Jabatan Sebelumnya:
Kepala Puskesmas pada beberapa tempat (Eselon IV)
Dokter Spesialis Penyakit Paru RSU Mojokerto
Kepala BP4 Surabaya, PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur RS Karang Tembok Surabaya, PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur Medik, Pendidikan dan Penunjang RSJ Menur Surabaya
PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur Medik, Pendidikan dan Penunjang RSU Dr.Saiful Anwar
Malang, PemProp JaTim (Eselon II)
Wakil Dekan Bidang Kerjasama FK-UWK Surabaya
Direktur RS Royal Surabaya
Biodata
Pendidikan Formal:
S1: Dokter, FK
Profesi, Spesialis Penyakit Paru & Saluran Pernafasan, FK-Unair
Diploma JATA, Kyose, Tokyo Japan
S2: Magister Administrasi Rumah Sakit, Pascasarjana Unair
S3: Doktor, Ilmu Kedokteran, Pascasarjana Unair.
PD DX
pleural friction rub pada kemungkinan diagnosis yang sehubungan
auskultasi dengan nyeri pleuritik
Temuan hipertensi pulmonal kecurigaan kemungkinan hipertensi
pulmonal primer, stenosis mitralis,
tromboembolisme yang rekuren atau
kronik, atau sindrom Eisenmenger
Suara wheezing terlakalisir di menunjukkankemungkinan lesi intramural
daerah saluran napas lobus yang seperti karsinoma bronkogenik atau
besar benda asing
Suara bising atau murmur pada kemungkinan diagnosis penyakit Osler-
kedua lapangan paru Rendu-Weber dengan malformasi
arteriovenosa pulmonalis.
adanya obstruksi ekspiratorik menunjukkan pasien menderita bronchitis
yang signifikan pada aliran udara
pernapasan dengan disertai
pembentukan sputum
RONTGEN TORAKS,
sangat penting untuk MENGENALI penyebab HEMOPTISIS
Foto normal Sumber perdarahan : saluran pernafasan.
Honey combb app Bronkiektasis
Air fluid level Abses Paru
Pembesaran Atrium Stenosis Mitral
Lesi berupa massa Neoplasma
PATOGENESIS
Tekanan dalam rongga pleura selalu negatif selama
proses respirasi berlangsung. Tekanan negatif tersebut
disebabkan karena pengembangan dada. Jaringan paru
mempunyai kecenderungan untuk menjadi kolaps karena
sifat yang elastik (elastic recoil).
Bila ada kebocoran antara alveoli dengan rongga pleura,
udara akan berpindah dari rongga pleura sampai tekanan
kedua ruang tersebut sama atau sampai kebocoran
tertutup sehingga paru akan menguncup karena sifat
paru yang elastik.
Suatu penelitian pada penderita pneumotoraks spontan yang
dilakukan reseksi paru ditemukan bleb, bula atau keduanya. Bila bula
atau bleb mengalami distensi dan pecah kedalam rongga pleura maka
akan terjadi pneumotoraks. Mekanisme pembentukan bula masih
diperdebatkan, salah satunya adalah degradasi benang elastin pada
paru yang diinduksi oleh asap rokok diikuti sebukan neutrofil dan
makrofag menyebabkan timbulnya bleb tersebut
Suara napas lemah Paru kolaps pertukaran udara tidak berjalan baik
sampai hilang àkibatnya suara napas berkurang atau hilang.
Penurunan Hipoksia yang terus berlanjut kurangnya suplai O2 ke otak
kesadaran gangguan fungsi otak penurunan kesadaran.
Trakea terdorong Menjauhi paru yang mengalami tension pneumotoraks:
(deviasi trakea) Tension pneumotoraks tekanan udara yang tinggi menekan
kesegala arah trakea terdorong ke arah kontralateral
Distensi vena leher Tension pneumotoraks penekanan vena cava superior
tahanan darah yang kembali ke jantungà JVP meningkat
vena leher terdistensi
Hipotensi Tension pneumotoraks penekanan jantung dan vena cava
superior serta inferior darah yang kembali ke jantung
berkurang caridiac output berkurang tekanan darah turun
(hipotensi akibat shock obstruktif)
Sianosis Tension pneumotoraxks pertukaran udara tidak
adekuat darah mengandung sedikit O2 pewarnaan yang
kebiruan pada darah tampak warna kebiruan pada kulit dan
mukosa.
