PENDAHULUAN
Otitis Media merupakan penyakit telinga yang umum terjadi pada anak.
Otitis Media merupakan inflamasi pada telinga tengah yang akan berlanjut
menjadi Otitis Media Akut (OMA), Otitis Media Efusi (OME), dan apabila lebih
dari 3 bulan menjadi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). (1) OME dan OMA
ditandai dengan keluarnya cairan pada telinga, namun pada OME tidak ditemukan
adanya gejala infeksi telinga.(2) Sedangkan pada OMA, merupakan inflamasi
jangka pendek pada telinga yang ditandai satu atau lebih tanda peradangan berupa
sakit pada telinga (otalgia), telinga berair (ottorhoea), iritabilitas dan demam.(3)
Prevalensi OMA di dunia sebanyak 10,85% yaitu 709 juta kasus setiap
tahunnya, dengan 51% kasus terjadi pada anak dengan umur dibawah 5 tahun.
Penelitian yang dilakukan di Negara maju didapatkan 80% anak mengalami satu
episode OMA sebelum usia 3 tahun dan 40% diantaranya mengalami sampai
enam kali kekambuhan pada usia 7 tahun.(3) OMA dapat terjadi pada semua usia,
namun angka tertinggi pada usia 6 bulan (50%) sampai 3 tahun (80%).(4) Pada 600
anak usia dibawah 12 tahun di Afrika, angka tertinggi pada anak mengalami
OMA dibandingkan OMSK dan OME. Sedangkan penelitian di India,
mendapatkan bahwa prevalensi OMA 4,4% dari 1724 anak dibawah 12 tahun.(5)
Survei kesehatan Indera Pendengaran tahun 1994-1996 pada 7 provinsi di
Indonesia didapatkan prevalensi penyakit telinga tengah segala umur di Indonesia
sebesar 3,9%. Di Indoneisa belum ada data Nasional baku yang melaporkan
prevalensi OMA.(6) OMA menjadi penyebab utama dalam penggunaan antibiotik
pada anak dan menjadi penyebab tingginya angka kunjungan ke dokter.(2) Hal ini
dikarenakan anak dengan OMA umumnya mengalami demam.
Faktor risiko terjadinya OMA pada anak yaitu dengan sosio ekonomi
rendah, lingkungan yang terlalu padat, penggunaan botol susu, hygiene buruk, dan
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.(4) Anak dengan OMA akan
menimbulkan gejala seperti otalgia, demam, sakit kepala dan lesu, juga bisa
menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran serta komplikasi lainnya yang
1
2
akan berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak. Anak dengan OMA sering
mengalami gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan sakit telinga, serta
masalah perilaku. Selain itu juga dapat berdampak pada kualitas hidup orang tua.
(7)
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup adalah
persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks sistem
budaya dan nilai dimana mereka tinggal dan dalam kaitannya dengan tujuan,
harapan, standar dan keprihatinan individu. Konsep ini meliputi beberapa dimensi
yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan
lingkungan.(8)
Berdasarkan perbandingan aspek-aspek kualitas hidup yang terdapat pada
World Health Organization Quality of Life Bref version (WHOQOL-BREF)
sudah mencakup keseluruhan kualitas hidup. WHOQOL Group mendreskripsikan
kualitas hidup memiliki 6 aspek yaitu: kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis,
tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan
spiritual. WHOQOL kemudian dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL BREF
dimana 6 aspek dipersempit menjadi 4 aspek yang lebih kompleks yaitu:
kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan
lingkungan.(9)
Penelitian yang dilakukan oleh Dube et al. (2010) di Canada menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara OMA dengan kualitas hidup anak.(10) Penelitian
