Anda di halaman 1dari 43

Pembunuhan Anak Sendiri

Krisna Lalwani
102011301/D6
4 Januari 2015
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Kr15n4_cloud@yahoo.com

Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu Kedokteran
yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta
keadilan. Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia. Berdasarkan kasus yang ditemukan, diduga telah terjadi kasus
pembunuhan. Belum ada dugaan terhadap siapa pembunuhnya. Dugaan tersebut dibuat
berdasarkan penemuan di TKP dan berdasarkan penampakan luar dari tubuh korban. Oleh
karena itu dilakukanlah pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, yaitu
pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena
diduga sebagai korban tindak pidana.1

Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap
nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya
sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena si ibu
takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak tersebut umumnya adalah
hasil hubungan gelap. Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah membuat
keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan. Di
Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan
cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%)
dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).1

Untuk semua itu, dalam bidang ilmu kedokteran forensik dipelajari tata laksana
mediko-legal, tanatologi, traumatologi, dan segala sesuatu yang terkait, agar dokter dapat
1
memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dan dapat benar-benar memanfaatkan segala
pengetahuan kedokteran-nya untuk kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.1

Skenario 2

Sesosok mayat bayi lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat


melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya di dekat sampah tersebut dan berada di sana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.

Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai
dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang
dicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus
mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan
membriefing para dokter yang akan menjadi pemeriksa.

Aspek Hukum

Berdasarkan KUHP maka yang dapat dikenakan hukuman karena melakukan


pembunuhan anak adalah ibu dari anak itu sendiri, demikian pula dengan pindak pidana yang
dimaksudkan dalam pasal 308 dan pasal 306 ayat 2.1

Pasal 341 KUHP

Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan
atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan
anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya 7
tahun.1

Pasal 342 KUHP

Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab
takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya
itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena
pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.1

2
Pasal 343 KUHP

Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341
dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makat mati atau pembunuhan.1

Pasal 181 KUHP

Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut, atau menghilangkan mayat


dengan maksud hendak menyembunyikan kematian atau kelahiran orang itu, dihukum penjara
selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4500 rupiah.1

Pasal 304 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam


kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada orang
itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara
selama 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.1

Pasal 305 KUHP

Barang siapa menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun di suatu tempat supaya
dipungut oleh orang lain, atau dengan maksud akan terbebas dari pada pemeliharaan anak itu,
meninggalkannya, dihukum penjara sebanyak-banyaknya 5 tahun 6 bulan.1

Pasal 306 KUHP

I. Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 304 dan 305 itu menyebabkan
luka berat, maka di tersalah dihukum penjara selama-lamanya 7 tahun 6 bulan.
II. Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati, si tersalah itu dihukum
penjara selama-lamanya 9 tahun.1
Pasal 307 KUHP

Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam pasal 305 adalah bapak
atau ibu dari anak itu, maka baginya hukuman yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat
ditambah dengan sepertiganya.1

Pasal 308 KUHP

Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain tidak
lama sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang ia melahirkan anak
3
atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, maka
hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi seperduanya.1

Aspek Medikolegal

Dalam perundang-undangan terdapat beberapa prosedur medikolegal yang harus


dipatuhi oleh setiap pihak yang terkait dalam penyelidikan kasus. Beberapa prosedur
medikolegal yang harus dipatuhi.1

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilengkapi dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu
jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 179 KUHAP


(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

4
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP


(1) Alat bukti yang sah adalah:

a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP


(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal
itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.

Sanksi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP


(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
5
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanaya dapat ditambah
sepertiga.

Pasal 222 KUHP


Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP


Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP


Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,
tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.

Tempat Kejadian Perkara

Tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau
tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Peranan dokter di TKP adalah membantu penyidik
dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat
bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu
kedokteran, akan lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir.2

6
Dasar pemeriksaan yang digunakan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan yaitu,

1. Apa yang terjadi?


Pada kasus didapatkan mayat bayi laki-laki dalam kardus ditemukan di tempat
sampah.
2. Siapa yang tersangkut?
Seorang perempuan yang diketahui adalah ibunya sendiri.
3. Dimana dan kapan terjadinya?
TKP merupakan tempat sampah.
4. Bagaimana terjadinya?
5. Dengan apa melakukannya?
6. Kenapa terjadi peristiwa tersebut?

Bila korban telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, meperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian,
menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis. Beberapa tindakan dapat
mempersulit penyidikan, seperti memegang setiap benda di TKP tanpa sarung tangan,
mengganggu bercak darah, membuat jejak baru, atau memeriksa sambil merokok.
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai
letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Mayat yang ditemukan
dibungkus dengan plastic atau kantuing plastic khusus untuk mayat setelah sebelumnya kedua
tangan di bungkus plastic sebatas pergelangan tangan. Pemeriksaan sidik jari oleh penyidik
dapat dilakukan sebelumnya.2

Benda bukti yang ditemukan dapat berupa pakaian, bercak mani, bercak darah,
rambut, obat, anak peluru, selongsong peluru, benda yang diduga senjata diamankan dengan
memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu di ‘pegang’ dengan hati-hati serta dimasukkan ke
dalam kantong plastic, tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru. Sedangkan benda bukti
bersifat cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kering. Semua benda bukti harus diberi label
dengan keterangan tentang jenis benda, lokasi penemuan, saat penemuan dan keterangan lain
yang diperlukan. Mayat dan benda bukti biologis/medis, termasuk obat atau racun, dikirimkan
ke Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan
lanjutan, apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensic, benda bukti dapat
dikirim ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik. Benda bukti bukan

7
biologis dapat langsung dikirim ke Laboratorium Kriminal/Forensik Kepolisian Daerah
setempat.2

Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera,
film berwarna dan hitam-putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu
ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan benda bukti berupa amplop atau kantong plastic,
pinset, scalpel, jarum, tang, kaca pembesar, thermometer rektal, thermometer ruangan, sarung
tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti.2

