Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS ET CRURIS


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan
Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
Pembimbing :

dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM

Disusun oleh:
Nama : Ila Mahira
Nim : 030.10.131

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD KARDINAH TEGAL
PERIODE 28 DESEMBER 2015 30 JANUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JANUARI 2016

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS ET CRURIS


Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM
Oleh : Ila Mahira (030.10.131)

I.

PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(Glabrous skin) kecuali bagian telapak tangan, telapak kaki, dan daerah
inguinal. Sedangkan tinea kruris adalah dermatofitosis subakut atau kronis
pada paha bagian atas, inguinal dan regio pubis.1 Lesi pada tinea kruris
dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar
anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah. Kedua kelainan ini dapat
terjadi secara bersamaan, dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau
sebaliknya tine kruris et korporis. Dermatofitosis adalah penyakit pada
jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada
epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi, dermatofitosis
diklasifikasikan menjadi :

Tinea kapitis: dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

Tinea barbae

: dermatofitosis pada dagu dan janggut


-

Tinea kruris

: dermatofitosis pada daerah

genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang


hingga perut bagian bawah
-

Tinea pedis et manum

Tinea unguium

: dermatofitosis pada kaki dan tangan


: dermatofitosis pada kuku
-

Tinea korporis

: dermatofitosis pada

kulit tubuh tak berambut

1 Mirmirani P, Rogers M. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8th edition. McGraw-Hill


Medical Publishing Division, New York. 2012.p.2277-88

Dermatofita adalah golongan jamur yang bersifat mencerna keratin.


Dermatofita termasuk ke dalam kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3
genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophtyon.2 Masingmasing spesies dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, namun
penyebab terseringnya adalah Trichophyton rubrum.3
Kelainan kulit ini merupakan bagian dari penyakit kulit dermatosis
eritroskuamosa yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya
eritema dan skuama yang meliputi psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea,
dermatitis seboroik, lupus erimatosus, dan dermatofitosis. Selain itu penyakit
ini juga merupakan diagnosis banding dari kandidosis kutis lokalisata. Namun
kandidosis kutis lokalisata sering terjadi pada bayi. 4 Gejala klinis yang biasa
dijumpai pada tinea korporis adalah lesi berbentuk bulat atau lonjong,
berbatas tegas dan terdiri atas eritema dan skuama, dan terkadang disertai
papul dan vesikel di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang. Kadangkadang dapat terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah, namun dapat pula terlihat polisiklik
karena beberapa lesi yang menjadi satu. Pada tinea korporis yang menahun,
tanda radang biasanya tidak terlihat lagi. Pada tine kruris, kelainan kulit yang
tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi
lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam
bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila tinea kruris terjadi
menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.5
Mikosis superfisial, terutama disebabkan oleh dermatofita merupakan
jenis infeksi jamur terbanyak didunia yang dapat mengenai berbagai
kelompok usia dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi
dermatofitosis diperkirakan mengenai sekitar 20-25% dari populasi di seluruh
2 Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.89-109
3 Mirmirani P, Rogers M, loc. cit
4 Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.189-202
5 Budimulja U, loc. cit

dunia.6 Sebuah variasi yang signifikan dalam pola infeksi jamur di berbagai
negara terlihat jelas dari penelitian yang dilakukan di negara yang berbeda
seperti Aljazair, Afrika Selatan, Meksiko, Italia, Jepang, Amerika Serikat,
Kanada, Brasil, India, dan Australia. Heterogenitas ini dalam prevalensi
infeksi dermatofitosis di berbagai negara dikaitkan dengan faktor-faktor
seperti iklim (kelembaban, suhu), gaya hidup (higienitas), keterlibatan dalam
kegiatan di luar ruangan dan prevalensi penyakit yang mendasari (diabetes,
kekurangan gizi, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta imunosupresi). Faktor
lain adalah keengganan pasien untuk mencari pengobatan karena sifat ringan
dari penyakit atau karena malu, kecuali kondisi penyakit menjadi serius
sehingga mempengaruhi kualitas hidup.7 Tinea korporis merupakan infeksi
yang umumnya sering dijumpai di daerah yang panas. Tricophyton rubrum
merupakan penyebab infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar
47 % menyebabkan tinea korporis.8 Distribusi tinea kruris terjadi diseluruh
dunia namun kejadiannya kerap dijumpai pada daerah dengan iklim yang
panas dan lembab.9
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki
suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan
jamur,

