Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

DISUSUN OLEH:
Nor Umi Izati Binti Khalidi
112019176

PEMBIMBING:
dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN
RSUD KOJA JAKARTA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 25 FEBRUARI – 13 MARET 2021
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK), adalah infeksi pada telinga tengah dan rongga mastoid,
yang ditandai dengan keluarnya sekret dari telinga tengah (otorhoea) dengan perforasi membran
timpani. OMSK ditandai dengan keluarnya sekret encer atau nanah dari telinga dan gangguan
pendengaran. Sekret bisa hilang timbul atau terus menerus, sehingga banyak penderita yang merasa
malu secara sosial.1

OMSK merupakan kelanjutan dari otitis media akut (OMA) dan disertai keluarnya sekret secara
persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk
mencegah ketulian yang kini menimpa negara berkembang. OMSK secara teori dibagi berdasarkan tipe
yaitu tipe benigna (tanpa kolesteatoma) dan tipe maligna (dengan kolesteatoma).

Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2004 menunjukkan bahwa OMSK didalami
oleh 65-330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% (39–200 juta) penderita mengalami gangguan
penurunan pendengaran yang signifikan. Lebih dari 90% kasus ditemukan di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Pinggiran Pasifik, dan Afrika. Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika, Eropa, Australia
dan Timur Tengah. Prevalensi OMSK di negara berkembang dengan insiden 11% lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju yang insiden nya lebih rendah yaitu 2%, karena pada negara
berkembang masih tingginya angka kemiskinan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, serta
terbatasnya pelayanan kesehatan. Dipengaruhi pula oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosial
ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang buruk merupakan faktor risiko yang mendasari peningkatan prevalensi OMSK di negara
berkembang. Di India, pada penelitian yang dilakukan oleh Vikram dkk dilaporkan terdapat 17,4%
penderita dengan otitis media kronis dari seluruh penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15%
diantaranya dijumpai kolesteatoma, dan 5% mengalami komplikasi.

Anatomi Telinga Luar

Gambar 1. Anatomi hidung.


Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
luar terdiri dari daun telinga (aurikula), kelenjar minyak (berfungsi menghasilkan serumen untuk
melindungi membran timpani, liang telinga (canalis auditorius eksternus) sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan
perlindungan bagi kulit.

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:

1) Membran timpani
Membran timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Membran
timpani adalah suatu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar
dan lekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane
sharpnell) dimana memiliki lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan
lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang
dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin.
2) Cavum Tympani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irregular diselaputi oleh mukosa.
Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani
nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum
yang terletak diantaranya. Batas kavum timpani :
1) Batas luar : membran timpani
2) Batas depan : tuba eustakius
3) Batas bawah : Vena jugularis
4) Batas belakang : aditus ad antrum
5) Batas atas : tegmen timpani
6) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (Oval window), tingkap bundar (Round window) dan
promontorium.

Tulang pendengaran (Ossicula auditoria) yang terdiri dari maleus, incus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan. Ketiga tulang ini menghubungkan membrane
timpani dengan foramen ovale, sehingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam. Tuba eustachius,
yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek,
lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa sehingga infeksi dari nasofaring mudah
masuk ke kevum timpani.

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang
tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.

Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion
dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini
penting untuk pendengaran.

Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan
skala media adalah membran basalis. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Organ corti mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang
melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal
sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak
di medial disebut sebagai limbus.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan
pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis
corti, yang membentuk organ corti.

Fisiologi

Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane
timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplikasikan melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane
timpani dan daya tingkap lonjong. Energy getar yang diamplikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang
akan menggetarkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibule bergerak. Getaran ini
diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak
relative anatara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.2

Pemeriksaan fisik

Gangguan pendengaran dibagi menjadi dua yaitu tuli konduktif dan tuli sensorineural yang
mempunyai etiologi yang berbeda. Tuli konduktif disebabkan gangguan penghantaran getaran ke
telinga dalam. Tuli sensorineural disebabkan kerusakan pada organ korti dengan otak. Kombinasi antara
kedua tuli ini sering ditemukan. Kedua jenis tulis ini bisa dibedakan dengan pemeriksaan garpu tala,
namun untuk menentukan kelainan yang pasti harus dilakukan pemeriksaan audiometri. 2 Tes rinne
adalah untuk membandingkan hantaran udara dan tulang. Dalam keadaan normal hantaran suara melalui
udara lebih baik dari tulang pada telinga yang diperiksa. Tes weber ialah tes pendengaran untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Pada tes schwabach dilakukan untuk
membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.2