Identifikasi Forensik

Pengertian identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup
maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik
merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Tujuan dilakukan identifikasi forensik adalah
untuk kebutuhan etis dan kemanusiaan, pemastian kematian seseorang secara resmi dan
yuridis, pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman, pengurusan klaim
di bidang hukum publik dan perdata, pembuktian klaim asuransi, pensiun, dan lain-lain, serta
upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada). Identifikasi dapat dilakukan pada
orang hidup,3

1. semua kasus medikolegal


2. penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
3. orang yang didakwa pelaku pembunuhan
4. orang yang didakwa pelaku pemerkosaan
5. identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
6. anak hilang
7. orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
8. tuntutan hak milik
9. untuk kepentingan asuransi
10. tuntutan hak pensiun

Identifikasi juga dapat dilakukan pada jenazah, dilakukan pada keadaan kasus
peledakan, kebakaran, kecelakaan kereta api atau pesawat terbang, banjir, serta kasus
kematian yang dicurigai melanggar hukum.3

8
Identifikasi forensik dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu identifikasi
komparatif adalah metode yang dilakukan dalam komunitas terbatas dan data antemortem dan
postmoterm tersedia. Metode lain adalah identifikasi rekonstruktif yang dilakukan dalam
komunitas korban tidak terbatas dan data antemortem tidak tersedia. Cara identifikasi yang
biasa dilakukan adalah3

1. Secara visual dilakukan oleh keluarga atau rekan memperhatikan korban, terutama
wajah. Cara ini dapat dilakukan dengan syarat korban dalam keadaan utuh. Kelemahan
cara identifikasi ini adalah sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi.
2. Pengamatan pakaian dengan mencatat model, bahan, ukuran, inisial nama, dan tulisan
pada pakaian. Sebaiknya simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10cm), serta foto
pakaian.
3. Pengamatan perhiasan dengan mencatat jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan
(emas,perak, kuningan dll), inisial nama bila ada. Sebaiknya simpan perhiasan dengan
baik.
4. Dokumen, seperti KTP, SIM, kartu golongan darah, dll.
5. Medis dengan melakukan pemeriksaan fisik, berupa tinggi badan, berat badan, warna
tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato, dan lain-lain.
6. Odontologi dilakukan dengan melihat bentuk gigi dan rahang. Merupakan salah satu
pemeriksaan yang khas dan sangat penting bila jenazah dalam keadaan rusak atau
membusuk
7. Sidik jari, karena tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama. pemeriksaan
ini dapat dilakukan dengan mudah dan murah.
8. Serologi digunakan untuk menentukan golongan darah dengan memeriksa darah dan
cairan tubuh korban.
9. Pemeriksaan DNA, sangat akurat, tetapi biayanya cukup mahal.
10. Ekslusi, biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan data atau
daftar penumpang.

Autopsi

Autopsi berasal dari kata “auto” = sendiri dan ”opsis”= melihat. Autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian
dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
9
interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari
hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.4

Berdasarkan tujuan, dikenal dua jenis autopsy yaitu Autopsi Klinik dan Autopsi
Forensik/Medikolegal. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Pemeriksaan ini mutlak
memerlukan izin dari keluarga terdekat mayat.4

Untuk autops klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan
autopsi klinik yang lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul,
serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam atau organ.

Namun bila pihak keluarga keberatan untuk dilakukannya autopsi klinik lengkap,
masih dapat diusahakan untuk melakukan autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu
atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan
dilakukannya suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudiasn
dilakukan pemeriksaan histopatologik.

Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang


berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan:4

1. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat


2. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian
3. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab serta identitas perilaku kejahatan
4. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum
5. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan terhadap orang
yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat Surat Permintaan
Pemeriksaan.

10
Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin
keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseoranng yang menghalangi dilakukannya
autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap,


meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan
rongga perut/ panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara
lain pemeriksaan toksikologi forensic, histopatologik forensik, serologi forensik dan
sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam
ranghka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karerna tidak akan dapat
mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini
tidak dapt diwakilkan kepada mantra atau perawat.

Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang
maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecilpun haru dicatat. Autopsi sendiri
harus dilakukan sedini mungkin , karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat
terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan
kelainan yang ditemukan.

Persiapan sebelum autopsi

1. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/
Pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang
meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.4
2. Apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan. Dalam hal autopsi forensik, makla perhatikanlah
apakah yang terhadap mayat yang diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak
yang berwenang, berupa penyegelan dengan label Polisi yang diikatkan pada ibnujari
kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti.
Label dari Polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat
kematian dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang
tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan.4

11
3. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin. Pada kasus-kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang
mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat member
petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan
khusus yang mungkin diperlukan.4
4. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat
mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak
diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seseorang
pecandu narkotika.4
5. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi
yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang mewah, namun jtersedianya beberapa
alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia
botol-botol terisi larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi
tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk
pemeriksaan toksikologi.4

Terdapat empat teknik autopsi dasar yaitu teknik Virchow, teknik Rokistansky, teknik
Letulle dan teknik Ghon. Teknik Virchow merupakan teknik tertua dan kurang baik untuk
autopsi forensik karena hubungan anatomik antar organ dapat hilang. Teknik Rokistansky
dilakukan dengan membuat irisan organ in situ kemudian baru dikeluarkan. Teknik Letulle
mengeluarkan organ leher, dada, diafrgama dan perut sekaligus (en masse) dan merugikan
karena memerlukan pembantu untuk dilakukan. Teknik Ghon mengangkat organ sebagai tiga
kumpulan yaitu organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, serta organ
urogenital.4

Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas
(asfiksia). Perhatikan beberapa hal tersebut dibawah ini:4

