Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

ACQUIRED PERFORATING DERMATOSIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh :

Desy Dita Nelvia, S. Ked


2106111037

Preseptor :

dr. Wizar Putri Mellaratna, M. Ked (DV), Sp. DV

BAGIAN/SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
kesempatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
judul "Acquired Perforating Dermatosis". Penyusunan laporan kasus ini merupakan
pemenuhan syarat untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada
bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Wizar
Putri Mellaratna, M. Ked (DV), Sp. DV sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Kabupaten Aceh Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi banyak pihak.

Aceh Utara, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................4
BAB 2 LAPORAN KASUS.........................................................................................6
BAB 3 PEMBAHASAN..............................................................................................5
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN

Dermatosis perforasi adalah kelompok heterogen yang ditandai dengan ruam


papulonodular dengan eliminasi transepidermal komponen dermal. Dermatosis
perforasi adalah kelompok penyakit yang beragam, di mana terjadi eliminasi
transepidermal material dari dermis. Dermatosis perforasi merupakan kelompok
penyakit yang beragam yang mencakup empat jenis: elastosis perforans
serpiginosum, penyakit Kyrle, folikulitis perforasi, dan kolagenosis perforasi reaktif
(RPC) (1).
Acquired perforating dermatosis (APD) adalah penyakit langka yang ditandai dengan
lesi yang menunjukkan eliminasi transepidermal dari kolagen atau serat elastis. APD
mempengaruhi orang dewasa dan berhubungan dengan penyakit terutama diabetes mellitus
dan gagal ginjal (2). APD ditandai secara klinis dengan ditemukannya papul dengan
umbilikasi dan atau nodul dengan sumbatan keratotik sentral atau krusta dan secara
histologi terlihat ekstrusi transepidermal komponen dermis (kol agen, elastin, dan atau
fibrin). Lesi jarang mengenai wajah atau kulit kepala. Pada kasus jarang, ditemukan
plak annular keunguan atau pustula bergabung dengan papul. Beberapa lesi dapat
berupa folikuler (PF). Beberapa kasus menunjukkan tanda-tanda klinis dan histologi
yang menandakan salah satu dari keempat penyakit klasik tersebut, sehingga
pemakaian istilah komprehensif APD tetap dianjurkan (3).

APD terjadi di seluruh dunia tanpa kecenderungan pada jenis kelamin


tertentu. Penyakit sistemik yang paling umum berkaitan dengan APD adalah CKD
dan DM. APD telah tercatat 4,5%-10% terjadi pada pasien hemodilisis di Amerika
Utara dan 11% pada populasi dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneum)
di Inggris Raya. APD juga terjadi pada pasien CKD yang tidak menjalani dialisis
serta pada pasien yang mendapat transplantasi ginjal. Etiologi yang tepat tidak
diketahui dengan baik, tetapi tampaknya ada kecenderungan genetik dalam beberapa
kasus. Banyak kasus terjadi terkait dengan DM, CRF, dan penyakit hati berisis
tentang kondisi-kondisi yang jarang dilaporkan. APD jarang dikaitkan dengan
pemakaian beberapa obat, termasuk inhibitor tumor nekrosis faktor-α, indinavir dan
sorafenib. Pasien berkulit hitam mendominasi di antara pasien hemodialisis dengan
APD yang dilaporkan dalam suatu studi, tetapi tidak dikonfirmasi dalam studi
lainnya. AEPS juga diketahui efek samping dari terapi D-penicillamine yang
berlangsung lama. AEPS juga telah dilaporkan pada pasien CKD tanpa paparan
penicillamine atau keadaan yang terkait lainnya (4).
BAB 2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 15 Januari 1990 (31 tahun)
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Aceh Besar
Status : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2021

B. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN


Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cut
Meutia pada tanggal 30 November 2021.
Keluhan Utama :

Bercak hitam pada kedua tangan dan ujung jari kaki sejak 1 tahun yang
lalu.

Keluhan Tambahan :

Tidak ada

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien Laki-Laki , Tn I 31 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin


RSUD Cut Meutia dengan keluhan muncul bercak hitam pada kedua tangan
seperti tahi lalat sejak 1 tahun yang lalu. Menurut pengakuan pasien, bercak
Hitam ini awalnya hanya muncul pada ujung jari kanan. Bercak berbentuk bulat,
berbatas tegas, dan berukuran sebesar biji jagung. Namun seiring berjalannya
waktu, bercak putih tersebut bertambah besar dan bertambah banyak. Selama
perjalanan penyakit, pasien menyangkal adanya rasa gatal, rasa nyeri, rasa baal
pada bagian kulit tersebut. Pasien juga menyangkal adanya luka sebelumnya
dibercak kulit yang menghitam tersebut.
3

