BAB 1
PENDAHULUAN
Secara global, setidaknya hampir 1,4 juta ibu hamil telah terinfeksi sifilis
aktif pada tahun 2008 dan berisiko menularkan penyakit tersebut kepada janin
yang dikandungnya. Angka tersebut ditemukan lebih rendah jika dibandingkan
dengan laporan WHO pada periode sebelumnya (tahun 1997-2003), dimana
diperkirakan pada periode tersebut ada sekitar 2 juta ibu hamil yang terinfeksi
sifilis dan tidak terobati per tahunnya. Walaupun demikian, WHO tetap
menyatakan bahwa sifilis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting pada masa kehamilan.5
Terdapat 167.000 kasus maternal sifilis yang terjadi di Asia Tenggara dan
Pasifik, dan menghasilkan luaran yang buruk termaksud kematian janin dini.
Analisi sementara dari data rutin layanan IMS tahun 2010-2012 menunjukkan
bahwa diantara 40.000 ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
sebanyak 14.000 (35%) di tes sifilis, ditemukan 308 (2,2%) ibu hamil dengan
infeksi sifilis. Risiko penularan dari ibu ke anak untuk sifilis sebesar 69-80%. Bila
ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat maka 67%
2
kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital pada
neonatus.6,7,8,9
BAB 2
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Secara global, setidaknya hampir 1,4 juta ibu hamil telah terinfeksi sifilis
aktif pada tahun 2008 dan berisiko menularkan penyakit tersebut kepada janin
yang dikandungnya. Angka tersebut ditemukan lebih rendah jika dibandingkan
dengan laporan WHO pada periode sebelumnya (tahun 1997-2003), dimana
diperkirakan pada periode tersebut ada sekitar 2 juta ibu hamil yang terinfeksi
sifilis dan tidak terobati per tahunnya. Walaupun demikian, WHO tetap
menyatakan bahwa sifilis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting pada masa kehamilan.5
Terdapat 167.000 kasus maternal sifilis yang terjadi di Asia Tenggara dan
Pasifik, dan menghasilakan luaran yang buruk termaksud kematian janin dini.
Analisi sementara dari data rutin layanan IMS tahun 2010-2012 menunjukan
bahwa diantara 40.000 ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
sebanyak 14.000 (35%) di tes sifilis, ditemukan 308 (2,2%) ibu hamil dengan
infeksi sifilis. Risiko penularan dari ibu ke anak untuk sifilis sebesar 69-80%. Bila
ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat maka 67%
kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital pana
neonatus.6,7,8,9
2.3 Penularan
4
2.4 Patogenesis
1. Stadium Dini
gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium
ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. Kadang-kadang
proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T.pallidum membiak lagi pada
tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II, yang terakhir ini
lebih sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul
berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi 2 tahun.1
2. Stadium Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun dan keadaan treponema
dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum
penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat berubah karena
sebabnya belum jelas, kemungkinan trauma merupakan salah satu faktor
presipitasi. Pada saat itu munculah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma
tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum namun reaksinya hebat karena bersifat
destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang
bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain. Treponema mencapai
sistem kardiovaskular dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan menjadi
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
gejala klinis. Penderita dengan guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan
kardiovaskular, demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan
stadium laten tidak memberi gejala.1
1. Sifilis Akuisita1
a) Sifilis Dini
6
1. Roseola
Roseola ialah eritema makular, berbintik-bintik atau berbercak-
bercak, warna merah tembaga, berbentuk bulat atau lonjong, diameter
0,5-2 cm. Roseola biasanya merupakan kelainan kulit yang pertama
terlihat pada S II dan disebut roseola sifilitika. Karena efloresensi
tersebut merupakan kelainan S II dini,maka seperti telah dijelaskan,
lokalisasinya generalisata dan simetrik, telapak tangan dan kaki ikut
dikenai. Disebut pula eksantema karena timbulnya cepat dan
menyeluruh. Roseola akan menghilang dalam beberapa hari atau
minggu, dapat pula bertahan hingga beberapa bulan. Kelainan tersebut
dapat residif, jumlahnya menjadi lebih sedikit, lebih lama bertahan,
dapat anular, dan bergerombol. Jika menghilang, umumnya tampak
bekas, kadang kala dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi dan
disebut leukoderma sifilitikum. Jika roseola terjadi pada kepala yang
berambut, dapat menyebabkan rontoknya rambut.
