Anda di halaman 1dari 44

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh


bakteri Treponema pallidum. Sifilis juga disebut sebagai “the great imitator”
dimana infeksi ini dapat menyerang semua organ tubuh serta memberikan
gambaran klinis yang menyerupai banyak penyakit. Sifilis dapat ditularkan
melalui hubungan seksual, transfusi darah serta ditularkan dari ibu ke janin.1,2

Pada ibu hamil yang menderita sifilis, bakteri Treponema pallidum


tersebut dapat ditransmisikan dari ibu ke fetus melalui pembuluh darah kapiler
plasenta. Akibatnya, muncul berbagai manifestasi klinis yang berupa Adverse
Pregnancy Outcomes (APOs), terdiri dari stillbirth, kematian dini pada fetus, bayi
berat lahir rendah, prematur, kematian neonatal, infeksi atau penyakit pada bayi
baru lahir (bayi dengan serologi reaktif).3,4

Secara global, setidaknya hampir 1,4 juta ibu hamil telah terinfeksi sifilis
aktif pada tahun 2008 dan berisiko menularkan penyakit tersebut kepada janin
yang dikandungnya. Angka tersebut ditemukan lebih rendah jika dibandingkan
dengan laporan WHO pada periode sebelumnya (tahun 1997-2003), dimana
diperkirakan pada periode tersebut ada sekitar 2 juta ibu hamil yang terinfeksi
sifilis dan tidak terobati per tahunnya. Walaupun demikian, WHO tetap
menyatakan bahwa sifilis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting pada masa kehamilan.5

Terdapat 167.000 kasus maternal sifilis yang terjadi di Asia Tenggara dan
Pasifik, dan menghasilkan luaran yang buruk termaksud kematian janin dini.
Analisi sementara dari data rutin layanan IMS tahun 2010-2012 menunjukkan
bahwa diantara 40.000 ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
sebanyak 14.000 (35%) di tes sifilis, ditemukan 308 (2,2%) ibu hamil dengan
infeksi sifilis. Risiko penularan dari ibu ke anak untuk sifilis sebesar 69-80%. Bila
ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat maka 67%
2

kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital pada
neonatus.6,7,8,9

Antenatal Care sejak dini merupakan intervensi penting dalam pencegahan


transmisi sifilis dari ibu ke anak. Intervensi ini sejalan dengan pilar kedua strategi
global WHO terkait eliminasi transmisi sifilis, yaitu peningkatkan akses dini
perawatan maternal dan neonatal. Pilar tersebut secara eksplisit merujuk pada
tujuan, yaitu peningkatan presentase ibu hamil yang melakukan ANC dini.4

BAB 2
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Sifilis

Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh


bakteri Treponema pallidum. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir
seluruh alat tubuh, dapat mnyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan
dapat ditularkan dari ibu ke janin.1

2.2 Epidemiologi

Secara global, setidaknya hampir 1,4 juta ibu hamil telah terinfeksi sifilis
aktif pada tahun 2008 dan berisiko menularkan penyakit tersebut kepada janin
yang dikandungnya. Angka tersebut ditemukan lebih rendah jika dibandingkan
dengan laporan WHO pada periode sebelumnya (tahun 1997-2003), dimana
diperkirakan pada periode tersebut ada sekitar 2 juta ibu hamil yang terinfeksi
sifilis dan tidak terobati per tahunnya. Walaupun demikian, WHO tetap
menyatakan bahwa sifilis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting pada masa kehamilan.5

Terdapat 167.000 kasus maternal sifilis yang terjadi di Asia Tenggara dan
Pasifik, dan menghasilakan luaran yang buruk termaksud kematian janin dini.
Analisi sementara dari data rutin layanan IMS tahun 2010-2012 menunjukan
bahwa diantara 40.000 ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
sebanyak 14.000 (35%) di tes sifilis, ditemukan 308 (2,2%) ibu hamil dengan
infeksi sifilis. Risiko penularan dari ibu ke anak untuk sifilis sebesar 69-80%. Bila
ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat maka 67%
kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital pana
neonatus.6,7,8,9

2.3 Penularan
4

Sifilis dini biasaya berhubungan dengan masuknya bakteri dengan jumlah


yang banyak dan tingkat transmisi dengan pasangan. Sedangkan pada sifilis laten
tingkat transmisi menurun dikarenakan ukuran inokulum yang mengeci.10

Sedangkan maternal sifilis bisa menyebabkan infeksi fetal melalui


beberapa rute. Penularan dapat terjadi penularan dapat terjadi pada masa
kehamilan, kontak saat persalinan, dan kontak dengan lesi sifilis setelah
persalinan. Penularan sifils dari ibu ke bayi biasanya berlangsung melalui
transmisi transplasenta. Walaupun penularan ibu ka bayi dapat terjadi pada
minggu ke-9 kehamilan, namun biasanya penularan terjadi pada minggu ke-16
dan ke-28 kehamilan. Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati dapat
mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi berat lahir rendah, lahir mati dan
sifilis kangenital10

2.4 Patogenesis

1. Stadium Dini

Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput


lendir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma,
terutama di perivaskular, pembuluh- pembuluh darah kecil berproliferasi di
kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di
antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular disekitarnya. Kehilangan
pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan
menyebar kesemua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak
kemudian.4
Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam
sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena
kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-
fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII juga mengalami regresi
perlahan-lahan dan lalu menghilang. Tibalah stadium laten yang tidak disertai
5

gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium
ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. Kadang-kadang
proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T.pallidum membiak lagi pada
tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II, yang terakhir ini
lebih sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul
berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi 2 tahun.1
2. Stadium Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun dan keadaan treponema
dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum
penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat berubah karena
sebabnya belum jelas, kemungkinan trauma merupakan salah satu faktor
presipitasi. Pada saat itu munculah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma
tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum namun reaksinya hebat karena bersifat
destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang
bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain. Treponema mencapai
sistem kardiovaskular dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan menjadi
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
gejala klinis. Penderita dengan guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan
kardiovaskular, demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan
stadium laten tidak memberi gejala.1

2.5 Manifestasi Klinis Infeksi Sifilis pada Kehamilan

Sifilis pada kehamilan memberikan manifestasi yang sama dengan infeksi


sifilis secara umum, hanya saja mayoritas wanita hamil yang didiagnosis dengan
sifilis masih berada dalam tahap asimptomatis.

