PENDAHULUAN
Gangguan pendengaran masih merupakan salah satu masalah kesehatan
pada abad ke-21 ini. Gangguan pendengaran diperkirakan diderita oleh 5% dari
penduduk dunia atau sekitar 466 juta orang. Jumlah tersebut termasuk penderita
gangguan pendengaran anak - anak yaitu sebanyak 34 juta orang. WHO
memprediksi bahwa pada tahun 2050 sebanyak 900 juta orang akan menderita
gangguan pendengaran.1
Upaya dalam skrining gangguan pendengaran penting dilakukan untuk
mengurangi dampak sosial ekonomi pada masyarakat. WHO memperkirakan
gangguan pendengaran yang tidak diketahui memberikan kerugian global sebesar
750 juta dollar per tahun.1 Kerugian ini meliputi sektor kesehatan, biaya
pendidikan, dan kurangnya produktivitas sumber daya manusia. Dampak negatif
dari gangguan pendengaran dapat diminimalkan dengan adanya program skrining
gangguan pendengaran yang baik. Skrining awal gangguan pendengaran dapat
dilakukan menggunakan pemeriksaan garpu tala. Pemeriksaan garpu tala dapat
digunakan untuk menentukan apakah seorang penderita gangguan pendengaran
memerlukan pemeriksaan lanjutan menggunakan audiometer nada murni atau
rujukan ke fasilitas kesehatan tersier.2
Garpu tala diciptakan pertama kali pada abad ke-16 sebagai penala bagi
berbagai alat musik.3 Garpu tala mulai digunakan dalam dunia kedokteran sebagai
alat diagnostik gangguan pendengaran pada abad ke-19 oleh dua orang dokter
berkebangsaan Jerman yaitu E. Schmalz dan A. Rinne.4 American Otological
1
2
pars oseus pada dua pertiga medialnya dengan penyempitan pada persambungan
kedua pars yang disebut ismus.9
Batas antara telinga luar dan telinga tengah adalah membran timpani. Secara
histologis membran timpani terdiri dari tiga lapisan penyusun yaitu lapisan luar
berupa lapisan epitel skuamosa, lapisan tengah berupa lapisan fibrosa, dan lapisan
dalam berupa epitel mukosa.9 Membran timpani dibagi menjadi pars tensa dan
pars flaccida. Pada pars flaccida tidak terdapat lapisan fibrosa.
rambut memiliki stereosilia yang tersusun membentuk huruf U pada sel rambut
dalam dan huruf V atau W pada sel rambut luar.12 Stereosilia pada sel rambut
terletak berdekatan dengan membran tektoria.
Komponen konduksi pada telinga luar diperankan oleh dinding KAE pars
kartilago dan pars oseus. Getaran juga dapat dihantarkan melalui mandibula.
Getaran ini menjalar ke telinga tengah dan menggetarkan tulang tulang
pendengaran. Tulang – tulang pendengaran akan meneruskan getaran ini ke
koklea melalui tingkap lonjong. Getaran suara juga dapat sampai langsung ke
koklea melalui tulang tengkorak, jaringan otak, dan cairan serebospinal.15
Gambar 1. Skema hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga kanan. Hantaran udara
dilambangkan dengan garis panah tipis. Hantaran tulang dilambangkan dengan garis
panah tebal.15
2. Garpu tala
Garpu tala adalah alat yang terbuat dari metal, berbentuk seperti garpu yang
dirancang untuk dapat mengeluarkan bunyi dengan frekuensi tertentu bila
dipetik.14 Bagian garpu tala terdiri dari kaki, tangkai, basis dan ujung garpu tala. 16
Garpu tala dibunyikan dengan cara memegang tangkai dan mengetuk atau
memetik ujungnya secara lunak. Garpu tala sebaiknya tidak diketuk terlalu keras
agar tidak timbul nada tambahan yang mengganggu (overtones). Getaran garpu
tala menghasilkan suara yang dapat didengar melalui hantaran udara dan hantaran
tulang. Frekuensi garpu tala berkisar antara 64 Hz sampai dengan 4096 Hz. 16
Garpu tala dengan frekuensi rendah lebih dirasakan sebagai getaran oleh orang
yang diperiksa. Garpu tala dengan frekuensi tinggi memiliki decay time yang
pendek sehingga jarang digunakan dalam pemeriksaan klinis. 9 Garpu tala dengan
frekuensi 256 dan 512 Hz paling sering digunakan dalam pemeriksaan gangguan
pendengaran.14 Pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala yang
dilakukan pada praktik klinis adalah tes batas atas batas bawah, tes Weber, tes
6
Rinne, tes Schwabach, dan tes Bing. Tes Stenger dikerjakan apabila ada
kecurigaan pasien berpura – pura mengalami gangguan pendengaran.
Pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala adalah pemeriksaan
yang tidak invasif dan jarang menimbulkan komplikasi. Suatu laporan kasus
menyebutkan timbulnya komplikasi berupa dermatitis kontak atopik pada
pemeriksaan garpu tala.8 Garpu tala terbuat dari campuran metal (alloy) dan
mungkin memiliki pelapis logam nikel atau krom. Nikel dan krom diketahui dapat
menimbulkan reaksi alergi pada beberapa individu.
konduksi. Bila pada pemeriksaan pasien tidak dapat mendengar garpu tala
frekuensi tinggi maka dikatakan batas atas turun. Kelainan ini didapatkan pada
gangguan dengar tipe sensorineural. Pasien dengan pendengaran normal akan
mendengar pada semua frekuensi.16
Gambar 3. Tes Weber. Garpu tala diletakkan pada garis median kepala 9
melalui tulang daripada melalui udara. Garpu tala dengan frekuensi 256 dan 512
Hz terdengar selama 140 detik bila dihantarkan melalui hantaran udara sedangkan
melalui hantaran tulang suaranya terdengar selama 70 detik.16
Tes Rinne dikerjakan menggunakan garpu tala frekuensi 512 Hz. Prosedur
tes Rinne adalah garpu tala dibunyikan secara lunak pada kedua ujungnya
kemudian kakinya ditempelkan tegak lurus pada planum mastoid telinga yang
diperiksa. Orang yang diperiksa diminta untuk memberi tahu saat suara dari garpu
tala hilang kemudian garpu tala dipindahkan 1 cm di depan KAE. 16 Tes Rinne
dikatakan positif apabila setelah dipindahkan ke depan KAE orang yang diperiksa
masih mendengar bunyi garpu tala. Rinne positif menandakan bahwa konduksi
udara lebih baik dibandingkan dengan konduksi tulang. Tes Rinne dikatakan
negatif bila orang yang diperiksa tidak mendengar bunyi garpu tala setelah garpu
tala dipindah ke depan KAE. Rinne negatif menandakan konduksi udara lebih
buruk dibandingkan dengan konduksi tulang.9
Tes Rinne dapat juga dilakukan dengan membunyikan garpu tala dan
menempelkan kakinya pada planum mastoid, lalu segera garpu tala dipindah ke
depan KAE. Orang yang diperiksa kemudian diminta membandingkan keras suara
antara saat garpu tala ditempelkan pada planum mastoid dengan saat garpu tala di
depan KAE. Tes Rinne dikatakan positif bila orang yang diperiksa mendengar
lebih keras saat garpu tala di depan KAE. Tes Rinne dikatakan negatif bila orang
yang diperiksa mendengar lebih keras saat garpu tala ditempel di planum
mastoid.13
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menimbulkan tes Rinne false
negative. Keadaan ini didapati pada gangguan dengar tipe sensorineural berat
unilateral. Pasien mendengar saat diperiksa konduksi tulang pada telinga yang
mengalami gangguan dengar tipe sensorineural berat sedangkan konduksi udara
tidak sehingga dapat disangka sebagai Rinne negatif. Penyebab dari keadaan ini
adalah telinga kontralateral yang masih sehat mendengar konduksi tulang karena
getaran merambat melintasi tengkorak. Kesalahan ini dapat dihindari dengan
pengaplikasian masking pada telinga yang masih sehat.9
10
A B
mendengar suara lebih lemah saat KAE dibuka. Pasien dengan gangguan dengar
konduksi tidak akan mendengarkan perbedaan kekerasan suara saat KAE dibuka
atau ditutup.13
RINGKASAN
Garpu tala adalah alat yang terbuat dari metal, berbentuk seperti garpu
dengan dua ujung yang dirancang untuk dapat mengeluarkan bunyi dengan
frekuensi tertentu bila dipetik dan satu ujung lain sebagai kaki. Garpu tala telah
dipergunakan sebagai alat pemeriksa pendengaran sejak abad ke-19. Berbagai tes
pendengaran menggunakan garpu tala telah dikembangkan.
Pemeriksaan gangguan pendengaran yang lazim dikerjakan dalam praktek
klinis adalah tes batas atas batas bawah, tes Weber, tes Rinne, tes Schwabach, dan
tes Bing. Tes Stenger dikerjakan apabila ada kecurigaan pasien berpura – pura
mengalami kurang dengar. Tes garpu tala berguna untuk memperkirakan adanya
gangguan dalam konduksi suara dalam sistem pendengaran manusia. Tes garpu
tala mampu memberikan perkiraan dan membedakan adanya gangguan dengar
tipe konduksi atau tipe sensorineural. Kelemahan pemeriksaan garpu tala antara
lain interpretasi hasil dari pemeriksaan garpu tala bersifat subjektif dan teknik
pemeriksaan yang bervariasi antar pemeriksa sehingga mempengaruhi hasil
pemeriksaan dan tidak bisa digunakan untuk mengetahui derajat gangguan
pendengaran penderita.
13
DAFTAR PUSTAKA