yang dilakukan oleh Nader Saki et al. (2012) di Iran anak dengan OMA berulang
atau lebih dari tiga episode OMA memiliki kualitas hidup yang buruk.(11)
Tingkat kompetensi dokter umum untuk kasus OMA adalah 4A, dokter
harus mampu mendiagnosis dan melakukan tatalaksana secara mandiri hingga
tuntas.(12) Puskesmas Ingin Jaya merupakan salah satu puskesmas yang besar di
Aceh Besar, prevalensi OMA pada puskesmas ini setiap tahunnya mencapai 150
kasus dan perbulan didapatkan 25 kasus OMA. Menurut penjelasan tersebut
belum ada didapatkan data mengenai kualitas hidup pada pasien otitis media akut
di Aceh. Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan otitis media akut dengan
kualitas hidup pada anak di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah disertai tanda
atau gejala infeksi telinga dengan onset cepat. Gejala yang timbul pada OMA
adalah membran timpani yang buram dan menonjol yang biasanya disertai rasa
sakit (otalgia), pendengaran berkurang, demam, tidak nyaman pada telinga, dan
ditemukan tanda peradangan pada pemeriksaan otoscopy.(15) OMA juga dapat
disertai dengan irritability atau mudah tersinggung dan gelisah pada anak, disertai
dengan keluar cairan dari telinga tengah. Biasanya OMA didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas yaitu: batuk dan hidung berair.(3)
Otitis media merupakan diagnosis paling sering pada anak-anak terutama
yang mempengaruhi bayi dan anak-anak prasekolah. Otitis media terbagi menjadi
otitis media akut (OMA) dan otitis media efusi (OME). Namun yang
membedakan adalah pada OME ditandai dengan keluarnya cairan pada telinga
tengah tanpa tanda peradangan atau infeksi.(2)
2.2.2 Etiologi
Bakteri yang paling sering menyebabkan OMA adalah sebagai berikut:
Streptococcus pneumonia (30% kasus), Haemophilus influenza (20%-25% kasus),
Moraxella catarrhalis (10%-15% kasus), sedangkan Streptococcus pyogenes
jarang terjadi yaitu sekitar 3%-5% kasus.(16) Sedangkan oleh virus: respiratory
syncytial virus, influenza, adenovirus, rhinovirus, coronavirus, enterovirus,
parainfluenza, dan metapneumovirus.(17) OMA sering disebabkan oleh virus
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang menyebabkan peradangan pada tuba
eustachius, tekanan telinga tengah menjadi negatif dan pergerakan sekresi oleh
infeksi saluran napas atas dari nasofaring ke celah telinga tengah.(18)
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dapat menjadi lebih berat akibat
Streptococcus pneumonia (demam, sakit berat pada telinga, dan membran timpani
yang membengkak). Namun pada anak yang lebih tua, umumnya bakteri
penyebab OMA adalah Streptococcus pyogenes, menyebabkan peradangan dan
frekuensi pecahnya membran timpani lebih sering, serta progresif menjadi akut
mastoiditis lebih sering dibandingkan infeksi pathogen lain.(18)
7
2.2.3 Epidemiologi
Tingkat kejadian OMA di dunia sebanyak 709 juta kasus dengan 50%
diantaranya terjadi pada usia dibawah 5 tahun, dengan OMA pada 1-4 tahun
sebanyak 61 per 100 anak sedangkan usia dibawah 1 tahun sebanyak 45 per 100
anak.(19) 80% anak pada usia 3 tahun setidaknya mengalami satu episode otitis
media dengan puncak terjadinya OMA pada usia 6 bulan.(3) Penelitian yang
dilakukan di Taiwan pada tahun 2006, tingkat kejadian OMA pada anak umur
dibawah 12 tahun yaitu 65 kasus per 1000 anak.(20) 80% anak dengan OMA
dapat sembuh sendirinya dalam 1-2 minggu, sedangkan demam serta otalgia
menghilang dalam 2-3 hari. Namun pada OMA memungkinkan akan terjadinya
rekuren, 50% akan terulang kembali pada usia 3 tahun dan 65% pada usia 5 tahun.
