Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Corpus alienum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda asing
dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan
benda asing endogen (dari dalam tubuh). Benda asing eksogen terdiri dari benda
padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal
dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, dan
lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif,
seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda
asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta.
Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya tidak
terlihat, dan gejalanya tidak spesifik, dan sering terjadi kesalahan diagnosis pada
awalnya. Sebagian besar benda asing pada telinga dapat dikeluarkan oleh dokter
yang sudah terlatih dengan komplikasi yang minimal. Pengeluaran benda asing
lazim dilakukan dengan forceps, irigasi dengan air, dan kateter hisap.
Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan misalnya terjadi gangguan
pendengaran, perdarahan pada hidung, gangguan menelan dan lain-lain. Usaha
mengeluarkan benda asing seringkali malah mendorongnya lebih ke dalam
sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-hati. Bila kurang hati-hati atau bila
pasien tidak kooperatif, berisiko trauma yang dapat merusak struktur organ yang
lain. Pada anak-anak harus dipegang sedemikian rupa sehingga tubuh dan kepala
tidak dapat bergerak bebas.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2014, corpus alienum
merupakan salah satu masalah kesehatan dengan kategori 4A. Hal tersebut
mewajkan setiap dokter umum mampu menguasai dan dapat menangani secara
mandiri dan tuntas, baik diagnosis maupun tatalaksananya. Oleh karena itu, perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai masalah penegakan diagnosis cepat dan tepat

1
yang berhubungan dengan corpus alienum untuk mencegah komplikasi yang
berlanjut. Insidennya mencapai 11% untuk semua kasus benda asing termasuk di
hidung dan tenggorok.2 Benda asing di liang telinga paling sering terjadi pada
anak usia < 5 tahun, sedangkan pada dewasa lebih jarang terjadi.
Dalam pelayanan darurat THT dari sebuah rumah sakit tersier di Sao Paulo,
terdapat 15.640 kasus dalam periode waktu Februari 2010 sampai Januari 2011.
Benda asing menyumbang 827 kunjungan, atau 5,3% dari semua kasus. Pasien
memiliki usia rata-rata 19,8 tahun dan usia rata-rata 8 tahun. Insiden lebih besar
ditemukan pada individu yang berusia < 8 tahun dengan insiden puncak pada usia
3 tahun.
Dari 827 pasien yang dilibatkan dalam penelitian, 386 adalah perempuan
(46,7%) dan 441 adalah laki-laki (53,3%), dengan rasio perempuan dan laki-laki
1,14 : 1,00. Kebanyakan benda asing (94,8%) terletak di telinga, hidung atau
tenggorokan. Lokasi benda asing pada kelompok pasien sebagian besar berada di
telinga (64,4%), diikuti oleh fossae hidung (19,5%), dan orofaring (8,9%). Lokasi
benda asing yang sulit di tentukan adalah sebanyak 2,9% kasus.
Serumen adalah hasil sekresi kelenjar sebasea, kelenjar cerumeninosa dan
proses deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea kanalis auditorius eksternus.
Produksi cerumen pada dasarnya sebuah konsekuensi yang timbul dari anatomi
lokal yang unik. Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-de-sac dari stratum
korneum dalam tubuh. Oleh karena itu, erosi fisik tidak dapat secara rutin
menghapus stratum korneum dalam saluran pendengaran. Ada dua jenis serumen
yaitu jenis kering berwarna kekuning-kuningan atau abu-abu, rapuh atau keras
dan jenis basah berwarna coklat, licin, lengket dan dapat berubah warna menjadi
gelap bila terpapar udara bebas.

Penduduk atau ras Asia dan penduduk asli Amerika lebih cenderung
memiliki serumen tipe kering (abu-abu dan terkelupas), sedangkan penduduk di
Afrika lebih cenderung memiliki tipe basah. Jenis kotoran telinga basah
berfluoresensi lemah di bawah sinar ultraviolet. Komponen utama dari kotoran
telinga adalahlapisan kulit, dengan 60% dari kotoran telinga yang terdiri dari
keratin, 12-20% rantai panjang asam lemak jenuh dan tidak jenuh, alkohol,
squalene dan 6-9% cholesterol. Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan
2
insiden serumen obsturan sebanyak 22,9% (109 siswa) dari 487 siswa yang
diteliti di Semarang tahun 2010. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini terdiri
dari 273 laki-laki dan 214 perempuan dengan distribusi serumen obsturan
sebanyak 63 (12,9%) laki-laki dan 46 (9,4%) perempuan.

Upaya dalam pemeliharaan kesehatan telinga yang berhubungan dengan


serumen obsturan dan fungsi pendengaran, dan juga pencegahan terhadap
timbulnya serumen obsturan dapat dilakukan seandainya kita mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan serumen obsturan, sehingga insidensi
serumen obsturan dapat berkurang yang akhirnya akan mengurangi gangguan
pendengaran dan komplikasi yang disebabkan oleh serumen obsturan. World
Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di Indonesia pada tahun 2007
insidensi serumen obsturan sebesar 18,7 %.

Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian

orang menghasilkan sangat banyak serumen seperti halnya sebagian orang

lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Pada orang tua, serumen

cenderung menja di lebih kering oleh karena atrofi fisiologis dari kelenjar

apokrin yang diikuti berkurangnya komponen keringat dari serumen.

Khususnya pada orang tua, sumbatan liang telinga mungkin tidak hanya karena

serumen namun karena tumpukan debris epitel.

1.2 Tujuan
1. Untuk memberikan wawasan kepada penulis dan pembaca tentang
korpus alineum telinga dan serumen.
2. Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca tentang diagnosis
dan penatalaksanaan korpus alineum telinga dan serumen.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm).
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.

4
2.1.2 Telinga Tengah

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus


mastoideus dan tuba Eustachius. Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
Atap kavum timpani dibentuk oleh segmen timpani, memisahkan telinga
tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
5
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius.
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf
korda timpani dan saraf pleksus timpanikus.
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum
timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3
depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani
cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang
berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah.

6
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuler.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

2.2 Definisi Corpus Alienum Telinga


Benda asing dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing di telinga
merupakan masalah yang sering ditemukan oleh dokter THT, dokter anak dan
dokter layanan primer terutama di pelayanan gawat darurat. Benda asing yang
ditemukan di liang telinga dapat sangat bervariasi, baik berupa benda mati atau
benda hidup, seperti binatang, komponen tumbuh-tumbuhan, atau mineral.3,4
Selain itu, benda asing pada telinga merupakan salah satu kasus gawat darurat
yang utama. Kejadian tersering adalah pada telinga bagian luar. Jika tidak
ditatalaksana dengan baik, maka dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi
seperti perforasi membran timpani, gangguan pendengaran dan edema pada liang
telinga.

7
Gambar 3. Benda asing di telinga luar

2.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan benda asing diliang
telinga yaitu:
a. Faktor kesengajaan, biasanya terjadi pada anak-anak balita.
b. Faktor kecerobohan sering terjadi pada orang dewasa sewaktu
menggunakan alat-alat pembersih telinga misalnya catton bud, tangkai
korek api atau lidi yang tertinggal di dalam telinga.
c. Faktor kebetulan terjadi tanpa sengaja dimana benda asing masuk
kedalam telinga contoh masuknya serangga, kecoa, lalat dan nyamuk.