1. Sifilis Akuisita1
a) Sifilis Dini
6

1) Sifilis Primer (SI)

Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut


chancre), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat
terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna yaitu 3 minggu setelah
kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba
keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi
ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm.
Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai
infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa
nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang
sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia
minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah,
tonsil, dan anus. Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe
inguinal medial unilateral/bilateral. Seminggu setelah afek primer,
biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis
medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut
solitar, indolen, tidak lunak, besarnya biasanya lentikular, tidak supuratif,
dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-
tanda radang akut. Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai
sepuluh minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek
primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada
transfuse darah atau suntikan.
7

Gambar 1. Ulkus Durum


2) Sifilis Sekunder (SII)

Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S


I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai
sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi,
pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama
S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat
badan, malaise, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,
selaput lendir, dan organ tubuh serta dapat disertai demam dan malaise.
Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis
sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya
simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis, papula skuomosa, dan
pustule, jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat
ditemukan pada sifilis kongenital. Kelainan kulit dapat menyerupai
berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain
memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan pada
mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf. Gejala
lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu
makan, mual, lelah, demam dan anemia.

Gambar 2. Bercak eritem pada SII


Bentuk Lesi1
8

1. Roseola
Roseola ialah eritema makular, berbintik-bintik atau berbercak-
bercak, warna merah tembaga, berbentuk bulat atau lonjong, diameter
0,5-2 cm. Roseola biasanya merupakan kelainan kulit yang pertama
terlihat pada S II dan disebut roseola sifilitika. Karena efloresensi
tersebut merupakan kelainan S II dini,maka seperti telah dijelaskan,
lokalisasinya generalisata dan simetrik, telapak tangan dan kaki ikut
dikenai. Disebut pula eksantema karena timbulnya cepat dan
menyeluruh. Roseola akan menghilang dalam beberapa hari atau
minggu, dapat pula bertahan hingga beberapa bulan. Kelainan tersebut
dapat residif, jumlahnya menjadi lebih sedikit, lebih lama bertahan,
dapat anular, dan bergerombol. Jika menghilang, umumnya tampak
bekas, kadang kala dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi dan
disebut leukoderma sifilitikum. Jika roseola terjadi pada kepala yang
berambut, dapat menyebabkan rontoknya rambut.
2. Papul
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II.
Bentuknya bulat, ada kalanya terdapat bersama dengan roseola. Papul
tersebut dapat berskuama yang terdapat di pinggir (koleret) dan
disebut papulo-skuamosa. Skuama dapat pula menutupi permukaan
papul sehingga mirip psoriasis, oleh karena itu dinamakan
psoriasiformis. Jika papul-papul tersebut menghilang dapat
meninggalkan bercak hipopigmentasi dan disebut leukoderma
sifilitika, yang akan menghilang perlahan-lahan. Pada S II dini, papul
generalisata dan simetrik, sedangkan pada yang lanjut bersifat
setempat dan tersusun secara teratur, arsinar, sirsinar, polisiklik, dan
korimbiformis. Papul-papul tersebut juga dapat dilihat pada sudut
mulut, ketiak, di bawah mammae, dan alat genital.
3. Pustul
Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula terbetuk banyak papul yang
menjadi vesikel dan kemudian terbentuk pustul, sehingga di samping
9

pustul masih pula terlihat papul. Timbulnya banyak pustul ini sering
disertai demam yang intermitten dan penderita tampak sakit lamanya
dapat berminggu-minggu. Kelaianan kulit demikian disebut sifilis
variseliformis karena menyerupai varisela.
4. Bentuk lain
Kelainan lain yang dapat terlihat pada S II ialah banyak papul,
pustul, dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena
itu disebut sifilis impetiginosa. Dapat pula timbul berbagai ulkus yang
tertutupi krusta yang disebut ektima sifilitikum. Bila krustanya tebal
disebut rupia sifilitika. Disebut sifilis ostrasea jika ulkus meluas ke
perifer sehingga berbentuk seperti kulit kerang. Sifilis yang berupa
ulkus-ulkus yang terdapat di kulit dan mukosa disertai demam dan
keadaan umum buruk disebut sifilis maligna yang dapat menyebabkan
kematian. Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut,
umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada
S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempat setempat, tampak
sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak
botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut
alopesia areolaris. Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa
pengobatan, tetapi bila tidak diobati,infeksi akan berkembang menjadi
sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.

Gambar 3 S II pada wajah Gambar 4. S II pada mulut


10

Gambar 5. Alopecia Areolaris Sifilitika


3) Sifilis Laten Dini

Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat
dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif,
sedangkan tes likuorserebrospinal negatif. Tes yang dianjurkan ialah
VDRL dan TPHA. Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala
klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan
penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau
seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada
tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma,
kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan
sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang
infeksius kembali muncul.

4) Stadium Rekuren

Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip
SII, maupun serologik yang telah negatif menjadi positif terutama pada
sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup.
Umumnya bentuk relaps ialah SII, kadang-kadang SI. Kadang-kadang
relaps terjadi pada tempat afek primer dan disebut monorecidive.

b) Sifilis Lanjut
1) Sifilis Laten Lanjut
11

Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan


tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun,
bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa
untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X
aorta untuk melihat, apakah ada orititis.

2) Sifilis Tersier (SIII)

Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun


setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip,
kronis, biasanya melunak, dan destruktif. Besar guma bervariasi dari
lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit diatasnya mula-mula tidak
menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. Setelah
beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda
radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat
terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan
seropurulen, kadang-kadang sanguinolen. Pada beberapa kasus disertai
jaringan nekrotik. Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya
lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke
luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang
polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di
bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan
guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik.
Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan
perlunakannya cepat, dapat disertai demam. Selain guma, kelainan yang
lain pada S III ialah nodus. Mula-mula dikutan kemudian ke epidermis,
pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya
meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam
perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan
membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik.
Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar
12

hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk


bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata).
Warnanya merah kecoklatan. Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat
tumbuh terus secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat
tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah
bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut
nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik,
tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.

Gambar 7. Guma Pada S III

SIII pada Mukosa


Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar.
Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi.
Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif
jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga
terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan
fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia
SIII pada Tulang
Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan
humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk,
13

yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat


didiagnosis dengan sinar-X
SIII pada Alat Dalam
Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering
diserang.Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga
hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang
disebut hepar lobatum. Esofagus dan lambung dapat pula dikenai,
meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga
jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus; jika
sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat
menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III
pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau
fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral.
Kadang kadang memecah ke bagian anterior skrotum

2.6 Dampak Infeksi Sifilis Pada Kehamilan

Sifilis primer maupun sekunder yang tidak mendapat penatalaksanaan


selama kehamilan akan 100% berefek pada janin, dimana 50% dari kehamilan
dalam kondisi ini akan menghasilkan kelahiran prematur atau kematian perinatal.
Sifilis laten dini pada kehamilan yang tidak diterapi dapat menyebabkan angka
prematuritas atau kematian perinatal sekitar 40%. Sepuluh persen janin yang lahir
dari ibu dengan sifilis lanjut yang tidak diterapi menunjukkan tanda-tanda infeksi
kongenital, dan angka kematian perinatal meningkat hingga sepuluh kali lipat.

