Anda di halaman 1dari 115

KEGAWATDARURATAN

PAR U
(PULMONARY EMERGENCIES 1)
Sub Pokok Bahasan :
1. Batuk Darah
2. Gagal napas
3. Kegawatdaruratan pada Asma dan PPOK
eksaserbasi
4. Sepsis dengan syok dan gagal napas
5. Pneumotoraks
6. Atelektasis

Oleh : dr. Sri Rezeki Arbaningsih, Sp.P, FCCP


Kegawatdaruratan Paru
Definisi:
Kegawatdaruratan paru adalah
berbagai keadaan yang dapat
menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa si penderita serta
memerlukan penanganan segera.
Prinsip Dasar Penanganan
Kegawatdaruratan PARU :

Tindakan penyelamatan jiwa si


penderita lebih penting
daripada penegakan diagnostik.
1. Batuk Darah (Hemoptisis)
Sinonim : Hemoptoe atau hemoptysis.
 Haima = darah ;
 Ptysis = diludahkan
Defenisi :

 Ekspektorasi darah atau mukus yang


berdarah; atau
 Batuk yang disertai dengan dahak
bercampur darah atau hanya darah tanpa dahak.
Batuk Darah (Hemoptisis)
Harus berasal dari saluran napas bagian
bawah (dari glottis ke bawah), bukan dari
saluran napas bagian atas maupun dari
saluran pencernaan.
Hemoptisis merupakan situasi emergensi
dan seringkali merupakan refleksi
seriusnya penyakit yang mendasari.
Membedakan batuk darah
dengan muntah darah :
Batuk darah : Muntah darah :
a. Darah dibatukkan a. Darah dimuntahkan
dengan rasa panas di dengan rasa mual
tenggorokan b. Darah bercampur sisa
b. Darah berbuih makanan
bercampur udara
c. Darah terkena asam
c. Darah segar berwarna lambung berwarna
merah muda hitam
d. Darah bersifat alkalis d. Darah bersifat asam
e. Kadang-kadang terjadi e. Sering terjadi anemia
anemia
f. Tes benzidin positif
f. Tes benzidin negatif
Kriteria Hemoptisis :

1. Batuk darah ringan : < 25 cc/24 jam


2. Batuk darah berat : 25-250 cc/24 jam
3. Batuk darah masif : ≥ 600 cc/24 jam
Kriteria hemoptisis masif dan
Indikasi tindakan bedah menurut
Busroh (1978) :
1. Batuk darah > 600 cc/24 jam dan dalam
pengamatan batuk darah tidak berhenti.
2. Batuk darah 250-600 cc/24 jam, Hb<10 gr%
dan batuk darah berlangsung terus menerus.
3. Batuk darah 250-600 cc/24 jam, Hb>10 gr%
dan dalam pengamatan 48 jam perdarahan
tidak berhenti.
Etiologi hemoptisis :
Infeksi(bakteri, mikobakterium, jamur,dll)
Neoplasma
Trauma dan benda asing
Kelainan kardio/pulmo-vaskuler
Perdarahan alveolar
Dan lain-lain, seperti malformasi arteriovenosa,
katamenial, idiopatik (2-15%).
Menurut Hadiarto dkk :
Insiden hemoptisis pada beberapa
penyakit yang mendasari, sbb:
1. Tuberkulosis paru (50%)
2. Karsinoma bronkus (22%)
3. Bronkitis (8%)
4. Bronkiektasis (5%)
Patofisiologi hemoptisis pada TB :
 Pecahnya aneurisma yang terdapat pada dinding kavitas,
yaitu Rasmussens aneurysm,
 Arteri bronkialis yang mengalami dilatasi dan radang
menahun sepanjang arteri tersebut,
 Kavitas yang baru terbentuk dimana dindingnya berupa
jaringan granulasi yang kaya dengan pembuluh darah,
 Ulserasi pada mukosa bronkus,
 Limfonodi yang mengalami kalsifikasi dan menimbulkan
penekanan ke arah lumen bronkus sehingga terjadi
nekrosis dan ulkus,
 Aspergilosis yang menyebabkan iritasi kronik,
 Bronkiektasis sekunder.
Patofisiologi hemoptisis pada
bronkiektasis :
Karena pecahnya arteri bronkialis yang
dilatasi dan mengalami peradangan kronik
atau infeksi sekunder.