2. Papul
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II.
Bentuknya bulat, ada kalanya terdapat bersama dengan roseola. Papul
tersebut dapat berskuama yang terdapat di pinggir (koleret) dan
disebut papulo-skuamosa. Skuama dapat pula menutupi permukaan
papul sehingga mirip psoriasis, oleh karena itu dinamakan
psoriasiformis. Jika papul-papul tersebut menghilang dapat
meninggalkan bercak hipopigmentasi dan disebut leukoderma
sifilitika, yang akan menghilang perlahan-lahan. Pada S II dini, papul
generalisata dan simetrik, sedangkan pada yang lanjut bersifat
setempat dan tersusun secara teratur, arsinar, sirsinar, polisiklik, dan
korimbiformis. Papul-papul tersebut juga dapat dilihat pada sudut
mulut, ketiak, di bawah mammae, dan alat genital.
3. Pustul
Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula terbetuk banyak papul yang
menjadi vesikel dan kemudian terbentuk pustul, sehingga di samping
9
pustul masih pula terlihat papul. Timbulnya banyak pustul ini sering
disertai demam yang intermitten dan penderita tampak sakit lamanya
dapat berminggu-minggu. Kelaianan kulit demikian disebut sifilis
variseliformis karena menyerupai varisela.
4. Bentuk lain
Kelainan lain yang dapat terlihat pada S II ialah banyak papul,
pustul, dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena
itu disebut sifilis impetiginosa. Dapat pula timbul berbagai ulkus yang
tertutupi krusta yang disebut ektima sifilitikum. Bila krustanya tebal
disebut rupia sifilitika. Disebut sifilis ostrasea jika ulkus meluas ke
perifer sehingga berbentuk seperti kulit kerang. Sifilis yang berupa
ulkus-ulkus yang terdapat di kulit dan mukosa disertai demam dan
keadaan umum buruk disebut sifilis maligna yang dapat menyebabkan
kematian. Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut,
umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada
S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempat setempat, tampak
sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak
botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut
alopesia areolaris. Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa
pengobatan, tetapi bila tidak diobati,infeksi akan berkembang menjadi
sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.
Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat
dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif,
sedangkan tes likuorserebrospinal negatif. Tes yang dianjurkan ialah
VDRL dan TPHA. Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala
klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan
penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau
seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada
tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma,
kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan
sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang
infeksius kembali muncul.
4) Stadium Rekuren
Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip
SII, maupun serologik yang telah negatif menjadi positif terutama pada
sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup.
Umumnya bentuk relaps ialah SII, kadang-kadang SI. Kadang-kadang
relaps terjadi pada tempat afek primer dan disebut monorecidive.
b) Sifilis Lanjut
1) Sifilis Laten Lanjut
11
Kendati sifilis jarang dapat ditularkan secara seksual setelah lebih dari dua
tahun terinfeksi, wanita dengan sifilis yang tidak diterapi dapat tetap infeksius
terhadap janin yang dikandungnya hingga beberapa tahun lamanya. Sejumlah
penelitian terbaru telah mengkonfirmasi prognosis sifilis pada kehamilan yang
tidak mendapat terapi. Pada 56 kasus yang dilaporkan, hanya 7 di antaranya yang
mendapat terapi selama kehamilan, dimana 34% dari kasus tersebut mengalami
stillbirth, dan angka rerata usia kehamilan saat kelahiran adalah 32.3 minggu.
Penelitian lain menunjukkan adanya insiden kelahiran prematur sebesar 28% pada
14
kelompok wanita penderita sifilis yang mendapat terapi selama masa kehamilan.