Kendati sifilis jarang dapat ditularkan secara seksual setelah lebih dari dua
tahun terinfeksi, wanita dengan sifilis yang tidak diterapi dapat tetap infeksius
terhadap janin yang dikandungnya hingga beberapa tahun lamanya. Sejumlah
penelitian terbaru telah mengkonfirmasi prognosis sifilis pada kehamilan yang
tidak mendapat terapi. Pada 56 kasus yang dilaporkan, hanya 7 di antaranya yang
mendapat terapi selama kehamilan, dimana 34% dari kasus tersebut mengalami
stillbirth, dan angka rerata usia kehamilan saat kelahiran adalah 32.3 minggu.
Penelitian lain menunjukkan adanya insiden kelahiran prematur sebesar 28% pada
14

kelompok wanita penderita sifilis yang mendapat terapi selama masa kehamilan.
Bukti presumtif adanya sifilis kongenital tampak pada 15 (26%) kasus dari 57
wanita yang diterapi (tidak selalu adekuat) yang ditemukan pada usia kehamilan
24 minggu dan pada 41 (60%) wanita dari 70 wanita yang mendapat terapi pada
trimester ketiga.11

Berdasarkan penelitian meta analisis yang dilakukan terhadap 6 artikel


mengenai adverse pregnancy outcomes pada wanita dengan sifilis, didapatkan
kematian janin, kematian neonatus, kelahiran prematur, serta berat badan lahir
rendah merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan. Gejala infeksi sifilis
ditemukan pada 15% bayi yang lahir dari ibu sifilis yang tidak mendapatkan
terapi.12

Gambar 8. Kelahiran prematur sebagai salah satu dampak infeksi sifilis pada
kehamilan

2.7 Dampak Infeksi Sifilis Pada Bayi

Infeksi sifilis pada kehamilan meningkatkan risiko infeksi transplasenta


pada janin sebesar 60-80%. Risiko infeksi tersebut semakin meningkat terutama
pada trimester kedua kehamilan. Transmisi dari ibu ke bayi semakin tinggi pada
infeksi sifilis primer atau sekunder yang tidak mendapatkan terapi (risiko sebesar
60-90%), pada sifilis laten dini risiko penularan mencapai 40% dan 10% pada
sifilis laten lanjut. Sebanyak 2/3 kehamilan dengan sifilis memberikan gejala
15

asimtomatis saat bayi lahir, namun infeksi tetap ada dan dapat bermanifestasi
segera setelah lahir ataupun bertahun-tahun paska kelahiran. Adapun
manifestasinya dapat diklasifikasikan menjadi sifilis kongenital dini dan sifilis
kongenital lanjut. Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh namun
meninggalkan jaringan parut dan beberapa kelainan, disebut juga stigmata sifilis
kongenital.13,14

a. Sifilis Kongenital Dini

Pada stadium ini, gejala klinis muncul pada 3 bulan awal kehidupan
hingga sebelum usia 2 tahun. Adapun gejala yang muncul dapat berupa
hepatosplenomegali (70%), lesi kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%),
pneumonitis (20%), serta limpadenopati menyeluruh. Lesi kulit dapat ditandai
dengan adanya vesikel, bula atau ruam kulit berwarna merah tembaga atau lesi
ptekie pada telapak tangan, telapak kaki, sekitar hidung dan mulut, serta area
popok. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan, lesi pada selaput lendir hidung dan
faring yang bersekresi disertai darah, meningitis, osteokondritis pada tulang
panjang hinga mengakibatkan pseudoparalisis.13,14

Gambar 9. Manifestasi sifilis kongenital dini

b. Sifilis Kongenital Lanjut

Pada stadium ini, manifestasi klinis muncul setelah usia 2 tahun, meski
dapat pula asimtomatis. Titer serologis sering berfluktuasi. Adapun gejala
klinisnya dapat berupa keratitis interstitialis, gigi Hutchinson, gigi mulberry,
16

gangguan syaraf pusat VIII yang mengakibatkan ketulian, Neurosifilis, skeloris


pada tulang hingga tulang kering menyerupai pedang (saber sign), perforasi
palatum durum dan septum nasi akibat destruksi dari gumma, tulang frontal yang
menonjol, fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade (sifilis rinitis
infantil).13.14

2.7 Skrining Sifilis Pada Kehamilam

Skrining sifilis pada kehamilan merupakan aspek penting yang harus


dilakukan selama masa kehamilan. Deteksi dini yang memadai pada masa
kehamilan, berperen secara efektif dalam mengobati dan mencegah transmisi
sifilis. Skrining sifilis pada kehamilan mencakup:15

a. Semua wanita hamil harus diskrining sifilis pada kunjungan pertama


pelayanan antenatal.

b. Wanita yang berisiko tinggi mengalami sifilis dan wanita yang tinggal di
daerah dengan morbiditas sifilis yang tinggi harus melakukan pemeriksaan
ulang antara minggu ke-28 dan 32 kehamilan serta saat melahirkan.

c. Pada ibu yang tidak mendapatkan pemeriksaan adekuat selama masa


kehamilan, pemeriksaan Rapid Plasma Reagin (RPR) harus dilakukan
pada saat melahirkan.

d. Setiap ibu dan bayi yang tidak memiliki status sifilis maternal
terdokumentasi, tidak dapat meninggalkan rumah sakit tanpa dilakukannya
skrining.

e. Setiap ibu yang mengalami kematian janin setelah usia 20 minggu


kehamilan harus dilakukan pemeriksaan sifilis.

f. Ibu hamil yang seropositif harus mendapatkan terapi, kecuali mereka


memiliki dokumentasi pengobatan yang adekuat dengan respon serologis
yang tepat sesuai dengan pengobatan dan titers dinyatakan rendah serta
stabil.
17

g. Ibu paska terapi sifilis, apabila memiliki respon yang baik terhadap
pengobatan dan memiliki titer serofast rendah (Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) < 1: 2 dan RPR < 1:4), tidak memerlukan terapi
ulang.

h. Wanita dengan titer antibodi yang persisten dan lebih tinggi dapat
mengindikasikan terjadinya infeksi ulang.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2015,


rekomendasi skrining sifilis pada ibu hamil meliputi:16

a. Skrining dilakuan pada semua ibu hamil pada kunjungan pertama


prenatal.

b. Jika ibu hamil memiliki risiko tinggi, maka tes ulang secara dini
dilakukan pada trimester ketiga kehamilan dan pada saat persalinan.