Patofisiologi hemoptisis pada lesi


kardiovaskuler :
Seperti pada stenosis mitral terjadi
karena hipertensi pulmoner.
Pemeriksaan penunjang diagnostik :

FOTO TORAKS
SPUTUM BTA
SPUTUM KULTUR BAKTERI
DARAH LENGKAP ;
FAKTOR PEMBEKUAN DARAH ;
GOLONGAN DARAH
EKG
BRONKOSKOPI SERAT OPTIK
ANGIOGRAFI
HRCT SCAN
Peranan Bronkoskopi serat optik :
Diagnostik :
 Mencari penyebab hemoptisis seperti
keganasan, radang, atau benda asing.
 Mengetahui asal/lokasi perdarahan.
Terapetik :

 Menghentikan perdarahan yang masih


berlangsung dengan pembersihan jalan napas/
bilasan (bilasan bila perlu dengan adrenalin),
 Sebagai ‘life saving’ pada pasien dengan
sumbatan jalan napas,
 Mengambil benda asing dan tamponade.
Tujuan Penatalaksanaan :
1. Mencegah asfiksia
2. Menghentikan perdarahan
3. Mengobati penyebab utama perdarahan.

Komplikasi :
1. Asfiksia  penyebab kematian terbanyak
2. Kegagalan kardiosirkulasi akibat kehilangan
darah yang banyak dalam waktu singkat
3. Penyebaran penyakit ke bagian-bagian yang
sehat.
Prosedur penatalaksanaan :
1. Bantuan menunjang fungsi vital;
- Pemantauan & tatalaksana hipotensi, anemi dan kolaps KV
- Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah
dipertimbangkan sejak awal
- Pasien dibimbing untuk batuk yang benar
2. Mencegah obstruksi saluran napas;
- Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk mencegah aspirasi
- Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan
bronkoskopi
3. Menghentikan perdarahan;
- Pemasangan kateter balon oklusi fogarty untuk tamponade
perdarahan
- Teknik lain dengan embolisasi a.bronkialis dan pembedahan.
Penatalaksanaan Konservatif :
 Menenangkan penderita
 Pasien dibimbing untuk batuk yang benar; dinasehati tidak
menahan batuknya bila timbul batuk darah
 Bila KU baik dan refleks batuk baik, posisikan pasien
duduk
 Bila KU lemah dan refleks batuk tidak adekwat 
berbaring pada posisi yang sakit, sedikit tredelenburg
 Menjaga jalan napas tetap terbuka
 Bila terdapat tanda-tanda sumbatan jalan napas perlu
dilakukan pengisapan (suction)  bisa dengan
bronkoskop
 Bila perlu dengan pemasangan ETT
Lanjutan...
 Pemberian oksigen bila jalan napas telah bebas sumbatan
 Pemasangan IVFD untuk pemberian cairan/obat parenteral
 Pemberian obat hemostatik: Asam traneksamat, vit.K, vit.C IV
 Sedatif ringan bila pasien gelisah (diazepam 3x 15-60 mg)
 Obat penekan refleks batuk, hanya diberikan bila terdapat
batuk yang berlebihan & merangsang perdarahan lebih banyak
(Codein 10-20 mg/ 3-4 jam)
 Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun <25-30% atau
Hb<10 gr% atau perdarahan masih berlangsung
 Observasi batuk darah dalam 24 jam.
2. GAGAL NAPAS
(Respiratory Failure)

Gagal napas merupakan kelainan yang terjadi di


paru.

Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas


antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di
pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan
gerakan gas masuk keluar paru.
Sistem respirasi pada dasarnya meliputi
organ paru sebagai tempat pertukaran gas
dan pompa ventilasi (otot-otot pernapasan
dan rongga toraks).
Salah satu atau keduanya bisa gagal dan
menimbulkan kegagalan pernapasan.
Gagal napas muncul jika pertukaran gas
di paru berkurang secara bermakna
sehingga menyebabkan turunnya kadar
oksigen dalam darah (hipoksemia).
Kondisi hipoksemia dapat timbul dengan/
atau tanpa peningkatan kadar karbon
dioksida.
Gagal napas hampir selalu berhubungan
dengan kelainan di paru, tapi keterlibatan
organ lain juga tidak dapat diabaikan.
Diagnosis :
Diagnosis gagal napas akut ditegakkan bila terdapat
2 dari 4 kriteria berikut :
1. Sesak napas akut
2. PaO2 < 60 mmHg dengan pernapasan di udara ruangan
3. PaCO2 > 50 mmHg
4. pH darah sesuai dengan asidosis respiratorik (pH≤ 7,2)