1. Tutup dan bungkus mayat. Mayat dikirim kepada pemeriksa bisa dalam keadaan
ditutup atau dibungkus. Penutup atau pembungkus dicatat jenis bahan, warna, corak,
serta adanya pengotoran dicatat pula bahan dan letaknya.
2. Pakaian. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas
sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam.
3. Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable.
12
4. Kulit, sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau
tidak.
5. Mulut, adakah benda asing yang menyumbat.
6. Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada uri. Bila terputus periksa apakah
terpotong rata atau tidak (dengan memasukkan ujung potongan ke dalam air), apakah
sudah terikat dan diberi obat antiseptik, adakah tanda-tanda kekerasan pada tali pusat,
hematom atau Wharton’s Jelly berpindah tempat. Apakah terputusnya dekat uri atau
pusat bayi.
7. Kepala, apakah terdapar kaput suksedaneum, molase tulang-tulang tengkorak.
8. Tanda kekerasan. Perhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut dan hidung, serta
memar pada mukosa bibir dan pipi. Tanda pencekikan atau jerat pada leher, memar
atau lecet pada tengkuk, dan lain-lain. Pada pembedahan jenazah; perhatikan pada
leher, adakah tanda-tanda penekanan, resapan darah kulit sebelah dalam. Pada bayi,
karena jaringan lebih elastis di bandingkan dengan orang dewasa maka tanda-tanda
kekerasan tersebut lebih jarang terdapat. Perhatikan apakah terdapat benda asing
dalam jalan napas.
9. Rongga dada. Pengeluaran organ rongga mulut, leher dan dada dilakukan dengan
teknik tanpa sentuhan. Perhatikan makroskopik paru dan setelah itu sebaiknya satu
paru difiksasi dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologik dan pada
paru yang lain dilakukan uji apung paru.
10. Tanda asfiksia berupa Tardieu’s spots pada permukaan paru, jantung, timus dan
epiglotis.
11. Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital dan tanda kekerasan.
12. Periksa pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus, talus dan kuboid.

Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dan lidah oesofagus, trachea dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.4
1. Lidah
Perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun
yang lama. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan
lidah sebaiknya tidak sampai teriiis putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih
tampak berlidah utuh.
2. Tonsil

13
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,
nanah, tanda bekas tonsilektomi, dan sebagainya.
3. Kelenjar gondok
Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya,
adakah perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral
pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang
mungkin ditemukan (misalnya stnktura, vances).
5. Batang tenggorok (trachea).
Dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda psing, perdarahan dan
kelainan lain Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Sementara pada trachea
perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
7. Arteria carotis interna
Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar artena ini,Buka pula artena ini.
8. Kelenjar kacangan (Thymus)
Perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain.
9. Paru-paru.
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri.
10. Jantung
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat
Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bmtik-bintik perdarahan. Pada
autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan
mengikuti aliran darah di dalam jantung.
11. Aorta thoracalis
Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan
aneurisma Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan
resapan darah atau luka
12. Aorta abdominalis
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)

14
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut
pada area alat rongga perut dan panggul.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
15. Hati dan kandung empedu
Kandung empedu dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya
yang seperti beludru berwarna hujau-kuning
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dan sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang
berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang
limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah
dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa, Jangan
lupa mencatat ukuran dan berat limpa Catat pula bila ditemukan kelenar getah bening
regional yang membesar.1
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Perhatikan selaput lendir lambung terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi,
perdarahan/resapan darah.
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulceratif, polip, dan lain-lain
18. Kelenjar liur peiut (pancreas).1
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya Kelenjar liur
perut yang normal mempunyai wama kelabu agak kekuningan, dengan permukaan
yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta beratnya.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
20. Alat kelamin dalam (genitalia intema)

Autopsi pada mayat bayi baru lahir

Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama ditentukan
apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.

Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila pada pemeriksaan mayatnya dapat
dibuktikan bahwa bayi telah bernafas. Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di
bawah ini:4

15
1. Rongga dada yang telah mengembang
Pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6.

2. Paru telah mengembang


Pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi
dalam rongga dada.
3. Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi sebagian
besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran mozaic dan
gambaran marmer.
4. Uji apung paru memberikan hasil positif
Uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapat udara dalam alveoli paru.
5. Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari sebanyak
mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada kemudian dikeluarkan
seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru
terapung.
6. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri secara
tersendiri. Lakukanlah pemisahkan lobus paru, apungkan kembali dalam air.
Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (5mm x 10mm x 10mm) dari masing-masing
lobus dan apungkan kembali.
7. Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat
mengapung sekalipun paru tersebut belum pernah bernafas.
8. Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini
disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan pada jaringan interstitial paru, yang
dengan menekan potongan paru yang bersangkutan antara 2 karton, gas pembusukan
tersebut dapat didesak keluar.
9. Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam alveoli,
yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar.
10. Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan pengapungan,
potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian terbesar masih tetap
mengapung.
11. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang telah
terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.

16
12. Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti terhadap
kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat kelahiran,
mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal ini,
kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus yang menghindari terpotongnya sinus
tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-baiknya.
13. Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak bayi
baru lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan
gunting.
14. Dengan menarik bagian otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falx serebri,
dan sinus sagitalis inferior dapat dieriksa akan adanya robekan, resapan darah, maupun
perdarahan. Dengan menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium
cerebelli serta sinus lateralis, sinus occipitalis dapat diperiksa.
15. Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa atau
dikeluarkan terpisah, baga kanan dan kiri.
16. Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa. Untuk
dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan
formalin 10% baik dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan
imbibisi.
17. Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan.

Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia

Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan guntung
ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan pengirisan
distal femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah metafisis. Pusat
penulangan akan tampak sebagai bercak berwarna merah homogen dengan diameter lebih dari
5mm di daerah epifisis tulang.

Pemeriksaa pusat penulangan pada tallus dan calcaneus

Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumir ke arah
deoan sampai sela jari ke 3 dan 4. dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus dan
calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan1.

17
Autopsi pada kasus pembunuhan anak sendiri

Pembunuhan anak merupakan tindak pidana khusus, yaitu pembunuhan yang


dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau beberapa
saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan.

Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan bahwa


korban lahir hidup. Untuk ini pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya paru korban.

Pemeriksaan berikutnya dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi sebagai


akibat tindakan kekerasan. Untuk memenuhi syarat waktu dilakukannya pembunuhan yaitu
pada saat dilahiran atau tidak berapa lama setelah itu. Pemeriksaan ditujukan terhadap sudah
atau belum ditemukannya perawatan pada bayi.

Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologis ibu yang baru melahirkan
diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan si ibu
melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan
demikian, pada si ibu belum sempat timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat
bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi belum mendapat perawatan.

Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila pada pemriksaan


didapati keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati, pada bayi-bayi yang lahir imatu atau
non-viable, kemungkinan lahir hidup tentunya lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang
lahir matur dan viable. Namun bila dari hasil pemeriksaan keseluruhan, masih tidak dapat
dipastikan lahir hidup atau lahir mati, hendaknya hal ini dikemukakan dengan sejujur-jujurnya
dalam visum et repertum.4

Persiapan Sebelum Autopsi

Sebelum autopsi dimulai, beberapa yang perlu mendapat perhatian, yaitu:4


1. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemeriksaan atau
Pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang
untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan
seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.
2. Apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam
surat yang bersangkutan. Dalam hal autopsi forensik, maka perhatikanlah apakah yang
18
terhadap mayat yang diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang,
berupa penyegelan dengan label Polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini
untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti. Label dari Polisi ini
memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan sebagainya
yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang tertera dalam Surat Permintaan
Pemeriksaan.
3. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin. Pada kasus-kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang
mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat member
petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus
yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut
di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya
saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seseorang
pecandu narkotika.
4. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi yang
baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang mewah, namun jtersedianya beberapa alat
tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia botol-botol
terisi larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi tabung-tabung
reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk pemeriksaan toksikologi.

Terdapat empat teknik autopsi dasar yaitu teknik Virchow, teknik Rokistansky, teknik
Letulle, dan teknik Ghon. Teknik Virchow merupakan teknik tertua dan kurang baik untuk
autopsi forensik karena hubungan anatomik antar organ dapat hilang. Teknik Rokistansky
dilakukan dengan membuat irisan organ in situ kemudian baru dikeluarkan. Teknik Letulle
mengeluarkan organ leher, dada, diafrgama dan perut sekaligus (en masse) dan merugikan
karena memerlukan pembantu untuk dilakukan. Teknik Ghon mengangkat organ sebagai tiga
kumpulan yaitu organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, serta organ
urogenital.4

Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun terba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga

19
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat
mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.4

1. Label mayat
Mayat yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya
diberi label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatkan
pada ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat tersebut, untuk
menjamin keaslian dari benda bukti. Label mayat ini harus digunting pada tali
pengikatnya, serta disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan
bahan label tersebut. Dicatat pula apakah terdapat materai atau segel pada label ini,
yang biasanya terbuat dari lak berwarna merah dengan cap dari kantor kepolisisan
yang mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Adalah
kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari
mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan atau pemastian identitas.
2. Tutup dan bungkus mayat
Mayat dikirim kepada pemeriksa bisa dalam keadaan ditutup atau dibungkus.
Penutup atau pembungkus dicatat jenis bahan, warna, corak, serta adanya pengotoran
dicatat pula bahan dan letaknya.
3. Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai
di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila terdapat adanya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat
isinya.
4. Perhiasan
Mencatat perhiasan yang dipakai oleh mayat, meliputi jenis, bahan, warna,
merek, bentuk serta ukiran nama atau inisial pada benda perhiasan tersebut.
5. Benda di samping mayat
Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. Biasanya
benda di sekitar mayat akan disertakan pada saat membungkus mayat.
6. Tanda kematian
Mencatat perubahan tanatologi.
7. Identifikasi umum
20
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur,
warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes
pada dinding perut.
8. Identifikasi khusus
Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus,
meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada
tubuh, kalau perlu di foto.
9. Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Jika pada
mayat terdapat rambut yang mempunyai sifat berlainan, perlu untuk disimpan jika
suatu saat perlu.
10. Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda
kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari
pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea
jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris
serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
11. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
12. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan
lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,
pewarnaan, dan sebagainya.
13. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan
lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing,
darah dan lain-lain.
14. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
15. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu jenis luka, lokasi bentuk, ara, tepi, sudut, dasar,
ukuran, dan lain-lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi
ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain

21
garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar
melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
16. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

Pemeriksaan Alat Dalam

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan
insisi melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang
rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari
puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan
salah satu teknik khusus autopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu
dengan hati-hati dan dicatat4

a. Ukuran
Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
b. Bentuk
c. Permukaan
d. Konsistensi
Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
e. Kohesi
Merupakan kekuatan daya regang antar jaringan pada organ.
f. Potongan penampang melintang
Dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong.
Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari
dugaan penyebab kematian.

Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, kerongkongan, batang
tenggorok, dan seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa
terakhir.4
1. Lidah
Perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru
maupun yang lama. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah.

22
Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriiis putus, agar setelah selesai autopsi,
mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah, tanda bekas tonsilektomi, dan sebagainya.
3. Kelenjar gondok
Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat
warnanya, adakah perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di
bagian lateral pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang
kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan
yang mungkin ditemukan.
5. Batang tenggorok (trachea)
Dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda psing, perdarahan dan
kelainan lain Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Sementara pada trachea
perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
7. Arteria carotis interna
Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar artena ini, buka pula artena ini.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya
kelainan lain.
9. Paru-paru.
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri.
10. Jantung
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat
Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bmtik-bintik perdarahan. Pada
autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan
mengikuti aliran darah di dalam jantung.

