Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Tinitus berasal dari bahasa latin yang artinya nada. Tinitus adalah persepsi suara yang
bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang terdengar begitu nyata dan serasa berasal
dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi
masalah, namun bila terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga.

Tinitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tetapi hampir sebagian besar kasus,
tinnitus bersifat subjektif. Tinitus yang bersifat subjektif maksudnya hanya penderita yang
dapat mendengarkan suara tinitusnya. Tinitus dapat berlangsung sementara atupun
intermitten.

Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit. Tinitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan
dengan usia dan proses degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.

Sebanyak sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah mengalami tinnitus
sekali seumur hidup. Prevalensi di dunia diperkirakan sekitar 10,1 % - 14,5% dan sering
terjadi pada usia 10 – 70 tahun. Orang yang terpapar dengan suara mesin lebih sering
mengalami hal ini dibandingankan orang lainnya

Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya keluhan
tinitus selalu disertai dengan gangguan pendengaran.

Penyebab tinitus sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar
kasus tidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat
ini masih menjadi perdebatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

Sumber:http://www.utdol.com/online/content/images/pedi_pix/Normal_ear_anatomy.jpg

2.1.1 Telinga luar


Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi daun telinga
atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau
membrana timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi untuk
membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga.
Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan
bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang
rawan yang dilapisi kulit tipis.

2
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan
tulang di dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3 cm. Di dalam
liang telinga terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut
serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang
memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke
telinga tengah.

sumber : http://medicastore.com/images/anatomi_telinga_luar.jpg

2.1.2 Telinga tengah


Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang
telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada
di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang
berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke
koklea.
Telinga tengah dan saluran pendengaran akan
terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada
bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan
dengan udara di luar tubuh. Saluran Eustachius
menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang
faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii
3
dan telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian rongga pada tulang
pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin membranasea, yang
terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe.

Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea terdiri atas tiga bagian
yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli
berhubungan dengan tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval,
sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat.

Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner
dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ
corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel
rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari
gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak dengan
N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan.
Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus
dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian
ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan
dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.1

Sumber : http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/12/telinga-dalam.gif?w=299&h=160

4
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga.
Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga.
Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen
oval.
Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe yang ada di
dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana Reissner dan
menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks
pendengaran di area 39-
40 lobus temporalis. 1

Sumber : http://cache-media.britannica.com/eb-media/99/14299-004-D2B5BCF9.gif

2.3 Definisi Tinitus


Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa
adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan
suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,
mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau
berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.

Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika
serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu
dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa
atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
5
mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan
untuk bunuh diri.
Tinitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan tinnitus
objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan dikatakan tinnitus subjektif
jika tinnitus hanya dapat didengar oleh penderita.

2.4 Epidemiologi
Sebanyak sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah mengalami tinnitus
sekali seumur hidup. Prevalensi di dunia diperkirakan sekitar 10,1 % - 14,5% dan sering
terjadi pada usia 10 – 70 tahun. Orang yang terpapar dengan suara mesin lebih sering
mengalami hal ini dibandingankan orang lainnya.

Kochkin, Tyler, and Born (2011) memperkirakan prevalensi tinnitus di Amerika


dengan menggunakan sampel 46.000 kepala keluarga.Mereka memperkirakan 29,7 juta
populasi orang di Amerika mengalami tinnitus (2008).Meskipun tinnitus umumnya dikaitkan
dengan kehilangan pendengaran,tetapi 44 persen responden (12,95 juta ) dilaporkan tidak
mengalami kehilangan pendengaran.Rata-rata orang yang mengalami tinnitus pada umur 65
sampai 84 tahun.Kebanyakan 40 persen responden mengalami tinnitus selama 80 persen
dalam seharinya.

Pada penelitian menunjukan prevalensi tinitus pada pria dan wanita meningkat dengan
bertambahnya umur dan pada umur tertentu mengalami penurunan .Prevalensi tinitus pada
pria lebih tinggi dari pada prevalensi tinitus pada wanita. Prevalensi tinitus meningkat antara
umur 50 sampai 75 dan mengalami penurunan pada umur 80 tahun .Hal ini disebabkan
karena pada orang yang berumur kurang dari 80 tahun tinitus sering disertai dengan penyakit
kardiovaskuler sehingga pada umur 80 tahun prevalensinya mengalami penurunan yang
disebabkan oleh kematian akibat penyakit kardiovaskuler.