Bukti presumtif adanya sifilis kongenital tampak pada 15 (26%) kasus dari 57
wanita yang diterapi (tidak selalu adekuat) yang ditemukan pada usia kehamilan
24 minggu dan pada 41 (60%) wanita dari 70 wanita yang mendapat terapi pada
trimester ketiga.11
Gambar 8. Kelahiran prematur sebagai salah satu dampak infeksi sifilis pada
kehamilan
asimtomatis saat bayi lahir, namun infeksi tetap ada dan dapat bermanifestasi
segera setelah lahir ataupun bertahun-tahun paska kelahiran. Adapun
manifestasinya dapat diklasifikasikan menjadi sifilis kongenital dini dan sifilis
kongenital lanjut. Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh namun
meninggalkan jaringan parut dan beberapa kelainan, disebut juga stigmata sifilis
kongenital.13,14
Pada stadium ini, gejala klinis muncul pada 3 bulan awal kehidupan
hingga sebelum usia 2 tahun. Adapun gejala yang muncul dapat berupa
hepatosplenomegali (70%), lesi kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%),
pneumonitis (20%), serta limpadenopati menyeluruh. Lesi kulit dapat ditandai
dengan adanya vesikel, bula atau ruam kulit berwarna merah tembaga atau lesi
ptekie pada telapak tangan, telapak kaki, sekitar hidung dan mulut, serta area
popok. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan, lesi pada selaput lendir hidung dan
faring yang bersekresi disertai darah, meningitis, osteokondritis pada tulang
panjang hinga mengakibatkan pseudoparalisis.13,14
Pada stadium ini, manifestasi klinis muncul setelah usia 2 tahun, meski
dapat pula asimtomatis. Titer serologis sering berfluktuasi. Adapun gejala
klinisnya dapat berupa keratitis interstitialis, gigi Hutchinson, gigi mulberry,
16
b. Wanita yang berisiko tinggi mengalami sifilis dan wanita yang tinggal di
daerah dengan morbiditas sifilis yang tinggi harus melakukan pemeriksaan
ulang antara minggu ke-28 dan 32 kehamilan serta saat melahirkan.
d. Setiap ibu dan bayi yang tidak memiliki status sifilis maternal
terdokumentasi, tidak dapat meninggalkan rumah sakit tanpa dilakukannya
skrining.
g. Ibu paska terapi sifilis, apabila memiliki respon yang baik terhadap
pengobatan dan memiliki titer serofast rendah (Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) < 1: 2 dan RPR < 1:4), tidak memerlukan terapi
ulang.
h. Wanita dengan titer antibodi yang persisten dan lebih tinggi dapat
mengindikasikan terjadinya infeksi ulang.
b. Jika ibu hamil memiliki risiko tinggi, maka tes ulang secara dini
dilakukan pada trimester ketiga kehamilan dan pada saat persalinan.
Tes non-treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid
Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes
serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang
merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur.
18
Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi
ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut
(misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun
kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil
positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi
yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini
jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai
untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya
dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya.
Tes spesifik treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA
(Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema
Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay),
FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang
termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap
treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini
dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat
menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini juga tidak
dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis
mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah
endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.
Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis) Akhir-akhir ini, telah tersedia rapid
test untuk sifilis yaitu TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid
test ini sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10
– 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test
ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya berkisar antara 93%
sampai 98%. Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori
tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai
19
Tes sifilis mempunyai awal masa jendela, sehingga hasil negatif pada
sifilis belum tentu menyatakan seseorang bebas dari sifilis. Karena itu tes pada ibu
hamil perlu di ulang kembali saat sebelum melahirkan terutama ibu hamil di
daerah prevalensi tinggi sifilis, atau ibu hamil risiko tinggi IMS. Tes pada saat
sebelum melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khusunya pada ibu hamil
yang pasangannya tidak diobati atau belum pernah dilakukan tes sebelumnya.
