Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media merupakan penyakit telinga yang umum terjadi pada anak.
Otitis Media merupakan inflamasi pada telinga tengah yang akan berlanjut
menjadi Otitis Media Akut (OMA), Otitis Media Efusi (OME), dan apabila lebih
dari 3 bulan menjadi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). (1) OME dan OMA
ditandai dengan keluarnya cairan pada telinga, namun pada OME tidak ditemukan
adanya gejala infeksi telinga.(2) Sedangkan pada OMA, merupakan inflamasi
jangka pendek pada telinga yang ditandai satu atau lebih tanda peradangan berupa
sakit pada telinga (otalgia), telinga berair (ottorhoea), iritabilitas dan demam.(3)
Prevalensi OMA di dunia sebanyak 10,85% yaitu 709 juta kasus setiap
tahunnya, dengan 51% kasus terjadi pada anak dengan umur dibawah 5 tahun.
Penelitian yang dilakukan di Negara maju didapatkan 80% anak mengalami satu
episode OMA sebelum usia 3 tahun dan 40% diantaranya mengalami sampai
enam kali kekambuhan pada usia 7 tahun.(3) OMA dapat terjadi pada semua usia,
namun angka tertinggi pada usia 6 bulan (50%) sampai 3 tahun (80%).(4) Pada 600
anak usia dibawah 12 tahun di Afrika, angka tertinggi pada anak mengalami
OMA dibandingkan OMSK dan OME. Sedangkan penelitian di India,
mendapatkan bahwa prevalensi OMA 4,4% dari 1724 anak dibawah 12 tahun.(5)
Survei kesehatan Indera Pendengaran tahun 1994-1996 pada 7 provinsi di
Indonesia didapatkan prevalensi penyakit telinga tengah segala umur di Indonesia
sebesar 3,9%. Di Indoneisa belum ada data Nasional baku yang melaporkan
prevalensi OMA.(6) OMA menjadi penyebab utama dalam penggunaan antibiotik
pada anak dan menjadi penyebab tingginya angka kunjungan ke dokter.(2) Hal ini
dikarenakan anak dengan OMA umumnya mengalami demam.
Faktor risiko terjadinya OMA pada anak yaitu dengan sosio ekonomi
rendah, lingkungan yang terlalu padat, penggunaan botol susu, hygiene buruk, dan
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.(4) Anak dengan OMA akan
menimbulkan gejala seperti otalgia, demam, sakit kepala dan lesu, juga bisa
menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran serta komplikasi lainnya yang

1
2

akan berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak. Anak dengan OMA sering
mengalami gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan sakit telinga, serta
masalah perilaku. Selain itu juga dapat berdampak pada kualitas hidup orang tua.
(7)
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup adalah
persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks sistem
budaya dan nilai dimana mereka tinggal dan dalam kaitannya dengan tujuan,
harapan, standar dan keprihatinan individu. Konsep ini meliputi beberapa dimensi
yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan
lingkungan.(8)
Berdasarkan perbandingan aspek-aspek kualitas hidup yang terdapat pada
World Health Organization Quality of Life Bref version (WHOQOL-BREF)
sudah mencakup keseluruhan kualitas hidup. WHOQOL Group mendreskripsikan
kualitas hidup memiliki 6 aspek yaitu: kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis,
tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan
spiritual. WHOQOL kemudian dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL BREF
dimana 6 aspek dipersempit menjadi 4 aspek yang lebih kompleks yaitu:
kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan
lingkungan.(9)
Penelitian yang dilakukan oleh Dube et al. (2010) di Canada menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara OMA dengan kualitas hidup anak.(10) Penelitian
yang dilakukan oleh Nader Saki et al. (2012) di Iran anak dengan OMA berulang
atau lebih dari tiga episode OMA memiliki kualitas hidup yang buruk.(11)
Tingkat kompetensi dokter umum untuk kasus OMA adalah 4A, dokter
harus mampu mendiagnosis dan melakukan tatalaksana secara mandiri hingga
tuntas.(12) Puskesmas Ingin Jaya merupakan salah satu puskesmas yang besar di
Aceh Besar, prevalensi OMA pada puskesmas ini setiap tahunnya mencapai 150
kasus dan perbulan didapatkan 25 kasus OMA. Menurut penjelasan tersebut
belum ada didapatkan data mengenai kualitas hidup pada pasien otitis media akut
di Aceh. Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan otitis media akut dengan
kualitas hidup pada anak di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.
3

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara otitis media akut dengan kualitas hidup pada
anak di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara otitis media akut dengan
kualitas hidup pada anak.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk Mengetahui prevalensi penderita otitis media akut pada anak di
Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.
2. Untuk mengetahui rentang usia terbanyak otitis media akut pada anak.
3. Untuk mengetahui profil kualitas hidup pada anak-anak OMA di
Puskemas Ingin Jaya Aceh Besar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah


1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan otitis media akut dengan kualitas hidup pada anak.
2. Menjadi langkah awal untuk penelitian selanjutnya, terutama dalam
penelitian yang berhubungan dengan hubungan antara otitis media akut
dengan kualitas hidup.
3. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa otitis media akut
berdampak kepada kualitas hidup anak.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Informasi bagi tenaga kesehatan mengenai hubungan otitis media akut
dengan kualitas hidup anak.
2. Dapat menjadi acuan praktis bagi tenaga kesehatan dan juga masyarakat
dalam menghadapi, menurunkan gejala penyakit, serta mencegah
perburukan penyakit yang dialaminya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

2.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), yang terdiri dari
tulang rawan elastik dan kulit. Sedangkan kanalis auditorius eksternus
(saluran telinga) berukuran 2,5 cm dan berbentuk sedikit melengkung,
kearah depan dan bawah. Dengan 1/3 bagian luar adalah tulang rawan, dan
2/3 bagian dalam adalah tulang. Persarafan pada kanalis eksternus adalah
nervus trigeminus.(13) Kanalis eksternus dilapisi oleh kulit dan dilapisi
rambut, glandula sebasea, dan glandula seruminosa. Membran timpani
merupakan batas antara telinga luar dan telinga dalam. Membran timpani
tipis, transparan dan terdiri dari jaringan ikat.(14)

Gambar 2.1 Anatomi Telinga(11)