Otitis media

Otitis media (OM) merupakan suatu keadaan kompleks dari infeksi dan inflamasi yang
menyerang telinga tengah. Otitis media akut seringkali terjadi pada anak-anak. Beberapa negara maju
menjelaskan bahwa otitis media akut merupakan infeksi yang umum pada usia dini dan merupakan
alasan umum untuk berobat. Otitis media terbagi atas; (1) otitis media supuratif yaitu otitis media
supuratif akut atau otitis media akut dan otitis media supuratif kronik. (2) otitis media non supuratif
atau otitis media serosa yaitu otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis) dan otitis media serosa
kronik (glue ear). (3) otitis media spesifik seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa,
dan (4) otitis media adhesiva. Penyebab otitis media yaitu bakteri aerob seperti Streptococus aures,
Pneumokok, Hemolyticus influenza, Escherichia coli, Streptococus anhemolitikus, Streptococus
hemolyticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aeruginosa.3

Faktor anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba
eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal dibandingkan
dengan usia lebih dewasa menyebabkan terjadinya OMA. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia dewasa.
Otitis Media Akut dihasilkan saat patogen yang berasal dari nasofaring bertemu dengan cairan
inflamasi yang terkumpul di telinga tengah. Poliferasi patogen pada ruang ini akan berujung pada
timbulnya tanda dan gejala tipikal dari infeksi akut telinga tengah. Diagnosis untuk OMA memerlukan
adanya cairan di telinga tengah ditandai dengan imobilitas membran timpani.

Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus-menerus
maupun hilang timbul. Sekret tersebut dapt bersifat encer, kental, bening atau bernanah. Temuan khas
lainnya yaitu berupa penebalan granular mukosa telinga tengah, polip mukosa dan kolesteatoma dalam
telinga tengah. Otitis media akut (OMA) dengan perforasi pada membrane timpani menjadi OMSK
apabila prosesnya melebihi 2 bulan. Antara faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah
keterlambatan dalam terapi, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
pasien yang rendah disebabkan gizi buruk dan hygiene yang buruk. Otitis media supuratif kronis
dibedakan dari otitis media kronis dengan otitis media efusi, dimana otitis media efusi membran timpani
tampak utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi tidak ada infeksi aktif.

Letak perforasi

Letak perforasi pada membran timpani penting untuk menentukan tipe dan jenis OMSK.
Perforasi membrane timpani dapat terjadi di daerah sentral, marginal dan atik. Hal ini disebut dengan
perforasi sentral, marginal atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terjadi di pars tensa, sedangkan
seluruh membran timpani masih di tepi perforasi masih sisa. Pada perforasi marginal sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanitikum. Perforasi atik ialah perforasi
yang terletak di pars flaksida.4

Gambar 2. Jenis perforasi membrane timpani.


Terdapat dua tipe OMSK, yaitu OMSK tipe aman/banigna (tanpa kolesteatoma) dan tipe
bahaya/maligna (dengan kolesteatoma). Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar OMSK dikenal
dengan OMSK tenang dan aktif.

 Tipe tenang/inaktif (dry perforation) : tidak terdapat inflamasi pada mukosa dan tidak
ditemukan discharge mukopurulen
 Tipe aktif (wet perforation) : mukosa alami inflamasi dan terdapat discharge mukopurulen.

Pada OMSK tipe aman/benigna (Tubotimpani), proses peradangan terbatas pada mukosa sahaja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Biasanya ditandai oleh adanya perforasi di pars sentral. OMSK tipe
aman jarang menimbulkan komplikasi yang bahaya dan tidak adanya kolesteatoma. Pada pemeriksaan
mukosa telinga tengah biasanya tampak pucat dengan gejala tuli konduktif ringan ditemukan. Gejala
lain seperti vertigo, tinnitus dan rasa penuh di telinga juga bisa ditemukan.