Pasangan juga perlu dilakukan skrining infeksi sifilis jika hasil TPHA reaktif.
20
Hasil tes non-treponemal (RPR) masih bisa negatif sampai 4 minggu sejak
pertama kali muncul lesi primer. Tes diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien
yang dicurigai sifilis namun hasil RPR nya negatif.
Jika hasil tes konfirmasi non-reaktif, maka dianggap reaktif palsu dan
tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.
Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR
kuantitatif untuk menentukan titer sehingga dapat diketahui apakah sifilis
aktif atau laten, serta untuk memantau respons terhadap pengobatan.
21
Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, dan terdapat riwayat terapi dalam
tiga bulan terakhir, serta pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak
perlu diterapi. Pasien diobservasi dan tes diulang tiga bulan kemudian.
1. Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang
tiga bulan kemudian.
2. Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien
dinyatakan sembuh.
3. Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif.
Jika hasil RPR reaktif dan TPHA reaktif dan tidak ada riwayat terapi sifilis
dalam 3 bulan terakhir, maka perlu diberikan terapi sesuai stadium.
1. Titer RPR <1:4 (1:2 atau 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai
sifilis laten lanjut.
2. Titer >1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan
diterapi 3 bulan setelah terapi, evaluasi titer RPR.
3. Jika titer RPR turun 2 tahap (misal dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih,
terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga bulan sekali di tahun
pertama dan 6 bulan di tahun kedua, untuk mendeteksi infeksi baru.
4. Jika titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi,
atau sifilis laten.
2.9 Terapi Sifilis Pada Ibu Hamil10
Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu
dan mencegah atau mengabati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G
parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis
pada kehamilan.
Stadium Primer dan Sekunder Benzatin Benzil penicilin 2,4 juta IU, injeksi
IM dosis tunggl; dosis kedua dianjurkan
Sifilis Laten Benzatin Benzil penicilin 2,4 juta IU, injeksi
IM satu kali/minggu selama 3 minggu berturut-
turut.
BAB 3
LAPORAN KASUS
23
3.1 Identitas
Nama : Ny. YWM
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Tanggal lahir : 02 Juli 1998
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum menikah gereja
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Kupang Barat
MRS melalui : VK 03 Oktober 2019 pukul 21.30 WITA
Rawat inap : Flamboyan (04/10/2019 – 07/10/2019)
No. RM : 520026
Jaminan : BPJS kelas III
3.2 Anamnesis(Autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2019 di Ruang VK)
Keluhan Utama : kencang-kencang pada perut bawa menjalar ke pinggang.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Rujukan dari Puskesmas Batakte dengan Dx: G1P0A0 39-40
minggu T/H + Inpartu kala I Fase Laten + sifilis. Keluhan perut kencang-kencang
(+) kencang-kencang pada perut bawa menjalar ke pinggang sudah 2 hari, riwayat
keluar air-air (-), lendir dan darah (-). Pasien masih merasakan gerakan janin aktif.
Sifilis (+) pertama kali periksa saat usia kehamilan 24 minggu di Puskesmas
Bakunase dan didaptkan sifilis + reaktif. Pasien kontrol di Poli kulit Kelamin dan
didiagnosa sebagai sifilis laten lanjut, sudah suntik sebanyak 3 kali (1 minggu 1x )
di poli kulit kelamin. Setiap kali suntik (Benzatin Penicilin 2,4 IU) di bokong kiri
kanan. Suntik terakhir tanggal 2 oktober 2019. Menurut pasien tidak pernah
muncul luka pada kelamin, ruam kemerahan pada kulit tidak ada, rabut rontok
tidak ada. Suami pasien juga tidak pernah mengalami luka pada kelamin ataupun
muncul ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suami Pasien tidak pernah periksa dan
belum mendapat pengobatan. Pasien tidak Penah kontrol di Poli kebidanan RSU
Johannes.
