Anda di halaman 1dari 104

KEGAWATDARURATAN PARU

Dr. Tahan P.H., dr.,SpP., Dipl TCE., MARS


Ilmu Penyakit Paru, Bagian Penyakit Dalam FK-UWKS
24-03-2019
FK-UWKS
Juni 2012
Tipe C
126 TT
Biodata
Nama : Dr.dr. Tahan P. Hutapea SpP.,Dipl.TCE.,MARS
Alamat : Jl. Jemursari Utara V / 7 Surabaya (031-8476530)
Pekerjaan : Dosen Ilmu Penyakit Paru, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK – UWKS
Koordinator UKMPPD-CBT FK - UWKS
Jabatan/Pangkat: Lektor (IV-D)
Dokter Koordinator PT. (Persero) PLN Distribusi
Jawa Timur

Jabatan Sebelumnya:
Kepala Puskesmas pada beberapa tempat (Eselon IV)
Dokter Spesialis Penyakit Paru RSU Mojokerto
Kepala BP4 Surabaya, PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur RS Karang Tembok Surabaya, PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur Medik, Pendidikan dan Penunjang RSJ Menur Surabaya
PemProp JaTim (Eselon III)
Direktur Medik, Pendidikan dan Penunjang RSU Dr.Saiful Anwar
Malang, PemProp JaTim (Eselon II)
Wakil Dekan Bidang Kerjasama FK-UWK Surabaya
Direktur RS Royal Surabaya
Biodata
Pendidikan Formal:
S1: Dokter, FK
Profesi, Spesialis Penyakit Paru & Saluran Pernafasan, FK-Unair
Diploma JATA, Kyose, Tokyo Japan
S2: Magister Administrasi Rumah Sakit, Pascasarjana Unair
S3: Doktor, Ilmu Kedokteran, Pascasarjana Unair.

Pendidikan Non Formal:


1. Pelatihan Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES),
DepNaKer
2. Pendidikan Staf dan PimpinanAdm tkt.I (SPAMA) Kem DAGRI
3. Pendidikan Pimpinan Pejabat Eselon II (DiklatPim II) Kem PAN.
4. Pelatihan PEKERTI Universitas Brawijaya Malang
5. Pelatihan AA (Applied Approach) Angkatan X Kopertis Wilayah VII
KEGAWATDARURATAN PARU
Gawat paru adalah suatu keadaan terganggunya pertukaran
gas dalam paru atau suatu kegagalan paru memperoleh
O2dari udara luar; yang bila tidak segera diatasi akan
menyebabkan suatu keadaan yangdisebut gagal nafas akut
yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen dalam
arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbondioksida
(hiperkapnia) atau kombinasi keduannya.
Berbagai keadaan dapat menimbulkan gangguan respirasi
yang serius dan membahayakan jiwa, antara lain:
1. Penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner
seperti: hemoptisis masif, pneumotorak ventil, status
asmatikus dan pneumonia berat.
2. Gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan
organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi
pusat pernafasan.
Pada semua keadaan, perhatian utama lebih ditujukan
pada tindakan penyelamatan nyawa daripada
penyelidikan diagnostik.
Bila tindakan penyelamatan telah berjalan, selanjutnya
dilaksanakan evaluasi dan pengelolaan penyakit dasar
pasien.
HEMOPTISIS
Batuk Darah
HEMOPTISIS

-Ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran


napas di bawah laring atau perdarahan yang keluar ke
saluran nafas di bawah laring.
-Lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit
dasar sehingga etiologinya harus dicari melalui
pemeriksaan yang lengkap
-Sumber perdarahan :
*arteri-arteri bronkialis  95%: radang paru, Ca paru;
* Sirkulasi pulmonal  5% : infark paru, emboli paru,
aneurisma Rasmussen.
HEMOPTISIS
Bisa banyak, bisa sedikit,
hingga hanya berupa garis merah cerah di dahak
Hemoptisis Masif -ekspektorasi 600cc darah dalam 24jam.
(RS Persahabatan -perdarahan < 600cc dan > 250cc/24jam tetapi Hb < 10g%
Jakarta) −perdarahan > 600cc/24jam dan Hb < 10g% tetapi dalam
pengamatan 48jam perdarahan tidak berhenti.
Hemoptisis nyata bila lebih dari sekedar garis di sputum tetapi kurang dari
atau jelas kriteria masif.
(gross/frank):
Bisa berupa bila darah sudah terdapat dalam saluran napas berhari-
bekuan hari sebelum dikeluarkan.
darah hitam
Pseudohemoptisis/ membatukkan darah yang bukan berasal dari saluran
hemoptisis palsu nafas bagian bawah.
Dapat berasal dari rongga mulut, hidung, faring, lidah atau
bahkan hematemesis (dari saluran cerna bagian atas) yang
masuk ke tenggorokan dan memancing reflek batuk.
Etiologi HEMOPTISIS
Infeksi TB, Necrotizing peumonia
(Staphyllococcus, Klebsiella,Legionella);
jamur, parasit, virus.
Kelainan paru bronkitis, bronkiektasis, emboli paru,
kistik fibrosis, emfisema bulosa.
Neoplasma kanker paru, adenoma bronkial, tumor
metastasis
Kelainan disfungsi trombosit, trombositopenia,
hematologis disseminated intravascular coagulation.
Kelainan jantung: stenosis mitral, endokarditis trikuspid
Kelainan p.darah -hipertensi pulmonar, malformasi arteri-
vena, aneurisma aorta.
Etiologi HEMOPTISIS
Trauma jejas toraks, ruptur bronkus, emboli lemak

Iatrogenik bronkoskopi,biopsi paru,kateterisasiSwan-Ganz,


Limfangiografi.
Kelainan sindrom Goodpasture, idiopathic pulmonary
sistemik hemosiderosis, SLE (Systemic Lupus
Erithematosus, vaskulitis (granulomatosis
Wegener, purpura Henoch-Schoenlein, sindrom
Chrug-Strauss)
Obat/ aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
toksin
Lain-lain: endometriosis, bronkiolitiasis, fistula
bronkopleura, benda asing, hemoptisis
kriptogenik, amiloidosis.
Mekanisme terjadinya HEMOPTISIS
1.Radang mukosa. Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya
p.darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup utk
menimbulkan batuk darah.
2.Infark paru. Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau inflasi mikroorganism
pada p.darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur.
3.Pecahnya p.darah vena atau kapiler. Distensi p.darah akibat kenaikan tek.
darah intraluminal seperti pada Decomp.kordis kiri akut dan mitral stenosis.
Pada mitral stenosis, perdarahan dapat terjadi akibat pelebaran vena bronkialis.
4.Kelainan membran alveolokapiler. Akibat adanya reaksi antibodi terhadap
membran, seperti pada Goodpastures syndrome.
5.Perdarahan kavitas TB. Pecahnya p.darah dinding kavitas, yang dikenal dgn
aneurisma Rasmussen;pemekaran p.darah ini berasal dari cabang p.darah
bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran p.darah cabang
bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis p.darah bronkial
dan pulmonal.Pecahnya p.darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6.Invasi tumor ganas.
7.Cedera dada. Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan
mengalami transudasi kedalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya
batuk darah.
Batuk Darah

akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner


(dinding kaviti “aneurisma Rassmussen”).
atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atau proses erosif pada arteri bronkialis,
Tingkat kegawatan dari HEMOPTISIS ditentukan
oleh tiga faktor:
- Terjadi asfiksia akibat bekuan darah di dalam saluran pernapasan.
Kejadian ini tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, reflex
batuk yang berkurang atau efek psikis pasien.

-Jumlah darah yang keluar dapat menyebabkan renjatan


hipovolemik (hypovolemic shock ). Bila perdarahan cukup banyak,
hemoptisis digolongkan ke dalam hemoptisis masif.

- Suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau hari setelah


perdarahan akan menyebabkan adanya pneumonia aspirasi. Keadaan
ini merupakan keadaan gawat karena bagian jalan napas dan bagian
fungsionil paru tidak dapat berfungsi akibat terjadinya obstruksi
total.