Gambar 4. Predileksi benda asing di dalam telinga

Berikut beberapa benda asing yang sering masuk ke telinga:


a. Air
8
Sering kali saat kita mandi, berenang atapun keramas, bisa
membuat air masuk ke dalam telinga. Jika telinga dalam keadaan
bersih, air bisa keluar dengan sendirinya. Tetapi jika didalam telinga
kita ada kotoran, air justru bisa membuat benda lain di sekitarnya
menjadi mengembang dan air sendiri menjadi terperangkap di
dalamnya.
b. Cotton Bud
Cotton bud tidak dianjurkan secara medis untuk membersihkan
telinga. Selain kapas bisa tertinggal di dalam telinga, bahaya lainnya
adalah dapat menusuk selaput gendang bila tidak hati-hati
menggunakannya.
c. Benda-benda kecil
Anak-anak kecil sering tidak sengaja memasukkan sesuatu ke
dalam telinganya. Misalnya, manik-manik mainan.
d. Serangga
Bila telinga sampai kemasukan semut, berarti ada yang salah
dengan bagian dalam telinga.

2.4 Manifestasi klinik


Efek dari masukya benda asing kedalam telinga dapat tanpa gejala atau
dengan gejala sampai berupa gejala nyeri berat dan adanya penurunan
pendengaran.
a. Merasa tidak enak ditelinga
Karena benda asing yang masuk pada telinga, tentu saja membuat
telinga merasa tidak enak ataupun tidak nyaman.
b. Tersumbat
Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga,
tentu saja membuat telinga terasa tersumbat.
c. Pendengaran terganggu
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi

9
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran
suara ke telinga tengah.
d. Rasa nyeri telinga / otalgia
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis
atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi telinga akibat benda asing.
e. Pada inspeksi telinga akan terdapat benda asing
2.5 Patofisiologi
Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis
audiotorius eksternus akan menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga,
sehingga pasien akan berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Namun,
tindakan yang pasien lakukan untuk mengeluarkan benda asing tersebut
sering kali berakibat semakin terdorongnya benda asing ke bagian tulang
kanalis eksternus sehingga menyebabkan laserasi kulit dan melukai
membrane timpani. Akibat dari laserasi kulit dan lukanya membran
timpanai, akan menyebabkan gangguan pendengaran, rasa nyeri
telinga/otalgia dan kemungkinan adanya resiko terjadinya infeksi.

2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tidak
ada pemeriksaan laboratorium ataupun radiologi yang direkomendasikan
sebagai pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik adalah alat diagnostik
yang utama. Pada pasien yang dicurigai terdapat gangguan pendengaran
dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan garpu tala atau audiometri nada
murni. CT scan dapat dilakukan untuk menentukan lokasi dan komplikasi
akibat benda asing.2,3
a. Pemeriksaan dengan Otoskopik
Caranya:
1) Bersihkan serumen
2) Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi:

10
1) Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya
infeksi
2) Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah
dibelakang gendang.
3) Kemungkinan gendang mengalami robekan.

Gambar 5. Pemeriksaan dengan otoskopi

Gambar 6. Benda asing pada liang telinga

b. Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran


Test penyaringan sederhana :
1. Lepaskan semua alat bantu dengar
2. Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu
telinga
3. Berdirilah dengan jarak 30 cm
4. Bisikan angka secara acak
5. Untuk nada frekuensi tinggi : lakukan dengan suara jam
Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala
1. Uji weber

11
2. Uji Rine
3. Uji Swabach

2.7 Penatalaksanaan
Jika terdapat benda yang sangat kecil di dalam liang telinga dapat
dicoba dengan mengoyangkannya secara hati-hati. Menarik daun telinga
kearah posterior meluruskan liangtelinga dan benda asing dapat keluar
dengan goncangan lembut pada telinga. Jika benda asing masuk lebih
dalam maka perlu diangkat oleh dokter yang kompeten. Tidak dianjurkan
untuk mengorek telinga sendiri karena dapat mendorong lebih kedalam dan
menyebabkan ruptur membran timpani atau dapat melukai liang telinga6.
Beberapa tehnik di klinik pada pengeluaran benda asing di teinga6,7:
a. Forceps yang sudah dimodifikasi dapat digunakan untuk
mengambil benda dengan bantuan otoskop.
b. Suction dapat digunakan untuk menghisap benda
c. Irigasi liang telinga dengan air hangat dengan pipa kecil dapat
membuat benda-benda keluar dari liang telinga serta membersihkan
debris.
d. Penggunaan alat seperti magnet dapat digunakan untuk benda dari
logam
e. Sedasi pada anak perlu dilakukan jika tidak dapat mentoleransi rasa
sakit dan takut.
f. Serangga dalam liang telinga biasanya diberikan lidocain atau
minyak, lalu diirigasi dengan air hangat.
Setelah benda asing keluar, diberikan antibiotik tetes selama lima hari
sampai seminggu untuk mencegah infeksi dari trauma liang telinga.

12
2.8 Pencegahan

Kebiasaan terlalu sering memakai cottonbud untuk membersihkan


telinga sebaiknya dijauhi karena dapat menimbulkan beberapa efek
samping: kulit teling kita yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang berguna
untuk membuat gerakan menyapu kotoran di telinga kita akan rusak,
sehingga mekanisme pembersihan alami ini akan hilang. Jika kulit kita lecet
dapat terjadi infeksi telinga luar yang sangat tidak nyaman dan
kemungkinan lain bila anda terlalu dalam mendorong Cottonbud, maka
dapat melukai atau menembus gendang telinga.

2.9 Indikasi dan Kontra Indikasi

Tindakan pengangkatan benda asing dari telinga diindikasikan apabila


terdapat visualisasi yang baik dari benda asing yang teridentifikasi di dalam liang
telinga luar. Kontraindikasi pengangkatan benda asing adalah sebagai berikut4,6:

 Adanya perforasi membran timpani, kontak antara benda asing dengan


membran timpani, atau tidak bagusnya visualisasi liang telinga, sehingga
diindikasikan untuk konsultasi emergensi THT untuk pengangkatan
melalui operasi mikroskopik dan spekulum.
 Apabila terdapat baterai alat bantu dengar, sehingga konsultasi emergensi
THT selalu dilakukan karena dapat menyebabkan nekrosis dalam waktu
singkat dan menyebabkan perforasi membran timpani dan komplikasi
lainnya. Jadi, irigasi tidak boleh dilakukan pada kasus seperti ini, karena
dapat menyebabkan percepatan proses nekrotik.

2.10 Komplikasi

Komplikasi berat dapat terjadi di sebanyak 22% dari kasus yang di


temukan, dan morbiditas terkait dengan benda asing oleh karena itu, benda
asing harus di tangani secara benar.

Penanganan yang tidak tepat akan dapat menimbulkan pendarahan,


trauma pada liang telinga, trauma pada membran timpani dan tulang-tulang

13
pendengaran. Hal ini akan menambah angka kesakitan pada pasien,
sehingga akan memerlukan tindakan eksplorasi dalam bius umum untuk
mengangkat benda asing tersebut. Marques seperti dikutip Figueiredo
menyatakan kurangnya pengalaman dalam manajemen benda asing di
telinga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
komplikasi iatrogenik.5

Pada pasien ini tindakan pertama mengeluarkan benda asing dilakukan


tanpa bius, ternyata gagal. Pada tindakan kedua dilakukan dalam bius
umum. Setelah itu pasien mengalami pusing berputar dan nyeri pada telinga.
Trauma telinga tengah biasanya menimbulkan tuli konduktif. Perforasi
membran timpani, hemotimpani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran
merupakan penyebab terbanyak tuli konduktif pada trauma telinga tengah.
90 % perforasi membran timpani dapat menutup secara spontan.
Miringoplasti dilakukan apabila penutupan spontan tidak terjadi dalam 3
bulan. Pembedahan dilakukan bila terdapat kerusakan yang serius di telinga,
benda asing di telinga dalam atau ada gejala kerusakan di telinga tengah.5