11. Aorta thoracalis

23
Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau
pembentukan aneurisma Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan
merupakan resapan darah atau luka
12. Aorta abdominalis
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau
atheroma
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
lanjut pada area alat rongga perut dan panggul.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
15. Hati dan kandung empedu
Kandung empedu dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput
lendirnya yang seperti beludru berwarna hujau-kuning
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dan sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan
permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah
irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas,
berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa, Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila
ditemukan kelenar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Perhatikan selaput lendir lambung terhadap kemungkinan adanya erosi,
ulserasi, perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah
dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulceratif, polip, dan
lain-lain.
18. Kelenjar liur peiut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya.
Kelenjar liur perut yang normal mempunyai wama kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna).

24
Sebab Kematian, Cara Kematian, dan Mekanisme Kematian

Sebab mati adalah penyakit atau cedera atau luka yang bertanggungjawab atas
terjadinya kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab
kematian. Bila kematian terjadi akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah
wajar (natural death). Bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada
seseorang yang semula telah mengidap suatu penyakit kematiannya dipercepat oleh adanya
cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar (unnatural death).
Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuh diri atau
pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat
menentukan cara kematian dari yang bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan
sebagai kematian dengan cara yang tidak tertentukan. Mekanisme kematian adalah gangguan
fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa
sehingga tidak dapat terus hidup.4

Kematian akibat kekerasan

Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat


mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini:4

1. Penyebab luka
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat
ditentukan. Pada kasus tertentu, gambaran luka sering kali dapat member petunjuk
mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh
benda tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan negative imprint oleh
timbulnya marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

2. Arah kekerasan
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan.
Hal ini sangat membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi
terjadinya perkara.

3. Cara terjadinya luka


Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang
ditemukan terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri. Luka-luka

25
akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang “terbuka”. Bagian tubuh
yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah
terlindung ini misalnya adalah daerah ketiak, daerah sisi depan leher, daerah lipat siku
dan sebagainya. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh
bagian tubuh. Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat
ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah
atau telapak tangan. Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka
percobaan (tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.

4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati


Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan
oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat
dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka yang terjadi semasa
korban masih hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda intravitalitas luka berupa reaksi
jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat
bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka,
serbukan sel radang, pemeriksaan histo-ensimatik sampai pemeriksaan kadar
histamine bebas dan serotonin jaringan.

Sekiranya di samping luka, ditemukan pula keadaan patologik lain, misalnya penyakit
tertentu, maka haruslah dapat diyakinkan bahwa kelainan yang lain tidaklah merupakan
penyebab kematian.4

Kematian akibat pembunuhan menggunakan kekerasan

Pembunuhan menggunakan kekerasan dapat dilakukan dengan benda tumpul, benda


tajam maupun senjata api. Kadang-kadang dapat juga terjadi pembunuhan dengan api,
sekalipun jarang terjadi. Pada pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tumpul, luka
dapat terdiri dari luka memar, luka lecet maupun luka robek. Perhatikan adanya luka tangkis
yang terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah. Pada pembunuhan dengan menggunakan
kekerasan tajam, luka harus dilukiskan dengan baik, dengan memperhatikan bentuk luka, tepi
luka, sudut luka, keadaan sekitar luka serta lokasi luka. Dalam peristiwa pembunuhan, cari
pula kemungkinan terdapatnya luka tangkis di daerah ekstensor lengan bawah serta telapak
tangan.

26
Luka biasanya terdapatnya beberapa buah yang distribusinya tidak tertaur, sekalipun
tidak jarang ditemukan kasus pembunuhan hanya terdiri dari satu luka saja tanpa si korban
sempat melakukan perlawanan apapun. Dengan menentukan arah kekerasan pada luka yang
ditemukan, dapat dilakukan rekonstruksi terjadinya peristiwa. Pada pembunuhan dengan
menggunakan senjata api, penembakan dapat dilakukan dari berbagai jarak dan luka yang
ditemukan dapat merupakan luka tembak masuk jarak dekat, sangat dekat atau luka tembak
masuk jarak jauh da jarang luka tembak tempel.4,5

Kematian akibat asfiksi mekanik

Asfiksi mekanik meliputi peristiwa pembekapan, penyumbatan, pencekikan,


penjeratan dan gantung serta penekanan pada dinding dada. Pada pemeriksaan mayat,
umumnya akan ditemukan tanda kematian akibat asfiksi berupa lebam mayat yang gelap dan
luas, perbendungan pada bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan salurang
pernafasan, perbendungan pada alat-alat dalam serta bintik perdarahan Tardieu.4

Tanda-tanda asfiksi tidak akan ditemukan bila kematian terjadi melalui mekanisme non-
asfiksi. Untuk menentukan peristiwa mana yang terjadi pada korban, perlu diketahui cirri khas
bagi masing-masing peristiwa tersebut.4,5

1. Mati akibat pembekapan


Cari tanda kekerasan di sekitar lubang hidung dan mulut, terutama pada bagian
muka yang menonjol. Tanda kekerasan seringkali berupa luka memar, atau luka lecet
jenis tekan. Perhatikan pula adanya tanda kekerasan pada permukaan belakang bibir
yang timbul sebagai akibat tertekannya bibir ke arah gigi pada saat terjadinya
pembekapan. Kadang-kadang dapat pula ditemukan tanda kekerasan pada daerah
belakang kepala atau tengkuk sebagai akibat tertekannya kepala ke arah belakang.
Pembekapan paling sering merupakan peristiwa pembunuhan dan ajrang sebagai
peristiwa bunuh diri atau kecelakaan. Korban pembunuhan dengan cara pembekapan
biasanya adalah orang dengan fisik lemah atau dalam keadaan tidak berdaya.

2. Mati akibat penyumbatan


Penyumbatan agak jarang ditemukan. Pada kasus pembunuhan korban
biasanya berfisik lemah atau dalam keadaan tidak berdaya. Pada pemeriksaan,
biasanya benda asing masih terdapat dalam rongga mulut. Bila benda asing tersebut

27
telah dikeluarkan, kadangkala dapat ditemukan sisa benda asing tersebut atau tanda
bekas penekanan benda asing pada dinding rongga mulut.