sehingga

jamur

dapat

ditemukan

hampir

disemua

tempat.

Dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis, dimana tinea


krusis dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak.10 Dari data
beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan
persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari
2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang).11
6 Havlickova B, Czaika VA, Fredrich M. Epidemiological trends in skin mycoses worldwide.
Mycoses. 2008;51:2-15
7 Rahman MH, et al. Prevalence of Superficial Fungal Infections in the Rural Areas of
Bangladesh. Iran J Dermatol 2011;14;86-91
8 Lesher JL, et al. Tinea Korporis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1091473overview#a6. Accessed on 12 January 2016
9 Wiederkehr M, et al. Tinea Cruris. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview#a6. Accesed on 12 January 2016
10 Yossela T. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. J Majority. 2015;4(2):122-8
11 Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulya U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta:

Di RSUD Kardinah pada tahun 2014 didapatkan insiden dermatofitosis


sebanyak 282 kasus kasus. Terdiri dari Tinea Manum 4 kasus, Tinea Pedis 24
kasus, Tinea kruris 122 kasus, Tinea kapitis 6 kasus, Tinea Fasialis 15 kasus,
Tinea Unguium 8 kasus dan Tinea Korporis 103 kasus. Dari 103 kasus baru
Tinea Korporis terdapat 49 jumlah penderita laki-laki dan 54 orang jumlah
penderita perempuan. Sedangkan dari 122 kasus baru tinea kruris, terdapat
52 orang jumlah penderita laki-laki dan 70 orang penderita perempuan.
Prevalensi Dermatofitosis di RSUD Kardinah Tahun 2014
Tinea Manum
1%
37%
3%
5%

Tinea Pedis
9%

Tinea Kruris
43%

2%

Tinea Kapitis
Tinea Fasialis
Tinea Unguium
Tinea Corporis

Balai Pustaka FKUI; 2001:1-6

Prevalensi Tinea Korporis Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Kardinah Tahun 2014

Laki-laki
52%

Perempuan
48%

Prevalensi Tinea Kruris Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Kardinah Tahun 2014

Laki-laki

Perempuan
43%

57%

Di RSUD Kardinah pada tahun 2015 didapatkan insiden dermatofitosis


sebanyak 185 kasus. Terdiri dari Tinea Manum 4 kasus, Tinea Pedis 12 kasus,
Tinea kruris 77 kasus, Tinea kapitis 9 kasus, Tinea Fasialis 22 kasus, Tinea
Unguium 3 kasus dan Tinea Korporis 58 kasus. Dari 58 kasus baru tinea
korporis terdapat 21 penderita laki-laki dan 37 penderita perempuan.
Sedangkan dari 77 kasus baru tinea kruris, terdapat penderita laki-laki
sebanyak 27 orang dan perempuan 50 orang.
Prevalensi Dermatofitosis di RSUD Kardinah Tahun 2015
Tinea Manum
31%

2%

2%
12%

Tinea Pedis
6%

Tinea Kruris
42%

5%

Tinea Kapitis
Tinea Fasialis
Tinea Unguium
Tinea Corporis

Prevalensi Tinea Korporis Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Kardinah Tahun 2015

36%Perempuan

Laki-laki
64%

Prevalensi Tinea Kruris Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Kardinah Tahun 2015

35%Perempuan

Laki-laki
65%

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus tinea korporis et kruris pada


seorang perempuan berusia 53 tahun.
II.