2.1.2 Telinga Tengah
Antrum mastoid merupakan kanal yang terletak di dinding
posterior kavum timpani. Sedangkan pada dinding anterior kavum timpani
5

terdapat tuba eustachius dan arteri karotis interna. Tuba eustachius


merupakan saluran udara yang menghubungkan telinga tengah dan
nasofaring. Tuba eustachius normalnya tertutup dan akan terbuka ketika
manusia menelan atau menguap, sehingga menyebabkan tekanan udara luar
dan tekanan pada telinga tengah sama.(14)
Pada telinga tengah atau kavum timpani terdapat osikulus yang
terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Getaran udara yang berasal dari
membran timpani disampaikan ke tulang-tulang pendengaran. Tulang
maleus melekat pada membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat
ke jendela oval, merupakan pintu masuk ke dalam koklea yang berisi
cairan.(14)
Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan disarafi oleh
nervus auriculotemporalis. Membran timpani berwarna abu mutiara dengan
bentuk bulat, diameter 1 cm, permukaan cekung ke lateral dan pada
cekungan paling dalam terdapat lekukan kecil (umbo) dibentuk oleh ujung
manubrium mallei. Ketika menggunakan otoskop, akan menghasilkan
kerucut cahaya pada anterior dan inferior dari umbo. Pada membran
timpani terdapat pars flasida dan pars tensa. Telinga tengah mengandung
dua otot: musculus tensor tympani dan musculus stapedius.(13)
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam (Labyrinthus) terletak di pars petrosa tulang
temporal. Telinga dalam terdiri dari labyrinthus osseus dan labyrinthus
membranosa. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum, kanalis
semisirkularis dan koklea, dilapisi oleh endosteum yang berisi cairan
bening (perilimfe). Labyrinthus membranaseus terdiri dari utrikulus dan
sakulus. Labyrinthus membranaseus terletak didalam labyrinthus osseus
yang berisi endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.(13)
Koklea berbentuk seperti rumah siput yang terdiri dari dua tiga-
perempat putaran, merupakan organ akhir untuk pendengaran. Nervus
akustikus (saraf kranialis 8) terbagi menjadi 2 bagian: bagian vestibular
dan bagian koklear.(13)
6

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah disertai tanda
atau gejala infeksi telinga dengan onset cepat. Gejala yang timbul pada OMA
adalah membran timpani yang buram dan menonjol yang biasanya disertai rasa
sakit (otalgia), pendengaran berkurang, demam, tidak nyaman pada telinga, dan
ditemukan tanda peradangan pada pemeriksaan otoscopy.(15) OMA juga dapat
disertai dengan irritability atau mudah tersinggung dan gelisah pada anak, disertai
dengan keluar cairan dari telinga tengah. Biasanya OMA didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas yaitu: batuk dan hidung berair.(3)
Otitis media merupakan diagnosis paling sering pada anak-anak terutama
yang mempengaruhi bayi dan anak-anak prasekolah. Otitis media terbagi menjadi
otitis media akut (OMA) dan otitis media efusi (OME). Namun yang
membedakan adalah pada OME ditandai dengan keluarnya cairan pada telinga
tengah tanpa tanda peradangan atau infeksi.(2)

2.2.2 Etiologi
Bakteri yang paling sering menyebabkan OMA adalah sebagai berikut:
Streptococcus pneumonia (30% kasus), Haemophilus influenza (20%-25% kasus),
Moraxella catarrhalis (10%-15% kasus), sedangkan Streptococcus pyogenes
jarang terjadi yaitu sekitar 3%-5% kasus.(16) Sedangkan oleh virus: respiratory
syncytial virus, influenza, adenovirus, rhinovirus, coronavirus, enterovirus,
parainfluenza, dan metapneumovirus.(17) OMA sering disebabkan oleh virus
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang menyebabkan peradangan pada tuba
eustachius, tekanan telinga tengah menjadi negatif dan pergerakan sekresi oleh
infeksi saluran napas atas dari nasofaring ke celah telinga tengah.(18)
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dapat menjadi lebih berat akibat
Streptococcus pneumonia (demam, sakit berat pada telinga, dan membran timpani
yang membengkak). Namun pada anak yang lebih tua, umumnya bakteri
penyebab OMA adalah Streptococcus pyogenes, menyebabkan peradangan dan
frekuensi pecahnya membran timpani lebih sering, serta progresif menjadi akut
mastoiditis lebih sering dibandingkan infeksi pathogen lain.(18)
7

2.2.3 Epidemiologi
Tingkat kejadian OMA di dunia sebanyak 709 juta kasus dengan 50%
diantaranya terjadi pada usia dibawah 5 tahun, dengan OMA pada 1-4 tahun
sebanyak 61 per 100 anak sedangkan usia dibawah 1 tahun sebanyak 45 per 100
anak.(19) 80% anak pada usia 3 tahun setidaknya mengalami satu episode otitis
media dengan puncak terjadinya OMA pada usia 6 bulan.(3) Penelitian yang
dilakukan di Taiwan pada tahun 2006, tingkat kejadian OMA pada anak umur
dibawah 12 tahun yaitu 65 kasus per 1000 anak.(20) 80% anak dengan OMA
dapat sembuh sendirinya dalam 1-2 minggu, sedangkan demam serta otalgia
menghilang dalam 2-3 hari. Namun pada OMA memungkinkan akan terjadinya
rekuren, 50% akan terulang kembali pada usia 3 tahun dan 65% pada usia 5 tahun.
(2)

Prevalensi kejadian OMA pada Eropa Tengah dengan rata-rata yaitu: 3,64-
43,36 (40% kasus terjadi pada anak-anak usia 0-5 tahun) dan 43,37 untuk Afrika
Sub-Sahara Barat dan Tengah, dengan masing-masing diantaranya 56% dan 58%
terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun. (3) Berdasarkan hasil kultur yang dilakukan
pada nasofaring, 50% anak disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan 1/3
disebabkan oleh Haemophilus influenza. 16% S. pneumonia yang diisolasi dari
telinga tengah dan mastoid, resistensi pada penicillin. Haemophilus influenza yang
menghasilkan beta lactamase dan Moraxella catarrhalis umumnya resisten
terhadap amoksisilin, sehingga menurut American Academy of Pediatrics AOM
Management Guideline tahun 2013 merekomendasikan pengobatan dengan
amoksisilin clavulanate.(21)

2.2.4 Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi pada OMA disebabkan oleh banyak faktor,
yaitu: genetik, infeksi (virus dan bakteri), imunologi, alergi, lingkungan, sosial,
serta disfungsi tuba eustachius.(22) Tuba eustachius pada anak lebih kecil,
pendek, dan letaknya lebih horizontal, maka dari itu pada anak berisiko tinggi
terkena OMA.(23) Disfungsi dari tuba eustachius biasanya disebabkan oleh virus
infeksi saluran pernapasan atas, kemudian timbul onset efusi telinga tengah
(MEE). Virus menyebabkan peradangan pada nasofaring dan membuat tuba
8

eustachius menutup dan terjadi penumpukan cairan di belakang membran timpani.