Perforasi membran timpani tanpa kelainan di telinga tengah akan


menyebabkan dua efek berbeda pada pendengaran. Pertama adalah
pengurangan luas membran timpani yang merupakan pusat pengerahan
tenaga ke telinga tengah sehingga mengurangi gerakan tulang pendengaran.
Makin besar perforasi makin berkurang permukaan membran sebagai
pengumpul tenaga suara, akhirnya suara hanya ditampung di kuadran
posterior sisa membran timpani tempat tulang-tulang pendengaran atau sisa
tulang-tulang pendengaran berada. Efek kedua terhadap pendengaran oleh
perforasi adalah akibat energi suara yang lansung ke tingkap bulat tanpa
dihambat oleh membran timpani. Efek itu akan semakin besar sebanding
dengan besarnya perforasi.5

14
2.11 Definisi Serumen

Serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi


apokrin dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan
rambut.
Kata serumen umumnya disinonimkan dengan earwax (lilin telinga),
namun ada pendapat yang mengatakan bahwa secara teknis kedua kata ini
berbeda. Serumen ditujukan hanya pada hasil sekresi dari kelenjar
seruminosa pada kanalis akustikus eksternus, dan ini merupakan salah satu
unsur yang membentuk earwax. Komponen lainnya berupa lapisan besar
hasil deskuamasi keratin skuamosa (sel-sel mati, penumpukan sel pada
lapisan luar kulit), keringat, sebum dan bermacam-macam substansi asing.
Subtansi asing ini dapat berupa zat-zat eksogen yang dapat masuk ke kanalis
akustikus eksternus, contohnya spray rambut (hair spray) sampo, krim untuk
mencukur janggut, bath oil, kosmetik, kotoran dan sejenisnya. Komponen
utama earwax adalah keratin. Namun, karena perbedaan serumen dan
keratin tidak merupakan suatu hal yang mendasar maka keduanya akan
disebut sebagai serumen.

2.12 KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian

kartilaginosa kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan

sekret berminyak kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut

membentuk serumen. Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis

akustikus eksternus bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi

untuk membuat lapisan pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat

antibakteri.terdapat perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi

serumen. Pada beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit

15
sedangkan lainnya cenderung terbentuk massa serumen yang secara

periodik menyumbat liang telinga8.

A B
Gambar 7. Serumen pada cotton bud, A. tipe basah dan B. tipe kering

Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe
kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.

a. Serumen tipe basah dan tipe kering

Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen


dibandingkan dengan orang ras non-Oriental. Serumen pada ras
Oriental, dan hanya pada ras Oriental, memilki karakteristik kering,
berkeping-keping, berwarna kuning emas dan berkeratin skuamosa
yang disebut rice-brawn wax. Serumen pada ras non-Oriental
berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak ataupun
keras. Perkembangan serumen dipengaruhi oleh mekanisme herediter,
alel serumen kering bersifat resesif terhadap alel serumen basah. Yang
cukup menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax berhubungan
dengan rendahnya insidensi kanker payudara. Namun, ini bukanlah
suatu hal yang mengejutkan karena kelenjar seruminosa dan kelenjar
pada payudara sama-sama merupakan kelenjar eksokrin.
16
b. Serumen tipe lunak dan tipe keras

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan


serumen tipe lunak dan serumen tipe kering :

 Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe


keras lebih sering pada orang dewasa.
 Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih
kering dan bersisik.
 Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada
serumen tipe keras.
 Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini
paling sering kita temukan di tempat praktek.

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam,


dan konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan
keras. Serumen yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada
anak-anak, namun bila dijumpai maka dapat menjadi tanda awal
terjadinya aklaptonuria.

Warna sebenarnya dari serumen tidak dapat diketahui hanya melalui


mata telanjang namun harus dilakukan apusan setipis-tipisnya dari
sampel. Pigmen yang menjadi zat pemberi warna pada semen masih
belum dapat teridentifikasi.

Kanalis akstikus eksternus memiliki banyak struktur yang berperan


dalam produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar
seruminosa yang berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat
apokrin tubular yang mirip dengan kelenjar keringat apokrin yang
terdapat pada ketiak. Kelenjar ini memproduksi peptide, padahal
kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut pada kanalis akustikus
eksternus yang mensekresi asam lemak rantai panjang tersaturasi dan
tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol. (12)

17
Sel epidermal terdapat sepanjang telinga luar yang identik pada
permukaan kulit. Sehingga kita dapat memprediksi proses generasi
dari kulit tersebut, dari migrasi hingga pengeluarannya. Bila hal ini
terjadi di kulit luar sel-sel dapat dengan mudah jatuh. Namun pada
telinga kecil kemungkinannya untuk tidak menumpuk. Sel-sel yang
mengalami deskuamasi ini terkumpul pada kanalis akustikus
eksternus dalam bentuk lapisan, dan menjadi 60% dari berat total
serumen. Serumen juga terdiri atas lisosim, suatu enzim anti bakteri
yang dapat merusak sel dinding bakteri. Genetik mempengaruhi tipe
serumen secara signifikan. Ras kaukasia dan afrika-amerika
memiliki serumen dengan warna terang sampai coklat gelap lengket
dan basah. Ras asia dan ras amerika latin memiliki serumen abu-abu
atau coklat muda, mudah patah dan kering yang berhubungan dengan
jumlah lemak yang sedikit dan granula pigmen. (12)

Serumen diproduksi di sepertiga luar bagian kartilaginosa kanalis


akustikus eksternus. Komponen utama dari serumen merupakan hasil
akhir dari siklus HMG-KoA reduktase, bernama skualan, lanosterol.
Tipe serumen telah digunakan oleh antropologis untuk melihat pola
migrasi manusia. Perbedaan tipe serumen berkaitan dengan
perubahan dasar tunggal (suatu polimorfisme nukleotida tunggal/
single nucleotide poly morphism) pada gen yang dikenal gen C-11
rantai yang berikatan dengan ATP (“ATP- binding cassette C-11
gene”). Selain mempengaruhi tipe serumen, mutasi ini dapat juga
menurunkan produksi keringat. Penelitian ini bermanfaat pada ras
Asia Timur dan Amerika Latin yang tinggal di daerah beriklim
dingin. (11)

18
2.13 FISIOLOGI SERUMEN

Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga kanalis


akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan mambasahi
kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga
secara langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan
serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5). pH ini tidak dapat
ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi
pada kanalis akustikus eksternus.

Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda


dari kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan
keratin dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi dalam
kanalis akustikus eksternus migrasi epitel squamosa merupakan cara utama untuk
kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum korneum dalam membran
timpani bergerak secara radial dari arah area anular membran timpani secara
lateral sepanjang permukaan dalam kanalis akustikus eksternus. Sel berpindah
terus ke lateral sampai mereka berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan
akhirnya dilepaskan, ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta
keberadaan membran basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus
ke lubang lateral pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan
mekanisme pembersihan alami dalam kanalis akustikus eksternus, dan bila terjadi
disfungsi akan menyebabkan infeksi.

Sejumlah kecil serumen ditemukan pada kanalis akustikus eksternus, bila


tidak ditemukan maka menjadi tanda patologis terjadinya otitis eksterna kronis.
Serumen dapat dikeluarkan dengan suction, kuret, dan dengan membersihkan
seluruh canal profunda dan seluruh membran timpani.

Beberapa pasien mungkin mengeluh tidak nyaman pada telinganya ketika


ada sejumlah serumen dan mungkin dibutuhkan pembersihan. Pembersihan
dengan penyemprotan sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran
timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena akan
menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak.
19
Serumen dapat membantu menurunkan resiko otitis eksterna akut difusa.
Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis akustikus
eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang tidak tepat
seperti menggunakan tusuk gigi, pensil, dan sebagainya. Bila tidak ada serumen
yang menjaga dan melapisi robeknya epidermis organisme dapat menginfeksi
daerah tersebut. Organisme yang sering menginfeksi antara lain Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococci. Bila suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk
pertumbuhan, kerusakan epidermis ini akan berkembang menjadi otitis eksterna
akut, yang juga disebut “swimmwer’s ear”. (ms) bakteri lain yang dapat
menginfeksi antara Candida albicans, Tturicella otitidis, dan Alloiococcus otitis
namun jumlahnya tidak banyak.