(2)
Prevalensi kejadian OMA pada Eropa Tengah dengan rata-rata yaitu: 3,64-
43,36 (40% kasus terjadi pada anak-anak usia 0-5 tahun) dan 43,37 untuk Afrika
Sub-Sahara Barat dan Tengah, dengan masing-masing diantaranya 56% dan 58%
terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun. (3) Berdasarkan hasil kultur yang dilakukan
pada nasofaring, 50% anak disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan 1/3
disebabkan oleh Haemophilus influenza. 16% S. pneumonia yang diisolasi dari
telinga tengah dan mastoid, resistensi pada penicillin. Haemophilus influenza yang
menghasilkan beta lactamase dan Moraxella catarrhalis umumnya resisten
terhadap amoksisilin, sehingga menurut American Academy of Pediatrics AOM
Management Guideline tahun 2013 merekomendasikan pengobatan dengan
amoksisilin clavulanate.(21)
2.2.4 Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi pada OMA disebabkan oleh banyak faktor,
yaitu: genetik, infeksi (virus dan bakteri), imunologi, alergi, lingkungan, sosial,
serta disfungsi tuba eustachius.(22) Tuba eustachius pada anak lebih kecil,
pendek, dan letaknya lebih horizontal, maka dari itu pada anak berisiko tinggi
terkena OMA.(23) Disfungsi dari tuba eustachius biasanya disebabkan oleh virus
infeksi saluran pernapasan atas, kemudian timbul onset efusi telinga tengah
(MEE). Virus menyebabkan peradangan pada nasofaring dan membuat tuba
8
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis pada OMA dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan
alat otoskopi. Kemudian melihat pada riwayat sakit telinga (otalgia) disertai
9
dengan keluarnya cairan atau pus dari telinga tengah selama <2 minggu. Gejala
lain yaitu membran timpani berwarna merah, tampak tanda peradangan, menonjol
dan terlihat opaque atau bisa dengan perforasi.(16) Gejala lain yang timbul selain
otalgia dan othoroea yaitu, demam, mudah tersinggung (irritability), anorexia,
muntah, dan diare.(18) Kemudian dapat dilakukan kultur dari cairan atau pus yang
keluar dari telinga tengah untuk mengidentifikasi kuman penyebab OMA.(27)
Namun pada pada otitis media akut dengan disertai infeksi saluran pernapasan
atas, terdapat kriteria tambahan: 1) otalgia dengan obstruksi di external auditory
canal yang menandakan ada eksudat, sehingga tidak dapat dilakukan otoskopi
yang sesuai. 2) terdapatnya eksudat yang dikonfirmasi dengan otoskopi tanpa
otalgia atau othoroea.(28)
The American Academy of Pediatrics (AAP) mendiagnosis OMA pada
anak dengan tanda berikut: 1) permulaan, biasanya tiba-tiba, tanda dan gejala dari
peradangan di telinga tengah serta keluarnya cairan. 2) adanya cairan yang keluar
dari telinga tengah yang ditunjukkan dengan menggembungnya membran timpani,
mobilitas terbatas/tidak ada pada membran timpani, adanya air fluid level di
belakang membran timpani atau otorrhea. 3) tanda dan gejala peradangan pada
telinga tengah ditandai dengan eritema atau otalgia sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan pada telinga yang dapat mengganggu aktivitas serta tidur.(29)
Membran trimpani normalnya berwarna abu-abu mutiara dan terlihat
seperti ground glass appearance. Pada pemeriksaan dengan menggunakan alat
otoskopi berfungsi untuk melihat keadaan membran timpani. Penilaian kontur
(normal, tertarik, penuh, menonjol), warna (abu-abu, kuning, merah, putih, atau
biru), tembus cahaya (tembus, semiopaque, opaque), dan mobilitas dari membran
timpani (normal, meningkat, menurun, tidak ada).(18)
2.2.7 Klasifikasi
Klasifikasi otitis media terbagi menjadi:
Otitis media efusi, otitis media akut tanpa perforasi, otitis media akut
dengan perforasi, dan otitis media supuratif kronik. Otitis media efusi adalah
keadaan keluarnya cairan dari telinga tengah namun tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi. Sedangkan OMA disertai tanda infeksi, sakit pada telinga, serta
10
2.2.8 Tatalaksana
American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2013 merekomendasikan
pengobatan OMA pada anak dengan usia 6 bulan atau lebih adalah terapi
antibiotik dengan gejala: OMA dengan otorrhea, OMA dengan gejala berat yaitu:
toxic appearance, otalgia persisten >48 jam dan suhu 39 °C dalam 48 jam.
Sedangkan anak usia 6 bulan-1 tahun juga direkomendasikan antibiotik apabila
terdapatnya OMA bilateral tanpa otorrhea atau gejala berat. (Tabel 2.1)(31)
11
Pengobatan antibiotik lini pertama pada pasien OMA adalah dosis tinggi
Amoksisilin. Amoksisilin efektif untuk melawan kuman OMA, disamping itu juga
aman, murah, dan merupakan antibiotik spektrum sempit. Dosis Amoksisilin 80-
90 mg/kg/hari terbagi 2 dosis atau Amoksisilin Clavulanate dengan 90mg/kg/hari
Amoksisilin ditambah dengan 6,4 mg/kg/hari Clavulanate dengan ratio 14:1
dibagi menjadi 2 dosis.(18)
Alternatif terapi bagi anak yang mempunyai riwayat alergi penisilin, dapat
diberikan: Cefdinir, Cefuroxime, Cefpodoxime, atau Ceftriaxone.(31) Pengobatan
ditinjau kembali dalam 48-72 jam apabila tidak membaik, sehingga pengobatan
dapat diganti menjadi dosis tinggi Amoksisilin/Clavunalae, Ceftriaxone, atau
Clindamisin. Durasi pemberian pengobatan untuk anak dibawah 2 tahun selama
10 hari, untuk anak 2-5 tahun selama 7 hari, dan anak diatas 6 tahun selama 5-7
hari. Jika menggunakan ceftriaxone IM, pengobatan selama 3 hari.(24)
Pada observasi keadaan pasien, ditambahkan dengan terapi analgesik
(Acetaminophen, Ibuprofen, atau anestesi topical seperti Antipyrine-benzocaine
drops) untuk menghilangkan gejala nyeri dalam 24 jam. Kemudian perlu
dilakukan evaluasi ulang dalam 48-72 jam apakah terdapat perbaikan atau gejala
yang semakin memburuk. Menurut beberapa penelitian, anak dengan OMA akan
sembuh dengan sendirinya tanpa penggunaan antibiotik. Meminimalkan
penggunaan antibiotik akan menurunkan kejadian resistensi antibiotik pada anak.