OMSK tipe maligna (Atticoantral) ialah peradangan yang disertai dengan kolesteatoma yang
menyebabkan erosi pada tulang dan perforasi membrane timpani. Dikenal juga dengan OMSK tipe
bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi biasanya terjadi di daerah marginal atau atik di kuadran
posterosuperior pars tensa. Sebagian besar komplikasi yang bahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
bahaya.4

 Inaktif : kantung di bagian posterosuperior pars tensa atau region atik berpotensi terbentuknya
kolesteatom
 Aktif : kolesteatom secara aktif mengikis tulang, membentuk jaringan granulasi dan keluar
discharge berbau busuk terus menerus dari telinga.

Gambar 3. Tipe perforasi pada kasus OMSK.

Keterangan gambar:

 Gambar A : perforasi kecil pada kuadran anterosuperior.


 Gambar B : Perforasi sentral berbentuk seperti ginjal berukuran sedang.
 Gambar C : Perforasi sentral subtotal.
 Gambar D : Perforasi total dengan annulus fibrosus mengalami destruksi.
 Gambar E : Perforasi atik pars flaccida.
 Gambar F : Perforasi marginal di regio posterosuperior.
Perforasi pada gambar A,B,C terdapat pada OMSK tipe benigna atau tubotimpani sedangkan gambar
perforasi D,E,F terjadi pada OMSK dengan kolesteatom.

Karakteristik OMSK tubotimpani OMSK atticoantral


Secara umum Benigna dan safe Berbahaya dan unsafe
Otorrhea
- Bau Tidak berbau Bau busuk
- Jumlah Banyak Sedikit
- Tipe Mukoid Purulent
- periode intermitten kontinu

perforasi sentral Atik atau marginal


granulasi Tidak ada ada
polip Pucat kemerahan
kolesteatom Tidak ada Ada
Komplikasi intrakranial Tidak pernah Tidak jarang

Tanda klinis OMSK tipe maligna:

1. Adanya abses atau fistel retroaurikular


2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani
3. Pus yang aktif dan berbau busuk
4. Pada foto rontgen tampak gambaran kolesteatom

Kolesteatoma

Kolesteatoma merupakan suatu kista epiteraial yang berisi deskuamasi epitel. Deskuamasi ini
terbentuk lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar.

Patogenesis kolesteatoma

Banyak teori dikemukakan tentang pembentukan kolesteatoma termasuklah teori migrasi, teori
metaplasia dan teori implantasi. Menurut Gray (1964) kolesteatoma merupakan epitel kulit yang berada
pada tempat yang salah atau menurut penulis, kolesteatoma terbentuk disebabkan adanya epitel kulit
yang terperangkap. Seperti yang diketahui epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium)
pada tubuh kita sentiasa berada pada lokasi yang terbuka dan terpapar ke dunia luar. Epitel kulit pada
liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga terdapat serumen yang padat di liang telinga
dalam waktu yang lama, maka epitel kulit yang berada dari medial serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga dapat membentuk kolesteatoma.

Kolesteatoma ini dibagi kepada dua jenis yaitu:

1. Kolesteatoma kongenital yang telah terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani yang utuh tanpa perforasi dan tanda infeksi. Kolesteatom
biasanya berada di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebelloopontin angle.
Pada kolesteatoma yang berada di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja
oleh ahli bedah saraf.
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah lahir dibagi menjadi dua tipe yaitu:
a. Kolesteatoma akuisital primer yang terbentuk tanpa didahului adanya perforasi pada
membran timpani. Kolesteatoma ini terjadi akibat proses invaginasi (teori invaginasi)
dari membran timpani pars flaksida disebabkan adanya tekanan negative di telinga
tengah akibat gangguan fungsi tuba eustachius.
b. Kolesteatoma akuisital sekunder yang terbentuk setelah adanya perforasi pada
membran timpani. Kolesteatoma ini terbentuk akibat masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau pinggir dari perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena adanya iritasi infeksi yang berlangsung lama.