24
Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
Riwayat Kontrasepsi:Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya
Riwayat Ante Natal Care (ANC) : 13 kali di Puskesmas Bakunase, Sp.OG 3x
Riwayat imunisasi :Tetanus Toxoid 2 kali
Riwayat menarche : Usia 15 tahun, siklus teratur 28 hari, lama haid 4 hari
Riwayat persalinan :
1. Hamil ini : HPHT : 28/12/2018
TP : 4/10/2019
UK : 39-40 minggu
3.3 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6
Tanda–tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.5 0C
SpO2 : 98 %
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok
Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
konjungtiva (-/-), pupil isokor ukuran diameter (2 mm/2
mm), reflek cahaya langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak kering, perdarahan gusi (-),
mukosa merah muda, lidah kotor
Leher : Perbesaran kelenjar tiroid (-), perbesaran KGB (-)
25
Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak pelebaran vena, tidak
tampak bekas luka (scar),
Pulmo
Paru-paru anterior :
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak tampak
penggunaan otot bantu pernapasan, tidak terdapat pelebaran sela iga,
sela iga mengambang.
P : Taktil fremitus kiri dan kanan simetris, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak teraba massa
P : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar terletak pada linea
midclavicularis ICS 8 dekstra
A : Suara nafas vesikuler, ronki, wheezing
Paru-paru posterior :
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis
P : Taktil fremitus kiri dan kanan simetris, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak teraba massa
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikuler, ronki, wheezing
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea midclavicularis sinistra, thrill tidak
teraba
P : Batas jantung kanan : linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
A : S1–S2 tunggal, regular, tidak terdengar murmur ataupun gallop
Abdomen
26
I : Cembung
A: Bising usus (+) kesan normal
P : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien sulit dievaluasi.
P : Nyeri (-), pekak
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema tungkai (-/-)
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan luar
I : tampak cembung (+)
P :TFU 27 cm
Leopold I :bulat lunak, TFU 27 cm
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : bulat keras
Leopold IV :belum masuk pintu atas panggul (PAP), 5/5
His : -
A : DJJ : 144x/menit
Pemeriksaan dalam
VT : Pembukaan 1 cm, effacement 25%, portio tebal, posterior, KK (+), bagian
terendah janin kepala, denominator UUK sde, Belum masuk hodge, ukuran
panggul dalam luas.
3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium di RSUD W. Z. Yohannes Kupang
(Tanggal 12/09/2019 pukul 11.54)
Imuno Serologi
Neutrofil 71,6 % 50 – 70
Limfosit 17,3 % 20 – 40
7,2
Monosit % 2–8
Ph 7.0 4.5-8.0
Mikroskopis
1.4 Asessment
G1P0A0 39-40 minggu T/H + observasi inpartu+ Sifilis On treatment +
IUGR + ISK +TBJ 2440 gram
1.5 Planning
Observasi inpartu bila inpartu pro persalinan spontan belakang kepala
1.6 Follow up
Jam Observasi
22: 00 DJJ : 144menit
HIS : (-)
23:00 DJJ : 145/ menit
HIS : (-)
23: 45 DJJ : 145/ menit
HIS : (-)
01:00 DJJ : 149x/ menit
HIS (-)
02.00 DJJ : 148x/ menit
HIS (-)
VT : Pembukaan 1 cm, effacement 25%, portio tebal, posterior, KK
(+), bagian terendah janin kepala, denominator UUK sde, Belum
masuk hodge, ukuran panggul dalam luas.