Sebelum melakukan evaluasi diagnostic untuk mengetahui


penyebab hemoptisis, harus dipastikan bahwa darah yang keluar
berasal dari traktus respiratorius dan bukan dari nasofaring atau
traktus gastrointestinal.
DD: HEMOPTISIS DAN HEMATEMESIS
Gambaran Hemoptisis Hematemesis

Prodromal Gatal tenggorokan, ingin batuk Nausea, perut gembung


Gejala Batuk mengeluarkan darah; dapat Muntah mengeluarkan darah;
mulainya disertai mual dapat disertai batuk
Penampilan Bagian tertentu berbusa Tidak berbusa
Warna Bagian tertentu merah terang Seluruhnya merah gelap
Reaksi pH Alkalis Asam
Isinya Lekosit, microorganisme, Partikel-partikel makanan
makrofaq mengandung
hemosiderin
Riwayat Penyakit paru Alkoholisme, Ulkus peptik,
dahulu Penyakit hati
Anemia Kadang kala Sering ditemui
Asal anatomis perdarahan
berbeda tiap proses patologik tertentu:
bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah
superfisial di mukosa,
akibat robekan atau ruptur aneurisma
arteri pulmoner (dinding kaviti
TB paru “aneurisma Rassmussen”). atau akibat
pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atau proses erosif pada arteri bronkialis,

bronkiektasis, infeksi kronik akibat inflamasi sehingga


aspergilosis atau terjadi pembesaran & proliferasi arteri
fibrosis Kistik bronchial
akibat pembuluh darah yg terbentuk
kanker paru rapuh sehingga mudah
berdarah.
DIAGNOSIS
GX (Hemoptisis + .....) DX
Hemoptisis yang rekuren dan kronik pada mendukungkemungkinan diagnosis
perempuan muda yang asimptomatik adenoma bronchial
Hemoptisis dengan produksi sputum yang menunjukkan kemungkinan
kronik dan mencolok disertai pemeriksaan diagnosis bronkiektasis
Rontgen dengan gambaran tram lines dan
pembentukan kista
Produksi sputum yang berbau busuk busuk menunjukkan kemungkinan
abses paru
Penurunan berat badan dan anoreksia Kecurigaan kemungkinan karsinoma
pada laki-laki perok paru
Riwayat trauma tumpul yang baru terjadi kemungkinan kontusio paru
pada dada
Apabila terdapat nyeri pleuritik akut pada kemungkinan emboli paru dengan
dada infark jaringan paru atau lesi paru
yang mengenai pleura lainnya
(abses paru, kavitas
koksidioidomikosis serta vaskulitis).
Riwayat kelainan perdarahan dan penggunaan obat antikoagulasi harus dicari
DIAGNOSIS

PD DX
pleural friction rub pada kemungkinan diagnosis yang sehubungan
auskultasi dengan nyeri pleuritik
Temuan hipertensi pulmonal kecurigaan kemungkinan hipertensi
pulmonal primer, stenosis mitralis,
tromboembolisme yang rekuren atau
kronik, atau sindrom Eisenmenger
Suara wheezing terlakalisir di menunjukkankemungkinan lesi intramural
daerah saluran napas lobus yang seperti karsinoma bronkogenik atau
besar benda asing
Suara bising atau murmur pada kemungkinan diagnosis penyakit Osler-
kedua lapangan paru Rendu-Weber dengan malformasi
arteriovenosa pulmonalis.
adanya obstruksi ekspiratorik menunjukkan pasien menderita bronchitis
yang signifikan pada aliran udara
pernapasan dengan disertai
pembentukan sputum
RONTGEN TORAKS,
sangat penting untuk MENGENALI penyebab HEMOPTISIS
Foto normal Sumber perdarahan : saluran pernafasan.
Honey combb app Bronkiektasis
Air fluid level Abses Paru
Pembesaran Atrium Stenosis Mitral
Lesi berupa massa Neoplasma