6
2.5 Klasifikasi Tinitus
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah,
telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat
dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf
auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di
luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher.
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan
tinitus subjektif.

a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa
dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari
transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.

Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya


berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien
dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga
dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi
temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus
palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran
suara dari nasofaring ke rongga tengah.

b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita
saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai
pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa
pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah,
sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.2
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat
dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.

7
1) Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung.
Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat
terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan
vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut
nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising
klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini
dapat kita ketahui dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.
2) Tinitus Nonpulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat didengar
oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging, berdengung,
berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di
dalam telinganya.Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan
biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari
efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan
pasien tidak menyadari suara tersebut.4

2.6 Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam.
Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan
yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena
obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami
tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus somatik yang
paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash injury..

1. Multipel sklerosis
Penyakit sklerosis ganda atau multiple sclerosis adalah gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang
belakang. Multiple sclerosis akan menimbulkan gangguan pada penglihatan dan gerakan tubuh.

8
2. Post Meningistis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang.

b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)


Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari
artritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami
tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar
adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan
terjadinya tinitus.

2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis


Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan
antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada
n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV).
MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII
karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vaskular


Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi
yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat
menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak
lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal
ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami
turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.

b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh
darah koklea terminal.

9
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri dan
vena dapat menimbulkan tinitus.

d. Tumor pembuluh darah


Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare dengan
ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan
pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik


Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan
anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah
dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita
kenal dengan tinitus pulsatil.

Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin
B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
.

5. Tinitus akibat kelainan psikogenik


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara.
Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah
keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

6. Tinitus akibat obat-obatan


Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang
bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin,
minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine, methotrexate,
10
vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah

7. Tinitus akibat gangguan mekanik


Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba
eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan membran timpani
dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta
otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.
9. Penyebab Lainya
1. Serumen obturans yaitu Serumen obsturan atau kotoran telinga adalah produk kelenjar
sebasea dan apokrin yang ada pada kulit liang telinga dalam kondisi menumpuk dan keras.
Pengerasan serumen atau kotoran telinga ini lebih sering terjadi pada anak anak dan orang
dewasa atau remaja.
Dalam kondisi tertentu, serumen dapat menimbulkan penyumbatan liang telinga yang
dapat berujung pada gangguan pendengaran atau dapat juga disebut impaksi serumen/serumen
obturans. Penyumbatan semacam ini terkadang dapat pula menimbulkan rasa tertekan di
telinga, penurunan ambang dengar, hingga rasa berdenging. Penurunan ambang dengar pada
kasus impaksi serumen disebabkan karena getaran suara tidak dapat mencapai gendang
telinga akibat sumbatan serumen tersebut
Pemeriksaan fisik : Penegakan diagnosis pada kasus impaksi serumen biasanya cukup
dengan otoskopi (penilaian kondisi telinga luar dengan alat otoskop ) dimana pada
pemeriksaan ini dapat dilihat keberadaan serumen didalam liang telinga yang menyumbat
sehingga gendang telinga sulit diamati. Terkadang dapat dilakukan tes penala untuk menilai
jenis gangguan pendengaran yang dialami oleh penderita.
Tata laksana: pada kasus tersebut bervariasi tergantung dari jenis sumbatan, lokasi sumbatan
dan anatomi liang telinga penderita itu sendiri. Terdapat beberapa teknik pengambilan serumen
yang sering dilakukan oleh dokter spesialis THT seperti :

1. Evakuasi dengan pengait serumen (cerumen hook) atau sendok serumen (cerumen spoon).
Biasanya dilakukan pada jenis serumen yang keras
2. Evakuasi dengan teknik Irigasi. Biasanya dilakukan pada cerumen yang dalam dan lunak
atau cerumen yang menempel pada gendang telinga
3. Evakuasi dengan alat penghisap (suction) yang dihubungkan dengan kanul logam. Dapat
dilakukan pada kondisi cerumen yang lunak

11
4. Evakuasi cerumen dengan penggunaan tetes pelunak terlebih dahulu. Dapat dilakukan
pada kasus serumen yang sangat keras dan sulit dilkeluarkan dengan pengait ataupun
sendok serumen.