05:00 DJJ : 147x/ menit
HIS (-)
30
Jam Observasi
08: 00 Visit dr Laurens, Sp.OG
A: G1P0A0 39-40 minggu T/H + Tak inpartu+ Sifilis + IUGR + TBJ
2300gram
P : - KIE
- Pro terminasi SC
Outcome :
Lahir bayi Perempuan Secara SC atas indikasi sifilis + IUGR pukul 12:05 WITA
BB 2200 gram/ PB 43 cm / AS 8-9
31
A - RD sedang
-BBLR- NCB/KMK/Post SC
-Ibu sifilis
P Resusitasi
-Vit K 1mg IM
-Salep mata
-O2 5lpm JR
-Kebutuhan cairan 132cc/hari :
Oral : puasa
IVFD : D10% 132cc/hari
-Ampisilin 2x110mg IV
-Gentamisin 1x11 mg IV
Cek DL, GDS, IT Ratio, CRP, VDRL→ LAPOR
Lapor dr Advice
Iren Sp.A -Bolus D10% 2 cc/kgBB
-Periksa Ulang GDS 2 jam setelah bolus
-Inj PPG 1x115 IU IM selama 10 Hari (Sebelumya skin test)
-Salep mata
-O2 5lpm JR
UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 94 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,2 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
33
Neutrofil 92,9 % 50 – 70
Limfosit 4,5 % 20 – 40
2,5
Monosit % 2–8
UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi
34
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 100/70 mmHg
• N : 88 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,8 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-1
P -Aff infus + DC
- Asam mafenamat 3x500mg
-Antasid 3x1C
-Livron 2x1
UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi, sudah BAB.
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 85 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,7 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
35
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-2
P -Asam mafenamat 3x500mg
-Antasid 3x1C
-Livron 2x1
UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi, sudah BAB.
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 85 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,7 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-3
P -KIE
-BPL
36
BAB 4
PEMBAHASAN
1 Pasien Rujukan dari Pasien di rujuk dari Maternal sifilis bisa menyebabkan
puskesmas Batakte puskesmas ke RSUD infeksi fetal melalui beberapa rute.
dengan Dx: G1P0A0 Johannes Kupang untuk Penularan dapat terjadi pada masa
39-40 minggu T/H + dilakukan terminasi kehamilan, kontak saat persalinan,
Inpartu kala I Fase kehamilan di RSU dan kontak dengan lesi sifilis setelah
Laten + sifilis dikarenakan sifiis yang persalinan.
di alami oleh Pasien Terminasi kehamilan dapat
dilakukan baik secara pervaginam
maupun perabdominal (SC) sesuai
indikasi obstetrik (contoh: CPD,
gawat janin, plasenta previa totalis,
sifilis stadium primer yang memiliki
lesi primer).
2 Pada tanggal 3 Oktobor Dilakukan anamnesis, - Skrining dilakuan pada semua ibu
2019 pasien MRS di pemeriksaan fisik dan hamil pada kunjungan pertama
RSUD Johannes dengan pemeriksaan penunjang prenatal.
Dx G1P0A0 39-40 (DL, UL,
PT/APTT, - Jika ibu hamil memiliki risiko
minggu T/H + triple eliminasi) tinggi, maka tes ulang secara dini
observasi inpartu + dilakukan pada trimester ketiga
Sifilis On treatment + kehamilan dan pada saat
IUGR+ ISK +TBJ 2440 persalinan.
gram
Tes pada saat sebelum
melahirkan dapat mendeteksi infeksi
ulang, khusunya pada ibu hamil yang
pasangannya tidak diobati atau
37
4 Pada tanggal 4/10/2019 Pasien diedukasi dan Maternal sifilis bisa menyebabkan
diberikan penjelasan infeksi fetal melalui beberapa rute.
Visit DPJP dengan
mengenai tindakan Penularan dapat terjadi pada masa
Assesment G1P0A0
terminasi yang akan kehamilan, kontak saat persalinan,
39-40 minggu T/H +
dilakukan dan dan kontak dengan lesi sifilis setelah
Tak inpartu+ Sifilis +
menjelaskan risiko dan persalinan. Penularan sifils dari ibu
IUGR + TBJ 2300gram
komplikasi yang dapat ke bayi biasanya berlangsung melalui
Dengan planning
terjadi. transmisi transplasenta. Walaupun
Pro terminasi SC
penularan ibu ke bayi dapat terjadi
pada minggu ke-9 kehamilan, namun
biasanya penularan terjadi pada
minggu ke-16 dan ke-28 kehamilan.