Dari autoanamnesis diketahui, keluarga pasien juga tidak pernah


mengalami hal yang sama seperti pasien. Pasien sedang menjalankan pengobatan
di poli RSUCM. Riwayat DM, hipertensi dan penyakit lain disangkal. Pasien juga
menyangkal adanya alergi terhadap makanan, debu, cuaca dll. Untuk keluahan
bercak hitam yang sekarang, sampai waktu wawancara dilakakukan (30
November 2021) diketahui pasien sudah berobat dan kontrol sebanyak 2 kali ke
dokter spesialis kulit yang ada di poliklinik RSUD Cut Meutia.
Pada pemeriksaan status dermatologi didapatkan lesi regio tungkai atas
dextra/sinistra. Lesi berupa bentuk bulat, dengan umbilikasi, papul yang
eritematosa atau hiperpigmentasi dan nodul dengan krusta sentral atau sumbatan
keratotik, sebagian besar mengenai permukaan ekstensor.
Pada pemeriksaan laboratorium kimia darah yaitu Fungsi ginjal dan
Glukosa darah hasil menunjukkan dalam batas normal, maka penyebab kasus
pasien ini dikatakan idiopatik.
Diagnosis banding pasien ini adalah prurigo nodular, Hypertrophic lichen
planus.
4

Gambar 2.1 Lesi secara berurutan (tangan kanan, tangan kiri)

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis, maka pasien ini


didiagnosis Acquired Perforating Dermatosis. Penatalaksanaan pada pasien ini
adalah Retinoid Acid 0,025% cream 2x1, Clobetasol propionate cream 2x1 dan
Obat oral seperti Ranitidine 150 mg 2x1, prednisone 5 mg 6x1.

Prognosis APD berhubungan erat dengan adanya penyakit yang


mendasari. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa APD dapat mengalami
perbaikan dengan keberhasilan terapi pada penyakit yang mendasari. Sebagian
besar kasus APD berlangsung terus selama bertahun-tahun jika tidak diobati (7).
5
BAB 3
PEMBAHASAN

Pasien laki laki, Tn I 31 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cut
Meutia dengan keluhan muncul bercak hitam pada kedua tangan sejak 1 tahun yang lalu.
Secara epidemiologi, APD terjadi di seluruh dunia tanpa kecenderungan pada jenis
kelamin lakilaki dan perempuan. Penyakit sistemik yang paling umum berkaitan dengan
APD adalah CKD dan DM. Prevalensi yang tepat dan kejadian dermatosis perforasi
didapat tidak diketahui. Dalam studi retrospektif pasien yang didiagnosis dengan APD
antara tahun 2002 dan 2014, termasuk 33 pasien. Diperkirakan kejadian ini adalah 2,53
kasus per 100.000 penduduk per tahun (5). 

Menurut pengakuan pasien, bercak hitam awalnya hanya muncul pada jari
tangan kanan, bercak hitam seperti tahi lalat, bentuk bulat , berukuran kecil namun seiring
nya waktu bercak hitam tersebut menjadi besar dan bertambah banyak. APD muncul
sebagai ruam dengan papula umbilicated dan topi keratotik sentral, umumnya terkait
dengan pruritis . Lesi paling sering muncul pada permukaan ekstensor ekstremitas bawah,
tetapi APD juga dapat terlihat pada batang tubuh, kulit kepala, atau area mana pun yang
mungkin digaruk pasien karena pruritis. (6). Lesi APD yang berhubungan dengan CRF
atau DM biasanya berukuran 2-10 mm, hiperkeratosis dan sering berupa papula yang
berumbilikasi, umumnya terletak di tungkai, terutama tungkai. Lesi biasanya sangat gatal,
dengan fenomena Koebner positif pada garukan. Dalam kasus yang kami laporkan,
terdapat dominasi lesi ekstremitas bawah dan dalam kedua kasus, pruritus adalah gejala
utama (6).

Selama perjalanan penyakit, pasien menyangkal adanya rasa gatal, rasa


nyeri, rasa baal pada bagian kulit tersebut. Pasien juga menyangkal adanya luka
sebelumnya dibercak hitam yang menghitam tersebut. Dari autoanamnesis diketahui,
ternyata pasien juga tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat DM,
hipertensi, tiroid dan penyakit lain disangkal. Pasien juga menyangkal adanya alergi
terhadap makanan, debu, cuaca dll. Etiologi yang tepat tidak dipahami dengan baik,
tetapi tampaknya ada kecenderungan genetik dalam beberapa kasus. Banyak kasus
terjadi terkait dengan DM, CRF, dan penyakit hati (5). Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan dermatologis ditegakkan diagnosa Acquired Perforating Dermatosis.