2. OMA
Merupakan infeksi pda liang telinga tengah.salah satu faktor terjadinya oma yaitu tuba
eustachius terganggu. Karena tuba eustachius terganggu maka pencegahan invasif kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masukm ke dalam telinga tengah dan
menjadi peradangan.
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik generalis sesuai dengan gejala otitis media. Selain itu,
perlu dilakukan pemeriksaan membran timpani dengan menggunakan otoskop untuk melihat hal-
hal berikut:
 Kontur: normal/retraksi/menonjol. Pada otitis media oklusi tuba, membran timpani akan terlihat
retraksi. Pada otitis media akut fase supurasi membran timpani akan menonjol.
 Warna: abu-abu/kuning/merah/merahmuda/biru.. Pada otitis media akut hiperemis membran
timpani tampak inflamasi (merah/merah muda).
 Kejernihan/translusen: translusen/semi berawan/berawan. Membran timpani normalnya adalah
translusen dan memantulkan cahaya (refleks cahaya positif). Pada otitis media kejernihan
membran timpani berawan dan refleks cahaya biasanya negatif.
- otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh,bengkak dan tidak tembus
cahaya dengan kerusakan mobilitas

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl1edef339ab2full.pdf
Penatalaksanaan : 1. Pada stadiun oklusi : terapi yang diberikan utk membuka tuba
eustachius yaitu diberikan obat tetes hidung HCL Efedrin 0,5%. 2. Stasium supurasi :
ampisilin,amoksisilin dan eritromisin.3. stadium supurasi pembrian antibiotik
3. Presbikusis
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ
pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif lambat,
dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari
selain proses menua secara umum

12
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada telinga biasanya normal setelah pengambilan serumen, yang
merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang pendengaran terbanyak.
Pemberian sodium bicarbinat solusi topikal 10%, sebagai serumenolitik. Pada membrane
timpani normal tampak transparan.3

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada
murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Penurunan yang tajam
(slooping) pada tahap awal setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis
sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi
penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometric tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat
pada presbikusis jenis neural dan koklear.
Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada presbikusis
ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Manusia sebenarnya sudah mempunyai strain DNA yang
menyandi terjadinya presbikusis. Sehingga dengan adanya penyebab multifactor risiko akan
memperberat penyebab multifactor risiko akan memperberat atau mempercepat presbikusis
terjadi lebih awal.
Pemeriksaan audiometrik tutur pada kasus presbikusis sentral didapatkan pemahaman
bicara normal sampai tingkat phonetically balanced words akan memburuk seiring dengan
terjadinya overstimulasi pada koklea ditandai dengan adanya roll over. Penderita presbikusis
sentral pada intensitas tinggi menunjukkan penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar 20%
atau lebih.

Penatalaksanaan

Kebanyakan pasien dengan gangguan pendengaran yang berkaitan dengan usia yang
signifikan akan mendapatkan keuntungan dari penggunaan alat bantu dengar. Implantasi
koklea digunakan untuk gangguan pendengaran refrakter terhadap alat bantu
dengar. Perangkat alat bantu dengar dan rehabilitasi pendengaran juga dapat membantu
dalam pengelolaan presbikusis

4. Neuroma Akustik

13
Neuroma akustik adalah tumor jinak yang tumbuh pada saraf keseimbangan (vestibular) atau saraf
penghubung telinga dengan otak. Tumor otak jinak atau dalam istilah medis disebut
juga vestibular schwannoma ini tumbuh dari sel Schwann, sel yang menutupi saraf keseimbangan.
Akibatnya, fungsi pendengaran dan keseimbangan tubuh menjadi terganggu.
Pemeriksaan fisik : Secara klinis diagnosis dimulai dari anamnesa rentang riwayat dan perjalanan
penyakit penderita serta pemeriksaan fungsi nervus kranialis mulai nervus kranialis I sampai XII.
Dan pemeriksaan fisik biasanya tidak di temukan gangguan atau abnornmalitas
2. Otologis
Meliputi tes fungsi pendengaran yaitu :
Speech discrimination testing, Brainstem Evoked Response Audiometri ( BERA)) acustic reflex
threshold testing. Dengan pemeriksaan Bera akan didapatkan sensivitas 94%, False positive rate
8% dan false negative rate sekitar 4% jika dibandingkan pemeriksaan CT-Scan sebagai golden
standart.
3. Radiologi
a. Foto Polos
Pada pemeriksaan tomografi ini daerah meatus akuticus interna mungkin tampak gambaran erosi
dan dilatasi pada daerah yang dicurigai, namun pemeriksaan foto polos sudah jarang digunakan
lagi dan tergantikan dengan pemeriksaan yang lain seperti MRI.
b. CT Scan
Dengan pemeriksaan CT Scan bambarab tumor dan struktur sekitarnya lebih jelas terlihat, CT
Scan mempunyai nilai yang lebih tinggi untuk melihat struktur tulang.
c. MRI
Saat ini MRI merupakan standart diagnosis untuk tumor didaerah fossa posterior dan
cerebellopontine angle,, apalagi adanya functional MRI, MRI Spectroscopy yang dapat
membedakan berbagai kelainan space occupying process. Berdasarkan pemeriksaan radiologist (
CT Scan atau MRI ) membagi neuroma akustik menjadi 4 grade :
Pengobatan Neuroma Akustik
Pilihan penanganan terhadap neuroma akustik tergantung dari pertumbuhan tumor, termasuk
ukuran dan posisi tumor, serta pertimbangan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Untuk
tumor yang kecil dengan pertumbuhan yang lambat atau tidak menunjukkan gejala berarti, maka
dokter hanya akan melakukan pengamatan dengan audiometri dan tes pemindaian secara berkala.
Pemeriksaan akan dilakukan setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Pemeriksaan berkala ini bertujuan
untuk menentukan kondisi pertumbuhan tumor. Jika pertumbuhan tumor membesar atau
menunjukkan gejala tertentu, maka diperlukan penanganan yang lain.
5. Maniere