Kriteria tambahan ke-5 :


5. Perubahan status mental pasien ditambah1 atau lebih
kriteria di atas.
Klasifikasi :
Gagal napas akut dapat dibagi 2, yaitu :
1. Gagal napas akut tipe 1 (hipoksemia) ;
 dihubungkan dengan defek primer pada
oksigenasi.
2. Gagal napas akut tipe 2 (hiperkapnia) ;
 dihubungkan dengan defek primer
pada ventilasi.
 Pada beberapa kasus sering dijumpai kombinasi
kedua tipe gagal napas tersebut.
Patofisiologi gagal napas :
Tekanan parsial O2 dan CO2 dalam alveolus
dan darah kapiler paru ditentukan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

Bila :
 Ventilasi-perfusi   pO2 darah kapiler , pCO2 
 Ventilasi-perfusi   pO2 darah kapiler , pCO2 
Gagal napas tipe 1 :
 Terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan oleh
kegagalan oksigenasi.
 PaO2 ≤ 60 mmHg, dengan PaCO2 normal atau PaCO2 ≤
40 mmHg.
 Ada 6 kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas tipe I
yaitu :
1. Tekanan parsial O2 inspirasi yang tidak normal (low PiO2)
2. Kegagalan difusi O2.
3. Ketidakseimbangan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch).
4. Pirau (shunt) kanan ke kiri.
5. Hipoventilasi alveolar.
6. Konsumsi O2 jaringan yang tinggi
Beberapa penyebab gagal napas tipe I :
 Keterlibatan parenkim difus
 Edema paru kardiogenik & non kardiogenik
 Pneumonia bilateral
 Infiltratif: fibrosis paru, infiltratif tumor, reaksi sitotoksik
obat
 Efusi pleura, atelektasis, pneumonia, trauma paru
 Pneumotoraks, emboli paru, shunt intrakardial, asma, PPOK
 Sepsis
 Syok
 Reaksi transfusi, aspirasi isi lambung, trauma inhalasi
 Dan lain-lain
Gagal napas tipe II :
Dihubungkan dengan peningkatan CO2 karena
kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif
cukup.
PaO2  , PaCO2 
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi &
hipoventilasi alveolar.
Beberapa kelainan utama yang dihubungkan
dengan gagal napas tipe II ini adalah kelainan
sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskular,
dan deformitas dinding dada.
Pemeriksaan :
AGDA dan kadar elektrolit
Ronsen toraks
Darah lengkap : anemia, polisitemia
Fungsi ginjal dan hati
 mencari etiologi atau komplikasi
Serum kreatinin kinase dan Troponin I
 menyingkirkan MCI
EKG dan ekokardiografi
Uji faal paru
Prinsip managemen gagal napas :
1. Hipoksemia dapat menyebabkan kematian pada
gagal napas
2. Tujuan objektif primer untuk kembali normal dan
mencegah hipoksemia
3. Tujuan objektif sekunder untuk mengontrol
PaCO2 dan asidosis respiratorik
4. Obati penyakit yang mendasari
5. Penderita dengan kelainan neuromuskuler 
monitor dan diobati
Tatalaksana gagal napas :
1. Oksigenasi
2. Bantuan ventilasi
 mungkin memerlukan ventilator
mekanik
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa
4. Penanganan komplikasi gagal napas akut
5. Penanganan penyebab yang mendasari
Metode Pemberian Oksigen
Oksigen harus diberikan dengan cara
sesederhana mungkin dan fraksi insipirasi
oksigen (FiO2) serendah mungkin, namun tetap
dapat mempertahankan nilai PaO2 > 60 mmHg
dan SaO2 > 90%
Pilihan metode tergantung:

besar FiO2 , kenyamanan pasien, tingkat


kelembaban yang dibutuhkan, dan kebutuhan
terapi nebulisasi
Terbagi menjadi low flow dan high-flow devices
Alat yang digunakan O2 (L/menit) FiO2