2.8 Diagnosa Sifilis Pada Ibu Hamil10

Treponema pallidum tidak dapat dikultur dari specimen klinis. Diagnosis


pasti dengan darkfield microscope, PCR atau dengan uji antibodi fluoresen
langsung. Metode-metode tersebut tidak banyak tersedia dan biasanya kurang
sensitif terutama pada spesimen darah. Sehingga diagnosa ditegakkan dari
penemuan klinis dan hasil tes serologi

Tes serologi sifilis banyak digunakan untuk tujuan diagnostik dan


skrining. Terdiri atas 2 jenis yaitu tes nontreponema dan treponema. Biasanya
pemeriksaan sifilis dilakukan dengan 2 langkah. Pertama tes non treponema, yaitu
RPR atau VDRL (veneral diseases research labotory). Jika hasil tes non
treponema reaktif selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan tes treponema yaitu
TPHA, TP-PA, FTA-ABS dan TP rapid. Kombinasi ini dapat
mengidentifikasidan menjelaskan tahapan dari penyakit

Tes non-treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid
Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes
serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang
merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur.
18

Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi
ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut
(misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun
kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil
positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi
yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini
jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai
untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya
dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya.

Tes spesifik treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA
(Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema
Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay),
FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang
termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap
treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini
dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat
menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini juga tidak
dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis
mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah
endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.

Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis) Akhir-akhir ini, telah tersedia rapid
test untuk sifilis yaitu TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid
test ini sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10
– 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test
ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya berkisar antara 93%
sampai 98%. Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori
tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai
19

spesies treponema (tidak selalu T pallidum), sehingga tidak dapat digunakan


membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP Rapid
hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak
dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif. TP Rapid dapat
digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA, dalam rangkaian
pemeriksaan bersama dengan RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus didahului
dengan pemeriksaan RPR. Jika hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan
memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan pengobatan. Pemakaian
TP Rapid dapat menghemat waktu, namun harganya jauh lebih mahal
dibandingkan dengan TPHA. Bagi daerah yang masih mempunyai TPHA
konvensional/bukan rapid masih bisa digunakan.

Karena adanya risiko penularan pada bayi yang dapat bermanifestasi


sebagai sifilis kongenital, semua ibu hamil dengan hasil tes non treponema positif
atau tes treponema positif harus segera diobati. Satu dosis benzatine penisilin 2,4
juta unit sudah dapat mencegah penularan infeksi pada janin.

Tes sifilis mempunyai awal masa jendela, sehingga hasil negatif pada
sifilis belum tentu menyatakan seseorang bebas dari sifilis. Karena itu tes pada ibu
hamil perlu di ulang kembali saat sebelum melahirkan terutama ibu hamil di
daerah prevalensi tinggi sifilis, atau ibu hamil risiko tinggi IMS. Tes pada saat
sebelum melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khusunya pada ibu hamil
yang pasangannya tidak diobati atau belum pernah dilakukan tes sebelumnya.
Pasangan juga perlu dilakukan skrining infeksi sifilis jika hasil TPHA reaktif.
20

Bagan 1. Alur Tes Serologi Sifilis

Hasil tes non-treponemal (RPR) masih bisa negatif sampai 4 minggu sejak
pertama kali muncul lesi primer. Tes diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien
yang dicurigai sifilis namun hasil RPR nya negatif.

Hasil positif tes RPR perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP Rapid:

 Jika hasil tes konfirmasi non-reaktif, maka dianggap reaktif palsu dan
tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.
 Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR
kuantitatif untuk menentukan titer sehingga dapat diketahui apakah sifilis
aktif atau laten, serta untuk memantau respons terhadap pengobatan.
21

 Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, dan terdapat riwayat terapi dalam
tiga bulan terakhir, serta pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak
perlu diterapi. Pasien diobservasi dan tes diulang tiga bulan kemudian.
1. Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang
tiga bulan kemudian.
2. Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien
dinyatakan sembuh.
3. Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif.
 Jika hasil RPR reaktif dan TPHA reaktif dan tidak ada riwayat terapi sifilis
dalam 3 bulan terakhir, maka perlu diberikan terapi sesuai stadium.
1. Titer RPR <1:4 (1:2 atau 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai
sifilis laten lanjut.
2. Titer >1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan
diterapi 3 bulan setelah terapi, evaluasi titer RPR.
3. Jika titer RPR turun 2 tahap (misal dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih,
terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga bulan sekali di tahun
pertama dan 6 bulan di tahun kedua, untuk mendeteksi infeksi baru.
4. Jika titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi,
atau sifilis laten.
2.9 Terapi Sifilis Pada Ibu Hamil10

Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu
dan mencegah atau mengabati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G
parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis
pada kehamilan.

Tabel 1. Terapi Sifilis Pada Ibu Hamil

Stadium Terapi Sifilis Pada Ibu Hamil


22

Stadium Primer dan Sekunder Benzatin Benzil penicilin 2,4 juta IU, injeksi
IM dosis tunggl; dosis kedua dianjurkan
Sifilis Laten Benzatin Benzil penicilin 2,4 juta IU, injeksi
IM satu kali/minggu selama 3 minggu berturut-
turut.

Tidak ada pengobatan alternatif dari penisilin yang terbukti dapat


digunakan selama kehamilan. Eritromisin dan Azitromisin mungkin dapat
menyembuhkan ibu hamil, namun dikarenakan keterbatasan obat untuk melalui
transplasenta, kedua obat ini tidak mencegah penyakit kongenital.Tetrasiklin,
termaksud dosisiklin, tergolong efektif namun tidak direkomendasikan selama
kehamilan karena risiko efek sampin selama kehamilan.

Tabel 2. Terapi Sifilis Secara Umum Dan Pada Ibu Hamil

BAB 3

LAPORAN KASUS
23

3.1 Identitas
Nama : Ny. YWM
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Tanggal lahir : 02 Juli 1998
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum menikah gereja
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Kupang Barat
MRS melalui : VK 03 Oktober 2019 pukul 21.30 WITA
Rawat inap : Flamboyan (04/10/2019 – 07/10/2019)
No. RM : 520026
Jaminan : BPJS kelas III
3.2 Anamnesis(Autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2019 di Ruang VK)
Keluhan Utama : kencang-kencang pada perut bawa menjalar ke pinggang.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Rujukan dari Puskesmas Batakte dengan Dx: G1P0A0 39-40
minggu T/H + Inpartu kala I Fase Laten + sifilis. Keluhan perut kencang-kencang
(+) kencang-kencang pada perut bawa menjalar ke pinggang sudah 2 hari, riwayat
keluar air-air (-), lendir dan darah (-). Pasien masih merasakan gerakan janin aktif.
Sifilis (+) pertama kali periksa saat usia kehamilan 24 minggu di Puskesmas
Bakunase dan didaptkan sifilis + reaktif. Pasien kontrol di Poli kulit Kelamin dan
didiagnosa sebagai sifilis laten lanjut, sudah suntik sebanyak 3 kali (1 minggu 1x )
di poli kulit kelamin. Setiap kali suntik (Benzatin Penicilin 2,4 IU) di bokong kiri
kanan. Suntik terakhir tanggal 2 oktober 2019. Menurut pasien tidak pernah
muncul luka pada kelamin, ruam kemerahan pada kulit tidak ada, rabut rontok
tidak ada. Suami pasien juga tidak pernah mengalami luka pada kelamin ataupun
muncul ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suami Pasien tidak pernah periksa dan
belum mendapat pengobatan. Pasien tidak Penah kontrol di Poli kebidanan RSU
Johannes.
24

Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
Riwayat Kontrasepsi:Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya
Riwayat Ante Natal Care (ANC) : 13 kali di Puskesmas Bakunase, Sp.OG 3x
Riwayat imunisasi :Tetanus Toxoid 2 kali
Riwayat menarche : Usia 15 tahun, siklus teratur 28 hari, lama haid 4 hari
Riwayat persalinan :
1. Hamil ini : HPHT : 28/12/2018
TP : 4/10/2019
UK : 39-40 minggu
3.3 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6
Tanda–tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.5 0C
SpO2 : 98 %
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok
Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
konjungtiva (-/-), pupil isokor ukuran diameter (2 mm/2
mm), reflek cahaya langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak kering, perdarahan gusi (-),
mukosa merah muda, lidah kotor
Leher : Perbesaran kelenjar tiroid (-), perbesaran KGB (-)
25

Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak pelebaran vena, tidak
tampak bekas luka (scar),
Pulmo
Paru-paru anterior :
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak tampak
penggunaan otot bantu pernapasan, tidak terdapat pelebaran sela iga,
sela iga mengambang.
P : Taktil fremitus kiri dan kanan simetris, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak teraba massa
P : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar terletak pada linea
midclavicularis ICS 8 dekstra
A : Suara nafas vesikuler, ronki, wheezing

Paru-paru posterior :
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis
P : Taktil fremitus kiri dan kanan simetris, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak teraba massa
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikuler, ronki, wheezing

Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea midclavicularis sinistra, thrill tidak
teraba
P : Batas jantung kanan : linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
A : S1–S2 tunggal, regular, tidak terdengar murmur ataupun gallop

Abdomen
26

I : Cembung
A: Bising usus (+) kesan normal
P : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien sulit dievaluasi.
P : Nyeri (-), pekak
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema tungkai (-/-)
Pemeriksaan Obstetri
 Pemeriksaan luar
I : tampak cembung (+)
P :TFU 27 cm
Leopold I :bulat lunak, TFU 27 cm
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : bulat keras
Leopold IV :belum masuk pintu atas panggul (PAP), 5/5
His : -
A : DJJ : 144x/menit
 Pemeriksaan dalam
VT : Pembukaan 1 cm, effacement 25%, portio tebal, posterior, KK (+), bagian
terendah janin kepala, denominator UUK sde, Belum masuk hodge, ukuran
panggul dalam luas.
3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium di RSUD W. Z. Yohannes Kupang
(Tanggal 12/09/2019 pukul 11.54)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


Serologi
Reaktif,
VDRL Negatif
titer 1:4
TPHA RT/TAP Negatif
Pemeriksaan laboratorium di Prodia
(Tanggal 13/09/2019 )

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


27

Imuno Serologi

TPHA Reaktif 1:2560 Non Reaktif

Pemeriksaan laboratorium di RSUD W. Z. Yohannes Kupang


(Tanggal 03/10/2019 pukul 23.47)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


Darah Rutin

Hemoglobin 10,4 g/dL 12,0 – 16,0

Jumlah Eritrosit 3,73 106/uL 4,20 – 5,40

Hematokrit 30,2 % 37,0 – 47,0

MCV 81,0 fL 81,0 – 96,0

MCH 27,9 Pg 27,0 – 36,0

MCHC 34,4 g/L 31,0 – 37,0

Jumlah Leukosit 12,52 103/ul 4,0 – 10,0

Eosinophil 3,7 % 1,0 – 5,0

Basofil 0,2 % 0–1

Neutrofil 71,6 % 50 – 70

Limfosit 17,3 % 20 – 40
7,2
Monosit % 2–8

Jumlah Trombosit 334 103/uL 150 – 400

PT 10,2 detik 10,8 – 14,4

APTT 39,2 detik 26,4 – 37,6

HBsAg Non reaktif Non reaktif


HIV Non reaktif Non reaktif
VDRL Negatif Negatif

Urinalisasi (03/10/2019 pukul 23.47)


28

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis 1.020 1.000-1.030

Ph 7.0 4.5-8.0

Nitrit Negatif Negatif

Protein +1 Mg/dL Negatif

Glukosa Negatif Mg/dL Negatif

Bilirubin Negatif Mg/dL Negatif

Keton Negatif Mg/dL Negatif

Darah +2 Mg/dL Negatif

Mikroskopis

Eritrosit 10-20 /lpb Negatif

Lekosit 5-10 /lpb 0-5

Silinder Negatif /lpk Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Epitel Penuh /lpk 0-2

USG Abdomen (02/10/2019)


29

1.4 Asessment
G1P0A0 39-40 minggu T/H + observasi inpartu+ Sifilis On treatment +
IUGR + ISK +TBJ 2440 gram
1.5 Planning
 Observasi inpartu bila inpartu pro persalinan spontan belakang kepala
1.6 Follow up

Jam Observasi
22: 00 DJJ : 144menit
HIS : (-)
23:00 DJJ : 145/ menit
HIS : (-)
23: 45 DJJ : 145/ menit
HIS : (-)
01:00 DJJ : 149x/ menit
HIS (-)
02.00 DJJ : 148x/ menit
HIS (-)
VT : Pembukaan 1 cm, effacement 25%, portio tebal, posterior, KK
(+), bagian terendah janin kepala, denominator UUK sde, Belum
masuk hodge, ukuran panggul dalam luas.
05:00 DJJ : 147x/ menit
HIS (-)
30

Follow Jumat 4/10/2019 | VK, Pukul 06.00


UP
S Nyeri perut bagian bawa menjelar ke pinggang (+) keluar air-air
(-), lendir dan darah dari jalan lahir (-), gerakan janin (+)
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 98 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,5 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel, TFU 27 cm.
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• DJJ: 141x/menit
• His: -
• VT : Pembukaan 1 cm, effacement 25%, portio
tebal, posterior, KK (+), bagian terendah janin
kepala, denominator UUK sde, Belum masuk
hodge, ukuran panggul dalam luas.
A G1P0A0 40 minggu T/H + observasi inpartu+ Sifilis On
treatment + ISK + IUGR + TBJ 2440 gram
P Observasi inpartu bila inpartu pro persalinan spontan
belakang kepala
Amoxicilin 3x500 mg (PO)