2.14 Fungsi Serumen

 Membersihkan
Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari
proses yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel
ditambah dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Sel-sel
terbentuk ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari
umbo ke dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar dari
kanalis akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus
juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut
keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan
kotoran yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan
meningkatkan harapan pengeluaran kotoran.
 Lubrikasi
Lubrikasi mensegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit
kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi
diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung
kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang
banyak, dan alcohol.

20
 Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal
Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak
studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae,
staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang
biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan
oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan
adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif
rendah pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal).
Dulu dikatakan bahwa serumen juga melindungi telinga tengah dari
infeksi bakteri dan fungi. Beberapa penulis mengatakan bahwa
serumen yang tertahan dapat menjadi barier untuk membantu
pertahanan tubuh melawan infeksi telinga namun secara klinik dan
biologi fungsi ini tampak cukup lemah. (10)
Diduga serumen memainkan peranan penting dalam meningkatkan
sistem pertahanan tubuh dalam merespon infeksi. Mungkin paparan
bakteri dapat menginduksi peningkatan regulasi komponen anti
bacterial pada serumen. Meskipun demikian serumen pasien dengan
otitis eksterna tampak tidak memiliki asam lemak poli unsaturated anti
bacterial. Namun alasan dari pernyataan ini tidak jelas. Secara empiris
serumen hanya berfungsi mengeluarkan keratin.
Studi imunohistokimia menduga terdapat reaksi imun yang dimediasi
oleh antibodi yang ada pada serumen dan menjaga kanalis akustikus
eksternus dari infeksi. Epidermis dan dermis memiliki kelenjar
seruminosa dan sebasea dengan pilar folikel yang dengan cepat dapat
mengaktivasi reaksi imun lokal termasuk IgA dan IgG.
Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus
namun terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Selama
sisa keratin bersifat hidrofilik masuknya air dapat bercampur dengan
serumen dan menyebabkan sumbatan yang total, yang menyebabkan
ketulian atau perasaan penuh. Serumen yang tidak menyumbat secara

21
sempurna kanalis akustikus eksternus tidak akan menyebabkan
ketulian. Ini dapat terjadi bila serumen benar-benar menyumbat
kanalis akustikus eksternus, sumbatan ini juga tejadi bila pasien
mendorong kumpulan serumen ke bagian dalam kanalis akustikus
eksternus. Biasanya disebabkan oleh cotton bud.
Ketika serumen terperangkap dalam kanalis akustikus eksternus
dengan keadaan hampa udara dapat melalui membran timpani dan
pasien merasa telinganya tersumbat dan terjadi tuli ringan. Jika
serumen menekan membran timpani pergerakan serumen atau
membran timpani dapat menimbulkan nyeri. Serumen harus
dikeluarkan dengan hati-hati sehingga tidak menyebabkan trauma
pada kanalis akustikus eksternus atau membran timpani. Jika itu
memungkinkan maka sebaiknya serumen dikeluarkan dengan suction
atau kuret. Irigasi dengan air harus dihindari karena dapat
memperburuk situasi jika ada perforasi membran timpani.

2.15 PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN

Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan


korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut Gangguan
Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan serumen.

o Keratosis Obturans
Beberapa pasien mendapati adanya benda yang putih seperti mutiara
pada telinga mereka dan terbentuk dari keratin skuamosa yang
terkompresi. Jenis ini sangat sulit untuk dibersihkan. Bila berlanjut
lembar keratin akan berdeskuamasi sampai ke lumen kanalis akustikus
eksternus dan massa akan bertambah banyak. Tekanan dari massa ini
akan menimbulkan erosi pada tulang kanalis akustikus eksternus.
Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa impaksi serumen bukan
karena overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena
ketidakmampuan korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah.
Pada orang normal, korneosit terpisah satu sama lain sejalan dengan

22
migrasi stratum korneum ke lateral dari bagian profunda ke jaringan ikat
superfisial di kanalis akustikus eksternus bagian dalam. Bila proses ini
gagal, lembara keratin tidak mengalami migrasi secara normal, sehingga
terjadi akumulasi di kanal bagian dalam.
Ketidakmampuan korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang
hilang yaitu “keratinocyte attachment-destroying substance”(KADS).
Menurut teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan menjadi
bagian yang kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak
akan terpecah dan akan mencapai bagian superfisial namun dengan
bentuk yang utuh. Hasilnya akan terbentuk akumulasi dan bersatu
dengan serumen yang membentuk massa sumbatan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah steroid sulfatase yaitu enzim arylsulfatase-C yang
normalnya terdapat di sel epithelial, fibroblast, dan leukosit. Enzim ini
diketahui dapat membantu proses deskuamasi sel epidermal. Kohesi sel
di stratum korneum dijaga oleh kolesterol sulfat yang berfungsi sebagai
perekat intraselular. Steroid sulfat diyakini menghambat kerja kolesterol
sulfat dan melepaskan ikatan antar sel. Pad orang normal, aktivitas
steroid sulfat lebih banyak di epithelium kanalis akustikus eksternus
profunda daripada di kanalis superfisial. Jadi, steroid sulfat bertanggung
jawab terhadap pemisahan keratosit dan migrasinya ke arah luar. Juga
tehadap iktiosis resesif X-linked, keratin menjadi terakumulasi dan
berwarna coklat gelap.

2.16 PENANGANAN SERUMEN

Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan


alat-alat. Irigasi yang merupakan cara yang halus untuk membersihkan
kanalis akustikus eksternus tetapi hanya boleh dilakukan bila membran
timpani pernah diperiksa sebelumnya. Perforasi membran timpani
memungkinan masuknya larutan yang terkontaminasi ke telinga tengah dan
dapat menyebabkan otitis media. Semprotan air yang terlalu keras kearah
membran timpani yang atrofi dapat menyebakan perforasi. Liang telinga

23
dapat diirigasi dengan alat suntik atau yang lebih mudah dengan botol irigasi
yang diberi tekanan. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga
keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan
sepanjang dinding superior kanalis akustikus ekstenus sehingga arus yang
kembali mendorong serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung
dalam wadah yang dipegang erat dibawah telinga dengan bantuan seorang
asisten sangat membantu dalam mengerjakan prosedur ini.

Gambar 8. Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus

Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus


eksternus adalah jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann
yang halus. Yang penting pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan
lembut karena liang telinga sangat sensitif terhadap alat-alat. Dinding
posterior dan superior kanalis akustikus eksternus kurang sensitif sehingga
pelepasan paling baik dilakukan disini. Kemudian serumen yang lepas
dipegang dengan cunam dan ditarik keluar.

24
Gambar 9. Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator

Pemeriksaan gendang telinga mungkin pembersihan lebih lanjut


dengan irigasi. Penghisapan digunakan untuk mengeluarkan serumen yang
basah dan untuk mengeringkan liang ini. Dapat juga digunakan aplikator
logam berujung kapas. Massa serumen yang keras harus lebih dahulu
dilunakkan sebelum pengangkatan untuk menghindari trauma. Zat yang
dapat digunakan adalah gliserit peroksida dan dipakai 2-3 hari sebelum
dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan dengan hati-hati,
karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang telinga dan
menyebabkan otitis eksterna.