KASUS
Seorang perempuan berusia 53 tahun, pendidikan terakhir S1, bekerja

sebagai seorang guru Matematika di salah satu SMP Negeri di Kota Tegal,
sudah menikah, dan beragama Islam, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB
dengan keluhan utama bercak kemerahan yang bersisik dan terasa gatal pada
lipatan dibawah kedua payudara, punggung kanan atas serta sela paha kiri dan
kanan.

A. Anamnesis Khusus
(Autoanamnesis pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal)
Sejak 1 tahun yang lalu timbul bercak-bercak kemerahan bersisik pada
lipatan dibawah kedua payudara dan disertai rasa gatal. Bercak kemerahan
tersebut semakin lama semakin memluas ke punggung atas kanan serta di sela
paha kiri dan kanan. Kulit pada bagian yang kemerahan tampak menebal dan
bersisik halus berwarna putih dan tidak kekuningan. Kulit yang bersisik halus
tampak kering, tidak berminyak dan tidak berlapis-lapis. Pinggiran bercak
tampak kemerahan dan bagian tengah tampak mulai menyembuh. Gatal
dirasakan setiap saat dan gatal semakin bertambah terutama saat berkeringat,
sehingga sering digaruk. Pasien mengaku sering hanya mandi 1x sehari
menggunakan sabun batang dan menggunakan air dari PAM. Pasien mengaku
sangat gampang berkeringat. Pasien juga mengaku bahwa pasien rutin
menjalankan olahraga jalan sore disekitar rumahnya, menggunakan baju
berbahan kaos. Bila pasien berkeringat tidak di lap, dibiarkan mengering
sendiri dan tidak ganti baju. Pasien menggunakan handuk bersamaan dengan
suaminya. Pakaian yang sering digunakan berbahan katun, tidak berlapis dan
tidak ketat, namun menurut pasien baju seragam yang digunakan untuk
mengajar terasa kurang menyerap keringat. Pasien tidak memiliki hewan
peliharaan apapun di rumah.
Tidak terdapat bercak kemerahan di tempat lain seperti skalp,
perbatasan skalp dan wajah, siku, lutut, dahi, bagian atas alis, belakang
telinga, leher dan daerah lipatan tubuh lainnya. Tidak ada rasa gatal maupun
ketombe pada rambut. Rambut juga diakui tidak mudah rontok. Tidak
terdapat kelainan pada kuku seperti lekukan-lekukan pada kuku, kerusakan
pada kuku, perubahan warna kuku, maupun kuku yang terlepas. Pasien juga
menyangkal adanya nyeri dan pembesaran pada sendi-sendi.
Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien
sudah pernah berobat ke klinik. Menurut pasien, dokter klinik memberikan

10

obat berupa tablet kecil berwarna putih yang diminum satu kali sehari selama
hampir satu minggu. Namun pasien merasa tidak ada perbaikan setelah
meminum obat tersebut, bercak kemerahan semakin melebar sehingga pasien
memutuskan untuk berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah.
Tidak ada anggota keluarga yang tinggal satu rumah yang memiliki
keluhan seperti pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing
manis. Pasien menyangkal sedang dalam kondisi stres atau memiliki banyak
pikiran. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan baik antibiotik
maupun kortikosteroid. Kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok juga
disangkal pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan
sebelumnya.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah

: 120/70 mmHG

Nadi

: 88x/menit

Suhu

: 36,8o C

Pernafasan

: 18x/menit

Berat badan

: 80 kg

Tinggi

: 165 cm

Status gizi

: Overweight (BMI = 29,41)

Kepala

: Bentuk normocephali

Kulit kepala

: Kelainan kulit (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung

: Tidak ada septum deviasi, sekret (-)

11

Mulut

Bibir

sianosis

(-),

karies

gigi

(-),

geographic

tongue (-), tonsil T1-T1 tenang, faring tidak

hiperemis
-

Telinga

: Normotia, serumen -/-

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid

Thorax

Inspeksi

: Bentuk simetris, gerak napak simetris

Palpasi

: Vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing

-/-, bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri

tekan(-)
-

Perkusi

: Timpani di semua kuadran abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+)

Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Superior

: Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi

(-), kelainan kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-),


onikolisis (-), diskolorasi (-)
-

Inferior

: Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi

(-), kelainan kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-),


onikolisis (-), diskolorasi (-)
2. Status Dermatologikus

Distribusi

: Regional

12

Ad Regio : Punggung kanan atas, lipatan bawah payudara, sela paha


kiri dan kanan

Lesi

: Multipel, sebagian diskret, sebagaian konfluens, bentuk

ireguler, ukuran terkecil 5x4 cm dan ukuran terbesar 12x10cm,


berbatas tegas, menimbul dari permukaan kulit, kering, tepi aktif

Efloresensi : Papul eritema, disertai skuama

Gambar 1. Regio Punggung Atas Kanan

Gambar 2. Regio Abdomen Atas atau Lipatan Bawah Payudara

13

Gambar 3. Regio Sela Paha Kiri dan Kanan


C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikologik dengan mengambil kerokan kulit dari lesi di
selangkangan dan ditambah dengan larutan KOH 10%. Didapatkan
gambaran hifa panjang, bersepta, bercabang dan double contour.

Gambar 4. Hifa pada Sediaan Basah Kerokan Kulit


D. Resume
Seorang perempuan berusia 53 tahun, pendidikan terakhir S1, bekerja
sebagai seorang guru di salah satu SMP Negeri di Kota Tegal, sudah menikah,
dan beragama Islam, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah
Tegal pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan
utama bercak kemerahan yang bersisik dan terasa gatal pada lipatan dibawah
kedua payudara, punggung kanan atas serta sela paha.
Pada anamnesis didapatkan keluhan bercak kemerahan yang bersisik
terasa gatal sejak 1 tahun yang lalu. Bercak kemerahan tersebut awalnya
kecil, lalu semakin lama semakin membesar, tidak hilang timbul. Kulit terasa
menebal dan bersisik halus berwarna putih dan tidak berminyak. Terasa
sangat gatal terutama bila berkeringat. Bila terasa gatal, sering digaruk

14

sampai terkadang lecet. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa


sebelumnya. Pasien sering mandi hanya 1x sehari menggunakan sabun batang
dan menggunakan air PAM. Pasien menggunakan handuk bersamaan dengan
suaminya. Pasien rutin jalan sore sehingga sering berkeringat. Bila
berkeringat tidak di lap, keringat dibiarkan mengering sendiri dan tidak ganti
baju. Pakaian seragam yang digunakan pasien di tempat bekerja juga diakui
kurang menyerap keringat. Pasien tidak memiliki penyakit kencing manis dan
tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Hasil BMI menunjukkan status gizi pasien tergolong overweight. Status
dermatologikus didapatkan distribusi regional pada regio punggung kanan
atas, abdomen bagian atas dan sela paha. Lesinya multipel, sebagian diskret
sebagian konfluens, bentuk ireguler, ukuran bervariasi dari yang terkecil
5x4cm dan yang terbesar 12x10cm, berbatas tegas, menimbul dari permukaan
kulit, kering, tepi aktif. Efloresensi papul eritema disertai skuama.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan mikologik (+)
dimana didapatkan gambaran hifa pada sediaan langsung kerokan kulit.
E. Diagnosis Pasti
Tinea korporis et kruris
F. Usulan Pemeriksaan
1. Pemeriksaan faal hati. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
terapi pasien, karena beberapa anti fungi bersifat hepatotoksik.
2. Pemeriksaan kultur jamur menggunakan medium agar dekstrosa
Sabouraud12. Hasil yang diharapkan tumbuhnya kolonisasi jamur untuk
menentukan spesies jamur.
G. Penatalaksanaan
1. Umum
12 Budimulja U, loc. cit

