari tiga
proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan
reabsorbsi pasif di tubulus proksimal dan distal (Ganiswara, 2005).
Madu adalah cairan manis alami yang berasal dari nektar tumbuhan yang
diproduksi oleh lebah madu. Madu merupakan salah satu dari sekian banyak
bahan alami yang telah lama digunakan sebagai obat. Madu kaya akan vitamin A,
betakaroten, vitamin B complex (lengkap), vitamin D, E, dan K. Madu sebagai
obat dapat digunakan sebagai antibakteri, diare, meredakan alergi, kosmetika,
antikanker (Susanto, 2007).
Selain itu madu kaya akan kandungan antioksidan. Kandungan nutrisi dalam
madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin C, asam organik, enzim,
asam fenolik, flavonoid dan beta karoten yang bermanfaat sebagai antioksidan
tinggi serta Vitamin A, Vitamin E yang juga merupakan salah satu vitamin
antioksidan esensial yang utama. Dengan demikian pada madu terdapat banyak
nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan dan semua senyawa tersebut
bekerjasama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas.
Dengan besarnya potensi antioksidan yang terkandung dalam madu dan efek
proteksi madu terhadap ginjal belum banyak diteliti, maka peneliti ingin
mengetahui apakah madu dapat memberikan efek protektif terhadap histopatologi
ginjal yang diinduksi metanol.
b.
Untuk
mengetahui
pengaruh
pemberian
madu
terhadap
perubahan
1.3.2 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah tentang
khasiat madu.
b.
c.
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
penelitian lain.
2.1 Metanol
Metanol (methyl alcohol=wood alcohol) merupakan cairan tidak berwarna,
mudah menguap dalam suhu kamar dan merupakan bahan yang banyak dipakai
dalam industri sebagai bahan yang banyak dipakai dalam industri sebagai bahan
pelarut, seperti pembersih kaca, pembersih cat, dll (Tjokroprawiro, 2007).
Bahan ini juga sering dipakai pengganti alkohol oleh pecandu-pecandu
alkohol, karena harganya relatif murah. Meskipun bahan ini utamanya hanya
menimbulkan
Keracunan dapat melewati saluran makanan, inhalan dan lewat kulit. Dosis
toksik metanol sekitar 30-240 ml (20-150 gram). Dosis toksik minimum sekitar
100 mg/kg (Tjokroprawiro, 2007).
bisa terjadi setiap saat. Periode laten bisa berlangsung lebih lama, bila metanol
diminum bersama-sama etanol (Tjokroprawiro, 2007).
b. Pemeriksaan Laboratorik
Anion gap meningkat. Peningkatan anion gap sebesar 10 mOsml/l,
biasanya sudah dianggap sebagai keracunan metanol. Kadar bikarbonat
biasanya menurun <15mEq/L. Kadar metanol serum > 20 mg/dl sudah dapat
dianggap toksik. Peningkatan > 40 mg/dL merupakan keracunan berat. Asam
format yang tinggi dalam serum, merupakan diagnosis yang pasti.
Laboratorium yang lain: DL, elektrolit, gula darah, faal ginjal, osmolalitas
serum dan anion gap, analisis gas darah, kadar etanol dalam serum
(Tjokroprawiro, 2007).
c. Patofisiologi Kerusakan pada Ginjal
Ginjal umumnya kurang dipertimbangkan sebagai target organ utama
dalam kasus intoksikasi metanol. Gagal ginjal akut sebelumnya lebih
dipertimbangkan sebagai komplikasi terminal keracunan metanol, akan tetapi
episode berulang dari kerusakan ginjal akut telah banyak didokumentasikan
(Closs & Solbeg, 1970). Mekanisme patofisiologinya masih diragukan, namun
pada beberapa deskripsi terdahulu menjelaskan bahwa mekanisme yang terjadi
adalah nekrosis tubulus proksimal tanpa lesi glomerulus (Erlanson et al, 1965).
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan cedera ginjal akut akibat
intoksikasi metanol, antara lain:
1) Kebanyakan dari pasien dengan keracunan metanol menunjukkan gejala
asidosis asam format berat sebagai akibat penumpukan asam format dan
kurangnya ekskresi serta akibat dari produksi asam laktat. Asam format
merupakan suatu inhibitor terhadap mitochondrial cytochrome oxidase.
