Dipresentasikan pada :
Hari/Tanggal :
Waktu :
LIMFOGRANULOMA VENEREUM
Oleh:
Made Kusuma Dewi Maharani
Pembimbing :
Dr. dr. AAGP Wiraguna Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Chlamydia trachomatis (badan elementer)...................................... 5
Gambar 2. Siklus hidup Chlamydia trachomatis............................................6
Gambar 3. Lesi erosi di preputium yang tidak nyeri..................................... 8
Gambar 4. Bubo awal dengan pembesaran KGB unilateral.......................... 10
Gambar 5. Bubo inguinal yang ruptur dan mengering.................................. 10
Gambar 6. Sindrom inguinal yang menunjukkan “sign of the groove”......... 11
Gambar 7. Elefantiasis penis dan skrotum “Saxophone penis”..................... 12
Gambar 8. Elefantiasis vulva dengan ulserasi genital kronik........................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan
ekonomi di banyak negara. Infeksi ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun
dapat juga melalui ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran serta melalui produk
darah yang tercemar. Risiko terkena IMS mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya migrasi penduduk, berkembangnya sektor pariwisata dan tingkat sosial
masyarakat. Hal ini berdampak pada ekonomi suatu negara untuk mengatasi berbagai
persoalan yang ditimbulkan dari IMS.
Limfogranuloma venereum (LGV) merupakan suatu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar L1, L2 dan L3. Serovar LGV ini bersifat
invasif dan sering diikuti oleh respon inflamasi berat. Limfogranuloma venereum mengenai
sistem pembuluh limfe dan kelenjar limfe tertentu. Perjalanan klinis penyakit ini dibagi
menjadi 3 stadium. Stadium primer ditandai oleh lesi berupa papul yang tidak nyeri dan dapat
sembuh sendiri dalam waktu sekitar 1 minggu. Stadium sekunder berupa proktitis,
limfadenitis, limfadenopati dan stadium tersier berupa limfedema, striktur anal. Mekanisme
terjadinya LGV melibatkan proses trombolimfangitis dan perilimfangitis.1,2
Limfogranuloma venereum bersifat endemik pada negara yang sedang berkembang
seperti Afrika, Asia Tenggara, India, Amerika Selatan dan Karibia. Insiden LGV mencapai 2-
10% di Afrika dan India. Pada kurun waktu 1997-2001 telah dilaporkan 57 kasus LGV di
Indonesia dengan 47 kasus ditemukan pada laki-laki dan 10 kasus pada wanita. Secara historis
angka kejadian LGV sangat rendah pada negara-negara industri sejak pertengahan tahun
1960.3,4 Puncak insiden terjadi pada usia dengan aktivitas seksual yang tinggi sekitar 15-40
tahun. Laki-laki memiliki risiko 5 kali lebih besar dari wanita terkena penyakit ini. Wabah
LGV dilaporkan muncul kembali sejak tahun 2003 di Belanda dan negara Eropa lainnya,
Amerika serta Kanada.5
Keunikan wabah ini yaitu sebagian besar kasus LGV disebabkan oleh C. trachomatis
serovar L2, mengenai kalangan laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL)
dengan gambaran klinis utama berupa proktitis.5 Diagnosis LGV sulit ditegakkan karena
sekitar 5-27% pasien tidak memiliki keluhan atau asimptomatis dan tidak tersedianya
pemeriksaan penunjang. Diagnosis awal LGV sangat penting untuk mencegah komplikasi
yang irreversible. Doksisiklin merupakan pilihan terapi untuk penyakit LGV. Ibu hamil dan
menyusui yang terinfeksi LGV di terapi dengan eritromisin atau azitromisin. Prognosis
umumnya baik bila diagnosis dan pengobatan dilakukan sedini mungkin dengan dosis yang
tepat.2,6
Berdasarkan data tersebut, diagnosis dini dan terapi yang tepat merupakan hal yang
penting dalam menangani kasus LGV. Tinjauan pustaka ini disusun untuk membahas
mengenai manifestasi klinis, penatalaksanaan dan komplikasi LGV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proktitis akibat rectal intercourse merupakan manifestasi klinis utama dari infeksi
primer pada kalangan LSL. Gejala proktitis berupa nyeri anorektal, perdarahan anorektal, duh
tubuh mukoid dan atau hemopurulen pada rektal, tenesmus, konstipasi, diare dan gejala lain
dari inflamasi saluran gastrointestinal bawah. Studi terbaru menurut Ward dkk (2007) di
Inggris menunjukkan bahwa hampir 96% pasien memiliki gejala dan tanda proktitis. Pada
studi ini gejala dan tanda proktitis yang paling sering ditemui yaitu duh tubuh rektal (79%),
nyeri anorektal (69%) dan perdarahan anorektal (58%). Beberapa kasus infeksi LGV faringeal
pada LSL telah dilaporkan akhir-akhir ini.5,17
2.5.2 Limfogranuloma sekunder
Dua sampai enam minggu setelah muncul lesi primer, terjadi diseminasi melalui kelenjar
getah bening dan hematogen. Limfogranuloma sekunder dapat menyebabkan sindrom
inguinal dan sindrom anorektal bergantung pada lokasi inokulasi. Sindrom inguinal muncul
setelah lesi primer pada vulva anterior, penis atau uretra. Sindrom ini ditandai dengan
keterlibatan kelenjar limfe inguinal dan atau femoral yang sering ditemukan pada laki-laki.