Jam Observasi
08: 00 Visit dr Laurens, Sp.OG
A: G1P0A0 39-40 minggu T/H + Tak inpartu+ Sifilis + IUGR + TBJ
2300gram
P : - KIE
- Pro terminasi SC

Outcome :

Lahir bayi Perempuan Secara SC atas indikasi sifilis + IUGR pukul 12:05 WITA
BB 2200 gram/ PB 43 cm / AS 8-9
31

Follow Jumat 4/10/2019 |OK


UP
(Bayi)
S Bayi perempuan, anak 1 lahir secara SC a/i ibu sifilis on therapy
segera menangis NA: 8/9, BB 2200 gram, PB: 43cm, BAB dan
BAK belum
O • KU : Lemah Merintih
• N : 140 x/m
• RR : 68 x/m
• S : 35,6 C
• Pemfis:
• Pernapasan cuping hidung (+)
• Paru: Ves (+/+), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Datar, BU (+) kesan normal
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 dtk
• Down score 4

A - RD sedang
-BBLR- NCB/KMK/Post SC
-Ibu sifilis
P Resusitasi
-Vit K 1mg IM
-Salep mata
-O2 5lpm JR
-Kebutuhan cairan 132cc/hari :
Oral : puasa
IVFD : D10% 132cc/hari
-Ampisilin 2x110mg IV
-Gentamisin 1x11 mg IV
Cek DL, GDS, IT Ratio, CRP, VDRL→ LAPOR

Pemeriksaan laboratorium Bayi di RSUD W. Z. Yohannes Kupang


(Tanggal 04/10/2019 pukul 14.19)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


Darah Rutin

Hemoglobin 13,6 g/dL 10,5 – 12,9

Jumlah Eritrosit 4,20 106/uL 3,60-5,20

Hematokrit 39,6 % 35,0-43,0

MCV 93,2 fL 74,0-106,0


32

MCH 32,4 Pg 21,0-33,0

MCHC 34,3 g/L 28,0-32

Jumlah Leukosit 19,23 103/ul 6,0 – 17,0

Jumlah Trombosit 351 103/uL 299-553

GDS 28,0 Mg/dL 70-150


CRP Negatif Mg/dL < 0,2
VDRL Non Reaktif Negatif

Lapor dr Advice
Iren Sp.A -Bolus D10% 2 cc/kgBB
-Periksa Ulang GDS 2 jam setelah bolus
-Inj PPG 1x115 IU IM selama 10 Hari (Sebelumya skin test)
-Salep mata
-O2 5lpm JR

Follow Jumat 4/10/2019 |Flamboyan, Pukul14.00

UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 94 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,2 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
33

• PPV : (+) lokia rubra


A P1AH1 Post SC a/i sifilis H0
P - Tangan Kanan Terpasang Infus RL Drip Oxy 20 IU dan
D5% Drip Analgetik
-Inj Kalnex 3x500mg
-Inj ketorolak 3x30 mg
- Inj metoclopramid 3x1 amp
- Inj ranitiden 2x50 mg

Pemeriksaan laboratorium Post Op di RSUD W. Z. Yohannes Kupang


(Tanggal 04/10/2019 pukul 20.307)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukkan


Darah Rutin

Hemoglobin 10,4 g/dL 12,0 – 16,0

Jumlah Eritrosit 3,72 106/uL 4,20 – 5,40

Hematokrit 30,2 % 37,0 – 47,0

MCV 81,2 fL 81,0 – 96,0

MCH 28,0 Pg 27,0 – 36,0

MCHC 34,5 g/L 31,0 – 37,0

Jumlah Leukosit 18,70 103/ul 4,0 – 10,0

Eosinophil 0,0 % 1,0 – 5,0

Basofil 0,1 % 0–1

Neutrofil 92,9 % 50 – 70

Limfosit 4,5 % 20 – 40
2,5
Monosit % 2–8

Jumlah Trombosit 328 103/Ul 150 – 400

Follow Sabtu 5/10/2019 |Flamboyan

UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi
34

O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 100/70 mmHg
• N : 88 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,8 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-1
P -Aff infus + DC
- Asam mafenamat 3x500mg
-Antasid 3x1C
-Livron 2x1

Follow Minggu 6/10/2019 |Flamboyan

UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi, sudah BAB.
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 85 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,7 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
35

(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-2
P -Asam mafenamat 3x500mg
-Antasid 3x1C
-Livron 2x1

Follow Senin 7/10/2019 |Flamboyan

UP
S Nyeri perut Pada bekas Operasi, sudah BAB.
O • KU : Baik
• GCS : CM, E4M6V5
• TD : 110/70 mmHg
• N : 85 x/m
• RR : 20 x/m
• S : 36,7 C
• Pemfis:
• Kulit: Pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: Cembung, BU (+), supel
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema
(-/-)
• Genitalia: perdarahan pervaginam (-)
• Status Obstetrik
• Puting : Retraksi : -/- ASI +/+, NT -/-
• TFU : 2 jari dibawah pusat
• Kontraksi : (+) baik
• PPV : (+) lokia rubra
A P1AH1 Post SC a/i sifilis H-3
P -KIE
-BPL
36

BAB 4
PEMBAHASAN

No Data atau Masalah Penanganan Teori

1 Pasien Rujukan dari Pasien di rujuk dari Maternal sifilis bisa menyebabkan
puskesmas Batakte puskesmas ke RSUD infeksi fetal melalui beberapa rute.
dengan Dx: G1P0A0 Johannes Kupang untuk Penularan dapat terjadi pada masa
39-40 minggu T/H + dilakukan terminasi kehamilan, kontak saat persalinan,
Inpartu kala I Fase kehamilan di RSU dan kontak dengan lesi sifilis setelah
Laten + sifilis dikarenakan sifiis yang persalinan.
di alami oleh Pasien Terminasi kehamilan dapat
dilakukan baik secara pervaginam
maupun perabdominal (SC) sesuai
indikasi obstetrik (contoh: CPD,
gawat janin, plasenta previa totalis,
sifilis stadium primer yang memiliki
lesi primer).
2 Pada tanggal 3 Oktobor Dilakukan anamnesis, - Skrining dilakuan pada semua ibu
2019 pasien MRS di pemeriksaan fisik dan hamil pada kunjungan pertama
RSUD Johannes dengan pemeriksaan penunjang prenatal.
Dx G1P0A0 39-40 (DL, UL,
PT/APTT, - Jika ibu hamil memiliki risiko
minggu T/H + triple eliminasi) tinggi, maka tes ulang secara dini
observasi inpartu + dilakukan pada trimester ketiga
Sifilis On treatment + kehamilan dan pada saat
IUGR+ ISK +TBJ 2440 persalinan.
gram
Tes pada saat sebelum
melahirkan dapat mendeteksi infeksi
ulang, khusunya pada ibu hamil yang
pasangannya tidak diobati atau
37