Membersihkan serumen dari lubang telinga tergantung pada


konsistensi serumen itu. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan
mempergunakan kapas yang dililitkan pada peilit kapas. Serumen yang
keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret, sedangkan apabila dengan cara
in sukar dikeluarkan, dapat diberikan karbon gliserin 10% dulu selam 3 hari
untuk melunakkannya. Atau dengan melakukan irigasi teinga dengan air
yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Perlu diperhatikan sebelum
melakukan irigasi telinga, riwayat tentang adanya perforasi membran
timpani, oleh karena pada keadaan demikian irigasi telinga tidak
diperbolehkan. Sumbatan lubang telinga oleh pelepasan kulit sebaiknya

25
dibersihkan secara manual dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
daripada dengan irigasi.

A. Zat serumenolisis
Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes
telinga waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain
minyak mineral, hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex.
Pemakaian preparat komersial untuk jangkan panjang atau tidak tepat
dapat menimbulkan iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak.

Pada serumen tipe basah biasanya diperlukan untk melembutkan


serumen sebelum dikeluarkan. Proses ini digantikan oleh zat
serumenolisis dan keadaan ini tercapai dengan mengunakan lautan
yang bersifat serumenolytik agen yang digunakan pada kanalis telinga
biasanya dipakai untuk pengobatan di rumah.

Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organic.

Solutio aqueos tersusun atas air yang dapa dengan baik memperbaiki
masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya :

 10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)


 3% hidrogen peroksida
 2% asam asetat
 Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai


lubrikan, dan tidak berefek mengubah intergitas keratin skuamosa,
antara lain :

 Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine


 Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil,
baby oil, olive oil)
 Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)
 Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)
26
 Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives

Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat


menimbulkan reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Dan
pembersihan serumen yang tidak tuntas dapat menyababkan
superinfeksi jamur. Komplikasi lain yang mungkin adalah
ototoksisitas yang dapat terjadi bila terdapat perforasi.
Zat serumenolitik ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari
sebelum pengangkatan serumen.

B. Penyemprotan telinga
Beberapa serumen bisa dilunakkan, ini bisa dikeluarkan dari
kanalis telinga dengan cara irigasi. Larutan irigasi dialirkan di canalis
telinga yang sejajar dengan lantai, mengambil serumen dan debris
dengan larutan irigasi mengunakan air hangat (37oC), larutan sodium
bicarbonate atau larutan dan cuka untuk mencegah sekunder infeksi.

Gambar 10. Cara Penyemprotan Telinga

27
C. Metode Kuretase

Gambar 11. Metode Kuretase untuk mengambil Serumen

Serumen biasanya diangkat dengan sebuah kuret dibawah


pengamatan langsung. Perlu ditekankan disini pentingnya pengamatan
dan paparan yang memadai,. Umumnya kedua faktor tersebut paling
baik dicapai dengan penerangan cermin kepala dan suatu speculum
sederhana. Irigasi dengan air memakai spuit logam khusus juga sering
dilakukan. Akhir-akhir ini sebagian dokter lebih memilih suatu alat
irigasi yang biasa digunakan pada kedokteran gigi. Sementara aurikula
ditarik ke atas belakang untuk meluruskan lubang telinga, air dengan
suhu tubuh dialirkan dengan arah posterosuperior agar dapat lewat
diantara massa serumen dengan dinding belakang lubang telinga.

Namun pada sejumlah kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali


dilakukan, pasien masih saja mengeluhkan telinga yang tesumbat dan
pada pemeriksaan masih terdapat sumbat yang besar. Pada kasus
demikian, kadang-kadang dilakukan pengisapan. Forsep alligator tipe
Hartmann juga berguna pada sumbat yag keras. Dalam melakukan
irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak membran timpani. Jika
28
tidak dapat memastikan keutuhan membran timpani, sebaiknya irigasi
tidak dilakukan.

Gambar 12. Pengambilan Serumen dengan Suction

2.17 KELAINAN MENGENAI SERUMEN

A. HIPERSERUMINOSIS

Gambar 13. Hiperseruminosis

Hiperseruminosis merupakan akumulasi abnormal dari serumen.


Penyebabnya dapat karena kerusakan saat memproduksi atau
kerusakan pada saat pembersihan. Hasil produksi serumen mungkin
29
berhubungan dengan infeksi, walaupun kebanyakan etiolologinya
tidak jelas. Sumbatan yang terjadi pada pasien dengan efek serumen
menunjukkan adanya lapisan keratin berlebihan yang menyerupai
stratum korneum kulit kanalis profunda. Pemisahan keratosit
abnormal mungkin karena aktivitas steroid sulfat rendah pada statum
korneum kanalis profunda, yang dicurigai sebagai penyebab
terjadinya akumulasi serumen. Steroid sulfatase yang memicu
terjadinya pemisahan keratisid dengan cara deaktivasi kolesterol sulfat
yang mengikat bersama sel-sel dalam stratum korneum. Level steroid
sulfatase di bagian osseus kanalis akustikus eksternus menunjukkan
lebih tinggi daripada level dibagian kartilagnosa. Kekurangan steroid
sulfat mungkin mencegah pemisahan keratinosit normal pada stratum
korneum bagian osseus dan menyebabkan akumulasi lapisan
keratinosit.

Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus


eksternus. Saluran yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat
memblok migrasi alami stratum korneum dan bagian medial kanalis
akustikus eksternus. Pada lansia migrasi cenderung menurun dan
aurikula, kadang dapat menyebabkan oklusi parsial pada meatus
eksternus dan mencegah eliminasi normal serumen. Stenosis kanalis
akustikus eksternus setelah trauma, infeksi kronis, atau pembedahan
mungkin akan menghalangi eliminasi serumen. Penyebab potensial
obstruksi adalah benda asing dan tumor.

Sebelum serumen dikeluarkan pasien perlu ditanya mengenai


riwayat perforasi membran timpani, riwayat operasi, atau riwayat
otitis media akut atau kronis. Tergantung konsistensi serumen, jerat
kawat, kuret cincin yang tumpul, atau suction mungkin digunakan
untuk membersihkan kanalis. Irigasi harus digunakan dengan hati-hati
khususnya ketika kondisi membran timpani tidak diketahui. Struktur
ini mungkin rusak ketika ditipiskan, bagian tengah telinga dalam yang
datar mungkin rusak ketika gendang telinga tidak ada. Penerangan
30
cahaya yang sesuai dan magnifikasi binocular memfasilitasi
pengeluaran serumen dan meminimalisir trauma pada lapisan dasar
epitel. Setelah semua debris dikeluarkan, hal penting memeriksa kanal
untuk beberapa kondisi patologis yang mungkin menjadi predisposisi
hiper serumenosa dan memeriksa keutuhan membran timpani.

B. SERUMINAL GLAND ADDENOMA (Ceruminoma,

Hidradenoma)

Gambar 14. Seruminal Gland Addenoma

Adenoma glandula seruminal adalah pertumbuhan lunak unit


apilosebasea alam kanalis akustikus eksternus. Seruminoma dapat
menyerupai lesi agresif alinnya ( seruminal gland carcinoma), oleh
karena itu lebih baik disebut adenoma glandula seruminal. Tumor ini
terjadi pada usia 40-60 tahun dan pria disbanding wanita sama dengan
3:1. Lesi biasanya asimptomatis kecuali bila obstruksi kanalis
akustikus ekstenus dan infeksi sekunder.
Adenoma glandula seruminal tampak non ulserasi, epithelial
ditutupi nodul pada lateral dinding. Secara histologis menunjukkan
nodul tumor yang merah keabu-abuan, kistik, dan kapsul dengan
batasan tidak jelas.
Komponen glandula mungkin bervariasi, rata dalam tumor yang
sama tapi biasanya terdiri dari selapis epitel kuboid atau sel berbentuk
spidel yang mungkin mewakili kelenjar mioepitel kelnjar normal. Sel
memiliki fenotip yang lunak tanpa adanya invasi. Pengobatan meliputi

31
pemotongan local pada lesi dengan cangkok kulit selama waktu yang
dibutuhkan. Rekuren bisa terjadi apabila pemotongan tidak sempurna.