Kanula hidung 1-2 0,21-0,24

2 0,23-0,28

3 0,27-0,34

4 0,31-0,38

5-6 0,32-0,44

Venturi 4-6 0,24-0,28

8-10 0,35-0,40

8-12 0,50

Simpel 5-6 0,30-0,45

7-8 0,40-0,60

Rebreathing 7 0,35-0,75

10 0,65-1,00

Non rebreathing 4-10 0,40-1,00


Komplikasi :
 Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder
penggunaan ventilator
 Jantung: cor pulmonal, hipotensi, penurunan cardiac
output, aritmia, perikarditis, dan MCI
 Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus, diare
dan pneumoperitoneum, stress ulcer
 Polisitemia
 Infeksi nosokomial: pneumonia, ISK, sepsis
 Ginjal: GGA dan ketidaknormalan elektrolit dan asam
basa
 Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan
dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral.
Prognosis
1. Angka kematian karena gagal napas tergantung
etiologi dan penyakit yang mendasarinya.
2. Prognosis cukup baik jika gagal napas pada fase akut
dan tidak ada hipoksemia lama (pada kasus kejang
atau intoksikasi)
3. Prognosis lumayan pada keadaan gagal napas yang
berhubungan dengan gagal napas kronik sekunder
seperti penyakit neuromuskular atau kelainan rongga
toraks
4. Prognosis buruk pada gagal napas yang berhubungan
dengan eksaserbasi akut pada penyakit kronik
3. Kegawatdaruratan pada ASMA dan
PPOK Eksaserbasi

Asma dan PPOK merupakan penyakit yang


ditandai oleh obstruksi saluran yang
menimbulkan gejala serupa satu dengan yang
lain.
Asma : penyakit obstruksi kronik saluran napas
yang bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan.
PPOK : penyakit obstruksi kronik saluran napas
yang bersifat tidak sepenuhnya reversibel.
Eksaserbasi yg terjadi pada asma dan
PPOK ditandai dengan penurunan udara
ekspirasi.
Eksaserbasi berat dapat berujung pada
keadaan yang mengancam jiwa sehingga
memerlukan penanganan segera.
Eksaserbasi :
Eksaserbasi pada asma :
= serangan asma akut ; adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan episode sesak napas/napas
pendek, batuk, mengi dan rasa berat di dada
yang bertambah secara progresif.
Ditandai dengan penurunan aliran udara
ekspirasi yang bisa dihitung dan dimonitor
dengan penurunan fungsi paru (PEF atau
VEP1).
Eksaserbasi :
Eksaserbasi pada PPOK :
keadaan yang ditandai oleh sesak napas yang
makin bertambah, batuk bertambah, produksi
sputum bertambah banyak atau berubah
warna yang berakibat pada perubahan
medikasi reguler.
Lebih sering berhubungan dengan
eksaserbasi gejala, meskipun terdapat juga
perubahan fungsi paru.
Faktor pencetus eksaserbasi :
Pada asma :
- infeksi pernapasan akibat virus (78%)
- asap rokok - status diet
- polusi udara - status sosioekonomi