belum pernah dilakukan tes


sebelumnya.
3 Pasien pertama kali Pasien kontrol di poli Tes serologi sifilis banyak digunakan
periksa Tripel Eliminasi kulit kelamin dan untuk tujuan diagnostik dan skrining.
saat usia kehamilan 24 didiagnosa sebagai Terdiri atas 2 jenis yaitu tes
minggu di Puskesmas sifilis laten lanjut, nontreponema dan treponema
Bakunase dan sudah suntik sebanyak Biasanya pemeriksaan sifilis
didaptkan sifilis + 3 kali (1 minggu 1x ) di dilakukan dengan 2 langkah. Pertama
reaktif. Pada tanggal poli kulit kelamin. tes non treponema, yaitu RPR atau
12/9/2019 pasien Setiap kali suntik VDRL (veneral diseases research
melakukan pemeriksaan (Benzatin Penicilin 2,4 labotory). Jika hasil tes non
VDRL dengan hasil IU) di bokong kiri treponema Reaktif selanjutnya
Reaktif, titer 1:4. kanan. Suntik terakhir dilakukan konfirmasi dengan tes
13/9/2019 Dilakukakan tanggal 2 oktober 2019. treponema yaitu TPHA, TP-PA,
pemeriksaan TPHA FTA-ABS dan TP rapid.
dengan hasil Reaktif  Jika hasil RPR reaktif dan
1:2560 TPHA reaktif dan tidak ada
riwayat terapi sifilis dalam 3
bulan terakhir, maka perlu
diberikan terapi sesuai
stadium.
- Titer RPR <1:4 (1:2 atau 1:4)
dapat diinterpretasikan dan
diterapi sebagai sifilis laten
lanjut.
Terapi pada sifilis laten lanjut:
Benzatin Benzil penicilin 2,4 juta IU,
injeksi IM satu kali/minggu selama 3
minggu berturut-turut.
38

4 Pada tanggal 4/10/2019 Pasien diedukasi dan Maternal sifilis bisa menyebabkan
diberikan penjelasan infeksi fetal melalui beberapa rute.
Visit DPJP dengan
mengenai tindakan Penularan dapat terjadi pada masa
Assesment G1P0A0
terminasi yang akan kehamilan, kontak saat persalinan,
39-40 minggu T/H +
dilakukan dan dan kontak dengan lesi sifilis setelah
Tak inpartu+ Sifilis +
menjelaskan risiko dan persalinan. Penularan sifils dari ibu
IUGR + TBJ 2300gram
komplikasi yang dapat ke bayi biasanya berlangsung melalui
Dengan planning
terjadi. transmisi transplasenta. Walaupun
Pro terminasi SC
penularan ibu ke bayi dapat terjadi
pada minggu ke-9 kehamilan, namun
biasanya penularan terjadi pada
minggu ke-16 dan ke-28 kehamilan.
Terminasi kehamilan dapat
dilakukan baik secara pervaginam
maupun perabdominal sesuai
indikasi obstetrik (contoh: CPD,
gawat janin, plasenta previa totalis,
sifilis stadium primer yang memiliki
lesi primer). Pada kasus tidak ada
indikasi untuk dilakukan terminasi
secara perabdominal (SC).
5 Pada tanggal 4/10/2019 Hasil pemeriksaan dr. Sifilis pada ibu hamil yang tidak
Sp.A didapatkan : diobati dapat mengakibatkan
Lahir bayi Perempuan
keguguran, prematuritas, bayi berat
Secara SC atas indikasi -RD sedang
lahir rendah, lahir mati dan sifilis
sifilis + IUGR pukul -BBLRNCB/KMK/
kongenital
12:05 WITA BB 2200 Post SC
gr / PB 43 cm / AS 8-9 -Ibu sifilis
6 Pada tanggal 4/10/2019 Bayi yang tidak menunjukan gejala
di lakukan pemeriksaan dr. Sp.A memberikan sifilis kongenital dan ibu diobati
VDRL pada bayi Inj PPG 1x115 IU IM kurang dari 4 minggu sebelum
didapatkan hasil non selama 10 Hari partus anjuran terapi pada bayi
39

reakif (Sebelumya skin test). berupa Procaine penisilin G 50.000


unit/Kg/Dosis, injeksi IM Sekali
suntik perhari selama 10 hari.

7 Suami Pasien tidak KIE untuk melakukan Pasangan juga perlu dilakukan
pernah periksa dan pemeriksaan dan skrining infeksi sifilis jika hasil
belum mendapat memulai pengobatan TPHA reaktif. Pada kasus IMS salah
pengobatan. satu contoh adalah sifilis, pengobatan
harus di berikan kepada pasien dan
pasangan seksual tetap pasien agar
mencegah infeksi berulang.

8 Pemilihan kontrasepsi KIE mengenai jenis Pilihan kontrasepsi pada kasus IMS
kontrasepsi dan efek adalah kondom. keuntungan kondom
samping serta adalah dapat mecegah penularan
keuntungan dari IMS, tidak mengganggu ASI, tidak
masing-masing mempunyai efek sistemik, metode
kontrasepsi. kontrasepsi sementara bila metode
kontrasepsi lain harus ditunda
9 Terapi lanjut untuk KIE untuk kontrol di Pasien dengan sifilis telah diterapi
sifilis pada ibu tidak di Poli Kulit Kelamin dengan adekuat harus dievaluasi
perlukan, di anjurkan untuk memantau secara klinis dan serologi tiap 3
untuk kontrol kembali keberhasilan terapi, bulan selama satu tahun pertama
ke poli klinik Kulit sesuai jadwal kontrol (bulan ke 3, 6,9,dan 12), dan setiap 6
Kelamin untuk yang di berikan dari bulan di tahun kedua.
memantua keberhasilan Poli Kulit Kelamin 3,6,9,12,18, dan 24 bulan setelah
pengobatan terapi:
- Jika titer RPR tetap sama atau
bahkan turun, terapi dianggap
berhasil dan pasien cukup di
observasi. Jika titer RPR
meningkat, obati pasien
sebagai infeksi baru dan
40

ulangi terapi
- Jika RPR Non reaktif atau
reaktif lemah maka pasien di
anggap sembuh
10 Terapi lanjut untuk bayi KIE untuk kontrol ke Ibu diobati kurang dari 4 minggu
dari ibu dengan sifilis poli anak dan ke sebelum partus dan bayi dengan
yang tidak menunjukan posyandu setempat klinis normal anjuran terapi pada
gejala dan hasil untuk mendapat bayi berupa Procaine penisilin G
pemeriksaan VDRL pelayanan imunisasi 50.000 unit/Kg/Dosis, injeksi IM
non reaktif tidak di sesuai usia Sekali suntik perhari selama 10 hari
perlukan, di anjurkan sebagai profilasis
untuk kontrol ke poli
anak untuk menilai
pertumbuhan dan
perkembangan anak dan
juga untuk imunisasi