14
Penyakit Meniere adalah kelainan yang terjadi pada telinga bagian dalam, yang menimbulkan
gejala pusing berputar (vertigo), telinga berdenging (tinnitus), dan tekanan pada telinga. Penyakit
Meniere juga bisa menyebabkan kehilangan kemampuan pendengaran yang hilang timbul, yang
berujung pada tuli permanen. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan manusia tidak mampu mempertahankan posisi dalam berdiri tegak.

Pengobatan Penyakit Meniere

Penyakit Meniere termasuk penyakit yang belum dapat disembuhkan. Namun demikian,
gejalanya bisa diatasi. Penanganan yang dapat dijalani pasien adalah:

Obat-obatan

Dokter akan meresepkan obat untuk mengurangi gejala mual muntah saat pasien
mengalami vertigo, seperti diazepam dan promethazine. Selain itu, pemberian
obat diuretik juga dapat dilakukan untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh. Biasanya
dokter menyarankan obat diuretik dikombinasikan dengan pembatasan kadar garam pada
makanan.

Selain dalam bentuk tablet, terdapat obat dalam bentuk suntikan langsung ke telinga
bagian tengah untuk mengurangi gejala vertigo pada penderita penyakit Meniere, dengan
didahului pemberian bius lokal. Beberapa jenis obat yang digunakan dalam prosedur ini
adalah:

 Gentamicin. Obat ini bekerja dengan meracuni bagian dalam telinga, untuk mengurangi
fungsi keseimbangan di telinga. Meski demikian, gentamicin dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran yang lebih parah.
 Kortikosteroid. Pada beberapa penderita penyakit Meniere, obat golongan
kortikosteroid seperti dexamethasone dapat membantu mengurangi gejala vertigo. Meski
tidak seefektif gentamicin, namun risiko kehilangan pendengaran akan lebih kecil bila
menggunakan dexamethasone.

Terapi noninvasif

Ada beberapa terapi dan prosedur tanpa pembedahan yang dapat meredakan gejala pada
penderita penyakit Meniere. Di antaranya adalah:

15
 Terapi rehabilitasi saraf vestibular. Saraf vestibular adalah saraf yang berfungsi
mengirim sinyal keseimbangan ke otak. Terapi ini bertujuan untuk meredakan gejala
vertigo.
 Meniett. Terapi ini menggunakan alat yang memberi tekanan pada telinga tengah
untuk mengurangi cairan di dalam telinga. Terapi ini biasanya dilakukan pada
vertigo yang sulit ditangani.
 Alat bantu dengar. Alat bantu dengar dapat membantu memulihkan fungsi
pendengaran yang turun pada penderita penyakit Meniere.