15

Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang


diderita serta pengobatannya

Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan tidak menghentikan


pengobatan tanpa seizin dokter

Memberikan edukasi kepada pasien agar tidak menggaruk kulit


yang terasa gatal karna dapat menyebabkan luka dan infeksi
sekunder, dan setelah menyentuh bagian lesi sebaiknya cuci
tangan agar tidak menyebar ke bagian tubuh lain

Memelihara dan menjaga kebersihan


Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, tidak ketat, dan

menghindari kulit lembab


Tidak menggunakan pakaian, handuk ataupun peralatan pribadi
secara bergantian atau bersama-sama dengan anggota keluarga
lain.

2. Khusus

Sistemik
-

Anti fungi oral: Ketokonazol tab 200mg 1x1 pagi hari


setelah makan selama 14 hari

Topikal
-

Anti fungi topikal

: Ketokonazol krim dioleskan 1x

sehari selama 3-4 minggu.


H. Prognosis

III.

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

PEMBAHASAN

16

Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut


(glabrous skin). Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal dengan
kelainan kulit berupa lesi bentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri
atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi.
Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang dapat terlihat erosi
dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi
dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang bergabung
menjadi satu. Sedangkan tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha,
daerah perineum, dan sekitar anus. Keluhan ini dapat bersifat akut atau
menahun, bahkan dapat berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit
yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Bila penyakit ini menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.13

Gambar 5. Tinea korporis14

Gambar 6. Tinea korporis15


Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien kasus
ini, didapatkan gejala dan tanda yang mengarahkan diagnosis kepada tinea
korporis et kruris. Pasien pada kasus ini memiliki keluhan bercak kemerahan
yang bersisik dan terasa gatal pada lipatan dibawah kedua payudara,
13 Budimulja U, loc. cit
14 Mirmirani P, Rogers M., loc. cit

17

punggung kanan atas serta sela paha. Penampakan lesi kulit juga khas seperti
lesi pada tinea korporis dan tinea kruris dimana pada pasien didapatkan
gambaran papul eritema disertai skuama.
Diagnosis banding pada kasus ini yaitu psoriasis inversa, dermatitis
seboroik, dan kandidosis kutis lokalisata. Psoriasis yang penyebabnya masih
tidak diketahui juga memiliki lesi kulit berupa plak eritematosa yang
sirkumskripta dan tersebar merata, ditutupi oleh skuama tebal, berlapis-lapis,
kasar, dan berwarna putih mengkilat seperti mika. Jika skuama digores
menunjukkan tanda tetesan lilin. Pada psoriasis terdapat 2 fenomena, yaitu
Koebner dan Auspitz. Predileksi penyakit ini biasanya pada perbatasan daerah
scalp dan wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, serta
daerah lumbosakral. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda tetesan lilin yang
khas pada psoriasis.16

Gambar 7. Psoriasis17
Pada dermatitis seboroik akan ditemukan gambaran kelainan kulit
yang terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
dengan batas yang kurang tegas. Bentuk yang ringan hanya mengenai kulit
kepala dan berupa skuama-skuama yang halus. Pada bentuk yang berat
ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
15 Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Fitzpatrick Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 7th edition. New York:McGraw-Hill Education;2013.p.2800-92
16 Djuanda A, loc. cit
17 Mirmirani P, Rogers M., loc. Cit

18

disertai eksudasi dan krusta-krusta yang tebal. Sering meluas ke dahi, telinga,
dan leher. Pada pasien ini tidak terdapat skuama yang berminyak dan
berwarna agak kekuningan.18

Gambar 6. Dermatitis Seboroik19


Kandidosis kutis lokalisata biasanya terdapat pada lokasi seperti
daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intragluteal, lipat payudara, sela jari
tangan atau kaki, glans penis dan umbilikus. Kelainan kulit berupa bercak
yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Pada pasien, lesi kulit
tampak kering, dan tidak dikelilingi satelit berupa vesikel-vesikel atau pustulpustul kecil.20