(24)
2.2.9 Komplikasi
12
Komplikasi dari Otitis Media Akut (OMA) adalah sebagai berikut: otitis
media supuratif kronik (OMSK), mastoiditis, labyrinthitis, facial palsy,
meningitis, abses intakranial, dan thrombosis sinus lateral. 18% anak dengan
OMA mengalami mastoiditis dan merupakan komplikasi yang paling umum
mengancam jiwa.(17) Mastoiditis akut, terutama terjadi pada bayi dan anak kecil.
Diagnosis mastoiditis didasarkan dari gejala klinis (seperti: rasa sakit, bengkak
dan eritema di daerah mastoid). Facial palsy (kelumpuhan wajah) terjadi karena
kompresi dan edema saraf wajah.(16)
Sedangkan labrynthitis, karena penyebaran infeksi dari telinga tengah atau
dari sel mastoid, dan meningitis, baik akibat penyebaran langsung atau
bakteriemia. Kejadian mastoiditis telah menurun setelah diperkenalkannya terapi
antibiotik, walaupun pada kenyataannya beberapa tahun terakhir ini telah
meningkat, bahkan di Spanyol.(16)
yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan social dan
lingkungan.(34)
Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan
seseorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan
individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya,
hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali
diri sendiri, adaptasi, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih dan sayang,
bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.(35)
Kualitas hidup menjadi istilah yang umum untuk menyatakan setatus
kesehatan, kendati istilah ini juga memiliki makna khusus yang memungkinkan
penentuan rangking penduduk menurut aspek objektif maupun subjektif pada
status kesehatan. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan Health-related
Quality of Life (HQL) mencakup keterbatasan fungsional yang bersifat fisik
maupun mental, dan ekspresi positif kesejahtraan fisik, mental, serta spiritual.
HQL dapat digunakan sebagai sebuah ukuran integrative yang menyatukan
mortalitas dan morbidilitas, serta merupakan indeks berbagai unsur yang meliputi
kematian, morbidilitas, keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtera
(well-being). (36)
Kualitas hidup terkait kesehatan sangat bervariasi antar banyak peneliti.
Definisi menurut WHO, sehat bukan hanya terbebas dari penyakit, akan tetapi
juga berarti sehat secara fisik, mental, maupun sosial. Seseorang yang sehat akan
mempunyai kualitas hidup yang baik, begitu pula kualitas hidup yang baik tentu
saja akan menunjang kesehatan.(37)
14
a. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan
kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang
penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini
mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam
hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Secara
umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun
perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat
positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek
pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.(38)
b. Usia
Perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang
penting bagi individu. Individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan
yang lebih tinggi pada usia dewasa.(38)
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor kualitas hidup. Kualitas hidup akan
meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang
didapatkan oleh individu. Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingginya signifikansi perbandingan dari pasien yang berpendidikan
tinggi meningkat dalam keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan
masalah emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang
berpendidikan rendah serta menemukan kualitas hidup yang lebih baik
bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain fisik dan fungsional,
khususnya dalam fungsi fisik, energi/kelelahan, social fungsi, dan
keterbatasan dalam peran berfungsi terkait dengan masalah emosional.(37)
15
d. Pekerjaan
Individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan individu yang tidak bekerja.(38)
e. Status pernikahan
Individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat
pasangan meninggal (38)
f. Standar referensi
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang digunakan
seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara
diri individu dengan orang lain.(37) Hal ini sesuai dengan definisi kualitas
hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL bahwa kualitas hidup akan
dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing
individu. Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan
pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis,
mengembangkan sikap empati.(32)
Gejala Klinis:
Otalgia, otorrhea, demam, pembengkakan membran
timpani, gangguan tidur, mual, diare, anorexia,
gangguan pendengaran.