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi : dada cembung pada sisi yang sakit
Palpasi : Fremitus turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi: Suara napas lemah sampai hilang.
Temuan Awal Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia,
takipneu, hipersonor pada dada yang sakit, suara napas yang
melemah sampai menghilang.
Temuan lanjut Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah
kontralateral, hipotensi, distensi vena leher, sianosis.
DIAGNOSIS BANDING
KONDISI PENILAIAN
• Deviasi Tracheal
Tension pneumotoraks • Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
• ± Deviasi Tracheal
Massive hemothorax • Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
• Distensi vena leher
Cardiac tamponade • Bunyi jantung jauh dan
lemah
• EKG abnormal
PENATALAKSANAAN
Primary survey (ABCDE) yang dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi
vital
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan
jenis perlukaan, tanda tanda vital, dan mekanisme trauma.
Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali
keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu
1. Airway and cervical spine control
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability
5. Rujuk ke rumah sakit terdekat
6. Pengelolaan selama transportasi
1. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas
dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan
collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan
2. Breathing
Gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada
nafas· Needle decompression: Tension pneumotoraks membutuhkan dekompresi
segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang
berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang
terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan
pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di
anterior garis midaksilaris. Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada
sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS· Prinsip dasar
dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura,
sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang
terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension
pneumotoraks, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit
mengembalikan fungsi kardiopulmoner. Pemberian Oksigen juga diperlukan.
3. Circulation
Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumotoraks·
Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL
hangat 39 derajat celcius)
4. Disability
Nilai GSC dan reaksi pupil;
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5. Rujuk ke rumah sakit terdekat
dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang mempunyai
fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan
6. Pengelolaan selama transportasi
Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri; Bantuan kardiorespirasi
bila perlu; Pemberian darah bila perlu; Pemberian obat sesuai
intruksi dokter analgesic jangan diberikan karena bisa
membiaskan simptom; Dokumentasi selama perjalanan.
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana
definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
1. Eksposure buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan
di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas
terjaga. Pemasangan IV line tetap
2. Re-evaluasi Laju nafas; Suhu tubuh; Pulse oksimetri/saturasi O2;
Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor
dieresis; dekompresi v. urinaria sebelum EKG; NGT
bila tidak ada kontra indikasi (fraktur basis kranii).
Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet
bila ada lalu kompres dan obati
Pneumotoraks:
Lakukan tube thoracostomy / WDS (water sealed drainage,
merupakan tatalaksana definitif tension pneumotoraks), (Continous
suction)· WSD sebagai alat diagnostik, terapik, dan follow up
mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal lalu lakukan monitoring.
Penyulit : perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Teknik pemasangan WSD
1 Bila mungkin pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/
tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang sehat
2 Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela
iga ke-7 atau ke-8.
3 Tentukan kira-kira tebal dinding thoraks
4 Secara streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang
terakhir sela WSD setebal dinding thoraks; mis dengan ikatan
benang
5 Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan
cairan antiseptic
6 Tutup dengan duk steril
7 Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi
local di atas tepi iga secara infiltrasi dan blok (berkas
neurovaskular)
8 Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
9 Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
10 Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul
Teknik pemasangan WSD
11 Selang WSD diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke
rongga pleura dengan sedikit tekanan.
12 Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tadi.
13 Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap
udara.
14 Selang WSD disambung dengan botol WSD steril.
15 Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24
sampai -32 cm H2O.