(24)
Tuba eustachius menghubungkan telinga tengah dengan saluran hidung.
Fungsi dari tuba eustachius adalah sebagai drainase cairan telinga tengah,
pencegahan aliran balik dari nasofaring ke telinga tengah dan pertukaran udara
serta keseimbangan tekanan. Saat ada peradangan pada hidung, tuba eustachius
menjadi menyempit/tersumbat, sehingga cairan tertahan di telinga tengah dan
akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk berkembangnya bakteri pathogen.
(22)
Pada anak biasanya dimulai dari infeksi saluran pernapasan atas kemudian
menyebabkan kongesti pada hidung, nasofaring dan tuba eustacius lalu akan
menyebabkan obstruksi pada istmus. Hal ini terjadi karena adanya tekanan negatif
pada telinga tengah karena efusi cairan pada telinga tengah. Selanjutnya virus
pada infeksi saluran pernapasan atas serta bakteri pathogen akan berkoloni di
nasofaring, lalu akan terjadi reflux dan aspirasi ke tuba eustachius. Sehingga hal
ini kemudian yang akan menyebabkan terjadinya OMA.(21) Jika infeksi yang
ditimbulkan parah, akan menyebabkan membran timpani membengkak. Hal ini
akan menimbulkan rasa sakit dan akan menekan pembuluh darah di gendang
telinga, nekrosis pada jaringan lokal dan gendang telinga dapat pecah serta
terbentuknya lubang, namun biasanya lubang kecil dan cepat sembuh.(23)

2.2.5 Faktor Risiko


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko terjadinya OMA yaitu,
anak dengan ASI non esklusif, pemakaian pacifier (dot, kompeng), sering
menitipkan anak di tempat penitipan, terpapar asap rokok di rumah, gastro
esophageal reflux, dan Down syndrome.(25) OMA juga dapat terjadi pada anak
dengan positif HIV, gizi kurang, permukiman yang padat, dan anak yang kontak
dengan anak lain yang memiliki hidung berair serta batuk.(26)

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis pada OMA dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan
alat otoskopi. Kemudian melihat pada riwayat sakit telinga (otalgia) disertai
9

dengan keluarnya cairan atau pus dari telinga tengah selama <2 minggu. Gejala
lain yaitu membran timpani berwarna merah, tampak tanda peradangan, menonjol
dan terlihat opaque atau bisa dengan perforasi.(16) Gejala lain yang timbul selain
otalgia dan othoroea yaitu, demam, mudah tersinggung (irritability), anorexia,
muntah, dan diare.(18) Kemudian dapat dilakukan kultur dari cairan atau pus yang
keluar dari telinga tengah untuk mengidentifikasi kuman penyebab OMA.(27)
Namun pada pada otitis media akut dengan disertai infeksi saluran pernapasan
atas, terdapat kriteria tambahan: 1) otalgia dengan obstruksi di external auditory
canal yang menandakan ada eksudat, sehingga tidak dapat dilakukan otoskopi
yang sesuai. 2) terdapatnya eksudat yang dikonfirmasi dengan otoskopi tanpa
otalgia atau othoroea.(28)
The American Academy of Pediatrics (AAP) mendiagnosis OMA pada
anak dengan tanda berikut: 1) permulaan, biasanya tiba-tiba, tanda dan gejala dari
peradangan di telinga tengah serta keluarnya cairan. 2) adanya cairan yang keluar
dari telinga tengah yang ditunjukkan dengan menggembungnya membran timpani,
mobilitas terbatas/tidak ada pada membran timpani, adanya air fluid level di
belakang membran timpani atau otorrhea. 3) tanda dan gejala peradangan pada
telinga tengah ditandai dengan eritema atau otalgia sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan pada telinga yang dapat mengganggu aktivitas serta tidur.(29)
Membran trimpani normalnya berwarna abu-abu mutiara dan terlihat
seperti ground glass appearance. Pada pemeriksaan dengan menggunakan alat
otoskopi berfungsi untuk melihat keadaan membran timpani. Penilaian kontur
(normal, tertarik, penuh, menonjol), warna (abu-abu, kuning, merah, putih, atau
biru), tembus cahaya (tembus, semiopaque, opaque), dan mobilitas dari membran
timpani (normal, meningkat, menurun, tidak ada).(18)

2.2.7 Klasifikasi
Klasifikasi otitis media terbagi menjadi:
Otitis media efusi, otitis media akut tanpa perforasi, otitis media akut
dengan perforasi, dan otitis media supuratif kronik. Otitis media efusi adalah
keadaan keluarnya cairan dari telinga tengah namun tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi. Sedangkan OMA disertai tanda infeksi, sakit pada telinga, serta
10

membengkaknya membran timpani. Sedangkan pada OMSK merupakan perforasi


pada membran timpani lebih dari 2-6 minggu.(17)

Tingkat keparahan OMA diklasifikasikan menjadi 3 bagian berdasarkan


manifestasi klinis dan pemeriksaan otoskopi: ringan, sedang dan berat.(30)
1. Umur dibawah 24 bulan: 3 poin
2. Otalgia. 1: tidak ada; 2: ada; 3: ada dan disertasi nyeri terus menerus
3. Demam (aksila). 0: dibawah 37,5 °C; 1: diatas 37,5 °C namun dibawah
38,5 °C; sedangkan 2: diatas 38,5 °C
4. Menangis dan atau mudah tersinggung. 0: tidak ada; sedangkan 1: ada
5. Membran timpani hiperemi. 0: tidak ada; 2: ada pada manubrium maleus
atau sebagian gendang telinga; 4: ada di seluruh membran timpani
6. Tonjolan pada membran timpani. 0: tidak ada; 4: ada di sebagian membran
timpani; 8: ada di seluruh membran timpani
7. Otorrhea. 0: tidak ada; 4: ada namun membran timpani masih terlihat; 8:
ada namun terjadi obstruksi dan membran timpani tidak terlihat
8. Refleks cahaya pada membran timpani. 0: normal; 4: berkurang atau keruh
Klasifikasi berdasarkan total skor: ringan: ≤9; sedang: 10-15; dan berat: ≥16.(30)

