PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 ANATOMI TELINGA
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar telinga
tengah, telinga dalam.
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga danliang telinga sampai membran
timpani. Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke meatus auditorius
eksternus. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang pipih.
Panjangnya kira-kira 2 1/1 3 cm.1,3
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
2
telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumapai kelenjar
serumen.1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membran shrapnell), sedangkan bagian bawah parss
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar
adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
satu lapisan yaitu lapisan terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya cone of light itu
adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran
timpani terdapat dua macam serabut sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut. 1
b. Telinga tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis
yang terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui
nasofaring keluar. Tuba baisanya tertutup, tetapi selama mengunyah,
menelan, dan menguap saluran ini terbuka, sehingga tekanan udara dikedua
sisi telinga mengembang. Tiga tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus, dan
stapes, terletak ditelinga tengah. Manubrium (tangkai maleus) melekat
kebelakang membran timpani. Bagian kepala tulang ini melekat ke dinding
telinga tengah, dan tonjolannya yang pendek melekat ke inkus, yang
kemudian bersendi dengna bagian kepala stapes. Stapes di beri nama
demikian karena mirip dengan sanggurdi. Lempeng kakinya (foot plate) di
lekatkan oleh ligamentum anulare ke dinding venestra ovalis. Dua otot rangka
kecil, tensor timpani dan stapedius, juga terletak di telinga tengah. Kontraksi
otot yang pertama menarik manubrium maleus kemedial dan megurangi
3
getaran di membran timpani, kontraksi otot stapedius menarik lempeng kaki
stapes menjauhi venestra ovalis.3
Batas telinga tengah : 1
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum , kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
c. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis.1
Kanalis semisirkularis saling tegak lurus satu sama lain. Sehingga
kanalis ini terletak pada 3 bidang ruangan. Didalam kanalis tulang terdapat
kanalis membranosa yang terbenam dalam perilimfe. Struktur reseptor, krista
ampularis, terletak di ujung tiap-tiap kanalis membranosa yang melebar
(ampula). Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel sustentakularis yang
dilapisi oleh pemisah gelatinosa (kupula) yang menutup ampula. Tonjolan sel
rambut terbenam didalam kupula, dan dasara sel rambut berkontak erat
dengan serabut aferen bagian vestibularis saraf kranialis vestibulokoklear.3
4
Gambar 2. Labirin
5
Gambar 3. Koklea dan organ corti
6
rambut dalam tidak.badan sel neuron aferen yang menyebar disekitar dasara
sel rambut terletak di ganglion spiralis di dalam modiulus, bagian tengah
yang bertulang tempat koklea melingkar.3
BAB III
PRESBIKUSIS
3.1 DEFINISI
7
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut
akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan
simetris pada kedua sisi telinga. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun.1,4
3.2 ETIOLOGI
Presbikusis adalah kondisi multifaktorial yang menggambarkan akumulasi
selama hidup baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik yang terjadi pada
telinga tengah, termasuk sel rambut yang berada di dalam dan diluar, stria
vaskularis, dan neuron eferen ganglion spiral.5
8
sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme.4
c. Faktor metabolik
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada
protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end
product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas
dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding
pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati.21 Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi
dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII,
ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan
kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati. National Health Survey
USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama
pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa
frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila
dibandingkan penderita tanpa DM. 4
d. Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam
darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan plak/atherosklerosis pada
tunika intima. Patogenesis atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis
yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasai lemak dan
infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau
pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri
sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/ pengerasan pembuluh nadi.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor
oksigen.4
e. Merokok
9
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak
sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui
produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga
hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan
antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan
oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan
menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karmonmonoksida lainnya adalah
spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik.23,24
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok
menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.
Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral
sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain. 4
f. Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu
percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa
kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang
dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang
didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel
rambut koklea.4
3.4 PATOGENESIS
Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya
presbikusis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
mokuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal. 4
a. Degenerasi Koklea
10
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada
nilai potensial endolimfe yang menurun menjadi 20mV atau lebih. Pada
presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan,
terdapat penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial endolimfe 20
mV (normal-90 mV). 4
b. Degenerasi Sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius
meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP).