Bedah

Bila sejumlah langkah di atas tidak efektif, dokter akan menyarankan pasien menjalani
metode bedah, seperti:

 Bedah kantung endolimfatik. Prosedur ini mengurangi cairan pada telinga bagian
dalam, dengan membuang sebagian kecil tulang dari kantung endolimfatik. Pada
sejumlah kasus, prosedur ini melibatkan pemasangan tabung (shunt)
 Operasi pemotongan saraf vestibular. Prosedur ini dilakukan untuk menangani
vertigo pada penderita penyakit Pasien membutuhkan 5 hari rawat inap setelah
menjalani prosedur ini.
 Labyrinthectomy, yaitu pengangkatan bagian telinga yang mengatur fungsi
pendengaran dan keseimbangan. Dampaknya, telinga yang mengalami penyakit
Meniere akan kehilangan kedua fungsi tadi. Prosedur ini hanya dilakukan pada
penderita yang fungsi pendengarannya hampir hilang total.

KELAINAN BERUPA SOMATIK


3. TRAUMA KEPALA
Trauuma kepala ringan adalah cedera pada otak yang umumnya disebabkan oleh benturan
pada kepala, misalnya karena terjatuh, pukulan, atau kecelakaan.
4. Multipel sklerosis
Penyakit sklerosis ganda atau multiple sclerosis adalah gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang
belakang. Multiple sclerosis akan menimbulkan gangguan pada penglihatan dan gerakan tubuh.
5. Post Meningistis
16
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang.

2.7 Faktor Resiko


Faktor risiko Dibawah ini adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko tinitus
: • Terpapar suara yang keras.
Paparan yang lama dari suara yang keras dapat merusak sensoris sel rambut pada
telinga yang mentransmisikan suara ke otak anda.Orang-orang yang bekerja
konstruksi,musisi dan tentara mempunyai risiko terkena
• Umur .
Dengan bertambahnya umur,fungsi serat saraf pada telinga menurun .Hal ini ,dapat
menyebabkan masalah pendengaran yang dihubungkan dengan tinitus.
• Jenis kelamin. Laki-laki lebih banyak terkena tinnitus
• Penyakit kardiovaskular.Konsisi ini memberikan efek pada aliran darah anda.Tekanan
darah tinggi atau penyempitan arteri (atherosclerosis),dapat meningkatkan risiko
tinitus.
2.8 Patofisiologi
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.

Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi
dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut
(tinitus pulsatil).

Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan

17
lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare.

Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama


dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat
juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,
seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat
hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah
normal kembali.

2.9 Manifestasi Klinis


Orang yang menderita tinitus sering mengeluhkan tentang suara dengingan, auman,
dengungan atau bunyi jangkrik yang terdengar oleh satu atau kedua telinga. Juga ada keluhan
tinitus dengan gejala terkait seperti gangguan pendengaran dan kepala pusing.

2.10 Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang baik.

a. Anamnesis
18
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus.
Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
- Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
- Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis pasien
dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita muda, sedangkan
pasien dengan myoklonus palatal sering terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan
kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma akustik
atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat, presbikusis, trauma
bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal
dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar
terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis
multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral
pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh
ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus).

b. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang


19
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik, diharapkan sesuai dengan diagram berikut:

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi
dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau
objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif,
maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan
pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten.
Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka
kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinua, maka
kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya
dapat beragam, di antaranya:

- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.


- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis
kronik.
- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked
Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal,
maka tinitus mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik,
labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal,
maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
- Otoskopi
dilakukan otoskopi untuk melihat ada atau tidaknya penyakit di telinga luar dan tengah,
mengetahui ada tidaknya infeksi cerumen, serta melihat kondisinya normal atau abnormal.

Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan
pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf pusat.
Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.

2.11 Penatalaksanaan
20
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena
psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar
dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya
dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah
penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui.

Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk
tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas suara
yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa
penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya
untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik,
vitamin, dan mineral.
4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik
neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat
dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan bahwa tindakan ini dapat
menghilangkan keluhan pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear
nerve section merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.
Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu penyebabnya,
pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi tinitus. Hal ini
dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam
atau klonazepam yang dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan
benzodiazepine yang biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat
lainnya adalah amitriptyline atau nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat
ini adalah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga
rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan
saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada
pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi
dengan gangguan tersebut.

21
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model
neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa
bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi
ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan
system auditorik ke sistem limbik dan system saraf otonom. TRT walau tidak dapat
menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna
berupa penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio
FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan
pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan masking.
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan keluhan
pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara sekitarnya,
mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan
konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya:
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah yang
merupakan salah satu penyebab tinitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan nikotin
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
- Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan
BAB III
KESIMPULAN

Telinga dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya telinga luar, tengah dan dalam.
Telinga liuar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga
tengah terdiri dari membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan muara tuba eustachius.
Telinga dalam terdiri dari koklea dan 3 kanalis semisirkularis.