Penghambatannya meningkat seiring dengan penurunan pH dan akan
menyebabkan hipoksia jaringan dan cedera selular (Liesivouri &
Sovalainen, 1991). Keberadaan asam format juga menstimulus absorpsi
natrium klorida pada tubulus proksimal ginjal (Knauf et al, 2001).
2) Penurunan perfusi darah ginjal juga dipertimbangkan sebagai penyebab
cedera ginjal akut ini (Verhelst et al, 2004).
Permukaan luarnya halus dan licin, diselubungi oleh simpai (capsula) yang
dilingkupi oleh fasia Gerota dan jaringan lemak perinefrik. Pada sisi medial ginjal
terdapat cekungan yang disebut hilus (hillum of kidney) yang ditembus oleh arteri
dan vena renalis, nodul limfatikus, dan ureter. Pada irisan koronal ginjal tampak
parenkim ginjal yang terbagi menjadi bagian korteks (renal cortex) dan medula
(renal medulla), dengan tonjolan korteks disebut kolumna renalis (renal column),
dan tojolan medula disebut papila renalis (renal papila) (Drake et Al, 2010).
10
11
12
13
14
f. Alkohol
Konsumsi Alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang akan
menyebabkan kerusakan pada sel ginjal. Dengan adanya paparan dari alkohol
maka akan memperberat kerusakan ginjal yang terjadi. (Price et al, 2006).
g. Stres
Adanya stres pada organ ginjal akan dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel
ginjal. Sehingga adanya stres sebelum pemaparan akan memperberat kerusakan ginjal
2.3 Madu
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian
lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau eksresi serangga (SNI 01-3545-2004).
Madu yang sudah matang mempunyai kadar air rendah dan kandungan gula buah
(fruktosa) tinggi. Kandungan air yang rendah akan menjaga madu dari kerusakan
untuk jangka waktu relatif lama (Sihombing, 1997).
Madu dapat berasal dari bunga yang beragam, sehingga penampilan dan
kualitas dari masing-masing madu sangat bervariasi. Faktor-faktor yang
menentukan kualitas madu antara lain : warna, rasa, kekentalan, dan aroma.
Warna dan rasa dapat rusak saat pengolahan (Sihombing, 1997).
15
Ustilaginaceae) dan
khamir (Nematospora,
16
17
Madu mengandung protein yang berasal dari lebah madu (Gojmerac, 1980).
Protein madu terdapat dalam bentuk albumin, globulin, protease, pepton, histon,
albumosa, albuminoid, nukleoprotein, dan asam-asam amino esensial (White,
1979). Sebagian protein dan asam amino bertanggung jawab terhadap sifat
koloidal madu (Matheson, 1984). Protein juga menyebabkan kecenderungan
membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986).
Madu
Sebagai Zat
Antioksidan
Ginjal
Nekrosis Tubular
Akut
Perubahaan
Gambaran
Histopatologi Ginjal
18
Keterangan :
Meningkatkan
Mencegah
Pemberian metanol pada tikus wistar jantan baik secara akut atau kronis
menyebabkan toksik pada ginjal (nefrotoksik), yang menyebabkan peningkatan
aktifitas enzim lipid peroksidase sehingga menimbulkan radikal bebas (stres
oksidatif) ditandai dengan kerusakan atau gangguan pada jaringan ginjal, yang
akibatnya terjadi nekrotik tubulus akut sehingga menyebabkan gangguan pada
ginjal.
Kadungan nutrisi pada madu seperti Vitamin C, asam organik, enzim, asam
fenolik, flavonoid dan beta karoten bermanfaat sebagai antioksidan tinggi
(Gheldof, et al., 2002) serta Vitamin A, Vitamin E yang juga merupakan salah
satu vitamin antioksidan esensial yang utama merupakan pemutus rantai
peroksida lemak pada membran.
Gambaran histopatologi ginjal tikus wistar didapatkan dengan menghitung
presentase sel abnormal pada tubulus proksimal ginjal tikus wistar yang telah
dicat HE dan dan sesuai dengan kriteria Venient et Al.