2.2.8 Tatalaksana
American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2013 merekomendasikan
pengobatan OMA pada anak dengan usia 6 bulan atau lebih adalah terapi
antibiotik dengan gejala: OMA dengan otorrhea, OMA dengan gejala berat yaitu:
toxic appearance, otalgia persisten >48 jam dan suhu 39 °C dalam 48 jam.
Sedangkan anak usia 6 bulan-1 tahun juga direkomendasikan antibiotik apabila
terdapatnya OMA bilateral tanpa otorrhea atau gejala berat. (Tabel 2.1)(31)
11

Tabel 2.2 Pilihan Terapi pada Otitis Media Akut (OMA)


Umur OMA dengan otorrhea OMA tanpa otorrhea OMA dengan gejala
anak berat
Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral
0-6 Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik
bulan
6 Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik
atau
bulan-
observasi
2 tahun
>2 Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik Antibiotik
atau atau
tahun
observasi observasi

Pengobatan antibiotik lini pertama pada pasien OMA adalah dosis tinggi
Amoksisilin. Amoksisilin efektif untuk melawan kuman OMA, disamping itu juga
aman, murah, dan merupakan antibiotik spektrum sempit. Dosis Amoksisilin 80-
90 mg/kg/hari terbagi 2 dosis atau Amoksisilin Clavulanate dengan 90mg/kg/hari
Amoksisilin ditambah dengan 6,4 mg/kg/hari Clavulanate dengan ratio 14:1
dibagi menjadi 2 dosis.(18)
Alternatif terapi bagi anak yang mempunyai riwayat alergi penisilin, dapat
diberikan: Cefdinir, Cefuroxime, Cefpodoxime, atau Ceftriaxone.(31) Pengobatan
ditinjau kembali dalam 48-72 jam apabila tidak membaik, sehingga pengobatan
dapat diganti menjadi dosis tinggi Amoksisilin/Clavunalae, Ceftriaxone, atau
Clindamisin. Durasi pemberian pengobatan untuk anak dibawah 2 tahun selama
10 hari, untuk anak 2-5 tahun selama 7 hari, dan anak diatas 6 tahun selama 5-7
hari. Jika menggunakan ceftriaxone IM, pengobatan selama 3 hari.(24)
Pada observasi keadaan pasien, ditambahkan dengan terapi analgesik
(Acetaminophen, Ibuprofen, atau anestesi topical seperti Antipyrine-benzocaine
drops) untuk menghilangkan gejala nyeri dalam 24 jam. Kemudian perlu
dilakukan evaluasi ulang dalam 48-72 jam apakah terdapat perbaikan atau gejala
yang semakin memburuk. Menurut beberapa penelitian, anak dengan OMA akan
sembuh dengan sendirinya tanpa penggunaan antibiotik. Meminimalkan
penggunaan antibiotik akan menurunkan kejadian resistensi antibiotik pada anak.
(24)

2.2.9 Komplikasi
12

Komplikasi dari Otitis Media Akut (OMA) adalah sebagai berikut: otitis
media supuratif kronik (OMSK), mastoiditis, labyrinthitis, facial palsy,
meningitis, abses intakranial, dan thrombosis sinus lateral. 18% anak dengan
OMA mengalami mastoiditis dan merupakan komplikasi yang paling umum
mengancam jiwa.(17) Mastoiditis akut, terutama terjadi pada bayi dan anak kecil.
Diagnosis mastoiditis didasarkan dari gejala klinis (seperti: rasa sakit, bengkak
dan eritema di daerah mastoid). Facial palsy (kelumpuhan wajah) terjadi karena
kompresi dan edema saraf wajah.(16)
Sedangkan labrynthitis, karena penyebaran infeksi dari telinga tengah atau
dari sel mastoid, dan meningitis, baik akibat penyebaran langsung atau
bakteriemia. Kejadian mastoiditis telah menurun setelah diperkenalkannya terapi
antibiotik, walaupun pada kenyataannya beberapa tahun terakhir ini telah
meningkat, bahkan di Spanyol.(16)

2.3 Kualitas Hidup


2.3.1 Definisi
Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality of Life
(WHOQOL) Group didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi
individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu
hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan
perhatian seseorang.(32)
Kualitas hidup juga sering disebut sebagai kesejahteraan. Penilaian kualitas
hidup secara keseluruhan menunjukkan bahwa individu memiliki arti kesedihan
dari beberapa aspek, dimana penilaian-penilaian nya mencakup teori kepentingan
diri sendiri terhadap kenyataan, kebetulan, rasa puas, kepuasan kerja, dan
hubungan pribadi. Kualitas hidup harus lebih tepat dibatasi dengan penilaian
subyektif individu atas kehidupan mereka karena apa yang akan dilakukan.(33)
WHO menggambarkan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi individu
terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan system nilai
dimana mereka tinggal dan hidup dalam hubungannya dengan tujuan hidup,
harapan, standart dan fokus hidup mereka. Konsep ini meliputi beberapa dimensi
13

yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan social dan
lingkungan.(34)
Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan
seseorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan
individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya,
hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali
diri sendiri, adaptasi, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih dan sayang,
bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.(35)
Kualitas hidup menjadi istilah yang umum untuk menyatakan setatus
kesehatan, kendati istilah ini juga memiliki makna khusus yang memungkinkan
penentuan rangking penduduk menurut aspek objektif maupun subjektif pada
status kesehatan. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan Health-related
Quality of Life (HQL) mencakup keterbatasan fungsional yang bersifat fisik
maupun mental, dan ekspresi positif kesejahtraan fisik, mental, serta spiritual.
HQL dapat digunakan sebagai sebuah ukuran integrative yang menyatukan
mortalitas dan morbidilitas, serta merupakan indeks berbagai unsur yang meliputi
kematian, morbidilitas, keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtera
(well-being). (36)
Kualitas hidup terkait kesehatan sangat bervariasi antar banyak peneliti.
Definisi menurut WHO, sehat bukan hanya terbebas dari penyakit, akan tetapi
juga berarti sehat secara fisik, mental, maupun sosial. Seseorang yang sehat akan
mempunyai kualitas hidup yang baik, begitu pula kualitas hidup yang baik tentu
saja akan menunjang kesehatan.(37)
14