3. Mati akibat pencekikan


Pada korban pencekikan, kulit daerah leher menunjukkan tanda-tanda
kekerasan yang ditimbulkan oleh ujung jari atau kuku berpa luka memar dan luka lecet
jenis tekan. Pada pembedahan, akan ditemukan pula tanda kekerasan berupa resapan
darah bawah kulit daerah leher serta otot atau alat leher. Tulang lidah kadang-kadang
ditemukan patah unilateral.

4. Mati akibat penjeratan


Pada kasus penjeratan kadangkala masih ditemukan jerat pada leher korban.
Jerat harus diperlukan sebagai barang bukti dan dilepaskan dari leher korban dengan
jalan menggunting secara miring pada jerat, di tempat yang paling jauh dari simpul,
sehingga simpul pada jerat tetap utuh. Pada kasus penjeratan, jerat biasanya berjalan
horizontal atau mendatar dan letaknya rendah. Jerat ini meninggalkan jejas jerat
berupa luka lecet jenis tekan yang melingkari leher. Catat keadaan jejeas jerat dengan
teliti, dengan menyebutkan arah, lebar serta letak jerat yang tepat. Perhatikan apakah
jejas jerat menunjukkan pola (pattern) tertentu yang sesuai dengan permukaan jerat
yang bersentuhan dengan kulit leher. Pada umumnya dikatakan simpul mati ditemukan
pada kasus pembunuhan, sedangkan simpul hidup ditemukan pada kasus bunuh diri.
Namun, perkecualian selalu terjadi.

5. Mati tergantung
Pada kasus gantung, jerat pada leher menahan berat badan korban dan
mengakibatkan tertekannya leher. Jerat pada leher menunjukkan cirri khas berupa arah
yang tidak mendatar, tetapi membentuk sudut yang membuka kea rah bawah serta
letak jerat yang tinggi. Bila korban berada cukup lama dalam posisi gantung, distribusi
lebam mayat akan menunjukkan pengumpulan darah di ujung tangan dan kaki. Sama
halnya dengan kasus penjeratan, jenis simpul tidak selalu dapat mengungkapkan cara
kematian. Pada pembedahan, akan dapat ditemukan resapan darah bawah kulit serta
pada otot dan alat leher di tempat yang sesuai dengan letak jejas jerat pada kulit.

6. Mati akibat tertekan

28
Bila terjadi desak-mendesak yang meliputi orang banyak atau massa yang
sedang panik, beberapa di antaranya ada yang terjepit sedemikian rupa hingga dada
tidak lagi dapat dikembang-kempiskan. Ini mengakibatkan timbulnya keadaan yang
dikenal sebagai asfiksi traumatic (traumatic asphyxia). Korban mati menunjukkan
tanda asfiksi yang jelas, disertai tanda-tanda penekanan pada dada berupa luka memar
atau luka lecet. Asfiksi traumatik ditemukan pula pada korban yang tertimbun tanah
atau bangunan yang runtuh.

Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.4,6-9

Pengetahuan ini berguna untuk:6-9


 Menentukan seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.
 Menentukan kapan seseorang telah meninggal.
 Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi
pada waktu korban masih hidup.

Kematian itu sendiri memiliki definisi sebagai suatu berakhirnya proses kehidupan
seluruh tubuh yang prosesnya dapat dikenali secara klinis dengan ada nya tanda kematian
berupa perubahan pada tubuh mayat.7-9

Dalam tanatologi dikenal beberapa jenis-jenis kematian, yaitu antara lain: 7-9

 Mati somatis (mati klinis)


Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap
(ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernapasan dan suara
pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.

29
 Mati suri
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent death)
adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat
kedokteran sederhana. Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

 Mati seluler
Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak
bersamaan.Pengertian ini penting dalam transplantasi organ. Sebagai gambaran dapat
dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam empat menit,
otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira dua jam paska mati dan
mengalami mati seluler setelah empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian
adrenalin 0,1 persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan
mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati. Kulit masih dapat berkeringat
sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2
persen atau asetil kolin 20 persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa
hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat
dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.

 Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

 Mati otak (batang otak)


Bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel,
termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya mati otak (mati batang
otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan
hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

30
Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga
memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa:4,7-9

1. Lebam Mayat (Livor Mortis)

Salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh,
menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel
darah merah yang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini
tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena kapilari
tertekan.

Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati
bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada
menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12
jam. Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida
(CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).

Jenazah dengan posisi terlentang, lebam mayat ditemukan pada bagian:


 Kuduk
 Punggung
 Pantat
 Bagian flexor tungkai
Jenazah pada posisi telungkup, lebam mayat ditemukan pada bagian:
 Dahi, pipi dan dagu
 Dada
 Perut
 Bagian extensor tungkai
Kadang-kadang stagnasi darah demikian hebat, sehingga pembuluh darah dalam
rongga hidung pecah, perdarahan dari hidung.
Pada korban yang menggantung, lebam mayat terdapat pada bagian:
 Ujung extremitas atas
 Ujung extremitas bawah
 Genitalia externa (scrotum)
31
Empat jam setelah meninggal, hemolisa, pigmen darah keluar dan masuk ke dalam
jaringan sekitarnya, lebam mayat akan menetap. Lebam mayat dapat juga ditemukan pada
organ-organ tubuh, misalnya:
 Bagian belakang otak
 Bagian belakang paru
 Bagian belakang hati
 Bagian belakang lambung

Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dan Luka Memar.7

2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan
myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan
cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan
terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan
maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.

Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada
seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku
jenazah adalah:

32
a. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap
sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi
yang hebat sesaat sebelum mati.

b. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan
dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

c. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

3. Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan
penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembaban udara, bentuk tubuh,
posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkriraan
saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah,
lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak
berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Bila suhu
lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan. Perkiraan saat
kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT).