2.5 Hipotesis
a. Terdapat pengaruh pemberian madu terhadap perubahan histopatologi ginjal
tikus wistar jantan yang diinduksi metanol.
b. Dosis madu berpengaruh terhadap perubahan histopatologi ginjal tikus wistar
jantan yang diinduksi metanol.
20
PKn
DKn
Kp
PKp
DKp
P1
DP1
P2
DP2
P3
DP3
R
Po
S
P
Keterangan:
Po
: Populasi tikus
: Sampel
Kn
Kp
PKn
PKp
: Kelompok perlakuan
21
P1
: Perlakuan 1 yang diberikan madu per oral dosis I yaitu 1 ml/200 gram
BB tikus berturut turut selama 7 hari, dengan hari ke 6 dan 7 juga
diberikan metanol 50% dosis 2,25 ml setelah 1 jam pemberian madu
P2
: Perlakuan 2 yang diberikan madu per oral dosis II yaitu 2 ml/200 gram
BB tikus berturut turut selama 7 hari, dengan hari ke 6 dan 7 juga
diberikan metanol 50% dosis 2,25 ml setelah 1 jam pemberian madu
P3
: Perlakuan 3 yang diberikan madu per oral dosis III yaitu 3 ml/200
gram BB tikus berturut turut selama 7 hari, dengan hari ke 6 dan 7
juga diberikan metanol 50% dosis 2,25 ml setelah 1 jam pemberian
madu
DKn : Data hasil pengamatan histopatologi Ginjal tikus kelompok kontrol negatif
DKn : Data hasil pengamatan histopatologi Ginjal tikus kelompok kontrol positif
DP1-DP3 : Data hasil pengamatan histopatologi Ginjal tikus P1,P2,P3
A
: Analisis Data
22
23
Keterangan Lesi
3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus wistar jantan
dengan berat 200 gram sebanyak 25 ekor, Metanol 50%, Madu, Bahan Lain
yang digunakan adalah kapas, alkohol, larutan Netral Buffer Formalin 10 % untuk
24
25
pada kelompok perlakuan 2, dan madu dosis III diberikan sehari sekali selama
7 hari berturut-turut pada kelompok perlakuan 3.
Perhitungan dosis madu :
1) Dosis I setara dengan dosis untuk manusia yaitu 15 mL.
Nilai konversi x 15 mL madu = 0,018 x 15ml madu = 0,25 ml madu
Pengenceran madu : 2,5 ml madu + 7,5 ml aquadest =10 ml larutan madu.
Jadi dalam 1 ml larutan mengandung 0,25 ml madu. Madu yang disondekan
adalah madu yang telah diencerkan. Jadi madu yang akan disondekan pada
tikus dengan berat badan 200 gram adalah 1 ml yang diberikan selama 7
hari berturut-turut
2) Dosis II madu adalah 2x dari madu dosis I
2 x 0,25ml madu = 0,5 ml
2 x 1 ml larutan = 2 ml
Madu dosis ke II ini akan diberikan berturut turut selama 7 hari dengan
dosis 2 ml
3) Dosis III madu adalah 3x dari madu dosis I
3 x 0,25ml madu = 0,75 ml
3 x 1ml larutan = 3 ml
Madu dosis ke III ini akan diberikan berturut turut selama 7 hari dengan
dosis 3 ml
b. Perlakuan Hewan Coba
Tikus jantan sebanyak 25 ekor yang telah diaklimatisasi selama satu
minggu dan telah dibagi menjadi 5 kelompok secara random dipuasakan
terlebih dahulu selama 8 jam sebelum perlakuan, tetapi tetap diberi minum
secara oral. Setelah dipuasakan masing masing kelompok diberi perlakuan.
Setiap tikus pada kelompok kontrol diberi aquadest. Sedangkan setiap
tikus pada semua kelompok perlakuan diberi madu dengan volume
pemberiannya berbeda dan pada hari ke 6 dan 7 diberi metanol 50% dengan
dosi 2,25 ml.