Pada sindrom ini yang terkena yaitu kelenjar limfe inguinal medial yang merupakan kelenjar
regional bagi genitalia eksterna. Episode limfadenitis sering menyembuh secara spontan
dalam 8-12 minggu. Kelenjar getah bening lain dapat terlibat tergantung dari lokasi lesi
primer.18,21,22
Bubo inguinal ditemukan pertama kali oleh William Wallace pada tahun 1833. Kulit
disekitar kelenjar limfe terkena menjadi eritema, kelenjar limfe membesar dalam 1-2 minggu
kemudian bergabung membentuk massa padat apabila melibatkan satu atau lebih kelenjar
limfe yang berdekatan, nyeri berdenyut, tidak bisa digerakkan. Kondisi ini disertai dengan
peningkatan denyut nadi (takikardi), demam tinggi, nafsu makan menurun dan gangguan
tidur. Gejala konstitusi yang muncul berkaitan dengan penyebaran sistemik dari C.
trachomatis. Manifestasi penyebaran sistemik yang jarang seperti meningoensefalitis,
pneumonitis, hepatitis, hepatosplenomegali, arthritis dan iritis. Kelenjar limfe mengalami
perlunakan yang tidak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus dan terbentuk abses
multipel. Kulit yang melapisi bubo berubah warna menjadi merah kebiruan (blue balls) yang
menandai adanya ruptur bubo. Bubo yang ruptur akan keluar mengalir ke kulit melalui
pembentukan saluran sinus pada 1/3 kasus. Bubo juga dapat berkembang menjadi massa yang
keras dan pecah tanpa mengalami supurasi. Keterlibatan kelenjar limfe unilateral terjadi pada
2/3 kasus.7,8,20
Gambar 4. Bubo awal berupa pembesaran KGB unilateral yang berkoalesen. Kulit
dibawahnya eritema dan berindurasi.8
Sindrom anorektal akut ditandai dengan keterlibatan kelenjar limfe perirektal, proktitis
hemoragik akut dan gejala sistemik. Sindrom ini merupakan gambaran umum pada wanita
dan laki-laki homoseksual yang melakukan anal seks. Gejalanya berupa pruritus ani,
perdarahan anus yang diikuti duh anal purulen, tenesmus, diare, konstipasi dan nyeri abdomen
bawah. Studi terkini menunjukkan 96% pasien LSL disertai gejala dan tanda proktitis.
Sebagian besar kasus LSL disertai Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif, namun
gambaran klinis antara kasus HIV positif dan HIV negatif tidak dibedakan.8,18
2.5.3 Limfogranuloma tersier
Limfogranuloma venereum sering juga disebut sebagai sindroma genitoanorektal atau
anogenitorektal. Stadium ini banyak ditemukan pada wanita dengan sindrom anorektal yang
tidak diterapi dan laki-laki homoseksual. Mukosa rektal wanita terinokulasi langsung saat
berhubungan anal atau melalui penyebaran limfatik dari serviks dan dinding posterior vagina.