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan pasca mati dan hanya
dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna
kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk
karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan
pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola
mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi
pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab
kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.

33
5. Mumifikasi

Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Syarat untuk dapat
terjadi mumifikasi adalah suhu udara harus tinggi, udara harus kering, dan harus ada aliran
udara yang terus menerus. Mumifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh
akan terdehidrasi dengan cepat. Mumifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan
berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

6. Adiposera

Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan
berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis
menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor yang
mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan
adiposera membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adiposera relatif
resisten terhadap pembusukan. Syarat untuk terjadinya adiposera adalah tempat harus basah,
artinya harus mengandung air dan tempat harus mengandung alkali. Tanda-tanda yang tampak
adalah berupa:

a. Tubuh berwarna putih sampai putih kekuningan


b. Bila diraba terasa seperti sabun
c. Pada pemanasan akan meleleh
d. Berbau tengik
Selain beberapa tanda kematian pasti diatas, ada pula tanda-tanda kematian tidak pasti,
yaitu antara lain:7-9

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit


2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.

34
Traumatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan
sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat, yaitu:2

1. Mekanik
a. Kekerasan oleh benda tajam
b. Kekerasan oleh benda tumpul
c. Tembakan senjata api
2. Fisika
a. Suhu (dingin dan panas)
b. Listrik dan petir
c. Perubahan tekanan udara
d. Akustik
e. Radiasi
3. Kimia
a. Asam atau basa kuat

Luka Akibat Kekerasan Benda Tajam

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka ini adalah benda yang
memiliki sisi tajam, baik berupa garis mau pun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti
pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas
atau rumput. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang
rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau
titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk, dan
luka bacok.2

Selain gambaran umum luka tersebut, luka iris atau sayat dan luka bacok memiliki
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka.Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang bedekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik
atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang
tidak selalu berupa garis.2

35
Pada luka tusuk, sudutluka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul,
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu
dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka
lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentuk kulit.2

Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda
tersebut.Hal ini disebabkan oleh factor elastisitas jaringan dan gerakan korban. Umumnya
luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan
memiliki ciri-ciri berikut:2

Tabel 2. Perbedaan Pembunuhan, Bunuh Diri, dan Kecelakaan.2

Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan


Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus penbunuhan yang disertai
perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan
umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan
bawah dan tungkai. Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat
interaksi Antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya
partikel besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darahnya.2
36
Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang
cepat mematikan biasanya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut dan lipat paha. Bunuh
diri dengan senjata tajam tentu akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang terjangkau
oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya korban
menyingkap pakaian terlebih dahulu. Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri
yang menggunakan senjata tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka
percobaan tersebut dapat berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan
biasanya sejajar. Yang dimaksud dengan kecelakaan pada table diatas adalah kekerasan benda
tajam yang terjadi tanpa unsure kesengajaan, misalnya kecelakaan industri kecelakaan pada
kegiatan sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat
benda tajam penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat terjatuh.2

Pemeriksaan Hubungan Wanita dengan Mayat Bayi

Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang kedokteran forensik,


pemakaian analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus forensik juga semakin meningkat.
Penerimaan bukti DNA dalam persidangan di berbagai belahan dunia semakin memperkokoh
peranan analisis DNA dalam sistem peradilan.2

Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan


hubungan genetik (disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber
bahan biologis.2

Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus sengketa sal-usul.
Sengketa asal usul berdasarkan objek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis
kasus, yaitu:2

1. Kasus ragu orangtua; yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua (ayah
dan ibu) dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi,
kasus pencarian orang tua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus terpisahnya
keluarga pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak dikenal.
2. Kasus ragu ayah; yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung dari
seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus klaim
keayahan oleh seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest.

37
3. Kasus ragu ibu; kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung dari seorang
anak. Yang termasuk dalam kategori ini dalah kasus bayi tertukar, kasus pembunuhan
anak sendiri, dan kasus aborsi.
4. Kasus ragu kerabat; yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau
lebih punya hubungan darah (kekerabatan) tertentu. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga setelah bencana alam.

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bentuk
yang berbeda dari suatu struktur dasara yang sama. Jika terdapat variasi/ modifikasi pada
suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan
bersifat polimorfik. Sifar polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga
memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang
lain.2

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara


lain ialah sistem golongan darah, golongan darah protein serum, sistem golongan enzim
eritrosit dan sistem HLA.2

Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme


DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingka
polimorfisme yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak
sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA
masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan
pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas, meliputi seluruh
sel tubuh sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan.
Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit
jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.2

38
Interpretasi Hasil Temuan

Korban

Bayi laki-laki lahir hidup dan viabel dengan berat kurang lebih 2500 gram, panjang
badan (kepala-tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23 cm,
lingkar kepala lebih dari 32 cm, dan tidak ada cacat bawaan yang fatal.

Tempat Kejadian Perkara

Tempat kejadian perkara adalah dimana mayat bayi ditemukan yaitu tempat sampah.

Sebab Kematian

Penyebab kematian pada bayi tersebut adalah kematian akibat pembekapan oleh ibu
kandungnya sendiri, sesaat setelah bayi itu dilahirkan.

Cara Kematian

Cara kematian yang dialami oleh bayi tersebut adalah dengan cara yang tidak wajar,
karena bayi tersebut lahir dengan berat yang normal dan tidak ada tanda-tanda dari suatu
penyakit.

Mekanisme Kematian

Mekanisme kematian yang mungkin pada bayi adalah asfiksi oleh karena pembekapan
yang dilakukan oleh ibu kandunnya.

Waktu Kematian

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan forensik, kemungkinan bayi laki-laki tersebut mati
dibunuh ibu kandungnya sesaat setelah dilahirkan dan diketemukan sekitar 12 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan forensik.