Pada teori implantasi dikatakan kolesteatoma terjadi disebabkan adanya implantasi epitel kulit
secara iatrogenic ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa
ventilasi atau setelah miringotomi. Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat
pertumbuhan kuman, yang paling sering ditemukan seperti Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi akan memicu respons imun local yang mengakibatkan produksi mediator inflamasi dan sitokin.
Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin (IL-1), interleukin-6,
tumor necrosis factor-a (TNF-a) dan transforming growth factor (TGF). Zat-zat ini akan menstimulasi
sel keratinosit matriks matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruksi dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta akan
menimbulkan nekrosis pada tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena
pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini akan mempermudahkan
timbulnya komplikasi seperti labirinitis dan abses otak.4

Epidemiologi

Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2004 menunjukkan bahwa OMSK dialami
oleh 65-330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% (39–200 juta) penderita mengalami gangguan
penurunan pendengaran yang signifikan. Lebih dari 90% kasus ditemukan di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Pinggiran Pasifik, dan Afrika. Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika, Eropa, Australia
dan Timur Tengah. Prevalensi OMSK di negara berkembang dengan insiden 11% lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju yang insiden nya lebih rendah yaitu 2%, karena pada negara
berkembang masih tingginya angka kemiskinan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, serta
terbatasnya pelayanan kesehatan. Dipengaruhi pula oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosial
ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang buruk merupakan faktor risiko yang mendasari peningkatan prevalensi OMSK di negara
berkembang.1

Di India, pada penelitian yang dilakukan oleh Vikram dkk dilaporkan terdapat 17,4% penderita
dengan otitis media kronis dari seluruh penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15%
diantaranya dijumpai kolesteatoma, dan 5% mengalami komplikasi. Menurut data survei kesehatan
nasional indera penglihatan dan pendengaran, prevalensi OMSK di Indonesia antara 3,0-5,20%, atau
kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia. Secara umum prevalensi OMSK di Indonesia berkisar 3,9%,
data hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1994-1996 yang dilaksanakan di
7 provinsi di Indonesia menyatakan penyebab terbanyak morbiditas telinga tengah adalah OMSK,
terutama OMSK tipe jinak (3%) dari morbiditas telinga 18,5%.

Berdasarkan jenis kelamin OMSK cenderung terbanyak pada laki-laki yaitu 54,7%, dengan
keluhan terbanyak yang dialami pasien yaitu telinga berair (otorea) yaitu 91,5%, dan gangguan
pendengaran yaitu 49.6 %, nyeri telinga (otalgia ) yaitu 18,8%. Berdasarkan tipe penyakit OMSK tipe
maligna yaitu 95,7% dari jumlah kasus.

Etiologi

OMSK biasanya terjadi disebabkan otitis media yang berulang pada anak-anak. Infeksi ini
biasanya berasal dari infeksi saluran nafas atas seperti rhinitis, sinusitis dan lain-lain. Infeksi ini
mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.

Faktor risiko

1. Lingkungan
Hubungan secara jelas OMSK dengan faktor sosial ekonomi belum dapat dipastikan, namun
dikatakan hal ini berkaitan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih belum dapat dipastikan secara jelas. Apakah insiden OMSK berhubungan
dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan dengan faktor genetic. Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui pasti apakah hal ini primer atau
sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan
otitis media efusi, tetapi tidak diketahui apa yang menyebabkan satu telinga dan
berkembangnya penyakit kearah keadaan kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada OMSK oleh mikroorganisme aerobic dan anaerobic. Mikroorganisme yang
sering dijumpai ialah Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp. dan Staphylococcus aureus.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya secret dari telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus biasanya dapat mengpengaruhi mukosa telinga tengah sehingga
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh terhadap organisme floral normal yang biasanya
berada di telinga tengah sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun lebih berisiko terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita dengan alergi mempunyai insiden yang lebih besar untuk otitis media berbanding
yang bukan alergi.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Tuba eustachius sering tersumbat disebabkan edema pada otitis. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perforasi pada membrane timpani.
a. Infeksi yang menetap sehingga meningkatkan produksi secret.
b. Obstruksi pada tuba eustachius menyebabkan susah penutupan spontan pada perforasi.
c. Pada perforasi yang besar terjadi penutupan spontan dengan mekanisme migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi, epitel skuamosa mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi
medial dari membrane timpani sehingga menyebabkan penutupan spontan dari perforasi
terganggu.