Pada PPOK :
- infeksi saluran trakeobronkial dan polusi udara
namun sepertiga kasus eksaserbasi PPOK
penyebabnya tidak diketahui.
Derajat serangan asma yang
menimbulkan kegawatan respirasi :
Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Istirahat
Posisi Duduk membungkuk +pergerakan
Cara berbicara Kata demi kata Torakoabdominal
Kesadaran Gelisah Tidak ada
Frekuensi napas >30 kali/menit Bradikardi
Otot bantu napas & Keras Tidak ada, diduga
Retraksi >120 kelelahan otot respirasi
Suprasternal paradoksal Sering ada
Mengi 25 mmHg (dewasa)
Nadi/menit 20-40 mmHg (anak)
Pulsus paradoksus <60% prediksi atau nilai
APE terbaik
PaO2 <60 mmHg
dengan/atau Sianosis
PaCO2 >45 mmHg
SaO2% <90%
Status Asmatikus :
Disebut juga = Acute Severe Asthma
Istilah untuk keadaan serangan asma yang
menjadi berat dan tidak dapat ditanggulangi
dengan penatalaksanaan biasa/ pengobatan
standar.
Definisi : Asma akut berat yang ditandai
dengan serangan serius asma yang beresiko
berkembang menjadi gagal nafas.
Keadaan gawat darurat, bila :
 Sesak napas berat setelah penanganan adekwat di
IGD atau ruang rawat.
 Perubahan status mental (konvulsi, letargi, koma).
 Hipoksemia persisten atau memburuk (PaO2<40
mmHg), dengan/atau hiperkapnia berat/memburuk
(PaCO2>60 mmHg) dengan/atau asidosis respiratorik
berat/memburuk (pH<7,25) walaupun sudah
menggunakan oksigen atau non-invasif ventilator.
 Memerlukan ventilasi mekanik invasif.
 Ketidakstabilan hemodinamik, memerlukan
vasopresor.
Kriteria pasien asma yang beresiko tinggi kematian :
 Riwayat near-fatal asma yg membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik
 Pernah dirawat di RS atau IGD karena asma dlm 1 thn
terakhir
 Sedang menggunakan atau baru berhenti menggunakan
glukokortikosteroid oral
 Tidak sedang menggunakan glukokortikosteroid inhalasi
 Sangat tergantung pada bronkodilator aksi cepat terutama
yang penggunaannya > 1 kanister tiap bulan
 Riwayat ggn psikiatri atau ggn psikososial termasuk yang
menggunakan sedatif
 Riwayat tidak patuh terhadap rencana pengobatan asma
Terapi asma utk mengatasi kegawatan :
Oksigenasi yang adekwat
Inhalasi beta-2 agonis kerja singkat
Epinefrin
Inhalasi antikolinergik
Metilsantin
Inhalasi beta-2 agonis kerja lama
Kortikosteroid sistemik
Magnesium intravena
Indikasi opname untuk PPOK :
 Peningkatan bermakna gejala penyakit
 PPOK derajat berat yang mendapat serangan
 Terdapat tanda-tanda fisik baru (sianosis, edema perifer)
 Kegagalan respon pada keadaan awal
 Faktor komorbid yang signifikan
 Frekuensi eksaserbasi
 Aritmia yang baru terjadi
 Ketidakpastian diagnosis
 Usia tua
 Perawatan di rumah yang tidak memadai
Serangan akut PPOK yang membutuhkan
perawatan di ICU :
 Sesak napas berat yg kurang respon terhadap obat-
obatan kedaruratan respirasi
 Perubahan status mental (konvulsi, letargi dan koma)
 Hipoksemia yang menetap atau memburuk
(PaO2<40 mmHg) dan/atau hiperkapnia yang
menetap atau memburuk (PaCO2>60 mmHg)
dan/atau asidosis respiratorik yang menetap atau
memburuk (pH<7,25) walaupun diberikan oksigen
dan ventilasi mekanik noninvasif
 Memerlukan ventilasi mekanik invasif
 Hemodinamik tidak stabil : perlu vasopresor
Resiko kematian pada PPOK eksaserbasi
akut sangat berhubungan dengan keadaan :
- asidosis respiratorik
- ada tidaknya faktor komorbid
- kebutuhan pemakaian ventilator.

Apabila tidak terdapat ketiga tanda


tersebut maka resiko kematian menjadi
berkurang.
Terapi PPOK untuk mengatasi kegawatan :
Oksigen
Bronkodilator :
- Inhalasi beta-2 agonis
- Inhalasi antikolinergik
- Intravena : metilsantin, bolus dan drip
Antibiotika
Kortikosteroid sistemik
Diuretika bila ada retensi cairan
4. SEPSIS DENGAN SYOK & GAGAL
NAPAS
Sepsis adalah :
suatu keadaan yang terbukti atau diduga disebabkan
oleh infeksi mikroba, menyebabkan reaksi inflamasi
sistemik (SIRS), dan ditandai dengan gejala sbb :
1. Demam (>38C atau <36 C)
2. Takipneu (frek.napas >24 kali/menit)
3. Takikardi (frek.nadi >90 kali/menit)
4. Lekositosis (>12.000/ml) atau leukopeni (<4000/ml)
atau sel batang >10%.

 Minimal didapatkan 2 gejala di atas pada Sepsis.


Syok Sepsis :
Merupakan sepsis dengan hipotensi (tensi
sistolik<90 mmHg, atau penurunan >40
mmHg dari tensi awal.
Tidak responsif terhadap resusitasi cairan
dan terdapat disfungsi organ (asidosis
metabolik, ensefalopati, hipoksemia, DIC,
dll).
Patogenesis :
Kaskade sepsis dimulai dari proliferasi mikroba
di tempat infeksi, yg melibatkan mediator anti
inflamasi.
Bila reaksi lokal gagal maka kuman dapat
langsung masuk ke dalam sirkulasi, yg
merangsang kompensasi anti inflamasi sistemik.
Bila respon tidak berhasil dengan baik maka
dapat terjadi disfungsi organ.
Salah satu organ yg mengalami failure adalah
organ respiratorik, sehingga timbul gagal napas.
Bakteri yang sering menyebabkan sepsis :
Gram positif :
Stafilokokus aureus,
Stretokokus pneumonia,
Streptokokus viridans
Gram negatif :
Euscherichia coli
Klebsiela
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Pasien resiko tinggi terhadap sepsis :
 Usia lanjut
 Malnutrisi
 Debilitas
 Pasien kanker
 Imunodefisiensi
 Kehamilan
 Penyakit kronis (hati, jantung, ginjal, PPOK)
 Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
 DM
 Trauma, luka bakar
 Drug abuse
 Perawatan inap yang lama/ infeksi nosokomial
Gambaran Klinis :
Manifestasi klinis sangat bervariasi,
berkaitan dengan penyakit yang
mendasarinya.