Pengelompokan subjek dilakukan secara random :
26
metanol
diberikan
setelah
jam
pemberian
madu
dimaksudkan agar madu terabsorbsi terlebih dahulu. Pada hari ke-8 Tikus
dikorbankan dengan dekapitasi, ginjal diambil kemudian dibersihkan dan
diproses untuk pembuatan preparat histopatologi.
c. Pengambilan Sampel Penelitian
Pada hari ke-8, seluruh tikus dikorbankan melalui dekapitasi. Selanjutnya
tikus dibedah dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan
pemrosesan jaringan yang kemudian dilakukan pengamatan mikroskopis.
Sampel yang sudah diambil kemudian dibersihkan dengan aquadest dan
difiksasi dengan menggunakan formalin 10%.
d. Pemrosesan Jaringan
27
e. Pembacaan Preparat
Penentuan skor ditentukan berdasarkan kriteria scoring Venient et Al..
Dari setiap sampel ginjal dibuat preparat dengan potongan koronal. Preparat
tersebut akan dibaca minimal 100 sel dalam lima lapangan pandang dengan
perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah perubahan abnormal gambaran
histopatologi pada ginjal dengan menghitung sel normal, atrofi/dilatasi sel,
inflamasi/fibrosis sel, dan nekrosis sel.
28
Kp
Kn
Pemberian
Pemberian
Aquadest 1 ml per Aquadest 1 ml per
200 gram BB
200 gram BB
P1
Pemberian
madu 1 ml per
200gram BB
P2
Pemberian
madu 2 ml per
200gram BB
P3
Pemberian
madu 3 ml per
200gram BB
histopatologi ginjal tikus wistar yang diperoleh dapat dilihat dari tabel di bawah
ini
Tabel 4.1 Analisis deskriptif sel ginjal tikus wistar
Kelompok
Mean
SD
Minimum
Maksimum
2.80
2.60
2.20
1.80
1.00
0.447
0.548
0.447
0.447
0.000
25 - <50%
25 - <50%
25 - <50%
< 25%
< 25%
50 - <75%
50 - <75%
50 - <75%
25 - <50%
< 25%
30
Kelompok
Kontrol Positif
.000
Perlakuan 1
.006
Perlakuan 2
.000
31
Perlakuan 3
.006
Kontrol Negatif
.000
Dari tabel di atas, didapatkan distribusi data tidak normal (p < 0.05) tetapi
homogenitas
varians
didapatkan
normal,
kemudian
dilanjutkan
dengan
transformasi data, karena sebaran data setelah transformasi masih tidak normal,
maka dilakukan uji non-parametik Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis
didapatkan p = 0.002*, sebagai berikut:
Median
3
3
2
2
1
Minimum
2
3
2
1
1
Maksimum
3
3
3
2
1
0.002*
Perlakuan 3
0.05*
0.031*
0.093
-
Kontrol Positif
0.004*
0.513
0.072
0.014*
Berdasarkan tabel di atas, uji beda antar kelompok didapatkan bahwa skor
derajat perubahan histopatologi ginjal antara kelompok kontrol negatif dengan
32
4.4 Pembahasan
Metanol (methyl alcohol=wood alcohol) merupakan cairan tidak berwarna,
mudah menguap dalam suhu kamar dan merupakan bahan yang banyak dipakai
dalam industri sebagai bahan yang banyak dipakai dalam industri sebagai bahan
pelarut, seperti pembersih kaca, pembersih cat, dll (Tjokroprawiro, 2007).
Bahan ini juga sering dipakai pengganti alkohol oleh pecandu-pecandu
alkohol, karena harganya relatif murah. Meskipun bahan ini utamanya hanya
menimbulkan gangguan kesadaran (inebriation), bahan metabolitnya sendiri dapat
menimbulkan asidosis metabolik, kebutaan, dan kematian setelah periode laten
selama 6-30 jam (Tjokroprawiro, 2007).
Ginjal umumnya kurang dipertimbangkan sebagai target organ utama dalam
kasus intoksikasi metanol. Gagal ginjal akut sebelumnya lebih dipertimbangkan
sebagai komplikasi terminal keracunan metanol, akan tetapi episode berulang dari
kerusakan ginjal akut telah banyak didokumentasikan (Closs & Solbeg, 1970).
Mekanisme patofisiologinya masih diragukan, namun pada beberapa deskripsi
terdahulu menjelaskan bahwa mekanisme yang terjadi adalah nekrosis tubulus
proksimal tanpa lesi glomerulus (Erlanson et al, 1965).