Bakteri Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik

Bakteri pada kasus OMSK dapat bersifat aerob (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
S.aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) maupun bersifat anaerob
(Bacteriocides, Peptostreptococcus, Propionibacterium). Bakteri-bakteri tersebut umumnya jarang
ditemukan pada bagian kanalis eksterna tetapi apabila terjadi trauma, inflammasi, laserasi atau
kelembaban yang tinggi menyebabkan bakteri – bakteri tersebut berproliferasi. Perforasi yang bersifat
kronik dapat meningkatkan jumlah bakteri yang masuk ke dalam telinga tengah. P.aeruginosa
merupakan bakteri yang paling berperan dalam kejadian OMSK karena menyebabkan kerusakan yang
dalam dan progresif pada telinga tengah dan mastoid. Racun serta enzim yang dihasilkan oleh
P.aeruginosa dapat merusak jaringan, mengganggu sistem pertahanan tubuh dan menonaktifkan kerja
dari antibiotik. P.aeruginosa dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan dalam telinga dan
sulit untuk dibasmi karena dapat menghindar dari mekanisme pertahanan inangnya dengan cara
membungkus dirinya menggunakan lapisan epitel yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan
penurunan sirkulasi darah yang mengalir menuju daerah tersebut. S.aureus dan P.mirabilis juga
ditemukan pada hasil isolasi bakteri yang dilakukan di negara Malawi oleh Chirwa et al, keduanya
merupakan bakteri yang umum ditemui pada kasus OMSK. Gejala klinis pasien OMSK yang
disebabkan P.mirabilis berupa discharge yang keluar terus–menerus, perforasi sentral dan otalgia.
Discharge berulang dan kurang pendengaran yang persisten adalah gejala klinis yang ditimbulkan oleh
S.aureus.

Patofisiologi

Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan tuba eutakhius, baik
faktor lingkungan, faktor genetik atau faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki tiga fungsi penting
yang berhubungan dengan kavum timpani: Fungsi ventilasi, proteksi dan drainase (clearance).
Penyebab endogen misalnya gangguan silia pada tuba, deformitas pada palatum, atau gangguan otot-
otot pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi pada
muara tuba. Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau komplikasi otitis
media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi akibat komplikasi pemasangan pipa
timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis media efusi (OME).

Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, terjadi infeksi berulang dari telinga
luar atau paparan alergen dari lingkungan, sehingga menyebabkan otorea yang persisten. Infeksi kronis
maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga
infeksi dengan akibat otorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani
menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah
nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan discaj dalam rongga
timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan
menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,
menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini
lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman
gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari
kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan parut.

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel
goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten
yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan
atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase,
menyebabkan penyakit menjadi persisten. Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada
proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi
proses deskuamasi yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk
kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman pathogen
dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan
oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat
juga terjadi pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk
ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.

Hubungan lama sakit, letak perforasi dan bakteri penyebab OMSK dengan CHL, MHL dan
derajat kurang pendengaran.

Pada kejadian OMSK tidak terdapat penderita yang murni mengalami kurang pendengaran
jenis SNHL. SNHL terjadi karena koklea mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh inflamasi
berkepanjangan di celah telinga tengah kemudian merambat hingga membran foramen rotundum.
Membran foramen rotundum adalah membran semi permiabel yang dapat dilalui zat toksik. Zat toksik
tersebut menyebabkan perubahan biokimia pada perilimfe dan endolimfe sehingga terjadi destruksi
organ corti. Insiden terjadinya SNHL meningkat seiring dengan bertambahnya durasi lama sakit. Hal
tersebut disebabkan oleh peradangan kronis pada membran foramen rotundum sehingga pembuluh
darah mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi, kemudian terjadi gangguan sirkulasi yang berakibat
buruk terhadap fungsi telinga bagian dalam. Letak perforasi dihubungkan dengan derajat dari kurang
pendengaran. Sebuah studi mengatakan bahwa perforasi bagian atik dan subtotal (keempat kuadran
terkena) menyebabkan penurunan ambang dari konduksi tulang terutama pada frekuensi bicara.
Perforasi yang melibatkan kuadran posterosuperior dan posteroinferior mengakibatkan derajat kurang
pendengaran yang lebih berat daripada yang mengenai kuadran anterosuperior dan anteroinferior.
Perforasi yang terjadi pada kuadran posterior atau perforasi postero-superior marginal menyebabkan
gangguan yang lebih parah pada rantai tulang pendengaran dan mengekspos mesotimpanum posterior
sehingga menghasilkan tuli yang lebih berat karena mengurangi efek baffle pada foramen rotundum.