Pemeriksaan penunjang :
• Darah rutin
• AGDA
• Foto toraks
• EKG
• Kultur darah & sensitivitas tes
Penatalaksanaan Sepsis :
 Dukungan hemodinamik
 pemberian cairan yang cukup (koloid atau
kristaloid) utk memperbaiki perfusi jaringan.
 pemberian vasopresor dan inotropik
 Dukungan respirasi

 bantuan ventilator
 Pemberian antibiotika

 antibiotika sesuai hasil kultur


 Pemberian terapi penunjang
 Dukungan metabolik dan nutrisi
5. PNEUMOTORAKS

DEFENISI :
TERDAPATNYA UDARA DI DALAM
RONGGA PLEURA AKIBAT KOLAPS
PARU
Intrapleural pressure
Negative / sub atmospheric pressure

- 8,1 Cm H2O 0 Cm H2O -11,2 Cm H2O

inspiration expiration
Pembagian Pneumotoraks
berdasarkan Terjadinya :
1. Pneumotoraks Artifisial
2. Pneumotoraks Traumatik
3. Pneumotoraks Spontan :
a. Primer
b. Sekunder
Pembagian Pneumotoraks berdasarkan
jenis fistel (jenis kebocorannya) :

1. Pneumotoraks Terbuka
2. Pneumotoraks Tertutup
3. Pneumotoraks Ventil (Tension
pneumotoraks)
1. Pneumotoraks Terbuka :
Yaitu pneumoraks dimana terdapat hubungan
antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari luar.
Tekanan intrapleura = tekanan dunia luar.
Tekanan intrapleura sekitar nol.
Pada inspirasi, tekanan intrapleura menjadi
negatif.
Pada ekspirasi tekanan menjadi positif.
Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )

Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan
pneumotoraks terbuka.
Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir.
Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan
cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih
kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada 3
sisinya saja.
Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve dimana
saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.
Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu
maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer.
Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga
pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau
Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.
2. Pneumotoraks tertutup :
Yaitu pneumotoraks dimana rongga pleura
tertutup sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar.
Tekanan didalam rongga pleura pada awalnya
mungkin positif sedang/rendah <10 cmH2O
namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru di sekitar.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura menjadi negatif.
 Menghitung Luas Pneumotoraks:
3. Pneumotoraks Ventil
(Tension Pneumotoraks) :
Yaitu pneumotoraks dengan tekanan
intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel
di pleura viseralis yang bersifat ventil.
Merupakan kondisi kegawatdaruratan
paru yang memerlukan tindakan invasif
segera.
Pneumotoraks Ventil (Tension
Pneumotoraks)......
Inspirasi : udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya & terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Ekspirasi : udara didalam rongga pleura
tidak dapat keluar, sehingga tekanan
didalam rongga pleura makin lama
semakin tinggi  paru kolaps yang
progresif  pendorongan organ
medistinum.
Pneumotoraks Ventil (Tension
Pneumotoraks)......
Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan aliran darah balik
vena juga terganggu  menimbulkan
gangguan pernapasan & gangguan
sirkulasi darah (hemodinamik).
Tindakan utama yang harus dilakukan
adalah dekompresi, yaitu membuat
hubungan rongga pleura dengan dunia
luar.
Gejala klinis Pneumotoraks Ventil :

SESAK NAPAS BERAT


KERINGAT DINGIN
TAKIKARDI
SIANOTIK
DISORIENTASI
GELISAH
Pemeriksaan Fisik ;
Gerakan dinding dada asimetris / tertinggal
pada daerah pneumotoraks,
Fremitus suara melemah,
Perkusi hipersonor,
Deviasi mediastinum kontralateral,
Auskultasi vesikuler menghilang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
FOTO TORAKS PA :
- pleural line / garis pleura (+)
- hiperlusens
- jantung dan mediastinum terdorong ke arah paru sehat
- diafragma terdorong ke bawah
ANALISA GAS DARAH
DARAH RUTIN
PROOF PUNKSI

PENANGANAN PNEUMOTORAKS VENTIL:


1. LAKUKAN DEKOMPRESI SEGERA
2. TERAPI PENYAKIT DASAR/KAUSAL
INITIAL ASSESSMENT DAN
PENGELOLAAN
1. Pengelolaan penderita terdiri dari :
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.
b. Resusitasi fungsi vital.
c. Secondary survey yang terinci.
d. Perawatan definitif.
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.