39
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Telephone : (+6221) 5694-2061 Ext. 2204 dan 2205
Fax: (+6221) 563-1731
Nomor : 1234-SK.III/3456/2-11 Jakarta, 5 Desember 2013
Lamp. : Satu sampul tersegel-----------------------------------------------------------------------
Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan atas jenazah bayi X-----------------------------------

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Krisna Lalwani, dokter ahli kedokteran
forensik pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort
Polisi Jakarta Barat No. Pol.: B/123/VR/XII/12/Serse tertanggal 5 Desember 2014, maka pada
tanggal enam Desember tahun dua ribu tiga belas, pukul dua belas lewat tiga puluh menit
Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah
yang menurut surat permintaan tersebut adalah:--------------------------------------------------
Nama : x -------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Laki-laki ----------------------------------------------------------------------------
Umur :----------------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan : Indonesia ---------------------------------------------------------------------------
Agama :----------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan :----------------------------------------------------------------------------------------
Alamat :----------------------------------------------------------------------------------------
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan
materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan. -------------------------------------------------------

Hasil Pemeriksaan------

40
Lanjutan Visum et Repertum
Halaman ke 2 dari 3 halaman

Hasil Pemeriksaan:----------------------------------------------------------------------------------------------
I. Pemeriksaan Luar-----------------------------------------------------------------------------------------
1. Mayat terbungkus kain panjang. ---------------------------------------------------------------------
2. Mayat tidak berpakaian. Kulit berlumuran darah dan lendir. ------------------------------------
3. Tali pusat terpotong tepi tidak rata. -----------------------------------------------------------------
4. Mayat adalah seorang bayi laki-laki bangsa Indonesia dengan panjang badan empat
puluh lima sentimeter dan berat badan dua ribu tujuh ratus gram. -----------------------------
5. Lebam mayat terdapat pada punggung, daerah pinggang, bokong, dan wajah berwarna
merah keunguan, tidak hilang pada penekanan. ---------------------------------------------------
6. Sianosis terdapat pada ujung-ujung jari. ------------------------------------------------------------
7. Rambut kepala berwarna hitam, tumbuh lurus, relatif kasar dan panjang lima
sentimeter. Kedua mata tertutup. Alis mata sudah lengkap. -------------------------------------
8. Hidung berbentuk biasa. Kedua daun telinga berbentuk biasa. Rawan telinga sudah
terbentuk.------------------------------------------------------------------------------------------
9. Dari lubang hidung, telinga, mulut, dan lubang tubuh lainnya tidak keluar apa-apa. --------
10. Dada mengembang turun hingga rusuk ke empat sampai lima. ---------------------------------
11. Pada jari-jari tangan, kuku jari melewati ujung jari. ----------------------------------------------
12. Alat kelamin berbentuk biasa tidak menunjukkan kelainan. Lubang dubur berbentuk
biasa tidak menunjukkan kelainan. ------------------------------------------------------------------
13. Pada daerah mulut dan hidung terdapat tanda kekerasan tumpul dengan jejak seperti
tangan. Memar pada bibir bagian dalam dan pipi. ------------------------------------------------

II. Pemeriksaan Dalam (Bedah Jenazah)---------------------------------------------------------------


14. Paru memenuhi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung. Paru kanan
terdiri dari tiga baga, bewarna merah muda tidak merata dengan perabaan seperti karet
busa dan dari irisan dalam air terlihat gelembung udara. ----------------------------------------
Paru kiri terdiri dari dua baga, berwarna merah muda tidak merata dengan perabaan
seperti karet busa dan dari irisan dalam air terlihat gelembung udara. -------------------------
15. Pada permukaan paru dan jantung ditemukan bintik-bintik perdarahan. ----------------------
16. Hati berwarna gelap, bertepi tumpul. ---------------------------------------------------------------
Kesimpulan -----------
41
Lanjutan Visum et Repertum
Halaman ke 3 dari 3 halaman

Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan mayat bayi laki-laki dengan golongan darah O, cukup bulan dalam
kandungan, hidup pada saat dilahirkan, tidak ditemukan tanda-tanda perawatan, ditemukan
jejas memar akibat kekerasan tumpul pada mulut dan hidung karena pembekapan yang
menyebabkan terjadinya asfiksia.-----------------------------------------------------------------------------
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP. ---------------------------------------------

Dokter yang memeriksa

dr. Krisna Lalwani

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus Pembunuhan Anak Sendiri.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pembekapan yang mengakibatkan asfiksia mekanik
merupakan metode yang paling sering digunakan. Faktor lain yang mendukung bahwa kasus
ini adalah kasus Pembunuhan Anak Sendiri adalah bayi ditemukan di tempat sampah.
Tersangka dengan pendidikan yang rendah, tidak terikat perkawinan, usia muda merupakan
faktor-faktor yang mendorong tersangka untuk membunuh anak yang dikandungnya.
Kemungkinan yang dapat terjadi adalah sang ibu memiliki gangguan mental karena memiliki
anak di luar pernikahan.

42
Daftar Pustaka

1. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2014. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 14-21, 30.
2. Budiyanto, A. Hertian, S. Mun’im, T.W.A. Sampurna, B. Sidhi, dkk. 1997. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 25-55, 165-202, 203-5.
3. Idries, A.M. 2002. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2000. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1-45, 52-64.
5. Mansjoer, A. Suprohaita. Wardhani, W.I. 2007. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius. 220-1.
6. Soegandhi, R. 2001. Pedoman pemeriksaan jenazah forensik dan kesimpulan visum et
repertum di RSUP Dr. Sardjito. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
7. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia. 1994. Peraturan perundangan-undangan
bidang kedokteran. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Dettmeyer, R.B. Verhoff, M.A. Schutz, H.F. 2014. Forensic medicine: fundamental
perspective. Heidelberg: Springer.
9. Vij, K. 2008. Textbook of forensic medicine and toxicology: principles and practice. 4th
ed. New Delhi: Elsevier.

43

Anda mungkin juga menyukai