SNHL frekuensi tinggi berkepanjangan terlihat pada pasien yang mengalami kerukasan struktur
pada kokleanya. Kekakuan dan tekanan yang meningkat pada membran foramen rotundum
mengakibatkan kurang pendengaran sensorineural. Zat toksik bakteri yang masuk dari telinga bagian
tengah menuju telinga bagian dalam melalui membran foramen rotundum meningkat sehingga
menyebabkan kerusakan pada sel rambut. Perubahan biokimia juga terjadi di perilimfe dan endolimfe
sebagai hasilnya adalah kerusakan organ korti secara bertahap.

Manifestasi Klinis
Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan di
telinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada
salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004)
1. Telinga berair (otore)
Sekret yang keluar bisa bersifat purulent yaitu kental dan berwarna putih atau mukoid yang
seperti air dan encer tergantung dari stadium peradangan. Sekret ini dihasilkan dari aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak cairan yang keluar
biasanya mukopus dan tidak berbau busuk yang terhasil dari reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang. Pada OMSK tipe ganas sekret telinga berkurang atau hilang karena lapisan mukosa
telah rusak secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.
2. Gangguan pendengaran
OMSK dapat menyebabkan tuli konduktif atau conductive hearing loss (CHL) serta tuli
sensorineural atau sensory neural hearing loss (SNHL). OMSK ditandai dengan adanya
perforasi membran timpani, yang dapat menghambat konduksi suara ke telinga bagian dalam.
Infeksi kronis telinga tengah menyebabkan edema pada lapisan telinga tengah, perforasi
membran timpani dan gangguan tulang pendengaran, sehingga terjadi CHL. Selain itu,
mediator inflamasi yang dihasilkan selama OMSK dapat menembus ke telinga bagian dalam
melalui jendela bulat (for. Rotumdum). Hal ini dapat menyebabkan hilangnya sel-sel rambut di
koklea, yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural (SNHL).
3. Otalgia
Nyeri jarang ditemukan pada penderita OMSK dan bila adanya rasa nyeri itu merupakan tanda
yang serius. Nyeri ini timbul akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau
dinding sinus lateralis atau pembentukan abses otak. Selain itu nyeri juga boleh ditimbulkan
oleh otitis eksternal atau komplikasi seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Pada penderita OMSK gejala vertigo merupakan gejala yang serius. Keluhan vertigo terjadi
disebabkan terjadinya fistel labirin disebabkan erosi pada dinding labirin oleh kolesteatom.
Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.

Diagnosis

Diagnosa OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan
otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan yang sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran boleh dilakukan
pemeriksaan audiometri, audiometri tutur dan pemeriksaan BERA boleh dilakukan bagi pasien anak
yang biasanya tidak kooperatif untuk melakukan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan
penunjang lain yang boleh dilakukan berupa foto rontgen mastoid dan kultur serta uji resistensi kuman
dari secret telinga.4

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan
Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan
difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenestra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal
terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil
pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

ü Normal : -10 dB sampai 26 dB

ü Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

ü Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

ü Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

ü Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

ü Tuli total : lebih dari 90 dB

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas
dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Pemeriksaan foto polos proyeksi Schüller atau Rungstrom. Proyeksi ini
menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala
terletak sejajar meja pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 25-300 sefalokaudal. Pada
proyeksi ini perluasan pneumatisasi mastoid dan struktur trabekulasi dapat tampak dengan jelas.

