Anda di halaman 1dari 10

Sebab Mati

Identifikasi forensik

Autopsi berasal dari kata “auto” = sendiri dan ”opsis”= melihat. Autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun
bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari
hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian4.

Bedasarkan tujuan, dikenal dua jenis autopsy yaitu Autopsi Klinik dan Autopsi
Forensik/Medikolegal. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Pemeriksaan ini mutlak
memerlukan izin dari keluarga terdekat mayat.

Untuk autopsy klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan
autopsi klinik yang lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul,
serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/ organ.

Namun bila pihak keluarga keberatan untuk dilakukannya autopsi klinik lengkap,
masih dapat diusahakan untuk melakukan autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu
atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan
dilakukannya suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudiasn
dilakukan pemeriksaan histopatologik.
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan
peraturan undang-undang, dengan tujuan1
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian
c. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab serta identitas perilaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan terhadap
orang yang bersalah.
Untuk melakukan Autopsi forensic ini, diperlukan suatu surat Surat Permintaan Pemeriksaan/

Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin
keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseoranng yang menghalangi dilakukannya
autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap,


meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan
rongga perut/ panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya,
antara lain pemeriksaan toksikologi forensic, histopatologik forensik, serologi forensik dan
sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy
dalam ranghka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karerna tidak akan dapat
mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini
tidak dapt diwakilkan kepada mantra atau perawat.

Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang
maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecilpun haru dicatat. Autopsi sendiri
harus dilakukan sedini mungkin , karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat
terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan
kelainan yang ditemukan.

Persiapan sebelum autopsi2


a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/
Pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang
meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ
b. Apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan. Dalam hal autopsi forensik, makla perhatikanlah
apakah yang terhadap mayat yang diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak
yang berwenang, berupa penyegelan dengan label Polisi yang diikatkan pada ibnujari
kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti.
Label dari Polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan
sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang tertera dalam Surat
Permintaan Pemeriksaan
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin. Pada kasus-kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang
mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat member
petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan
khusus yang mungkin diperlukan.
d. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat
mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak
diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seseorang
pecandu narkotika.
e. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi
yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang mewah, namun jtersedianya beberapa
alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia
botol-botol terisi larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi
tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk
pemeriksaan toksikologi.

Terdapat empat teknik autopsi dasar yaitu teknik Virchow, teknik Rokistansky, teknik
Letulle dan teknik Ghon. Teknik Virchow merupakan teknik tertua dan kurang baik untuk
autopsi forensik karena hubungan anatomik antar organ dapat hilang. Teknik Rokistansky
dilakukan dengan membuat irisan organ in situ kemudian baru dikeluarkan. Teknik Letulle
mengeluarkan organ leher, dada, diafrgama dan perut sekaligus (en masse) dan merugikan
karena memerlukan pembantu untuk dilakukan. Teknik Ghon mengangkat organ sebagai tiga
kumpulan yaitu organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, serta organ
urogenital2.

Pemeriksaan luar2
1. Tutup dan bungkus mayat
Mayat dikirim kepada pemeriksa bisa dalam keadaan ditutup atau dibungkus. Penutup
atau pembungkus dicatat jenis bahan, warna, corak, serta adanya pengotoran dicatat
pula bahan dan letaknya.
2. Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila terdapat adanya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat
isinya.
3. Perhiasan
Mencatat perhiasan yang dipakai olej mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek,
bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
4. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. Biasanya benda
disekitar mayat akan disertakan pada saat membungkus mayat
5. Mencatat perubahan tanatologi
6. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada
dinding perut.2
7. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus,
meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada
tubuh, kalau perlu di foto.
8. Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Jika pada mayat
terdapat rambut yang mempunyai sifat berlainan, perlu untuk disimpan jika suatu saat
perlu.
9. Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh
darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak,
adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan
lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
10. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
11. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
12. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan
lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,
pewarnaan, dan sebagainya.
13. Pemeriksaan leher
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.
Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan
lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing,
darah dan lain-lain
15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
16. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu jenis luka, lokasi bentuk, ara, tepi, sudut,
dasar, ukuran, dan lain-lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara
lain garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis
mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
17. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

Pemeriksaan alat dalam2


Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan insisi
melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan
krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat
sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan
salah satu tehnik khusus otopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu
dengan hati-hati dan dicatat2:

a) Ukuran

- Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara


tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati
yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.

b) Bentuk
c) Permukaan

d) Konsistensi

- Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.

e) Kohesi

- Merupakan kekuatan daya regang antar jaringan pada organ.

f) Potongan penampang melintang

- Dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong.


Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu,
tergantung dari dugaan penyebab kematian.

Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dan lidah oesofagus, trachea dan seterusnya
sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.2
1. Lidah
Perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun
yang lama. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan
lidah sebaiknya tidak sampai teriiis putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih
tampak berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,
nanah, tanda bekas tonsilektomi, dan sebagainya.
3. Kelenjar gondok
Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya,
adakah perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral
pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang
mungkin ditemukan (misalnya stnktura, vances).
5. Batang tenggorok (trachea).
Dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda psing, perdarahan dan
kelainan lain Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Sementara pada trachea
perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
7. Arteria carotis interna
Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar artena ini,Buka pula artena ini.
8. Kelenjar kacangan (Thymus)
Perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain.
9. Paru-paru.
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri.
10. Jantung
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat
Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bmtik-bintik perdarahan. Pada
autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan
mengikuti aliran darah di dalam jantung.
11. Aorta thoracalis
Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan
aneurisma Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan
resapan darah atau luka
12. Aorta abdominalis
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut
pada area alat rongga perut dan panggul.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
15. Hati dan kandung empedu
Kandung empedu dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya
yang seperti beludru berwarna hujau-kuning
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dan sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang
berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang
limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah
dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa, Jangan
lupa mencatat ukuran dan berat limpa Catat pula bila ditemukan kelenar getah bening
regional yang membesar.2
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Perhatikan selaput lendir lambung terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi,
perdarahan/resapan darah.
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulceratif, polip, dan lain-lain
18. Kelenjar liur peiut (pancreas).2
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya Kelenjar
liur perut yang normal mempunyai wama kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
20. Alat kelamin dalam (genitalia intema)

 Autopsi kematian pada kasus kematian akibat kekerasan

Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus mengungkapkan


hal-hal seperti:

a) Penyebab luka

- Memeperhatikan morfologi luka yang seringkali memberi petunjuk tentang benda


yang mengenai tubuh

b) Arah kekerasan

- Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting
untuk rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh,
perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.

c) Cara terjadinya luka

- Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka
akibat pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka
atau daerah tertutup seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali
juga ditemukan luka tangkis pada korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka
lebih ditemukan di daerah yang terbuka disbanding daerah tertutup. Pada korban
bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka percobaan atau tentative wounds
yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.

 Autopsi kasus kematian karena asfiksia mekanik

Asfiksia mekanik meliputi peristiwa pembekapan, penyumbatan, pencekikan,


penjeratan dan gantung serta penekanan pada dinding dada. Pada pemeriksaan mayat sering
ditemukan tanda kematian akibat asfiksi berupa lebam mayat yang gelap dan luas,
perbendungan pada bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan saluran pernafasan,
perbendungan pada alat-alat dalam serta bintik perdarahan Tardieu. Tanda-tanda asfiksi tidak
akan ditemukan bila kematian terjadi melalui mekanisme non-asfiksi. Ciri khas bagi masing-
masing peristiwa adalah seperti berikut2:

a) Pembekapan

- Tanda kekerasan sekitar lubang hidung dan mulut terutama bagain muka yang
menonjol. Dilihat juga tanda kekerasan pada bagian belakang bibir, daerah
belakang kepala atau tengkuk.

b) Penyumbatan

- Sering sekali benda asing masih terdapat dalam rongga mulut atau ditemukan sisa
benda asing dan tanada bekas penekanan benda asing pada dinding rongga mulut.

c) Pencekikan

- Kulit daerah leher menunjukkan tanda kekerasa yang ditimbulkan ujung jari atau
kuku berupa luka memar atau lecet jenis tekan. Pada pembedahan ditemukan
resapan darah bawha kulit daerah leher serta alat leher dan tulang lidah boleh
patah unilateral.

d) Penjeratan

- Jerat biasanya berjalan horisantal/mendatar dan letaknya rendah. Jerat


meninggalkan jejas jeratberupa luka lecet jenis tekan yang melingkari leher. Jerat
pada kasus pembunuhan sering kali disimpul mati.

e) Tergantung
- Jerat pada leher menunjukkan ciri khas berupa arah yang tidak mendatar tetapi
membentuk sudut membuka ke arah bawah dan letak jerat lebih tinggi. Ditemukan
resapan darah bawah kulit pada pembedahan sesuai letak jejas jerat pada kulit.

Sebab Kematian
 Cedera/luka akibat kekerasan benda tajam dan jeratan.

Daftar Pustaka

1. Budiyanto.A, Widiaktama.W, Sudionoa.S, Hertian.S, Sempurna.B, et al. Ilmu


Kedokteran Forensik. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.3-8,25-35,44-48.

2. Teknik autopsi forensik. Cetakan keempat. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.12-20,59-60,74-81.

Anda mungkin juga menyukai