Prinsip dasar tatalaksana pneumotoraks
adalah untuk mengevakuasi ronga pleura, menutup kebocoran,
dan mencegah atau mengurangi risiko
PILIHAN:
Observasi
Aspirasi sederhana
Tube thoracostomy/WSD (Simple; Continuous suction)
Pleurodesis
Thoracoscopy
operasi
PROGNOSIS
Dubia et bonam
Hampir 50% mengalami kekambuhan setelah pemasangan tube
torakostomi tetapi kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien yang dilakukan torakotomi terbuka
KOMPLIKASI
Gagal napas akut (3-5%)
Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus
interkostales
Henti jantung-paru
Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
Kematian
timbul cairan intra pleura, misalnya:
- Pneumotoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.-
Pneumotoraks disertai darah : hematotoraks
Syok
ASMA BRONKIAL
Asma Bronkial,
adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermitten, reversibel dimana Trakheobronkial
berespons secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu.
Asma Bronkial,
Adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan.
(The American Thoracic Society)
Mechanisms Underlying the Definition of Asthma
Risks Factors
(for development of asthma)
INFLAMMATION
Airway
Hyperresponsiveness Airflow Obstruction
Risks Factors
(for exacerbations)
SYMPTOMS
Asthma inflammation is different
from COPD inflammation
COPD Asthma
Noxious agent Onset Sensitising agent
From the Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2009. Available from: http://www.goldcopd.org.
NYC/DAXAS/10/012
Klasifikasi Asma Bronkial
(berdasarkan penyebab)
1 Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dgn reaksi alergik yg disebabkan faktor pencetus yg spesifik
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (anti biotik
dan aspirin) dan spora jamur.
Sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik thd
alergi. Akan terjadi serangan asma ekstrinsik jika terpapar dengan
faktor pencetus spesifik seperti diatas.
2 Interinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yg bereaksi thd pencetus
yg tdk spesifik atau tdk diketahui, seperti udara dingin atau bisa
juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran nafas dan emosi (faktor
predisposisi/triger)
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik
dan emfisema.
3 Asma gabungan
Bentuk yg paling umum. Karakteristik dari bentuk alergik dan non
ETIOLOGI
Beberapa hal yg merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnyaserangan asma
A Faktor Predisposisi
Genetik : Adanya bakat alergi yg diturunkan
B Faktor Presipitasi
a. Alergen, dapat dibagi menjadi 3 jenis
1. inhalan yg masuk melalui saluran nafas seperti :debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
2. Ingestan Yang masuk melalui mulut. Seperti obat-obatan
3. Kontaktan Yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti
perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan,suhu
udara, musim,.
c. Makanan dan minuman
d. Emosi
e. Infeksi Saluran Napas Atas
Pemeriksaan Penunjang
1 Foto thoraks.
Biasanya normal pada saat di antara serangan,
kecuali pada asma berat dan lama
2 Lab.
Hitung jenis biasanya Normal.
Eosinofilia (>1000/mm2) sering ditemukan
pada asma atopik
Peningkatan kadar IgE serum
3 Tes Kulit
Tidak berguna dikerjakan rutin dan jarang
digunakan sebagai pemandu diagnosis.
4 Tes Faal Paru.
Adanya obstruksi jalan napas:
FEV1 dan PEFR < normal, FEV1/FVC < 75%
Clinical Features of Asthma
Step 1 Step 2 Step 3 Step 4
Clinical Mild Mild Moderate Severe
Features Intermit Persistent Persistent Persistent
tent
Days with < or = 3–6/week Daily Continual
symptoms 2/week
Nights with < or = 3–4/month greater or = Frequent
Symptoms 2/month 5/month
PEFR or > or = 80% > or = 80% 60%–80% < or = 60%
FEV1*
PEF <20% 20–30% >30% >30%
Variability
INITIAL ASSESSMENT OF SEVERITY OF ACUTE
ASTHMA IN ADULTS
SYMPTOMS MILD MODERATE SEVERE AND
LIFE-THREATENING
Physical No No Yes, may have paradoxical
Exhaustion chest wall movement
Pulse rate < 100 / min 100 – 120 / min > 120 / min
Pemeriksaan penunjang:
1. Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum
pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan.
2. Saturasi O2 dengan pulse oxymetry
3. Pemeriksaan analisa Gas darah
Terapi awal
O2 utk mencapai saturasi 100%
Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat secara kontinyu
dalam 1 jam
Glukokortikosteroid sistemik jika pasien tdk ada respons
segera atau sebelumnya pasien telah mendapat oral atau
jika serangan hebat.