Kebanyakan dari pasien dengan keracunan metanol menunjukkan gejala
asidosis asam format berat sebagai akibat penumpukan asam format dan
33
kurangnya ekskresi serta akibat dari produksi asam laktat. Asam format
merupakan suatu
Penghambatannya
meningkat
seiring
dengan
cytochrome oxidase.
penurunan
pH
dan
akan
34
analisis analitik. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan beberapa komponen
madu yang berfungsi sebagai antioksidan sangat bervariasi dan dimungkinkan
kurang mencukupi untuk mencegah kerusakan ginjal akibat induksi metanol
secara signifikan. Kemudian dapat juga diakibatkan oleh dosis metanol yang
diberikan terlalu banyak sehingga upaya pencegahan kurang bermakna, selain itu
terdapat pula faktor-faktor lain, yaitu rentang dosis madu yang tidak terlalu besar,
waktu penelitian yang singkat, dan faktor stress.
Pada penelitian ini penulis telah meminimalisir bias perhitungan sel dengan
cara menggunakan teknik Single blind dalam pembacaan preparat histopatologis,
namun tidak tertutup kemungkinan bias yang lain antara lain adalah faktor
regenerasi sel tubulus. Dalam penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan
penelitian dengan rentang dosis madu yang lebih besar dan bervariasi, serta masa
perlakuan yang lebih lama. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian mengenai
perbandingan efek akut, subakut, dan kronis dari toksisitas metanol terhadap
ginjal.
BAB 5. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat pengaruh pemberian madu personde dengan dosis 1ml/hari ,
2ml/hari, dan 3ml/hari terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal tikus
wistar yang telah diinduksi metanol. Pada kelompok kontrol negatif tidak terdapat
perubahan gambaran histopatologi, sedangkan pada kelompok kontrol positif
terdapat perubahan histopatologis yang sangat signifikan.
Dosis pemberian madu berpengaruh terhadap perubahan gambaran
histopatologi ginjal yang diinduksi metanol. Hal ini ditunjukkan semakin tinggi
pemberian dosis madu maka skor presentasi kerusakan sel ginjal yang diinduksi
metanol semakin menurun.
4.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian madu
peroral terhadap organ lain.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian metanol
terhadap kerusakan ginjal dengan dosis yang lebih bervariasi dan waktu
penelitian yang lebih lama dan berjenjang.
c. Perlu dilakukan studi epidemiologi mengenai penggunaan metanol di
msyarakat
36
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf
Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Armandhanu, D. 2011. Minum Arak di Banjarmasin, 4 WN Rusia Tewas.
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/229071-minum-arak-di-banjarmasin-4-wn-rusia-tewas [20 Juli 2013]
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Madu SNI 01-3545-2004. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Indonesia.
Cloos, K. & Solberg, C.O. 1970. Methanol Poisoning. JAMA
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Drake et Al. 2010. Grays Anatomy for Students 2nd Edition. Philadephia:
Elsenvier.
Erlanson, P., Fritz, H., Hagstam, KE., Liljenberg, B., Tryding, N., dan Voigt, G.
1965. Severe Methanol Intoxication. Scand: Acta Med.
Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, D.F., Purwantyastuti, Nafrialdi, 2005,
Farmakologi dan terapi, Edisi IV, Jakarta: bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gheldof N, Wang Xiao-Hong, and Engeseth N.J., 2002, Identification and
Quantification of Antioxidant Components of Honeys from Various Floral
Sources, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50, 5870-5877
Gojmerac, W. L. 1980. Bees, Beekeping, Honey and Pollination. Westport,
Connecticut, Madison : AVI Publishing Company, Inc.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Pennsylvania: Elsevier Inc.
Katzung, B. G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. Jakarta: EGC
Knauf, F., Yang, R. B., Thomson R.B., Metone, S.A., Giebisch, G., dan Aroson,
P.S. 2001. Identification of a Chlooride-formate Exchanger Expressed on
the Brush Border membrane of Renal Proximal Tubule Cells.USA: Proc.
Natl. Acad. Sci.