C. CERUMINAL GLAND ADENOCARCINOMA

Adenocarcinoma ini menyerang usia pertengahan dan orang yang


lebih tua, lebih dominan pada pria. Karsinoma ini merupakan
keganasan dari adenoma glandula seruminal lunak(benign). Gejalanya
antara lain otalgia, kotoran telinga yang sering berdarah, dan tuli.
Pemeriksaan menunjukkan eritem dan ulserasi pada kanalis.
Pemeriksaan secara histologis menunjukkan arsitektur umum sebagai
lesi lunak tetapi dengan aktivitas mitosis dan invasi. Perawatan mirip
dengan karsinoma adenoidcystic, terapi radiasi post operatif biasanya
berperan penting. Kekambuhan persentasenya 10-50%, ini bukanlah
angka yang luar namun bila terjadi metastase maka merupakan hal
yang luar biasa.

Gambar 15. Ceruminal Gland Adenocarcinoma

D. CERUMINOMA

Lapisan dermal bagian kartilaginosa memiliki folikel rambut,


kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa(modifikasi kelenjar
keringat). Kelenjar seruminosa secara histologi mirip dengan kelenjar
apokrin pada aksila dan genital karena mempunyai dua lapisan
struktur epitel terdiri dari selapis oxyphyilic kolumnar dalam dan
32
selapis mioepitel luar. Johnstone et al. (1957) menjelaskan bahwa
neoplasma kelenjar yang sulit dibedakan secara histologis dari tumor
kelenjar keringat dan terjadi pada tubuh dan berhubungan dengan
hydradenoma.
O’neill dan Parker (1957) memberikan pendapat bahwa tumor
kelenjar keringat berhubungan dengan pendapat orang tersebut.
Karena lokasi yang spesifik tumor ini yang asalnya dari modifikasi
kelenjar keringat, secara otology dapat berlanjut menjadi seruminoma.
Karakteristik khas secara klinik adalah massa di kanalis akustikus
eksternus yang dilapisi epitel squamosa, asimptomatis sampai
menyebabkan obstruksi pada kanalis. Pertumbuhannya berubah secara
ekstrim tetapi biasanya lambat dan progresif sampai terdapat
pembengkakan.
Secara histology tumor terdiri dari sel asidofilik yang mengelilingi
lumen atau disekitar korda dan dibatasi oleh sel mioepital yang tidak
dikenal. Terdapat stroma intraglandula yang berubah-ubah. Kadang-
kadang histologisnya mirip dengan adenoma, mixed tumor, dan
adenoidcystic. Rekurensi terjadi bila karsinoma tidak diangkat semua.
Pengobatannya tergantung luasnya pemotongan tumor. Sifat agresif
local atau invasif harus disamakan dengan keganasan meskipun tidak
ada kasus mengenai penyebaran seruminoma.

Gambar 16. Ceruminoma

33
2.18 PEMERIKSAAN TELINGA

1. MELAKUKAN ANAMNESIS

a. Telinga sakit (otalgia) :

- Sejak kapan

- Didahului oleh apa (trauma, kemasukan benda asing, pilek)

- Apakah disertai gejala-gejala yang lain.

- Diagnosis banding otalgia :

1. Otitis eksterna (difusa, furunkulosa)

2. Otitis media akut

3. Mastoiditis

b. Gangguan pendengaran(hearing loss) :

- Sejak kapan

- Didahului oleh apa

- Penyebab gangguan pendengaran :

1. Kongenital

2. Kelainan anatomi

3. Otitis eksterna dan media baik akut maupun kronis

4. Trauma

5. Benda asing/cerumen

6. Ototoksis

7. Degenerasi

8. Noise induce

34
9. Neoplasma

c. Telinga berdengung (tinitus) :

- Sejak kapan

- Didahului oleh apa

- Apakah menderita penyakit lain seperti DM, hipertensi,


hiperkolesterolemi

- Diagnosis banding tinitus :

1. Cerumen atau corpus alienum

2. Otitis eksterna

3. Otitis media akut & kronis

d. Keluar cairan (otorrhea):

- Sejak kapan.

- Didahului oleh apa (trauma, kemasukan benda asing, pilek).

- Deskripsi cairan (jernih/ keruh, cair/ kental, warna kuning/


kehijauan/ kemerahan; berbau/ tidak).

- Apakah keluar cairan disertai dengan darah.

- Disertai oleh gejala yang lain (demam, telinga sakit,pusing dll).

- Diagnosis banding otorrhea :

1. MT perforation

2. Granulasi, polip, liang telinga

3. Infeksi pada otitis media

35
2. MELAKUKAN PEMERIKSAAN TELINGA

§ Untuk inspeksi liang telinga dan membrana timpani, pergunakan spekulum


telinga atau otoskop.

§ Untuk visualisasi terbaik pilih spekulum telinga ukuran terbesar yang masih
pas dengan diameter liang telinga pasien. Diameter liang telinga orang
dewasa adalah 7 mm, sehingga untuk otoskopi pasien dewasa,
pergunakan spekulum dengan diameter 5 mm, untuk anak 4 mm dan
untuk bayi 2.5 – 3 mm.

§ Lakukan pemeriksaan terhadap kedua telinga. Bila telinga yang sakit hanya
unilateral, lakukan pemeriksaan terhadap telinga yang sehat terlebih
dahulu.

§ Menggunakan otoskop :

- Otoskop dipegang menggunakan tangan yang sesuai dengan sisi


telinga yang akan diperiksa, misalnya : akan memeriksa telinga kanan,
otoskop dipegang menggunakan tangan kanan.

- Otoskop dapat dipegang dengan 2 cara : seperti memegang pensil


(gambar 8A) atau seperti memegang pistol (gambar 8B). Kedua
teknik ini memastikan otoskop dan pasien bergerak sebagai 1 unit.

- Untuk pasien : berikan informasi bahwa prosedur ini tidak


menyakitkan, pasien hanya diminta untuk tidak bergerak selama
pemeriksaan.

- Pastikan daya listrik otoskop dalam keadaan penuh (fully charged).

- Bila terdapat serumen yang menghalangi visualisasi liang telinga dan


membrana timpani, lakukan pembersihan serumen terlebih dahulu.

36
a. Inspeksi telinga :untuk melihat kelainan pada telinga luar,meliputi :

1. Kulit daun telinga : Normal/abnormal


2. Muara/lubang telinga : Ada atau tidak
3. Keberadaan telinga :

- Terbentuk/ tidak terbentuk

- Besarnya : kecil/ sedang/ besar atau normal/ abnormal.

- Adakah kelainan seperti hematoma pada daun telinga (cauliflower


ear).

4. Liang telinga :

- Mengenal pars ossea, isthmus dan pars cartilaginea dari liang telinga

- Adakah tanda-tanda radang

- Apakah keluar cairan/tidak

- Adakah kelainan di belakang/depan telinga.

Gambar 17. Pemeriksaan Telinga dengan Otoskop

37
Gb 6. Pemeriksaan meatus auditorius
eksternus.

Gb 7. Pemeriksaan liang telinga luar dan


Daun telinga (pinna) harus ditarik ke atas
dan ke
membrana timpani menggunakan
otoskop.
belakang supaya liang telinga lebih lurus.
Pada
Otoskop digerakkan ke beberapa arah
untuk

anak, pinna ditarik lurus ke belakang.

visualisasi terbaik.

5. Gendang telinga :

Dinilai warnanya, besar kecilnya, ada tidaknya reflek cahaya (cone of


light), perforasi, sikatrik, retraksi, penonjolan prosesus brevis.