Diagnosis dermatosis perforasi didapat bergantung pada riwayat pasien,


presentasi klinis lesi, dan terutama histopatologi dengan pengenalan gambaran
histologis klasik. Temuan dermatoscopic selama APD menunjukkan awan putih
cerah dan area abu-abu tanpa struktur yang mungkin berguna untuk
membedakan APD dari prurigo nodularis. Namun, beberapa biopsi masih
merupakan prosedur yang direkomendasikan sebelum menegakkan diagnosis
6
definitif. Estimasi kadar glukosa darah, fungsi hati dan ginjal sangat dianjurkan
untuk mengidentifikasi penyakit yang mendasarinya (5).

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah Retinoid Acid 0,025%, Clobetasol


Propionate. Dan obat oral Ranitidine 150 mg, prednisone 5%. Tidak ada studi
terkontrol atau pedoman yang ada untuk pengobatan dermatosis perforasi didapat.
Semua perawatan yang diusulkan memiliki dasar dalam laporan kasus yang
diterbitkan sebelumnya atau seri kecil. Tujuan pengobatan harus mencakup
pengelolaan penyakit yang mendasari dan menghilangkan pruritus. Strategi
pengobatan lini pertama termasuk kortikosteroid sistemik atau topikal, retinoid,
dan agen keratolitik seperti urea atau asam salisilat. Emolien dan antihistamin oral
sering diresepkan untuk meredakan pruritus. Namun demikian, pilihan
pengobatan lain sering diperlukan, dan ada laporan hasil yang sukses dengan
tetrasiklin, retinoid, fototerapi, dan allopurinol. Tetrasiklin memiliki sifat anti-
inflamasi dan merupakan inhibitor kuat dari matriks metaloproteinase. Retinoid
diresepkan untuk menstabilkan keratinosit dan melindungi kolagen dari kerusakan
fokal dan nekrolisis epidermal. Allopurinol dapat mengganggu glikasi kolagen
melalui penghambatan xantin oksidase oleh efek antioksidannya. Fototerapi dalam
bentuk NB-UVB dan PUVA telah menunjukkan beberapa perbaikan dalam
pengelolaan pruritus dan lesi kulit. Akhirnya, pengobatan kombinasi, daripada
monoterapi, mungkin lebih berhasil.(6).
7

BAB 4
KESIMPULAN

Tn. I 31 tahun telah didiagnosis Acquired Perforating Dermatosis. Pada


pemeriksaan status dermatologi didapatkan lesi regio tungkai atas dextra/sinistra.
Lesi berupa bentuk bulat, dengan umbilikasi, papul yang eritematosa atau
hiperpigmentasi dan nodul dengan krusta sentral atau sumbatan keratotik,
sebagian besar mengenai permukaan ekstensor. Pengobatan yang diberikan yaitu
Retinoid Acid 0,025%, Clobetasol Propionate. Dan obat oral Ranitidine 150 mg,
prednisone 5% . prognosis dari kasus ini adalah dubia ad bonam.
8
DAFTAR PUSTAKA

1. Imam TH, Khan N, Hsu PT, Cassarino DS. Laporan Kasus Dermatosis Perforasi
yang Diperoleh pada Pasien Dialisis Peritoneum : Laporan Kasus dan Tinjauan
Literatur. 2018;2018(Gambar 1).
2. Vázquez-lópez F, Vivanco-allende BB. Dermatosis Perforasi yang Diperoleh :
Laporan 8 Kasus -. 2014;105(6).
3. S.-B. Hong, J.H. Park, C.-G. Ihm, dan N.-I. Kim, "Dermatosis perforasi yang
didapat pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan diabetes mellitus,"Jurnal Ilmu
Kedokteran Korea, vol. 19, tidak. 2, hlm. 283– 288, 2014.
4. Martins, M. Rivera, R. Carrillo-Gijon, JL Teruel, dan J. Ortuno, "Dermatosis
perforasi yang didapat pada pasien dialisis peritoneal," ginjal internasional, vol. 71,
tidak. 8, hal. 832, 2007.
5. RP Rapini, AA Hebert, dan CR Drucker, “Acquired perforating dermatosis: bukti
untuk kombinasi transepidermal eliminasi serat kolagen dan elastik,” Dermatologi
JAMA, vol. 125, tidak. 8, hlm. 1074–1078, 1989
6. Marrero MD, Nagore E, Castejón P, íguez JA. Kolagenosis perforante reactiva
adquirida. Dos casos en pacientes diabéticas. Actas Dermosifiliogr. 2001;92:589--
93
7. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, Edisi ke-8, 2012, Chapter 69, Hal.
727-731
9
1
0

Anda mungkin juga menyukai