18 Djuanda A, loc. cit


19 Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. op.cit., p.341-56.
20 Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.106-9

19

Gambar 7. Kandidosis Kutis Lokalisata21


Jika dilakukan pemeriksaan penunjang dengan memeriksa sediaan
langsung kerokan kulit yang ditetesi larutan KOH 10% maka untuk tinea
korporis dan tinea kruris yang merupakan infeksi oleh dermatosis akan
tampak hifa, sebagai gambaran dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan
bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama
dan/atau sudah diobati. Pemeriksaan sediaan langsung pada pasien ini
didapatkan hasil yang positif. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan
untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk
menentukan spesies jamur. Pemeriksan ini dilakukan dengan menanamkan
bahan klinis pada media buatan yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.22
Terapi yang diberikan pada kasus ini yaitu ketokonazole oral dan
krim. Pengobatan untuk dermatofitosis secara topikal dapat diberikan salah
satu dari golongan imidazole (clotrimazole, miconazole, ketoconazole,
econazole, oxiconazole, sertaconazole), allilamin (naftifine, terbinafine),
naftionat (tolnaftat), atau substitusi piridin (ciclopiroxolamin). Sedangkan
pengobatan antijamur sistemik yang dapat digunakan berupa terbinafine
(golongan allilamin), itrakonazole, fluconazole ataupun ketoconazole.23

21 Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. op. cit.,p.2743.


22 Budimulja U, loc. cit
23 Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. loc. cit

20

Pada kebanyakan kasus, tinea korporis dan kruris dapat dikelola


dengan pengobatan topikal. Namun, steroid topikal tidak direkomendasikan.
Agen topikal memiliki efek yang menenangkan, yang akan meringankan
gejala lokal. Formulasi topikal dapat membasmi area infeksi yang kecil, tetapi
terapi oral diperlukan untuk infeksi yang lebih luas atau untuk kasus infeksi
kronis dan berulang. Infeksi dermatofita dengan krim topical antifungal
membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan golongan azoles
dan 1 sampai 2 minggu dengan krim terbinafine. 24 Penggunaan krim topikal
ini sebaiknya dioleskan hingga 2 cm diluar batas lesi.25
Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum
griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 1
gram untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau
10-25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh
klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Obat per oral yang juga efektif
untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasuskasus resisten griseofulvin dapat diberikan ketoconazole sebanyak 200 mg
per hari selama 10 hari hingga 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik terutama
bila diberikan lebih dari 10 hari, dapat diberikan itrakonazol dengan dosis 2 x
100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Dapat pula diberikan
terbinafin yang bersifat fungisidal sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3
minggu dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari bergantung pada berat badan.
Efek samping terbinafin yang tersering ialah gangguan gastrointestinal.26

24 Yossela T. loc. cit.


25 Weinstein A. Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam
Physician;65(10):p. 2095-102
26 Budimulja U, loc. cit

21

DAFTAR PUSTAKA
Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulya U,
Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor.
Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI; 2001:1-6
Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.89-109
Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.
Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI.
2010. p.189-202
Havlickova B, Czaika VA, Fredrich M. Epidemiological trends in skin mycoses
worldwide. Mycoses. 2008;51:2-15
Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.106-9
Lesher JL, et al. Tinea Korporis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#a6.
Accessed on 12 January 2016
Mirmirani P, Rogers M. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8 th edition.
McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.p.227788
Rahman MH, et al. Prevalence of Superficial Fungal Infections in the Rural Areas
of Bangladesh. Iran J Dermatol 2011;14;86-91
Weinstein A. Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections.
Am Fam Physician;65(10):p. 2095-102
Wiederkehr M, et al. Tinea Cruris. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview#a6.
Accesed on 12 January 2016
Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Fitzpatrick Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 7th edition. New York:McGraw-Hill
Education;2013.p.2800-92
Yossela T. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. J Majority. 2015;4(2):122-8

22

Anda mungkin juga menyukai