Terminasi kehamilan dapat
dilakukan baik secara pervaginam
maupun perabdominal sesuai
indikasi obstetrik (contoh: CPD,
gawat janin, plasenta previa totalis,
sifilis stadium primer yang memiliki
lesi primer). Pada kasus tidak ada
indikasi untuk dilakukan terminasi
secara perabdominal (SC).
5 Pada tanggal 4/10/2019 Hasil pemeriksaan dr. Sifilis pada ibu hamil yang tidak
Sp.A didapatkan : diobati dapat mengakibatkan
Lahir bayi Perempuan
keguguran, prematuritas, bayi berat
Secara SC atas indikasi -RD sedang
lahir rendah, lahir mati dan sifilis
sifilis + IUGR pukul -BBLRNCB/KMK/
kongenital
12:05 WITA BB 2200 Post SC
gr / PB 43 cm / AS 8-9 -Ibu sifilis
6 Pada tanggal 4/10/2019 Bayi yang tidak menunjukan gejala
di lakukan pemeriksaan dr. Sp.A memberikan sifilis kongenital dan ibu diobati
VDRL pada bayi Inj PPG 1x115 IU IM kurang dari 4 minggu sebelum
didapatkan hasil non selama 10 Hari partus anjuran terapi pada bayi
39
7 Suami Pasien tidak KIE untuk melakukan Pasangan juga perlu dilakukan
pernah periksa dan pemeriksaan dan skrining infeksi sifilis jika hasil
belum mendapat memulai pengobatan TPHA reaktif. Pada kasus IMS salah
pengobatan. satu contoh adalah sifilis, pengobatan
harus di berikan kepada pasien dan
pasangan seksual tetap pasien agar
mencegah infeksi berulang.
8 Pemilihan kontrasepsi KIE mengenai jenis Pilihan kontrasepsi pada kasus IMS
kontrasepsi dan efek adalah kondom. keuntungan kondom
samping serta adalah dapat mecegah penularan
keuntungan dari IMS, tidak mengganggu ASI, tidak
masing-masing mempunyai efek sistemik, metode
kontrasepsi. kontrasepsi sementara bila metode
kontrasepsi lain harus ditunda
9 Terapi lanjut untuk KIE untuk kontrol di Pasien dengan sifilis telah diterapi
sifilis pada ibu tidak di Poli Kulit Kelamin dengan adekuat harus dievaluasi
perlukan, di anjurkan untuk memantau secara klinis dan serologi tiap 3
untuk kontrol kembali keberhasilan terapi, bulan selama satu tahun pertama
ke poli klinik Kulit sesuai jadwal kontrol (bulan ke 3, 6,9,dan 12), dan setiap 6
Kelamin untuk yang di berikan dari bulan di tahun kedua.
memantua keberhasilan Poli Kulit Kelamin 3,6,9,12,18, dan 24 bulan setelah
pengobatan terapi:
- Jika titer RPR tetap sama atau
bahkan turun, terapi dianggap
berhasil dan pasien cukup di
observasi. Jika titer RPR
meningkat, obati pasien
sebagai infeksi baru dan
40
ulangi terapi
- Jika RPR Non reaktif atau
reaktif lemah maka pasien di
anggap sembuh
10 Terapi lanjut untuk bayi KIE untuk kontrol ke Ibu diobati kurang dari 4 minggu
dari ibu dengan sifilis poli anak dan ke sebelum partus dan bayi dengan
yang tidak menunjukan posyandu setempat klinis normal anjuran terapi pada
gejala dan hasil untuk mendapat bayi berupa Procaine penisilin G
pemeriksaan VDRL pelayanan imunisasi 50.000 unit/Kg/Dosis, injeksi IM
non reaktif tidak di sesuai usia Sekali suntik perhari selama 10 hari
perlukan, di anjurkan sebagai profilasis
untuk kontrol ke poli
anak untuk menilai
pertumbuhan dan
perkembangan anak dan
juga untuk imunisasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
41
3.2 Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43