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti
19
2.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
“Terdapat hubungan antara Otitis Media Akut dengan Kualitas Hidup Anak
di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.”
BAB III
METODE PENELITIAN
n=43 (dibulatkan)
Keterangan:
20
21
Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Pasien dengan gangguan pendengaran selain OMA
Alat dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuisioner Otitis Media-6 untuk menilai kualitas hidup pada anak
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 pertanyaan.
Di dalam kuesioner ini mewakili beberapa pertanyaan yang
mendeskripsikan: penderitaan fisik, gangguan pendengaran, gangguan
bicara, emosi, keterbatasan aktivitas, dan masalah pengasuh. Di dalam
kuesioner ini pada 6 pertanyaan dikategorikan menjadi 7 poin, sedangkan
1 pertanyaan lagi merupakan skala visual analog. Perhitungan kuesioner
OM-6 menggunakan skala Likert.
24
f1
P= ×100 %
n
Keterangan:
P = Persentase
f 1= Frekuensi teramati
n = Jumlah responden yang menjadi sampel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen yaitu hubungan antara Otitis Media
27
Akut dengan Kualitas Hidup Anak yang diuji dengan menggunakan uji Chi-
Square.
x 2= ∑ ¿ ¿ ¿
Keterangan :
X2 = Chi-Square
O = hasil observasi (observed)
1. jika p value > 0,05 maka hubungan kedua variable adalah tidak signifikan
2. jika p value < 0,05 maka hubungan kedua variable adalah signifikan.
28
DAFTAR PUSTAKA
ntral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5332310
20. Godinho R, Sih T. Otitis Media: State of the art concepts and treatment.
2015;13–7. Available from: http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-
17888-2
21. Kaplan SL, Center KJ, Barson WJ, Ling-Lin P, Romero JR, Bradley JS, et
al. Multicenter surveillance of streptococcus pneumoniae isolates from
middle ear and mastoid cultures in the 13-valent pneumococcal conjugate
vaccine era. Clin Infect Dis. 2015;60(9):1339–45.
22. Bluestone C, Klein J. Otitis media in infants and children. Otitis media
infants Child. 2007;41–72.
23. Kousha T, Castner J. The Air Quality Health Index and Emergency
Department Visits for Otitis Media. J Nurs Scholarsh. 2016;48(2):163–71.
24. Rosa-Olivares J, Porro A, Rodriguez-Varela M, Riefkohl G, Niroomand-
Rad I. Otitis Media: To Treat, To Refer, To Do Nothing: A Review for the
Practitioner. Pediatr Rev [Internet]. 2015;36(11):480–8. Available from:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/doi/10.1542/pir.36-11-480
25. Health O. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media ( Ages 6
months to 12 years ).
26. Harvest S, Smith A, Hesselt P. Primary ear and hearing care training
resource-Basic level, Chronic Disease Prevention and Management. World
Heal Organ Geneva [Internet]. 2006; Available from:
http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:PRIMARY+EAR+AND+HEARING+CAR
E+TRAINING+RESOURCE+Chronic+Disease+Prevention+and+Manage
ment#7
27. Marchisio P, Bellussi L, Di Mauro G, Doria M, Felisati G, Longhi R, et al.
Acute otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2010;74(11):1209–16.
28. Hernández-vaquero GE, Soto-galindo GA. Update in Pediatric Acute Otitis
Media : A Review. 2017;4.
29. Knight S, Lemoore NH. FPIN ’ s Clinical Inquiries Infectious Etiologies of
Acute Otitis Media. 2012;
30. Takahashi H. Clinical practice guidelines for the diagnosis and
31
LAMPIRAN 1
Bulan
No Kegiatan
4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Studi Kepustakaan
2 Penyusunan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pengambilan Data
5 Pengolahan Data
6 Penyusunan Skripsi
7 Sidang Skripsi
34
LAMPIRAN 2
Kepada,
Saudara/i calon responden
terhormat
di-
Tempat
LAMPIRAN 3
( )
36
LAMPIRAN 4
Kuesioner Otitis Media-6 (OM-6)
Data Pribadi
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia :
*bulatkan pernyataan yang menurut anda benar
LAMPIRAN 5
BIODATA