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya mengenali
diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan
sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.(38)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup:

a. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan
kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang
penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini
mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam
hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Secara
umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun
perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat
positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek
pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.(38)
b. Usia
Perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang
penting bagi individu. Individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan
yang lebih tinggi pada usia dewasa.(38)
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor kualitas hidup. Kualitas hidup akan
meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang
didapatkan oleh individu. Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingginya signifikansi perbandingan dari pasien yang berpendidikan
tinggi meningkat dalam keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan
masalah emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang
berpendidikan rendah serta menemukan kualitas hidup yang lebih baik
bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain fisik dan fungsional,
khususnya dalam fungsi fisik, energi/kelelahan, social fungsi, dan
keterbatasan dalam peran berfungsi terkait dengan masalah emosional.(37)
15

d. Pekerjaan
Individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan individu yang tidak bekerja.(38)
e. Status pernikahan
Individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat
pasangan meninggal (38)
f. Standar referensi
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang digunakan
seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara
diri individu dengan orang lain.(37) Hal ini sesuai dengan definisi kualitas
hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL bahwa kualitas hidup akan
dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing
individu. Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan
pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis,
mengembangkan sikap empati.(32)

2.3.3 Aspek-Aspek Kualitas Hidup


WHOQOL-BREF terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup,
diantaranya sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada
obat-obatan energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,
tidur/istirahat, kapasitas kerja
2. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, perasaan
negatif, perasaan positif, self-esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi,
berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.
3. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas
seksual
4. Hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial, kebebasan,
keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial
termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk
mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan, partisispasi
16

dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang


menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk
polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi.(8)

2.4 Otitis Media 6 (OM-6)


Otitis media 6 kuesioner merupakan salah satu alat uji yang telah
tervalidasi untuk melihat kualitas hidup pada anak. Pada kuesioner ini
terdiri dari 7 pertanyaan, 6 pertanyaan dikategorikan menjadi 7 poin dan 1
pertanyaan terakhir dalam visual analog. Kuesioner OM-6 diisi oleh orang
tua atau pengasuh.(39) Kuesioner OM 6 melibatkan 7 item pertanyaan
dalam 2 sampai 3 minggu terakhir yang meliputi tentang penderitaan fisik,
gangguan pendengaran, gangguan bicara, emosi, keterbatasan aktivitas,
dan masalah pengasuh. Cara perhitungan skor pada kuesioner ini dengan
cara menjumlahkan rata-rata dari 6 pertanyaan dengan menggunakan skala
Likert.(40)

2.5 Hubungan Otitis Media Akut dengan Kualitas Hidup Anak


Otitis media akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga tengah
dengan onset cepat, nyeri telinga (otalgia), demam, dan pembengkakan pada
membran timpani biasanya sedang hingga berat dan ditemukan kemerahan pada
membran timpani. OMA juga dapat menyebabkan anak menjadi susah tidur,
muntah, diare, tidak selera makan, irritable, dan sering menangis.(18) Infeksi
bakteri pada anak yang paling umum terjadi, yaitu karena OMA. Sekitar 60-70%
anak diperkirakan mengalami OMA pada 3 tahun pertama kehidupan dan dapat
kambuh kembali. Menurut penelitian, OMA yang kambuh kembali akan
menyebabkan tingginya angka beban penyakit keluarga, selain itu juga
menunjukkan efek negatif lainnya, yaitu: tekanan pada orang tua, fungsi keluarga,
dan terganggunya kulitas hidup anak.(10)
Penelitian Negara German, Itali, Spanyol, Swedia dan Inggris pada 1407
orang, didapatkan keluhan tertinggi gejala yang didapat pada anak dengan OMA
yaitu: nyeri telinga sebanyak 68,1%, kemerahan pada membran timpani sebanyak
67,7%, dan demam sebanyak 46,6%. Sedangkan perforasi dari membran timpani
17

sebanyak 6,9%. Gejala tersebut dapat menyebabkan gangguan pendengaran,


sehingga menyebabkan gangguan kualitas hidup pada anak. Namun, selain
mengganggu kualitas hidup anak, penyakit pada anak terutama OMA juga
meyebabkan gangguan kualitas hidup orang tua seperti: cemas, tidur terganggu,
dan kehilangan waktu kerja.(41)
Gangguan komunikasi, interaksi sosial dengan orang lain, bahasa,
perkembangan kognitif dan gangguan pendengaran pada anak dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak.(42)
18

2.5 Kerangka Teori

Faktor risiko: infeksi saluran pernapasan atas,


anatomi (tuba eustachius pendek dan horizontal),
terpapar asap rokok, gizi kurang, dan lain-lain

Otitis Media Akut

Gejala Klinis:
Otalgia, otorrhea, demam, pembengkakan membran
timpani, gangguan tidur, mual, diare, anorexia,
gangguan pendengaran.

Gangguan kualitas hidup anak Gangguan kualitas hidup orang


tua

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak Diteliti
19

2.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
“Terdapat hubungan antara Otitis Media Akut dengan Kualitas Hidup Anak
di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.”
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan


pendekatan potong lintang (cross sectional survey), dengan mencari hubungan
antara variabel bebas atau independen dan variabel terikat atau dependen dinilai
secara bersamaan pada satu waktu.(43)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.


Pengambilan data direncanakan akan dilakukan pada bulan Maret 2018 sampai
dengan April 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi penelitian


Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang sudah mendapat
diagnosis OMA oleh dokter di Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar.

3.3.2 Sampel penelitian


Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi yang dipilih dengan cara tertentu. Sampel penelitian ini adalah
semua pasien yang sudah mendapat diagnosis OMA pada Puskesmas Ingin Jaya
Aceh Besar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Besar
sampel minimal pada penelitian ini menggunakan rumus Lameshow (44):
Z 2 pq
n=
d2
1.96 2 X 0,5 X 0,5
n=
0,15 2
n=42,69

n=43 (dibulatkan)
Keterangan:

20
21

n= jumlah sampel minimal yang diperlukan


Z= tingkat kepercayaan sebesar 95% (1,96)
p= proporsi subjek yang sakit dari penelitian sebelumnya
q= 1-p
d= tingkat persisi yang sebesar 15% (0,15)

A. Kriteria inklusi dan ekslusi


Kriteria Inklusi
1. Semua pasien anak yang berumur dibawah 18 tahun pada Puskesmas
Ingin Jaya Aceh Besar yang terdiagnosis OMA
2. Bersedia untuk menjadi responden dengan persetujuan tertulis
3. Pasien anak yang datang bersama orang tua

Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Pasien dengan gangguan pendengaran selain OMA

3.3.3 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan


metode Non Random Sampling atau pengambilan sampel bukan secara acak,
yaitu menggunakan teknik consecutive sampling yang merupakan semua subjek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. (44)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat dua variabel terdiri atas variabel bebas dan
variabel terikat. Hubungan antar variabel diartikan sebagai hubungan searah
yakni variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat.
1. Variabel bebas (Independent Variable) yaitu variabel yang bila ia
berubah maka mengakibatkan perubahan variabel lain. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah otitis media akut.
22

2. Variabel terikat (Dependent Variable) yaitu variabel yang berubah akibat


perubahan variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kualitas hidup anak.