Penatalaksanaan

Terapi pada OMSK biasanya memerlukan masa yang lama dan berulang-ulang untuk sembuh. Sekret
yang keluar lambat untuk kering dan sering kambuh lagi. Hal ini disebabkan oleh beberapa keadaan
seperti :

1. Terdapat perforasi pada membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan
dengan telinga luar.
2. Adanya sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan hygiene yang kurang

Prinsip terapi pada OMSK tipe aman berisfat konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang
keluar terus menerus maka digunakan obat pencuci telinga, yaitu larutan H2O2 3% selama 3 hingga 5
hari. Setelah sekret berkurang, maka dilanjutkan dengan memberi obat tetes telinga yang mengandungi
antibiotika dan kortikosteroid. Adanya pendapat ahli tentang semua obat tetes yang dijual dipasaran ini
mengandungi antibiotika yang bersifat ototoksik. Hal ini menyebabkan pemberian obat tetes telinga
tidak diberikan secara terus menerus lebih dari satu minggu pada OMSK yang tenang. Secara oral boleh
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi. Pada infeksi
yang dicurigai resisten terhadap ampisilin boleh digunakan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret sudah
kering, tetapi masih terdapat perforasi, setelah melalukan observasi selama 2 bulan, miringitomi atau
timpanoplasti boleh dilakukan. Operasi ini diharapkan dapat menghentikan infeksi secara permanen,
membaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang berat serta dapat membaiki pendengaran. Bila sumber infeksi yang menyebabkan
sekret tetap ada, maka sumber infeksi perlu diobati terlebih dahulu. Pada OMSK benigna yang aktif
prinsip pengobatannya adalah :

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani


Tujuan ear toilet adalah untuk menjadikan lingkungan menjadi tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme. Ear toilet boleh dilakukan dengan secara kering dengan
membersihkan dengan kapas lidi steril kemudian diberikan antibiotika berbentuk serbuk. Selain
itu, telinga juga boleh dibersihkan dengan cairan untuk membuang debris dan nanah kemudian
dengan kapas lidi steril diberi serbuk antibiotika. Cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, namun dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain. Serbuk
antibiotika boleh diganti dengan antiseptic seperti asam boric dan iodine supaya tidak
menimbulkan reaksi sensitivitas pada kulit. Ear toilet dengan suction pada nanah dengan
bantuan alat mikroskopis sering digunakan saat ini. Mukosa yang berpoliferasi dan polypoid
diangkat sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.
2. Antibiotika topical
Pemberian antibiotika haruslah telinga dibersihkan supaya lebih efektif. Antibiotika yang
bersifat ototoksik tidak dianjurkan melebihi 1 minggu karena obat ini akan mencapai telinga
tengah. Pemilihan antibiotika terbaik adalah dengan kultur kuman yang uji resistensi. Antara
antibiotika topikal yang boleh digunakan adalah:
1. Polimiksin B atau polimiksin E.
Obat ini bersifat bakteriosid pada kuman Gram negative.
2. Neomisin yaitu obat yang bakteriosid pada kuman gram negative dan positif.
3. Kloramfenikol yang bersifat bakteriosid pada Stafilokokus sp. dan lain-lain

Pada OMSK tipe bahaya, prinsip terapi ialah pembedahan yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila adanya abses subperiosteal retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
sebelum dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan yang boleh dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, tipe
maligna dan benigna.

1. Mastoidektomi sederhana
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan Tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya ialah suapaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi
ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan mastoid diruntuhkan,
sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini untuk
membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi
pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian dari operasi ini pasien tidak boleh berenang seumur
hidungnya. Pasien haruslah kontrol teratur untuk terjadi infeksi kembali. Modifikasi pada
operasi ini adalah memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty
yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terjadinya cacat yang permanen
yaitu liang teinga menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteotoma pada daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dipanggil juga dengan nama
timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ini
untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi
yang menetap.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK
tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi
ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali juga perlu dilakukan rekonstruksi pada tulang
pendengaran. Berdasarkan rekonstruksi tulang pendengaran timpanoplasti dibagi menjadi tipe
II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dilakukan kavum timpani di eksplorasi terlebih dahulu
dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologik. Biasanya operasi
ini perlu dilakukan secara bertahap dengan jarak waku 6 hingga 12 bulan.
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty).
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe
bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini untuk
menyembuhkan serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
radikal yaitu meruntuhkan dinding posterior liang telinga. Pembersihan kolesteatoma dan
jaringan granulasi di kavum timpano, dikerjakan melalui dua jalan yaitu liang telinga dan
rongga mastoid dengan timpanoomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya
belum disepakati para ahli karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.4,5

Komplikasi

Komplikasi OMSK akan terjadi bila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati sehingga
infeksi dapat menjalar ke struktur sekitar. Cara penyebaran infeksi boleh melalui:6
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi ke intra kranial melewati 3 macam lintasan yaitu:

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
yang lemah atau defek disebabkan pembedahan.
2. Menembus selaput otak sehingga dapat menyebabkan meningitis
3. Masuk ke jaringan otak

Komplikasi OMSK antaranya :

1. Komplikasi di telinga tengah


a. Tuli konduktif biasanya terjadi disebabkan terputusnya rangkaian tulang pendengaran.
b. Paresis nervus fasialis
Penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis menyebabkan kelumpuhan.
2. Komplikasi di telinga dalam
Infeksi yang terjadi pada telinga tengah yang menyebabkan meningkatnya tekanan oleh produk
dari infeksi sehingga menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat. Penyebaran ke koklea
akan menimbulkan masalah dan komplikasi. Penyebaran ke labirin akan menyebabkan
gangguan keseimbangan dan pendengaran seperti vertigo, dan tuli sensorineural. Komplikasi
lain yang boleh berlaku adalah:
a. Fistula labirin
OMSK dengan kolesteatom akan menyebabkan kerusakan pada vestibuler labirin sehingga
tebentuk fistula. Fistula pada labirin dapat diketahui tes fistula yaitu dengan memberi
tekanan udara positif atau negatif ke liang telinga. Pada pemeriksaan radiologi yaitu CT
scan, kadang-kadang dapat dilihat fistula labirin yang ditemukan di kanalis semisirkularis
horizontal.
b. Labirinitis
Labirinitis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfe. Terdapat dua jenis
labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif.
3. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinis seperti kaku kuduk, demam, mual serta nyeri kepala hebat muncul pada
meningitis.
b. Abses otak
Biasanya ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior dan foss krania media.
Merupakan perluasan dari infeksi telinga dan mastoid.
Prognosis

Pada pasien OMSK biasanya memiliki prognosis yang baik apabila penanganan dan control
yang baik terhadap infeksi. Pemulihan fungsi pendengaran bervariasi tergantung penyebab dan
keparahan. Fungsi pendengaran yang hilang akibat gangguan konduksi dapat diperbaiki dengan
pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan karena sifat pasien yang tidak peduli sehingga dapat
menyebabkan komplikasi seterusnya kematian apabila tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat
OMSK terjadi pada 18,6% kasus yang mengalami komplikasi pada intracranial yaitu meningitis.7

Kesimpulan

OMSK atau biasa dipanggil congek adalah radang kronis pada telinga tengah dengan adanya
perforasi pada membran timpani dan riwayat keluar cairan dari telinga yang sudah berlangsung lebih
dua bulan baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK dapat dibagi atas tipe benigna yaitu jinak dan
maligna yaitu ganas karena terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi. OMSK dapat menimbulkan
komplikasi di telinga dan tempat lain seperti otak. Penatalaksaan OMSK bersifat konservatif dan
operasi. OMSK dapat sembuh dengan pengobatan yang baik, namun dapat menimbulkan komplikasi
sehingga kematian apabila tidak segera ditangani.
Daftar Pustaka

1. Umar NS, Pary MI, Soesanty. Karakteristik pasien otitis media supuratif kronik di poliklinik
telinga hidung tenggorok rumah sakit umum daerah Dr. H Chasan Boesoirie periode Januari-
Juli 2019. Journal Medical Kieraha. 2019;1(1).
2. Burnside, McGlynn. Adams diagnosis fisik. 17th edition. Jakarta: ECG, 1995
3. Yuniarti, D, Asman, ST, Fitriyasti, B. Prevalensi otitis media akut di RS Islam Siti Rahmah
Padang Tahun 2017. Health and Medical Journal. 2019;1(1)
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu Kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2014
5. Baysal E, Erkutlu I, Mete A, Alptekin M, Oz A. Complications and Treatment of Chronic Otitis
Media. J Craniofac Surg. 2013;24(2):464–7.
6. Smith JA, Danner CJ. Complications of Chronic Otitis Media and Cholesteatoma.Otolaryngol
Clin North Am. 2006;39(6):1237–55
7. Sharma N, Ashok A. Complications of Chronic Suppurative Otitis Media and Their
Management : A Single Institution 12 Years Experience. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg.
2015;67(4):353–60.

Anda mungkin juga menyukai