4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi


dengan mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau
dekompresi thorax dengan jarum.

5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang


tinggi terhadap adanya trauma – trauma yang bersifat khusus
Tindakan Dekompresi :
A. Menusukkan jarum melalui dinding
dada terus masuk ke rongga pleura.
B. Membuat hubungan dengan udara luar
melalui kontra ventil :
1. Dengan Infus set ;
Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian pipa plastik/infus set yang telah dipotong
reservoirnya dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Dengan Jarum Abbocath ;
Hampir sama seperti diatas, tetapi menggunakan jarum abbocath
kemudian meninggalkan kanula plastiknya.
3. Dengan Pipa Water Sealed Drainage (WSD) ;
Menggunakan selang dada Trocar 24 FG pada ICR II garis
midklavikula, atau pada ICR III-IV garis mid-aksila atau garis aksila
posterior. Kemudian ujung selang dihubungkan ke mesin WSD yang
telah berisi air (berada 2 cm dibawah permukaan air).
MADE IN INDONESIA

PUMP

50

CC
SAFETY TUBE
WSC

PCC
6.
ATELEKTASIS
Atelektasis pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada
tahun 1819. Atelektasis berasal dari kata ateles yang
berarti “ tidak sempurna” dan ektasis yang berarti
“ekspansi “.
 Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru

yang mengalami hambatan berkembang secara


sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama
sekali tidak berisi udara.
 Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru.

Kolaps ini dapat meliputi sub segmen paru atau


seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau
pria dan dapat terjadi pada semua ras
DEFINISI

Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau


kolapsnya semua atau sebagian paru.
Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus
dan kompresi pada jaringan paru
ETIOLOGI
1. Bronkus tersumbat,penyumbatan bisa berasal didalam bronkus
(tumor bronkus,benda asing,cairan sekresi yang massif) dan
penyumbatan bronkus akibat penekanan dari luar bronkus
( tumor sekitar bronkus,kelenjar membesar)
2. Tekanan ekstrapukmoner akibat pneumotoraks,cairan pleura
peninggian diafragma,herniasi alat perut ke dalam rongga
toraks,tumor intratoraks tapi ekstrapulmoner ( tumor
mediastinum)
3. Paralisis atau paresis gerak pernafasan, akan menyebabkan
perkembangan paru tidak sempurna,misal pada kasus poliolielitis
dan kelainan neurologik lainnya
4. Hambatan gerak nafas karena kelainan pleura atau trauma
toraks
ETIOPATOGENESIS
KLASIFIKASI
 Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris
bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang
bayangan jantung dan pada foto torak PA hamya
memperlihatkan diafragma letak tinggi.
 ·Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle

lobe). Sering disebabkan peradangan atau penekanan


bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
 ·Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan

bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan


fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah
atelektasis.
KLASIFIKASI
 Atelektasis segmental: kadang sulit dikenal pada
foto torak PA, maka perlu pemotretan dengan posisi
lain seperti lateral, miring (obligue), yang
memperlihatkan bagian yg terselubung dengan
penarikan fissure interlobularis.

 Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila


penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian
segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal
tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit
dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya
sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada
keluhan
MANIFESTASI
KLINIS
 Pasien bisa datang dengan keadaan :
1. low-grade fever
2. leukositosis ringan
3. tachypnea
4. Pada atelektasis ringan, perubahan dalam oxigenasi
dan ventilasi mungkin tidak terlihat.
5. Oklusi bronkial yang cepat dengan area besar
kolapsparu menyebabkan nyeri pada sisi yang
terkena, tiba-tiba mengalami dyspnea, dan sianosis.
6. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga dapat
terjadi
PEMERIKSAAN TORAKS
Hasil pemeriksaan fisik pada atelektasis (obstruksi

lobaris) yang sering ditemukan adalah


1. Inspeksi → berkurangnya gerakan pada sisi
yang sakit
2. Palpasi → fremitus berkurang, trakea dan
jantung bergeser ke arah sisi yang sakit
3. Perkusi→ pekak