.
38
Gambar 18.Membrana timpani pada otoskopi

A. Membrana timpani normal


B. Eksostosis
C. Otitis Media Akut
D. Cairan serosa dalam telinga tengah
E. Perforasi membrana timpani
F. Attic cholesteatoma
G. Retraksi membrana timpani
H. Perdarahan dalam telinga tengah karena barotraumas

b. Palpasi telinga :
- Belakang daun telinga
- Depan daun telinga
- Adakah rasa sakit/ tidak (retroauricular pain/ tragus pain)

c. Tes Pendengaran Meliputi :

1. Tes Bisik (whispered voice test)

39
 Tes bisik dipergunakan untuk skrining adanya gangguan
pendengaran dan membedakan tuli hantaran dengan tuli
sensorineural.

 Prosedur :

- Pasien duduk di kursi pemeriksaan.

- Pemeriksa berdiri kurang lebih 60 cm di belakang pasien.

- Pemeriksa membisikkan serangkaian angka dan huruf (misalnya


5-K-2) dan meminta pasien untuk mengulangi urutan kata dan
huruf yang dibisikkan. Sebelum berbisik, sebaiknya pemeriksa
mengeluarkan nafas (ekspirasi maksilmal) secara perlahan
supaya nafas pemeriksa tidak mengganggu suara bisikan.

- Jika pasien dapat mengulang bisikan dengan benar, berarti tidak


ada gangguan pendengaran. Jika pasien tidak dapat mengulang
rangkaian kata dan huruf yang dibisikkan, ulangi pemeriksaan
menggunakan kombinasi angka dan huruf yang lain.
- Dilakukan pemeriksaan terhadap telinga kanan dan kiri, diawali
dari telinga yang normal (tidak ada gangguan pendengaran/
pendengaran lebih baik). Selama pemeriksaan, lubang telinga
kontralateral ditutupi dengan kapas.

- Telinga yang lain diperiksa dengan cara yang sama, tetapi


dengan kombinasi angka dan huruf yang berbeda.
- Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran jika pasien dapat
mengulang dengan benar paling sedikit 3 dari 6 kombinasi angka
dan huruf yang dibisikkan.

d. Tes Penala/Garputala

- Bertujuan untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/


hearing loss) dan membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) dan tuli
sensorineural (sensorineural hearing loss).

40
- Tes penala didasarkan pada 2 prinsip utama, yaitu :

 Telinga dalam lebih sensitif terhadap hantaran suara oleh udara


dibandingkan oleh tulang.

 Bila ada gangguan pada hantaran suara oleh udara, telinga yang
terganggu akan lebih sensitif terhadap hantaran oleh tulang, disebut tuli hantaran
murni (conductive hearing loss).

- Yang dipakai biasanya adalah garputala frekuensi 512 Hz

- Tes penala meliputi :

1) Tes Rinne :

Tes Rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan


hantaran tulang, sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli
hantaran (conductive hearing loss).

- Untuk menilai hantaran udara, ujung lengan panjang garputala


yang sudah digetarkan dipasang 1 inchi di depan meatus
auditorius eksternus (A),

- Pasien ditanya apabila sudah tidak mendengar, garputala


dipindah ke prosessus mastoidea (B)

Gambar 19. Tes Rinne untuk membandingkan hantaran udara (A)

dan hantaran tulang (B)


41
- Setelah itu, prosedur diatas dibalik. Pemeriksaan dimulai dari
prosessus mastoidea ke depan meatus auditorius eksternus.

- Interpretasi hasil :

Tes Rinne positif : suara dari konduksi udara lebih keras


dibandingkan konduksi tulang tidak ada tuli hantaran.

Tes Rinne negatif : suara dari konduksi tulang lebih keras


menunjukkan adanya tuli hantaran atau tuli sensorineural total
(suara garputala ditransmisikan melalui konduksi tulang
tengkorak dan diterima oleh telinga kontralateral – tes Rinne
false negative).

2) Tes Weber :

- Tes Weber dilakukan


setelah tes Rinne,
bertujuan untuk
membedakan tuli hantaran
dan tuli sensorineural.

- Garputala yang sudah


digetarkan diletakkan
di verteks atau di
tengah dahi.

- Pasien ditanya “suara


terdengar sama keras
atau lebih keras di satu
sisi (kiri

Gb 20. Tes Weber


atau kanan)” untuk menilai
terjadinya lateralisasi
-Interpretasi hasil : suara.

42
Suara terdengar sama keras di

telinga kiri dan kanan  tidak ada

lateralisasi/ normal.

Suara terdengar lebih keras di satu

sisi  ada lateralisasi.

3. Tes Swabach

- garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada


prosesus mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi.
Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal.
- Interpretasi hasil:

Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach


memendek (tuli hantaran).

Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang


dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita
masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang
(tuli sensorineural).

Bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya


disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (normal).

MEMBERSIHKAN SERUMEN

Serumen merupakan substansi alamiah yang berfungsi membersihkan,


melindungi dan melembabkan kanalis auditorius eksternus. Serumen terbentuk
bila sekresi kelenjar-kelenjar di 1/3 lateral kanal bercampur dengan epitel
skuamous yang mengalami deskuamasi, debu, partikel asing dan sisa-sisa rambut
dalam liang telinga. Normalnya, serumen dikeluarkan oleh mekanisme
pembersihan sendiri (selfcleaning mechanism) dan gerakan rahang, yang
43
menyebabkan serumen bermigrasi keluar dari liang telinga. Sebagian besar
serumen asimtomatis. Serumen mempunyai beberapa efek menguntungkan, yaitu
melindungi dan melembabkan liang telinga serta mempunyai efek bakteriosid,
sehingga keberadaan serumen tidak perlu selalu dibersihkan.

Akumulasi serumen, dan selanjutnya impaksi serumen, disebabkan oleh


kegagalan selfcleaning mechanism, menyebabkan keluhan-keluhan seperti nyeri,
gatal, rasa penuh dalam telinga, tinnitus, telinga berbau, batuk dan pusing, serta
gangguan pendengaran. Selain itu, impaksi serumen akan mengganggu
pemeriksaan kanalis auditorius, visualisasi membrana timpani dan telinga tengah.

Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi impaksi serumen, yaitu :

1) Pada orang tertentu, produksi serumen bisa berlebihan.

2) Pertumbuhan rambut berlebihan dalam liang telinga, sehingga mengganggu


selfcleaning mechanism.
3) Penggunaan alat bantu dengar yang menghalangi keluarnya serumen dari
liang telinga.

4) Kebiasaan penggunaan lidi kapas untuk membersihkan liang telinga justru


akan makin mendorong serumen masuk ke liang telinga lebih dalam dan
memadat.

5) Penyakit kulit pada liang telinga, otitis eksterna rekuren, keratosis obturans,
riwayat radioterapi telinga, riwayat timpanoplasti/ miringoplasti atau
mastoidektomi dan retardasi mental.
Terhadap pasien yang datang dengan impaksi serumen, dokter harus
menanyakan riwayat klinis dan menilai adanya faktor-faktor yang akan
mempengaruhi penatalaksanaan, yaitu :

44
1. Ada tidaknya perforasi membrana timpani.

2. Kelainan anatomi kanalis auditorius eksternus congenital atau akuisita,


seperti stenosis dan eksostosis, otitis eksterna kronis, kelainan kraniofasial
(misalnya Down Syndrome, pasca trauma/ pembedahan).

3. Diabetes

4. Keadaan immunocompromised

5. Terapi antikoagulan.

Secara garis besar, penatalaksanaan impaksi serumen dibagi menjadi 2, yaitu


: pemberian seruminolitik dan evakuasi serumen secara manual (irigasi atau
menggunakan hook/curette/suction). Kombinasi dari tindakan tersebut dapat
dilakukan (seruminolitik diikuti dengan evakuasi manual, atau irigasi diikuti
dengan evakuasi manual).