3.4.2 Definisi Operasional


1. Otitis Media Akut
Otitis Media Akut dalam penelitian ini berdasarkan diagnosa dokter. OMA
merupakan suatu peradangan pada rongga telinga tengah yang disebabkan
oleh bakteri dengan tanda nyeri telinga, iritabilitas, keluar cairan dari
telinga, dan lain lain.
2. Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan suatu penilaian tentang bagaimana
kesejahteraan individu yang berkaitan dengan penyakit, disabilitas dan
kelainan.
3. Skala Likert
Skala Likert adalah metode skala bipolar yang menentukan positif atau
negatif respon pada sebuah pernyataan. Skala Likert biasa digunakan
untuk mengukur sikap atau respons seseorang terhadap suatu objek.
Pengungkapan sikap dengan menggunakan skala Likert sangat popular di
kalangan para ahli psikologi sosial dan para peneliti. Hal ini dikarenakan
selain praktis, skala Likert yang dirancang dengan baik pada umumnya
memiliki reliabilitas yang memuaskan. Biasanya dalam skala Likert
terbagi dalam lima kategori yang digunakan, tetapi banyak pakar
psikometri menggunakan tujuh sampai sembilan kategori.(45)

Tabel 3.1 Definisi operasional variabel dependen dan variabel independen


No Variabel Penelitian Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Otitis Media Akut Rekam Medik Ya Nominal
Tidak
2. Kualitas Hidup Kuesioner Baik Nominal
Buruk

3.5 Kerangka Konsep


23

Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :


Variabel Bebas Variabel Terikat

Otitis Media Akut Kualitas Hidup

Gambar 3.1 Variabel Penelitian

3.6 Alat/Instrumen dan Bahan Penelitian

Alat dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuisioner Otitis Media-6 untuk menilai kualitas hidup pada anak
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 pertanyaan.
Di dalam kuesioner ini mewakili beberapa pertanyaan yang
mendeskripsikan: penderitaan fisik, gangguan pendengaran, gangguan
bicara, emosi, keterbatasan aktivitas, dan masalah pengasuh. Di dalam
kuesioner ini pada 6 pertanyaan dikategorikan menjadi 7 poin, sedangkan
1 pertanyaan lagi merupakan skala visual analog. Perhitungan kuesioner
OM-6 menggunakan skala Likert.
24

3.7 Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis dan sumber data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
diagnosa dokter dan wawancara langsung dengan responden menggunakan
kuesioner Otitis Media-6.
3.7.2 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner yang telah disiapkan setelah mendapatkan persetujuan
(izin) dari responden sebagai subjek penelitian.
25

3.8 Prosedur Penelitian

Mendapatkan surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran


Universitas Syiah Kuala

Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar

OMA Bukan OMA Eksklusi

Meminta persetujuan menjadi responden dengan


menandatangani lembar persetujuan yang disediakan

Subjek penelitian melakukan pengisian kuesioner


Otitis Media-6 (OM-6)

Pengolahan data penelitian

Analisa data penelitian

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian


26

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data


1. Editing, yaitu dilakukan pemeriksaan kembali ketepatan dan kelengkapan
data yang telah dikumpulkan. Apabila data belum lengkap, maka akan
dilakukan observasi ulang.
2. Coding, yaitu data yang telah terkumpul akan dikoreksi kemudian diberi
kode atau tanda sebelum diolah dengan computer untuk mempermudah
pengolahan data.
3. Entri, yaitu data akan dimasukkan ke dalam program komputer.
4. Cleaning, yaitu melakukan pemeriksaan kembali data yang telah
dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari kesalahan dalam
pemasukan data.
5. Saving, yaitu penyimpanan data untuk siap dianalisis.
3.9.2 Analisis data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data dari masing-
masing variabel independen dan dependen. Data yang diperoleh kemudian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan persentase. Adapun rumus
yang digunakan sebagai berikut:

f1
P= ×100 %
n

Keterangan:
P = Persentase
f 1= Frekuensi teramati
n = Jumlah responden yang menjadi sampel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen yaitu hubungan antara Otitis Media
27

Akut dengan Kualitas Hidup Anak yang diuji dengan menggunakan uji Chi-
Square.

x 2= ∑ ¿ ¿ ¿

Keterangan :
X2 = Chi-Square
O = hasil observasi (observed)

E = hasil ekspektasi (expected)

Uji chi-square dilakukan menggunakan program SPSS, dengan batas kemaknaan


p-value = 0,05 dan confidence interval (CI) 95% dan kriteria sebagai berikut:

1. jika p value > 0,05 maka hubungan kedua variable adalah tidak signifikan
2. jika p value < 0,05 maka hubungan kedua variable adalah signifikan.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Santoshi Kumari M, Madhavi J, Bala Krishna N, Raja Meghanadh K,


Jyothy A. Prevalence and associated risk factors of otitis media and its
subtypes in South Indian population. Egypt J Ear, Nose, Throat Allied Sci
[Internet]. 2016;17(2):57–62. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejenta.2016.04.001
2. Rovers MM. The burden of otitis media. Vaccine. 2008;26(SUPPL. 7):10–
2.
3. Monasta L, Ronfani L, Marchetti F, Montico M, Brumatti L, Bavcar A, et
al. Burden of disease caused by otitis media: Systematic review and global
estimates. PLoS One. 2012;7(4).
4. Alabi BS, Abdulkarim AA, Fatai O, Abdulmajeed SO. Prevalence of acute
otitis media among children with pyrexia in a Nigerian hospital. Auris
Nasus Larynx. 2009;36(5):532–5.
5. DeAntonio R, Yarzabal J-P, Cruz JP, Schmidt JE, Kleijnen J.
Epidemiology of otitis media in children from developing countries: A
systematic review. Int J Pediatr Otorhinolaryngol [Internet]. 2016;85:65–
74. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0165587616300258
6. Depkes RI. No Title. 2010;
7. Blank SJ, Grindler DJ, Schulz KA, Witsell DL, Lieu JEC. Caregiver
Quality of Life Is Related to Severity of Otitis Media in Children.
Otolaryngol Neck Surg [Internet]. 2014;151(2):348–53. Available from:
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0194599814531912
8. World Health Organization. WHOQOL: Measuring Quality of Life
[Internet]. 2017. Available from:
http://www.who.int/healthinfo/survey/whoqol-qualityoflife/en/
9. Vahedi S. World Health Organization Quality-of-Life Scale (WHOQOL-
BREF): Analyses of Their Item Response Theory Properties Based on the
Graded Responses Model. Iran J Psychiatry [Internet]. 2010;5(4):140–53.
29

Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?


artid=3395923&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
10. Dubé E, De Wals P, Gilca V, Boulianne N, Ouakki M, Lavoie F, et al.
Burden of acute otitis media on Canadian families. Can Fam Physician.
2011;57(1):60–5.
11. Saki N, Rahim F, Nikakhlagh S, Sarafraz M, Jafarzadeh E. Quality of Life
in Children with Recurrent Acute Otitis Media in Southwestern of Iran.
Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [Internet]. 2014;66(S1):267–70.
Available from: http://link.springer.com/10.1007/s12070-012-0479-8
12. Indonesia ID. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2014.
13. Snell RS. Basic Anatomy. Clin Anat Med Students. 2000;411–2.
14. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem edisi 6. In: Polish
Journal of Surgery. 2011. p. 675–93.
15. O’Neill P, Roberts T. Acute otitis media. Clin Evid (Online) [Internet].
2003;(9):274–86. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12967363
16. Cervera J, Villafruela MA, Castillo F, Rubio AD, Liria CRG De, Picazo JJ.
National Consensus on Acute Otitis Media. Acta Otorrinolaringológica
Española (English Ed [Internet]. 2007;58(6):225–31. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S2173-5735(07)70340-X
17. Morris PS, Leach AJ. Acute and Chronic Otitis Media. Pediatr Clin North
Am [Internet]. 2009;56(6):1383–99. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pcl.2009.09.007
18. Guideline CP. The Diagnosis and Management of Acute Otitis Media
abstract. 2015;
19. Crawford B, Hashim SSM, Prepageran N, See GB, Meier G, Wada K, et al.
Impact of Pediatric Acute Otitis Media on Child and Parental Quality of
Life and Associated Productivity Loss in Malaysia: A Prospective
Observational Study. Drugs - real world outcomes [Internet]. 2017;4(1):21–
31. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27888477%0Ahttp://www.pubmedce
30

ntral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5332310
20. Godinho R, Sih T. Otitis Media: State of the art concepts and treatment.
2015;13–7. Available from: http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-
17888-2
21. Kaplan SL, Center KJ, Barson WJ, Ling-Lin P, Romero JR, Bradley JS, et
al. Multicenter surveillance of streptococcus pneumoniae isolates from
middle ear and mastoid cultures in the 13-valent pneumococcal conjugate
vaccine era. Clin Infect Dis. 2015;60(9):1339–45.
22. Bluestone C, Klein J. Otitis media in infants and children. Otitis media
infants Child. 2007;41–72.
23. Kousha T, Castner J. The Air Quality Health Index and Emergency
Department Visits for Otitis Media. J Nurs Scholarsh. 2016;48(2):163–71.
24. Rosa-Olivares J, Porro A, Rodriguez-Varela M, Riefkohl G, Niroomand-
Rad I. Otitis Media: To Treat, To Refer, To Do Nothing: A Review for the
Practitioner. Pediatr Rev [Internet]. 2015;36(11):480–8. Available from:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/doi/10.1542/pir.36-11-480
25. Health O. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media ( Ages 6
months to 12 years ).
26. Harvest S, Smith A, Hesselt P. Primary ear and hearing care training
resource-Basic level, Chronic Disease Prevention and Management. World
Heal Organ Geneva [Internet]. 2006; Available from:
http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:PRIMARY+EAR+AND+HEARING+CAR
E+TRAINING+RESOURCE+Chronic+Disease+Prevention+and+Manage
ment#7
27. Marchisio P, Bellussi L, Di Mauro G, Doria M, Felisati G, Longhi R, et al.
Acute otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2010;74(11):1209–16.
28. Hernández-vaquero GE, Soto-galindo GA. Update in Pediatric Acute Otitis
Media : A Review. 2017;4.
29. Knight S, Lemoore NH. FPIN ’ s Clinical Inquiries Infectious Etiologies of
Acute Otitis Media. 2012;
30. Takahashi H. Clinical practice guidelines for the diagnosis and
31

management of acute otitis media (AOM) in children in Japan. Auris Nasus


Larynx [Internet]. 2012;39(1):1–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.anl.2011.09.008
31. Dickson G. Acute otitis media. Prim Care - Clin Off Pract [Internet].
2014;41(1):11–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pop.2013.10.002
32. Lopez S. Human Of Quality. 2004;
33. Theofilou P. Quality of life: Definition and measurement. Eur J Psychol.
2013;9(1):150–62.
34. Alimul HA. Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC;
2006.
35. Post M. Definitions of Quality of Life: What Has Happened and How to
Move On. Top Spinal Cord Inj Rehabil [Internet]. 2014;20(3):167–80.
Available from: http://archive.scijournal.com/doi/abs/10.1310/sci2003-167
36. Gibney MJ. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009.
37. Harmaini F. Uji Jeandalan dan Kesahihan Formulir European Quality of
Life-5 Dimensions. 2006;
38. Sarwono S. Psikologi Remaja. Vol. 8. Jakarta: Raja Grafindo Pusaka; 2004.
39. Kubba H, Swan IRC, Gatehouse S. How appropriate is the OM6 as a
discriminative instrument in children with otitis media? Arch Otolaryngol -
Head Neck Surg. 2004;130(6):705–9.
40. Heidemann CH, Godballe C, Kjeldsen AD, Johansen ECJ, Faber CE,
Lauridsen HH. The Otitis Media-6 questionnaire: Psychometric properties
with emphasis on factor structure and interpretability. Health Qual Life
Outcomes. 2013;11(1):1–10.
41. Holl K, Rosenlund M, Giaquinto C, Silfverdal S-A, Carmona A, Larcombe
J, et al. The Impact of Childhood Acute Otitis Media on Parental Quality of
Life in a Prospective Observational Cohort Study. Clin Drug Investig
[Internet]. 2015;35(10):613–24. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=4579255&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
42. Nugroho NI, Naftali Z, Mayassaroh. Kualitas Hidup Penderita Otitis Media
32

Supuratif Kronik. Med Hosp. 2012;1(1):20–4.