Re evaluasi setelah 1 jam pemeriksaan fisis, APE, saturasi
INITIAL TREATMENT SEVERE ATTACK ASTHMA
(Status Asmatikus)
1 Oxygen
2 Intravenous line infusion for correction of dehydration
3 Corticosteroid: Hydrocortison 200 mg iv loading dose and
1000mg in the first 12 hour and/or prednisolon 20-40 mg
loading dose and 100mg in the first 12 hours
4 Bronchodilator drugs:
1. Selective beta2 adrenoreseptor stimulators:
Salbutamol or Terbutalin.
Best in aerosol form in 40% oxygen
2. Aminophylline 0.5 g by slow IV or infusion 1 mg /
minute
5 Hypokalemia. Should be corrected rapidly.
High dose CS and bronchodilator can cause rapid changes
serum potassium.
INDICATIONS FOR TRACHEAL INTUBATION
AND ASSISTED VENTILATION
1 Pa O2 ≤ 50 mmHg
2 Pa CO2 ≥ 50 mmHg
3 Arterial pH < 7,3
4 Intolerable respiratory distress
5 Hypotension. Systolic Blood pressure < 90
mmHg
6 Cardio-Respiratory arrest
PNEUMONIA
MEKANISME PERTAHANAN PARU
Mekanisme ini sangat penting dalam
menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas.
Mekanisme ini mencegah bakteri agar tidak
masuk ke dalam paru, terdiri dari :
1. Mekanisme pembersihan
di saluran napas penghantar
2. Mekanisme pembersihan
di Respiratory exchange airway.
3. Mekanisme pembersihan
di saluran udara subglotik.
4. Mekanisme pembersihan
di respiratory gas exchange
1. Mek. Pembersihan di saluran napas penghantar
tdd :
Komorbid :
Predisposisi :
diabetes mellitus
influenzae
gagal ginjal menahun
alkoholisme
ggan imuniti
gizi jelek / kurang
PPOK
debiliti Mek. pertahanan pneumokoniosis
paru
PNEUMONIA
GAMBARAN KLINIS
ditentukan oleh :
Faktor predisposisi
Penyakit penyerta
Keadaan Umum
Virulensi kuman
Inokulum, jenis & jumlah kuman
Daya tahan tubuh
Adanya bakterimia
Proses ekstrapulmonal lainnya
DIAGNOSIS
Demam, mengigil, berkeringat, Tº sampai > 40ºC, batuk +
dahak mukoid @ purulen ± darah, sesak nafas dan nyeri
a. AX dada karena pleuritis
1.Gambaran b. Temuan tergantung dari luas lesi di paru.
Klinis Inspeksi:bagian yg sakit, tertinggal wkt bernafas.
Pemerik
Palpasi: premitus mengeras;
saan Auskultasi: bronkovesikuler sampai bronkial, ± ronki basah
FD halus, yg kmd ronki basah kasar pd std.resolusi
1.batuk-batuk berat
2.perubahan karakteristik dahak/purulen
3.Suhu tubuh > 37,5ºC (oral)/riwayat demam
4.Fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi
dan ronki
5.Lekosit > 10.000 @ < 4500
Penilaian derajat keparahan
Medical Ward
No Recent Recent
Antibiotic Antibiotic
CDC
( the Centers for Disease Control) - Atlanta
1. Onset timbul > 72 jam sth MRS
2. Fisik: Ronki (+); Perkusi: Redup;
Ro: infiltrat (+) + > 1 gejala :
a).sputum purulen
b).didapat isolasi patogen dari darah, aspirasi trakea,
spesimen dari biopsi @ sikatan bronkus.
c).didapat isolasi virus dari sekret pernafasan
d).titer Antibodi thd suatu patogen
e).PA: adanya pn.
Skema terapi Emperik utk HAP dan VAP
Supek HAP,VAP
(semua derajat)
tidak ya
AB spektrum luas
AB spektrum terbatas
utk patogen MDR