Sebelum melakukan pengambilan serumen, dokter harus :

1. Melakukan anamnesis mendalam untuk mengetahui riwayat perforasi


membrana timpani, infeksi telinga tengah atau keluarnya discharge dari
dalam telinga.
2. Melakukan pemeriksaan kanalis auditorius eksternus dengan seksama
untuk menilai bentuk dan ukuran liang telinga, mengetahui ada tidaknya
infeksi liang telinga, perkiraan beratnya sumbatan dan keadaan
membrana timpani (bila memungkinkan).

3. Menilai tipe serumen (kering/ basah/ keras/ padat/ lunak/ lengket), dan
menentukan teknik pengambilan yang akan dipakai.

4. Menilai perlu tidaknya penggunaan seruminolitik sebelum pengambilan


serumen.

5. Menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien.

45
6. Memastikan peralatan dalam keadaan baik dan lengkap serta siap dipakai
(misalya untuk irigasi : mengecek kondisi syringe, suhu air, arah dan
kuatnya pancaran air dari syringe).
Pemberian seruminolitik 15-30 menit sebelumnya dapat meningkatkan
efektifitas tindakan sampai 90%.

Seruminolitik yang paling efektif dan sederhana adalah larutan garam


fisiologis.

Bila serumen sangat kering dan keras, berikan seruminolitik 2-3 hari sebelum
dilakukan pengambilan serumen. Seruminolitik diteteskan 2-3 kali sehari.

Bila pasien menggunakan alat bantu dengar, setelah meneteskan


seruminolitik, jangan langsung memakai kembali alat bantu dengarnya,
biarkan liang telinga mengering lebih dahulu.

a. Membersihkan Serumen dengan


cara Irigasi : Prosedur
membersihkan serumen dengan
irigasi :

Irigasi dilakukan terhadap serumen yang keras dan kering.

Irigasi kanalis auditorius eksternus dapat dilakukan dengan atau tanpa


pemberian seruminolitik sebelumnya. Seruminolitik dapat diberikan bila
serumen keras atau menempel erat di dinding liang telinga.

Instrumen :

- Ear syringes

- Cairan irigasi (normal saline, akuades)

- Mangkuk bengkok

46
Gambar 21. Ear Syringing

Teknik :

- Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga pasien.

- Ujung syringe harus tumpul.

- Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti suhu badan
(untuk mencegah stimulasi apparatus vestibular).

- Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik. Minta pasien untuk
memegangi mangkuk bengkok di bawah daun telinganya.

- Pasien diminta untuk sedikit menundukkan kepala. Daun telinga (pinna)


ditarik ke atas dan ke belakang supaya kanalis auditorius eksternus lurus
dan bagian dalam kanal terlihat jelas.
- Cairan irigasi yang sudah dihangatkan (suhu 37-38oC) diaspirasi ke
dalam syringe, tempatkan mulut syringe tepat di luar meatus auditorius
eksternus dan diarahkan ke atap liang telinga.

- Air disemprotkan perlahan ke arah dinding/ atap kanal bagian posterior-


superior (jangan menyemprotkan air ke arah membrana timpani, karena
justru akan makin mendorong serumen masuk lebih dalam).

47
- Aliran air di antara membrana timpani dan serumen akan mendorong
serumen keluar.

- Bila belum berhasil, lakukan sekali lagi. Bila tetap belum berhasil,
lakukan pretreatment dengan seruminolitik selama 2-3 hari lebih dahulu,
kemudian ulangi irigasi.

- Hentikan bila pasien mengeluh nyeri, pusing atau mual.

- Sebaiknya prosedur dilakukan secara lembut tapi cepat (dalam 2 menit).

- Setelah serumen keluar, keringkan liang telinga menggunakan kapas


bertangkai, kemudian lakukan inspeksi untuk mencari kemungkinan
abrasi kulit liang telinga.

- Jika perlu, tutup liang telinga dengan bola kapas untuk menyerap air
yang masih tersisa.
Kontraindikasi irigasi :

- Trauma

- Benda asing dalam kanalis auditorius eksternus

- Vertigo

- Perforasi membrana timpani

- Otitis eksterna

- Otitis media

- Riwayat operasi telinga tengah/mastoid

- Riwayat radioterapi telinga tengah/mastoid

- Terdapat gangguan pendengaran di telinga kontralateral

Komplikasi :

- Perforasi membrana timpani

48
- Laserasi kanalis auditorius eksternus

- Serumen tidak keluar

- Otitis eksterna

Kriteria dirujuk :

- Nyeri telinga menetap setelah tindakan.

- Vertigo

- Edema kanalis auditorius eksternus.

- Kelainan anatomi kanalis auditorius eksternus.

- Riwayat perforasi membrana timpani, tindakan pembedahan telinga dan


radioterapi.

Pada pasien dengan perforasi membrana timpani, infeksi dapat menjalar ke


telinga tengah.Sisa air juga dapat memicu infeksi. Selain itu air yang mengalir
ke telinga tengah dapat menimbulkan efek kalorik yang mengakibatkan
vertigo. Pada pasien dengan perforasi membrana timpani, lebih disarankan
evakuasi serumen secara mekanis.

b. Membersihkan serumen dengan hook atau curettedan suction

Jika terdapat kontraindikasi irigasi, dipilih teknik instrumentasi untuk


mengeluarkan serumen, yaitu menggunakan hook dan curette.Hook
dipergunakan bila serumen cukup padat dan kering, curette dipergunakan bila
serumen agak basah sedangkan suction digunakan untuk serumen tipe basah
dan lengket.

49
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Corpus alienum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda
asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari
luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh).
 Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas.
 Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti kacang-
kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal
dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu,
dan lain-lain.
 Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif,
seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.
 Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah,
nanah, krusta.
 Serumen adalah hasil sekresi kelenjar sebasea, kelenjar cerumeninosa dan
proses deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea kanalis auditorius
eksternus.
 Ada dua jenis serumen yaitu jenis kering berwarna kekuning-kuningan
atau abu-abu, rapuh atau keras dan jenis basah berwarna coklat, licin,
lengket dan dapat berubah warna menjadi gelap bila terpapar udara bebas

3.2 SARAN
 Deteksi awal yang cermat terhadap gejala Corpus Alienum Telinga dan
Serumen sangatlah diperlukan, untuk menghindari hal-hal yang akan
menyebabkan infeksi dan komplikasi lain.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam G.L., Boies L.R., Highler P.A., BOIES Buku Ajar Penyakit THT
(BOIES Fundamentals of Otolaryngology). Edisi 6. 1997. Balai Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

2. Bailey B.J., Johnson J. T., Newlands S. D., Head & Neck Surgery
Otolaryngology. 4th Edition. 2006. Lippincot Williams & Wilkins.

3. Ballenger J. John, Penyakitt Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.


13th edition. Binarupa Aksara

4. Blueestune D. Charles, Pediatric Otolaryngology. 3th Edition. 1996.W>B


Saunders Company.

5. Brian J. G.B., Michael H., Peter K., Atlas of Clinical Otolaryngology. 2001.
Mosby Yaer Book.

6. Canalis F. Rinaldo, The Ear Comprehensive Otology. 1987. Lippincott


Williams &Wilkins.

7. Schuknecht F. Harold. Pathology of The Ear. 1974. Harvad University.

8. Strom M.D Marshall. Manual of Otolaryngology. Brown and Company


Boston Toronto.

9. Nurbaiti I. Prof, Dr., Sp.THT., Efiaty A.S. Dr., Sp.THT., Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok. Edisi 5. 2004. Balai Penerbit
FKU1, Jakarta.Guest

51
52

Anda mungkin juga menyukai