Fungsi input-output dari CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada
potensial saraf pusat, memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus
auditorius dan penderita mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman
bicara buruk. 4
c. Mekanisme Molekuler
Faktor Genetik, Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu
C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23),
yang mengkode komponen ujung sel rambut koklea.10,11 Pada jalur intrinsik sel
mitokondria mengalami apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat
mengakibatkan penurunan pendengaran. 4
Stres oksidatif, Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat
stress oksidatif bertambah dan menumpuk selama bertahun tahun yang akhirnya
menyebabkan proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan
kerusakan mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea sehingga
terjadi disfungsi pendengaran. 4
d. Gangguan Transduksi Sinyal
Ujung sel rambut organ korti berperan terhadap transduksi mekanik,
merubah stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23
(CDH23) dan protocadherin 15 (PCDH15) diidentifikasi sebagai penyusun
ujung sel rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal.
Terjadinya mutasi menimbulkan defek dalam interaksi molekul ini dan
menyebabkan gangguan pendengaran. 4
11
3.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, schuknecht dkk
menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis yaitu : (1) sensorik, (2) neural, (3)
metabolik (strial presbycusis), (4) mekanik (cochlear presbycusis).1
a. Pesbikusis sensorik
Tipe ini meunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan
sel penyokong organ corti. Proses ini berasal dari bagian basal koklea dan
perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks. Beberapa teori mengatakan
perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Ciri
khas dari presbikusis sensosri ini adalah terjadinya penurunan pendengaran
secara tajam pada frekuensi tinggi (sloping). Jenis sensori ini adalah tipe
noise-induceed hearing loss (NIHL), dan banyak didapatkan pada pria
dengan riwayat bisisng. Secara histologi di dapatkan degenerasi/atrofi ogan
korti pada daerah basiler kemudian berjalan progresif ke arah apikal tetapi
tidak mempengaruhi pendengaran pada frekuensi bicara. Perubahan pertama
berupa flattening dan distorsi ogan korti yang akhirnya sel rambut
menghilang dan atrofi sel penyokong.1,7
b. Presbikusis neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf koklea dan jalur saraf
pusat. Atrofi terjadi mulai ari koklea, dengna bagian basilarnya sedikit lebih
banyak terkena dibandingkan bagian kolea lainnya. Tidak didapati adanya
penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini
menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik
berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum
terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai seseorang
berusia lanjut sebab gejala tidak akan muncul sampai 90% neuron akhirnya
hilang. Pengurangang jumlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal
speech dyscrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang dibawah yang
dibutuhkan untuk transmisi getaran, terjadilah neural presbycusis.
Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih parah terjadi pada basal
koklea. Gambaran klasik adalah speech dyscrimination sangat berkurang
dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cookie bite).1,7
c. Presbikusis metabolik (strial presbycusis)
12
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang
pendengaran yang mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung
perlahan-lahan. Kondisi ini diakibatkan atrofi stria vaskularis. Dibedakan
dari tipe presbikusis lain yaitu pada strial presbycusis ini gamabran
audiogramnya rata, dapat dimulai frekuensi rendah, speech discrimination
bagus sampai batas minimum pendengaran melebihi 50 dB (flat). Penderita
dengna kasus kardiovaskular dapat mengalami presbikusis tipe ini serta
menyerang semua jenis kelamin namun lebih nyata pada wanita.
d. Presbikusis mekanik (cochlear presbycusis)
Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan gerakan
mekanis di membran basalis. Gambaran khas nya adalah audiogram yang
menurun dan simetris (ski-slope). Secara histologi tidak ada perubahan
morfologi pada struktur koklea. Perubahan atas respon fisik khusus dari
membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus
koklearis dan atrofi ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli
sensorineural ayng berkembang sangat lambat.1,7
BAB IV
DIAGNOSIS
4.1 ANAMNESIS
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran perlahan
lahan dan semakin berat, SNHL simetris pada orang dengan usia seitar 60 tahun.
Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah
telinga berdenging atau tinnitus (tinitus nada tinggi), hal ini merupakan keluhan
13
utama yang paling sering dikeluhkan. Pasien sangat kesulitan mendengar pada
lingkungan yang bising (coctail party deafness). Pada tahap awal penyakit, pasien
mungkin dapat mendengar baik pada lingkungan yang tenang. Kesulitan mengerti
pembicaraan (Discrimination). Pasien biasanya mengeluh aku dapat
mendengarmu tapi aku tidak mengerti. Intoleransi suara keras pada saat
penerimaan suara. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di
telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (Recruitment).1,6
14
Ambang dengar (AD) =
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
Derajat ketulian ISO1
0-25 dB : normal
>25-40 dB : tuli ringan
>40-44 dB : tuli sedang
>55-70 dB : tuli sedang berat
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat
Gambar 4.1
Gambaran audiometri pada tuli sensorineural dan tuli konduktif
15
normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB. Pada orang tua bila mendengar
suara perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedangkan bila mendengar suara
kerasdirasakan nyeri di telinga.1
Cara pemeriksaan ini dengan menentukan ambang dengar pasien
terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsanarn 20 dB di
atas ambang rangsang, jadi 50 dB. Setelah itu diberikan tambahan rangsang 5
dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat
membedakannya, berarti tes SISI posiif. Cara lain ialah tiap lima detik
dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali pasien itu
dapat membedakan perbedaan itu. Bila 20 kali benar, berarti 100% jadi khas.
Bila yang benar sebanyak 10 kali, berarti 50% benar. Dikatakan rekrutmen
positif, bila skor 70-100%. Bila terdapat skor antara 0-70%, berarti tidak
khas. Mungkin pendengaran normal atau tuli persepsif lainnya.1
16
Gambar 4.2
Kurva audiometry tutur (speech audiometry)
17
Gambar 4.3
Rekruiment pada tes ABLB
e. Refleks akustik
Pemeriksaan refleks akustik merupakan pengukuran kontraksi
muskulus stapedius sebagai respon dari stimulus akustik dengan intensitas
tinggi (70-100 dB diatas nilai ambang), kekuaan kontraksi akan meningkat
seiring dengan peningkatan intensitas suara. Ketika muskulus stapedius
kontraksi, terjadi peningkaan kekakuan tulang pendengaran yang
mempengaruhi immittance telinga tengah dalam waktu yang cepat dan terjadi
pada kedua sisi telinga, ipsilateral sedikit lebih kuat dengan nilai ambang
yang lebih rendah. 10
Terdapat 2 jenis pemeriksaan refleks akustik yang ipsilateral dan
konralateral. Pada pemeriksaan refleks akustik ipsilateral pada telinga yang
sama dilakukan pemberian stimulus maupun pemeriksaan respon muskulus
stapedius. Jalur yang diperiksa meliputi telinga tenga, koklea, nervus VIII,
nukleus koklearis ventral, nukleus olivarius superior,nervus VII beserta
nukleus motoriknya dan muskulus stapedius, kesemuanya pada sisi
ipsilateral.10
Pemeriksaan refleks akustik kontralateral, satu sisi telinga diberikan
stimulus akustik sedangkan pada telinga yang berlawanan dilakukan
pemeriksaan respon muskulus stapedius. Jalur yang diperiksa meliputi telinga
18
tengah, koklea, nervus VIII, nukleus koklearis ventral bagian ipsilateral, jalur
yang menyilang korpus trapezoid, nukleus olivarius superior kontralateral,
nervus VII beserta nukleus motoriknya dan muskulus stapedius
kontralateral.10
Terdapat 3 hal penting dalam rangka penilaian dan interpretasi
pemeriksaan reflek akustik yaitu 1) muncul atau tidaknya reflek akustik, 2)
nilai ambang reflek akustik, 3) reflek akustik decay.10
Apabila reflek akustik ipsilatral muncul/+ dengan nilai ambang yang
normal (70-100 dB) dengan rerata 85 dB HL, maka dapat disimpulkan bahwa
jalur jaras reflek akustik ipsilateral dalam keadaan utuh, pendengaran normal
atau tidak terdapat KP baik tipe konduktif maupun sensorineural pada telinga
tersebut. Peningkatan nilai ambang atau tidak munculnya reflek akustik
disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu terdapan tuli konduktif, tuli
sensorineural, dan parese N VII. Pada tuli sensorineural derajat sedang
sampai berat sekali reflek akustik tidak muncul karena stimulus akustik yang
diterima oleh komponen aferen reflek akustik tidak adekuat dan tidak dapat
diteruskan ke jaras berikutnya.10
4.4 PENATALAKSANAAN
a. Konservatif
Terdapat beberapa intervensi sederhana yang secara signifikan dapat
meningkatkan kemampuan untuk memahami pembicaraan dengan pasien tuli
sensorineural seperti mengeliminasi atau mengurangi bising yang tidak perl
(suara televisi, radio). Pemahaman berbicara dengan cra membaca gerakan
bibir, berbicara langsung ke telinga penderita tuli sensorineural juga dapat
membantu.