Pada laki-laki, mukosa rektal terinokulasi langsung dengan Chlamydia saat berhubungan anal
atau melalui penyebaran limfatik dari uretra posterior. Gambaran khasnya berupa proktitis
atau proktokolitis kronis diikuti pembentukan abses perirektal, striktur anorektal, stenosis
rektal, sinus perineal, fistula rektovaginal/rektovesika, fistula anal, limfedema genital
(elefantiasis genital), esthiomene dan lymphorrhoids (hiperplasia jaringan limfatik perirektal).
Sindrom inguinal yang tidak diterapi dapat menyebabkan terbentuknya fibrosis pada kelenjar
inguinal medial. Akibatnya aliran limfe terbendung dan terjadi edema serta elefantiasis. Pada
pria, elefantiasis terjadi di penis dan skrotum, sedangkan wanita di labia dan klitoris. Edema
pada penis dan skrotum sering disebut “saxophone penis”. Elefantiasis penoskrotal muncul 1-
20 tahun setelah infeksi. Jika meluas terbentuk elefantiasis genitoanorektal yang disebut
sindrom Jersild.6,8,18
DAFTAR PUSTAKA
1. White J., O’Farrell N., Daniels D. 2013 UK National Guideline for the management of
lymphogranuloma venereum. International Journal of STD & AIDS. 2013; 24(8): 593-
601.
2. Workowski K.A. and Bolan G.A. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines
2015. MMWR. 2015; 64(3): 33-4.
3. Stock I. and Henrichfreise B. Infection with Chlamydia Trachomatis. Med Monatsschr
Pharm. 2012; 35: 209-22.
4. Jebbrari H., Alexander S., Ward H. UK LGV Incident Group. Update On
Lymphogranuloma Venereum in the United Kingdom. Sex Transm Infect. 2007; 83:
324-6.
5. Kapoor S. Re-emergence of lymphogranuloma venereum. JEADV. 2008; 22: 409-16.
6. Ceovic R. and Gulin S.J. Lymphogranuloma venereum: diagnostic and treatment
challenges. Infection and Drug Resistance. 2015; 8: 39-47.
7. Stamm W.E. Lymphogranuloma Venereum. In: Holmes K.K., Sparling P.F., Stamm
W.E., Piot P., Wasserheit J.N., Corey L., Cohen M.S. and Watts D.H, editors. Sexually
Transmitted Diseases. 4thed. United States of America: Mc-Graw Hill Companies;
2008.p.595-605.
8. Ishak R.S. and Ghosn S.H. Lymphogranuloma Venereum. In: Goldsmith L.A., Katz S.I.,
Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., Wolff K., editors. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 8thed. New York: McGraw Hill; 2012.p.2505-10.
9. Gotz H.M., Ossewaarde J.M., Nieuwenhuis R.F. A Cluster of Lymphogranuloma
venereum among homosexual men in Rotterdam with implications for other countries
in western Europe. Ned Tijdschr Geneeskd. 2004; 148: 441-2.
10. Klint M., Lofdahl M., Ek C., Airell A., Berglund T., Herrmann B. Lymphogranuloma
venereum prevalence in Sweden among men who have sex with men and
characterization of Chlamydia trachomatis ompA genotypes. J Clin Microbiol. 2006;
44: 4066-71.
11. Liassiane N., Caulfield A., Ory G. First confirmed case of lymphogranuloma venereum
(LGV) in Switzerland. Euro Surveill. 2005; 10: E050714.4
12. Stark D., Hal S.V., Hillman R., Harkness J. and Marriot D. Lymphogranuloma Venereum
in Australia: Anorectal Chlamydia trachomatis Serovar L2b in Men Who Have Sex
With Men. J of Clin Microbiology. 2007; 45(3): 1029-31.
13. Spaargaren J., Fennema H.S., Morre S.A., De Vries H.J., Coutinho R.A. New
Lymphogranuloma venereum Chlamydia trachomatis variant Amsterdam. Emerg
Infect Dis. 2005; 11: 1090-2.
14. Sentono H.K. Limfogranuloma Venereum. Dalam: Daili S.F., Makes W.I.B., Zubier F.,
Judanarso J., editor. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: Kelompok Studi Penyakit
Menular Seksual Indonesia; 2010. Hal. 128-34.
15. Abdelrahman Y.M. and Belland R.J. The chlamydial developmental cycle. FEMS
Microbiology Reviews. 2005; 29: 949-59.