4. Auskustasi → suara pernapasan tidak terdengar .


TANDA-TANDA
ATELEKTASIS
Pengurangan volume bagian paru baik bagian lobaris,
segmental atau seluruh paru dengan akibat kurangnya
aerasi sehingga memberikan bayangan lebih suram
(densitas tinggi).
 Pergeseran fissura interlobar.
 Pergeseran mediastinum ke arah atelektasis,

 Elevasi hemidifragma,

 Sela iga menyempit,

 Pergeseran hilus dan

 Hiperaerasi kompensatori terhadap parenkim paru

disekitarnya (emfisema kompensasi)


GAMBARAN RADIOLOGI

 Foto Thorax PA : atelektasis komplit pada paru kiri.


Pergeseran mediastinum, opasifikasi, dan
berkurangnya volum pada hemithorax kiri
GAMBARAN
RADIOLOGI

 Foto Thorax PA : atelektasis lobaris bawah tampak


densitas triangular retrocardiac dengan penarikan hilus
kiri
GAMBARAN RADIOLOGI

 Foto thorax PA : atelektasis lobaris tengah kanan


tampakhilangnya batas jantung kanan
mengindikasikan hilangnya aerasi pada lobus medial
 Atelektasis pada lobus paru bagian medial dextra.
Padafoto dada lateral tampak gambaran opak
berbentuk segitiga pada bagian hilus
GAMBARAN RADIOLOGI

 Tampak perselubungan homogen pada seluruh hemitoraks


dextra, pada gambar diatas adalah atelektasis
subsegmental menunjukkan gambaran kolaps dari paru
akibat kompresi tumor
GAMBARAN RADIOLOGI

 Foto Thorax PA: atelektasis lobaris atas tampak massa


(panah putih) diatas hilus kanan, dan elevasi fissura
horizontal (panah hitam). Ada hiperinflasi
kompensatoar pada lobus kanan bawah
 Atelektasis pada lobus paru bagian kanan atas.
Tampak elevasi dari fissura horizontal dan
deviasi trakea ke arah kanan
GAMBARAN
RADIOLOGI

 Foto Toraks PA : atelektasis lobularis tampak


pengurangan volum paru dan bayak garis opak pada
daerah tengah dan bawah bilateral paru
GAMBARAN
RADIOLOGI

 Foto rontgen dada posteroanterior yang memperlihatkan


atelektasis disertai efusi pleura. Tampak gambaran opak pada
hemithoraks kiri disertai deviasi trakea ke kiri
GAMBARAN RADIOLOGI

 CT Scan tampak  CT Scan tampak kolaps


kolaps lobus atas lobus atas kiri
kanan
DIAGNOSA BANDING
 Efusi Pleura
 Pada foto torak yang
mengalami efusi pleura dan
atelektasis mempunyai
beberapa perbedaan dan
persamaan, yaitu pada
gambaran radiologis efusi
pleura masif dapat terjadi
shift kearah yang
berlawanan dari yang sakit
sedangkan pada atelektasis
tertarik ke bagian yang
sakit
DIAGNOSA BANDING
 Tumor Paru
 Perbedaan mendasar
antara atelektasis dan
tumor pada gambaran
radiologis tumor paru
menyebabkan penekanan
dan shifting kearah
pembesaran tumor
PENATALAKSANAAN
 Terapi konservatif :
Secara umum,Tujuan pengobatan adalah untuk
memperbaiki kualitas hidup,untuk memperlambat
kemajuan proses penyakit,dan untuk mengatasi
obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia
 Terapi simptomatik :

1. Bronkodilator

2. Pengobatan infeksi

3. Oksigenasi
KOMPLIKASI

 Pneumonia
 Hipoxemia dan gagal nafas

 Sepsis

 Bronkiektasis
PROGNOSIS
 Kelangsungan hidup
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak
diobati,prognosisnya jelek,survivalnya tidak akan lebih
dari 5-10 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya
karenap pneumonia,empiema,payah jantung,hemoptisis
dan lain-lain
 Kelainan organ
Biasanya terjadi akibat shift dari organ mediastinum serta
trakea ke arah yang sakit, kelainan yang biasa mengikutinya
kausa dari post TB lama, efusi pleura masif serta tumor paru
yang mejadi faktor pencetus dari atelektasis tersebut

Anda mungkin juga menyukai