43. Sugiono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta; 2016. 67 p.
44. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta; 2010. 243 p.
45. Risnita. Pengembangan Skala Model Likert. Edu-Bio. 2012;Volume 3:86–
99.
33

LAMPIRAN 1

PERENCANAAN JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Bulan
No Kegiatan
4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Studi Kepustakaan

2 Penyusunan Proposal

3 Seminar Proposal

4 Pengambilan Data

5 Pengolahan Data

6 Penyusunan Skripsi

7 Sidang Skripsi
34

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada,
Saudara/i calon responden
terhormat
di-
Tempat

Assalamualaikum Wr. Wb.


Saya yang bernama Teuku Muhammad Ramzi Akbar adalah
mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, sedang melakukan penelitian yang
akan diajukan sebagai kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) dengan judul,
“Hubungan Otitis Media Akut dengan Kualitas Hidup Anak”.
Dalam rangka pengumpulan data, saya memohon kesediaan dan
bantuan Saudara/i meluangkan waktu agar bersedia menjadi responden
untuk melakukan pengisian angket serta dilakukan pengambilan data nilai
rata-rata rapor pada Saudara/i. Hasil dari pengisian angket dan
pengambilan data ini akan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan
penelitian dan semua data yang didapat akan terjamin kerahasiaannya.
Atas kesediaan dan kerja sama Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Banda Aceh, November 2017

(Teuku Muhammad Ramzi Akbar)


35

LAMPIRAN 3

SURAT PENYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


No. Sampel* : *(diisi oleh peneliti)
Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Hp :
Saya bersedia menjadi subjek penelitian yang berjudul “Hubungan Otitis
Media Akut dengan Kualitas Hidup Anak Pada Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh”.
Bentuk kesedian saya adalah :
1. Bersedia untuk mengisi kuesioner OM-6.
2. Menjawab dengan jujur dan sebenar-benarnya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan tanpa paksaan dan dengan
kesadaran penuh untuk turut serta dalam penelitian tersebut.

Banda Aceh, 2017


Yang menyatakan

( )
36

LAMPIRAN 4
Kuesioner Otitis Media-6 (OM-6)

Data Pribadi
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia :
*bulatkan pernyataan yang menurut anda benar

Bagaimana infeksi telinga anak Anda mempengaruhi dirinya?


Tolong centang kotak yang paling menggambarkan situasi Anda. Centang satu
kotak untuk setiap pertanyaan di bawah ini.
1. Aktivitas: Sakit telinga, ketidaknyamanan pada telinga, keluar cairan dari
telinga, gendang telinga pecah, demam tinggi, atau keseimbangan yang buruk.
Berapa besar masalah tersebut untuk anak Anda selama 2-3 minggu terakhir?
Tidak ada/tidak terganggu (1)
Hampir tidak terganggu (2)
Sedikit terganggu (3)
Terganggu (4)
Cukup terganggu (5)
Sangat terganggu (6)
Sangat hebat terganggu (7)
2. Gangguan pendengaran: Kesulitan mendengar, pertanyaan harus diulang,
sering mengatakan "apa", atau volume televisi terlalu keras. Berapa besar
masalah tersebut untuk anak Anda selama 2-3 minggu terakhir?
Tidak ada/tidak terganggu (1)
Hampir tidak terganggu (2)
Sedikit terganggu (3)
Terganggu (4)
Cukup terganggu (5)
Sangat terganggu (6)
Sangat hebat terganggu (7)
37

3. Gangguan bicara: bicara tertunda, pengucapan yang buruk, sulit dimengerti,


atau tidak bisa mengulang kata-kata dengan jelas. Berapa besar masalah untuk
anak Anda selama 2-3 minggu terakhir?
Tidak ada/tidak terganggu (1)
Hampir tidak terganggu (2)
Sedikit terganggu (3)
Terganggu (4)
Cukup terganggu (5)
Sangat terganggu (6)
Sangat hebat terganggu (7)
4. Tekanan Emosional: mudah marah/sensitif, frustrasi, sedih, gelisah, atau
kurang nafsu makan. Berapa besar masalah tersebut untuk anak Anda selama
2-3 minggu terakhir akibat infeksi telinga?
Tidak ada/tidak terganggu (1)
Hampir tidak terganggu (2)
Sedikit terganggu (3)
Terganggu (4)
Cukup terganggu (5)
Sangat terganggu (6)
Sangat hebat terganggu (7)
5. Keterbatasan Aktivitas: Bermain, tidur, melakukan sesuatu dengan
teman/keluarga, menghadiri sekolah atau tempat penitipan anak. Seberapa
terbataskah aktivitas anak Anda selama 2-3 minggu terakhir karena infeksi
telinga?
Tidak ada/tidak terbatas (1)
Hampir tidak terbatas (2)
Sedikit terbatas (3)
Terbatas (4)
Cukup terbatas (5)
Sangat terbatas (6)
Sangat hebat terbatas (7)
38

6. Perhatian pengasuh: Seberapa sering Anda, sebagai pengasuh, khawatir,


cemas, atau merasa tidak nyaman karena infeksi telinga anak Anda selama 2-3
minggu terakhir?
Tidak pernah (1)
Hampir tidak pernah (2)
Jarang (3)
Kadang-kadang (4)
Hampir sering (5)
Sering (6)
Selalu (7)
7. Secara keseluruhan, bagaimana Anda menilai kualitas hidup anak Anda akibat
dari infeksi telinga? (Centang satu kotak)
39

LAMPIRAN 5

BIODATA

Nama : Teuku Muhammad Ramzi Akbar


Tempat, tanggal Lahir : Lhokseumawe, 7 April 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status: : Belum Menikah
Alamat : Jalan Ilie Lorong Meutia Lampuh Paleung Ulee
Kareng, Banda Aceh
No. Hp : 085296142651
Email : ramzyteuku@gmail.com
Riwayat Pendidikan
SD : SDN 4 Lhokseumawe
SMP : SMPN 1 Lhokseumawe
SMA : SMAS Sukma Bangsa Lhokseumawe
Tahun Masuk Universitas : 2014
Nomor Induk Mahasiswa : 1407101010068
Program Studi : Pendidikan Dokter
Orang tua
Ayah : Ir. Teuku Yunizal
Ibu : Cut Ernizar Johan
Alamat : Jalan Kenari Komplek Duta Ceudah No.15 Uteun
Bayi, Lhokseumawe

Anda mungkin juga menyukai