19
besar pasien usia lanjut untuk dapat berkomunikasi. Alat bantu dengar
Namun pada pasien dengan diskriminasi bicara pada keadaan bising,
mengalami kesulitan dalam menggunakan alat bantu dengar karena
gangguan yang terjadi adalah gangguan pada tingkat persepsi bukan pada
proses penerimaan.1,11
Gambar 4.4
Berbagai Bentuk Alat Bantu Dengar
2.
Implan koklea
Terapi utama untuk pasien dengan presbiakusis yang kurang
mendapatkan manfaat dari alat bantu dengar konvensional adalah dengan
implantasi koklea. Implan koklea merupakan alat yang dapat mengganti
fungsi dari koklea untuk dapat meningkatkan kemampuan mendengar
dan berkomunikasi pada pasien dengan tuli saraf berat dan total bilateral.
Namun pemasangan alat ini kontraindikasi pada pasien dengan tuli saraf
20
pusat (sentral), proses penulangan koklea, dan tidak berkembangnya
koklea.12
Gambar 4.5
Implant koklea
Gambar 4.5
21
Brainstem auditory implant
4.5 PROGNOSIS
Presbikusis merupakan tuli sensoris yang sifatnya tetap atau irreversibel,
sehingga tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka
prognosisnya kurang baik, namun perjalanan penyakit dapat diperlamabt dengan
menghindari penyebab atau faktor resiko yang memperburuk penyakit yang di
derita.
BAB V
KESIMPULAN
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut
akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan
simetris pada kedua sisi telinga. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun.
Kejadian presbikusis dipengaruhi banyak faktor, antara lain
usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan otoskopi, maka akan tampak
membran timpani yang normal ataupun suram dan mobilitasnya berkurang.
Dilakukan juga tes dengan menggunakan penala, untuk mendapatkan jenis tuli
sensorineural atau tuli konduktif. Pemeriksaan lebih lanjut menggunakan
audiometri nada murni menunjukkan gangguan pendengaran sensorineural nada
inggi, bilateral dan simetris. Pada pemeriksaan audiometri tutur dapat
22
menunjukkan adanya diskriminasi bicara. Tes SISI khas untuk mengetahui adanya
kelainan koklea, dengan memakai fenomena rekrutmen. Fenomena rekrutmen
adalah suatu fenomena dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang
Gangguan pendengaran
berlebihan diatas ambang dengar.
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Alat bantu dengar dapat
Faktor resiko Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
meningkatkan kemampuan sebagian besar pasien usia lanjut untuk dapat
berkomunikasi. Dapat juga dilakukan implantasi koklea. Tes garpu tala
Hipertensi Usia > 60 tahun Otoskopi
Diabetes melitus
Gangguan pendengaran bilateral Telinga luar normal
Hiperkolesterol
Perlahan semakin berat Tuli sensorineural
Merokok Tinnitus
Riwayat bising
Discrimination
recruitmen Pemeriksaan lain :
Tes SISI (Short Increment Sensitivity In
Audiometri nada murni
Audiometri tutur
ALGORITMA Tes ABLB
Tes reflek akustik
PRESBIKUSIS
Klasifikasi
Penatalaksanaan
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Elinga, Hidung, Enggorok, Kepala Dan Leher
Edisi Ketujuh. Jakarta : badan penerbit FKUI. 2012
3. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi kedokteran edisi 22. Jakarta : EGC. 2008
5. Flint PW, Hughey BH, Lund VJ et all. Cumming Otolaringology Head And
Neck Surgery 6th Edition Volume 1. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2015
6. Bansal M. Disease Of Ear, Nose And Throat Head And Neck Surgery. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013
7. Connelly EP. Presbycusis- A Look Into The Aging Inner Ear. Di akses dari
Http://www.ihsinfo.org/lhsV2/hearing_profesional/2003/060_november-
december/080_presbycusisi_a_look_into_aging_inner_ear.cfm
24
8. Gates GA, Murphy M, Rees TS, Fraher A. Screening For Handycapping
Hearing Loss In The Elderly. J Fam Pract. 2003
9. Highler, Adam Boies. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC. 1997
11. Baley BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head And Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th Edition Volume 2. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins. 2006
12. Adunka OF, Buchman CA. Otology, Neurotolofy And Lateral Skull Base
Surgery An Illustrated Handbook. New York : Thieme. 2011
25