37
Krell, R. 1996. Value-added products from beekeeping. In: Food and Agriculture
of Organization Agricultural Services Bulletin 124, Rome.
http://www.fao.org/docrep/w0076E/w0076E00.htm [2 Juli 2013].
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas, Sumber,
Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Liesivouri, J. & Savolainen, H. 1991. Methanol and Formic Acid toxicity :
Biochemical Mechanism.
Mathiharan, K. & Patnaik, A. K. 2010. Modis.Medical Jurisprudence and
Toxicology. 23th edition. Daytona, Ohio: LexisNexis.
McFarlane, P.S., Reid, R., dan Callander, R. 2000. Pathology Illustrated. Ed-5.
London: Churcil Livingstone.
Menteri Keuangan RI. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor: 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang
Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.
Jakarta: Menteri Keuangan RI.
Olaitan, P.B., O.E. Adeleke, and I.O. Ola. 2007. Honey: a reservoir for
microorganisms and an inhibitory agent for microbes. J. of African Health
Sciences.
Price, S.A., Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Ed 6. Jakarta: EGC.
Sihombing, D. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada
Universitas Press.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Jogjakarta: Kanisius.
Susanto. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Penebar Swadaya Plus. Hal. 27-28, 30-32.
Tjokroprawiro, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press
Velhelst, D., Moulin, P., Haufroid, V., Wittebole, X., Jadoul, M., dan Hantson, P.
2004. Acute Renal Injury Following Methanol Poisoning: Analysis of a
Case Series. International Journal of Toxicology, 23:267-273.
38
39
D
E
Lp1
Lp2
Lp3
N AN N AN N
AN
24 11 8
4 14
5
23 6 15 3 23
4
29 2 20 - 14
66666
24 3 26 2 21
4
24 3 18 5 22
-
9
32
2
-
12
21
5
-
P1
A
B
C
D
E
15
6
15
6
10
13
10
8
17
10
12
14
17
16
7
13
12
7
14
16
5
9
12
11
11
14
10
13
11
18
6
14
4
12
12
8
8
10
9
7
11
12
9
13
7
11
7
13
10
11
P2
A
B
C
D
E
13
17
15
10
10
16
8
11
14
12
10
8
8
7
15
8
11
12
15
9
12
10
13
12
20
9
11
15
13
8
11
6
6
13
15
5
19
11
12
8
9
23
3
22
7
8
11
8
8
17
P3
A
B
C
D
E
16
20
10
10
22
4
9
9
8
4
17
21
12
15
16
9
10
7
5
3
19
21
21
22
10
8
3
2
6
9
19
15
13
22
12
9
7
8
4
7
25
10
21
17
6
3
5
7
2
11
KP
A
B
C
D
E
16
8
10
9
7
17
14
12
11
19
11
15
10
16
7
19
11
12
13
18
13
12
9
13
17
10
15
13
18
3
17
7
16
7
18
9
7
15
16
6
5
8
2
8
8
11
8
8
12
Kn
A
B
C
40
1
1
2
Catatan:
1. Tubulus Normal
2. Glomerulus
B.2 Kontrol Positif
1
2
3
3
3
Catatan:
1. Tubulus Normal
2. Glomerulus
3. Tubulus Abnormal
41
B.3 Perlakuan 1
1
3
Catatan:
1. Sel Tubulus Normal
2. Glomerulus
3. Sel Tubulus Abnormal
B.4 Perlakuan 2
2
3
2
1
3
Catatan:
1. Tubulus Normal
2. Glomerulus
3. Tubulus Abnormal
42
B.5 Perlakuan 3
2
3
1
1
2
Catatan:
1. Sel Tubulus Normal
2. Glomerulus
3. Sel Tubulus Abnormal
43
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Skor
Kontrol Positif
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.473
.001
.552
.000
Perlakuan 1
.367
.026
.684
.006
Perlakuan 2
.473
.001
.552
.000
Perlakuan 3
.367
.026
.684
.006
Levene Statistic
Skor
Based on Mean
Based on Median
df1
df2
Sig.
1.016
16
.412
.267
16
.848
Based on Median
.267
3
15.385
and with adjusted df
Based on trimmed
1.016
3
16
mean
a. Skor is constant when Kelompok = Kontrol Negatif. It has been omitted.
.848
.412
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54