16. Schachter J. and Stephens R.S. Biology of Chlamydia trachomatis. In: Holmes K.K.,
Sparling P.F., Stamm W.E., Piot P., Wasserheit J.N., Corey L., Cohen M.S. and Watts
D.H, editors. Sexually Transmitted Diseases. 4thed. United States of America: Mc-
Graw Hill Companies; 2008.p.555-574.
17. Richardson D. and Goldmeier D. Lymphogranuloma venereum: an emerging cause of
proktitis in men who have sex with men. International Journal of STD & AIDS. 2007;
18: 11-15.
18. Stary A. and Stary G. Sexually Transmitted Infections. In: Bolognia J.L., Jorizzo J.L. and
Schaffer J.V. editors. Dermatology. 3rded. China: Elsevier; 2009.p.1386-7.
19. Stary G. and Stary A. Lymphogranuloma venereum outbreak in Europe. JDDG. 2008; 6:
935-9.
20. James W.D., Berger T.G., Elston D.M. Andrews’ diseases of the skin clinical
dermatology. 11th ed. USA: Elsevier. 2011.p.285-6.
21. De Vries H.J.C., Zingoni A., Kreuter A., Moi H., and White J.A. 2013 European
guideline on the management of lymphogranuloma venereum. JEADV. 2015; 29: 1-6.
22. Simms I., Ward H., Martin I., Alexander S. and Ison C. Lymphogranuloma venereum in
Australia. Sexual Health. 2006; 3: 131-3.
23. Kinghorn G.R. Syphilis and Bacterial Sexually Transmitted Infections. In: Burns T.,
Breathnach S., Cox N., Griffiths C. editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed.
Wiley-Blackwell: United Kingdom; 2010.p.34.32-4.
24. Gupta G., Achar D.R., Bhandari B. Lymphogranuloma venereum: Saxophone penis with
bilateral groove sign. Med J DY Patil Univ. 2013; 6: 490-1.
25. Pai A., Umadevi V., Narayanasamy S. Esthiomene: An unusual presentation of
elephantiasis. IJCRI. 2012; 3(9): 57-59.
26. Peate I. Sexually transmitted infections in men who have sex with men. Br J Nurs. 2012;
21: 811-5.
27. De Vries H.J.C. and Morre S. Lymphogranuloma Venereum: A Concise Outline of an
Emerging Infection among Men Who Have Sex With Men. In: Black C.M. eds.
Chlamydial Infection: A Clinical and Public Health Perspective. Basel: Karger;
2013.vol 7.p.151-7.
28. Dougan S., Evans B.G., Elford J. Sexually transmitted infection in western europe among
HIV-positive men who have sex with men. Sex Trans Dis. 2007; 34(10): 783-90.
29. Macdonald N., Ison C., Martin I. Initial results of enhanced surveillance for
lymphogranuloma venereum (LGV) in England. Euro Surveill. 2005; 10: E050127.5.
30. Gotz H.M., Van Doornum G., Niesters H.G., den Hollander J.G., Thio H.B., de Zwart O.
A Cluster of acute hepatitis C virus infection among men who have sex with men-
results from contact tracing and public health implication. AIDS. 2005; 19: 969-74.
31. De Vrieze N.H.N. and De Vries H.J.C. Lymphogranuloma venereum among men who
have sex with men. An epidemiological and clinical review. Expert Rev. Anti Infect.
Ther. 2014; 12(6): 697-704.
32. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted diseases treatment
guidelines 2006. MMWR Recomm Rep. 2006; 55: 1-94.
33. Van der Bij A.K., Spaargaren J., Morre S.A. Diagnostic and clinical implications of
anorectal lymphogranuloma venereum in men who have sex with men: a retrospective
case control study. Clin Infect Dis. 2006; 42(2): 186-94.
34. De Vries H.J., Zingoni A., White J.A., Ross J.D., Kreuter A. 2013 European guideline on
the management of proctitis, proctocolitis and enteritis caused by sexually
transmissible pathogens. Int J STD AIDS. 2013; 25(7): 465-74.
35. Modolin M., Mitre A.I., da Silva J.C. Surgical treatment of lymphedema of the penis and
scrotum. Clinics. 2006; 61: 289-94.
36. Annan N.T., Sullivan A.K., Nori A. Rectal chlamydia- a reservoir of undiagnosed
infection in men who have sex with men. Sex Transm Infect. 2009; 85(3): 176-9.