22
Secara garis besar, fisiologi pendengaran dimulai dari gelombang bunyi yang
ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan
diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan
diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes.

Oleh tulang-tulang pendengaran, getaran diteruskan ke koklea, sehingga


menggetarkan endolimfa, yang nanti akan menyebabkan terjadinya depolarisasi yang
mengubah getaran menjadi energi listrik. Impuls tadi akan diteruskan kekorteks serebri dan
diterjemahkan oleh otak.

Terdapat gangguan dari persepsi suara yang didengar, diantaranya adalah tinitus.
Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar
kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin sering dan
berat maka akan menganggu juga.

Tinitus dapat bersifat otik dan somatik. Otik berarti penyebab tinitus berasal dari
telinga dan somatik berarti penyebab tinitus berasal dari luar telinga. Tinitus juga ada yang
bersifat subjektif dan objektif. Subjektif berarti tinitus hanya dapat didengar oleh pasien dan
objektif berarti tinitus dapat didengar juga oleh pemeriksa. Berdasarkan kualitas suara yang
didengar, tinitus ada yang bersifat pulsatil yang berarti berdenyut dan nonpulsatil yang berarti
tidak berdenyut.

Hingga sekarang, penyebab dari tinitus masih banyak dibicarakan. Tetapi banyak
sekali pendapat mengenai etiologi tinitus diantaranya:
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang, seperti trauma kepala dan
Leher dan artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
3. Tinitus karena kelainan vaskular, seperti atherosclerosis, hipertensi, malformasi
kapiler dan tumor pembuluh darah
4. Tinitus karena kelainan metabolic
5. Tinitus akibat kelainan neurologis
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik
23
7. Tinitus akibat obat-obatan, seperti obat golongan analgetik, antibiotik, obat-obatan
kemoterapi dan duretik
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
9. Tinitus akibat gangguan konduksi, seperti saat infeksi telinga
10. Tinitus akibat sebab lainnya seperti tuli akibat bising, presbikusis, dan penyakit
meniere.

Dalam mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang yang efektif dan lengkap. Dengan melakukan anamnesis yang efektif, maka
diharapkan dapat mengetahui garis besar etiologi dari tinitus yang dialami pasien. Karena
penatalaksanaan yang baik dari tinitus akan dapat berlangsung jika etiologinya dapat
diketahui dengan baik.
Secara garis besar, penatalaksanaan tinitus terdiri dari:
1. Elektrofisiologik
2. Psikologik
3. Terapi medikamentosa
4. Tindakan bedah
Terapi yang tak kalah pentingnya adalah terapi edukasi. Edukasi yang diberikan
mencakup masalah diet, olah raga, menghindarkan obat-obatan ototoksik, dan lainnya.
Dengan begitu, diharapkan tinitus pada pasien dapat berkurang bahkan menghilang.

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasarkan pada model


neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa
bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi
ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu. Penatalaksanaan TRT banyak dipakai dewasa ini.

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga
rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan
saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada
pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi
dengan gangguan tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008
2. Anonim. Tinitus. Dalam : http://en.wikipedia.org/wiki/Tinnitus. 2008. Diakses pada :
Juli 29 2009.
3. Anonim.http://books.google.co.id/books?id=xa_ne2pMEUYC&pg=PA118&lpg=PA1
18&dq=tinitus+dan+bunuh+diri&source=bl&ots=Dxk5U-

25
kZmi&sig=LkgsLBKZaJi_TQxprMFapjoO6Cs&hl=id&ei=mYdxSoGTCMGdkAXU
xI2FDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7 diakses pada : Juli 30 2009
4. Hain TC. Tinnitus. http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm. Diakses pada Juli 30 2009
5. Hain TC. Microvascular compression syndrome, Vestibular Paroxysmia, and Quick
Spins.http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/unilat/microvascular.htm.
Diakses pada Juli 30 2009
6. Tinnitus and Deafness. http://www.wrongdiagnosis.com/w/wolframs_disease/book-
diseases-4a.htm. Diakses pada: Juli 30 2009
7. Saunders WB. http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html. Diakses pada: Juli 31
2009
8. Syartika L. Tinitus Telinga Berdenging.
http://www.santosa-hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf. Diakses
pada: Agustus 3 2009
9. Hain TC. Tinitus Management. http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf. Diakses pada: 3
Agustus 2009

26

Anda mungkin juga menyukai