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
41

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan. Ny. YWM umur 21 tahun


dengan diagnosa G1P0A0 39-40 minggu T/H + observasi inpartu + Sifilis On
treatment + ISK + IUGR + TBJ 2440 gram. Pasien sudah melakukan pemeriksaan
Tripel Eliminasi pada usia kehamilan 24 minggu dipuskesmas dan didapatkan
sifilis + Reaktif. Pasian juga menjalani pemeriksaan di poli kulit kelamin dan
didiagnosa sebagai sifilis laten lanjut, sudah mendapat terapi berupa suntik
Benzatin Penicilin 2,4 IU sebanyak 3 kali (1 minggu 1x ) di poli kulit kelamin.
Suntik terakhir tanggal 2 oktober 2019. Pada kasus dapat disimpulkan skrining
saat ANC Sudah Tepat dan terapi saat kehamilan sudah tepat.

Dilakukan seksio sesarea pada 4 Oktober 2019. Lahir bayi Perempuan


Secara SC atas indikasi sifilis + IUGR pukul 12:05 WITA BB 2200 gr / PB 43
cm / AS 8-9. Pada bayi tidak ditemukan adanya sifilis kongenital. Terapi dari
dokter spesialis anak untuk bayi ini memberikan Inj PPG 1x115 IU IM selama 10
Hari. Terminasi kehamilan dapat dilakukan baik secara pervaginam maupun
perabdominal sesuai indikasi obstetrik (contoh: CPD, gawat janin, plasenta previa
totalis, sifilis stadium primer yang memiliki lesi primer). Pada kasus tidak ada
indikasi untuk dilakukan terminasi secara perabdominal (SC). Bayi yang tidak
menunjukan gejala sifilis kongenital dan ibu hamil yang diobati kurang dari 4
minggu sebelum partus dan bayi dengan klinis normal anjuran terapi pada bayi
berupa Procaine penisilin G 50.000 unit/Kg/Dosis, injeksi IM Sekali suntik
perhari selama 10 hari sebagai profilasis. Pada kasus terapi pada bayi sudah tepat

Suami Pasien tidak pernah periksa dan belum mendapat pengobatan


sehingga dilakukan KIE untuk melakukan pemeriksaan dan memulai pengobatan.
Selain itu juga dilakukan KIE mengenai jenis kontrasepsi dan efek samping serta
keuntungan dari masing-masing kontrasepsi dimana kontrasepsi yang tepat pada
pasien adalah kondom. Serta KIE untuk melakukan kontrol di poli Kulit Kelamin
untuk memantau keberhasilan pengobatan sesuai jadwal yang di berikan dari poli
Kulit Kelamin.

3.2 Saran
42

Pada pasien dengan sifilis pada kehamilan, perlu diperhatikan:


1. Terapi yang di berikan sudah adekuat atau tidak, untuk pertimbangan
pemberian terapi pada bayi yang akan dilahirkan.
2. Konseling mengenai dampak sifilis pada kehamilan dan pada bayi.
3. Konseling untuk pengobatan pada pasangan sesksual tetap dari penderita
sifilis untuk mencegah infeksi berulang.
4. Pemantauan terapi untuk menilai keberhasilan terapi dan ada tidaknya
reinfeksi ataupun infeksi baru.

DAFTAR PUSTAKA
43

1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh


Jakarta: FKUI.2015
2. Santis, M.D., Luca, C.D., Mappa, I., Spagnuolo, T., Licameli, A.,
Straface,G., & Scambia1, G. Syphilis infection during pregnancy: Fetal
risks andclinical management. Infectious Diseases in Obstetrics and
Gynecology.2012. doi:10.1155/2012/430585
3. Newman, L., Kamb, M., Hawkes, S., Gomez, G., Say, L., Seuc, A., &
Broutet, N. Global estimates of syphilis in pregnancy and associated
adverse outcomes: Analysis of multinational antenatal surveillance data.
PLoS Med. 2013;10(2):e1001396.
4. Hawkes, S. J., Gomez, G.B., & Broutet, N. Early antenatal care: does it
make a difference to outcomes of pregnancy associated with syphilis? A
systematic review and meta-analysis. PLOS ONE. 2013;8(2): e56713.
5. World Health Organization. Over a million pregnant women infected with
syphilis worldwide. 2012.
6. Buku Seri Infeksi Dalam Kehamilan. Manajemen Tripele Eliminasi
Hepatitis B, HIV, SIFILIS. POGI. 2019
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Manajemen
Program Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis Dari Ibu ke Anak. 2015
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan
Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis Dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga
Kesehatan. 2015
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Eliminasi Penularan
HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari IBU ke Anak. 2017
10. Buku Seri Infeksi Dalam Kehamilan : Managemen Tripel Eliminasi
Hepatitis B, HIV, Sifilis. POGI. 2019
11. Hitti J, Watts DH. Bacterial Sexually Transmitted Infections in Pregnancy
In: Holmes, K.K, Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N.,
Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H, eds. Sexually Transmitted Diseases.
12. Gomez GB, Kamb ML, Newman LM, Mark J, Broutet N, Hawkes SJ.
Untreated Maternal Syphilis and Adverse Outcomes of Pregnancy: A
44

Systematic Review and Meta-Analysis. Bull World Health Organ.


2013;91:217-26
13. Moline HR, Smith JF. The Continuing Threat of Syphilis in Pregnancy.
Current Opinion Obstetric and Gynocology. 2016;28:101-4
14. Braccio S, Sharland M, Landhani SN. Prevention and Treatment of
Mother-to-Child Transmission of Syphilis. Current Opinion Infectious
Disease. 2016;29:268-74
15. Centers for Disease Control and Prevention. Syphilis in Pregnancy in
Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2015. MMWR
Recomm Rep 2015;64(No. RR-3): 43-4
16. Centers for Disease Control and Prevention. Screening Recommendations
Referenced in in Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines,
2015. MMWR Recomm Rep 2015;64(No. RR-3): 45-7

Anda mungkin juga menyukai