Pada pasien tanpa perdarahan aktif, foto Rontgen harus disertai


pemeriksaan CT scan dan diikuti bronkoskopi.
Bronkoskopi rigid memungkinkan visualisasi saluran napas yang lebih
sentral.
Bronkoskopi dapat dipakai untuk:
Menegakkan keberadaan bronkiektasis yang terlokalisir (termasuk lobus
paru yangmengalami sekuestrasi);
Menyingkirkan kemungkinan bronkiektasis yang lebih menyeluruh pada
pasien dengan penyakit terlokalisir dan dianggap calon untuk
pembedahan.
Penatalaksanaan
Hemoptisis dgn Akan berhenti spontan tanpa terapi khusus.
jumlah darah yg . Pengobatan dan terapi diberikan sesuai dengan
sedikit diagnosis yang ditegakkan sebagai etiologi.
Hemoptisis cukup Menenangkan perasaan pasien dan menasihati pasien
berat, agar tidak menahan batuk agar darah dapat keluar ,
Memerintahkan tirah baring total,
Menyingkirkan prosedur diagnostik yang tidak
diperlukan sampai gejala hemoptisis mereda,
Menekan gejala batuk bila gejala ini memperberat
hemoptisis.
Hemoptisis masif, Tindakan emergensi harus dilakukan termasuk
intubasi dan suction .
Pemasangan endotracheal tube dilakukan pada
hemoptisis masif sebagai kontrol saluran napas untuk
menghindari afiksia.
Tindakan intubasi dengan teknik mengisolasi paru
yang mengalami perdarahan dan mencegah aspirasi
darah ke sisi kontralteral harus segera dilakukan
Penatalaksanaan
Pilihan antara penanganan bedah dan nonbedah ditentukan dasar
anatomi untuk terjadinya hemoptisis masif dan prognosisnya
Mencakup kateterisasi arteri bronchial dan embolisasi
karena sumber hemoptisis masif biasanya terdapat pada sistem
Non Bedah arteri bronchial.
Koagulasi dengan bantuan sinar laser yang dimasukkan
lewat bronkoskopi dan pemasangan tampon pada bagian
proksimal perdarahan dengan kateter balon lewat bronkoskopi
rigid juga merupakan teknik yang berguna.
Tindakan pembedahan emergensi reseksi paru harus
dipikirkan untuk pasien dengan lesi yang jelas pada foto
Rontgen seperti penyakit paru dengan kavitas, abses paru dan
kanker paru yang mempunyai tanda gangguan hemodinamik
Bedah atau gangguan pernapasan yang tidak dapat dikontrol.
Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan tetapi prosedur ini harus ditunda
beberapa hari karena cenderung merangsang batuk sehingga
hemoptisis tetap terjadi.
Penatalaksanaan
Vasopressin intra vena merupakan vasokonstriktor
sistemik dan digunakan sebagai terapi hemoptisis masif
dengan dosis 0,2-0,4 unit/ menit.
Pemberian yang menghambat aktivasi plasminogen
dilaporkan dapat mengkontrol hemoptisis pada
penderita fibrosis kistik yang tidak dapat dikontrol
Terapi dengan embolisasi arteri bronchial.
medikamen Pemberian kortikosteroid sistemik dengan obat
tosa sitotoksik dan plasmaferesis mungkin
dapat bermanfaat pada penderita hemoptisis masif
akibat perdarahan alveolar penyakit autoimmune
Pemberian gonadotropin releasing hormone agonist
mungkin bermanfaat pada terapi jangka panjang
penderita hemoptisis katamenial.
Hemoptisis karena penyakit infeksi seperti
tuberculosis, infeksi jamur, atau kuman lain
diberikan obat sesuai penyakit penyebabnya
Komplikasi
1 Asfiksia:
kematian disebabkan oleh afiksia apabila adanya bekuan darah di saluran nafas.
saluran
Terjadinya pernapasan.
Asfiksia ditentukan oleh:
A besar frekuensi batuk darah
B ansietas pasien untuk mengeluarkan darah
C siklus inspirasi yang dalam terjadinya pengumpulan darah dalam lumen bronkus;
D reflex batuk yang buruk memungkinkan terjadinya pembekuan darah didalam
lumen bronkus
E posisi pasien menyebabkan darah dari hemoptisis mudah membekuapabila
bagian dada diletak pada posisi yang tidak bebas

Perubahan yang terjadi pada asfiksia temasuklah penurunan tekanan parsial O2


dan peningkatan tekanan parsial CO2, pH darah menurun secara mendadak
dan perubahan metabolism aerob menjadi metabolism anaerob.
2. Aspirasi:
Aspirasi adalah keadaan di mana masuknya bekuan darah maupun sisa-sisa
makanan ke dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi,terjadi pada
percabangan bronkus yang lebih halus, dan dapat diikuti dengan infeksi
sekunder
Komplikasi
3. Renjatan Hipovolemik:
Renjatan hipovolemik adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik
yang disebabkan oleh perubahan metabolism seperti berikut:
1. Asidosis metabolic
2.Penurunan kecepatan filtrasi glomerulus
3. Terjadi vasokonstriksi sebagai usaha memobilisasi darah

Tingkat reversible dari satu renjatan ditentukan oleh:


1. Terjadi atau tidak terjadinya depresi pada pusat vasomotor dan pusat
pernapasan lainnya di medulla oblongata
2. Depresi pada miokardium yang menyebabkan terjadinya gangguan hantaran
impuls maupun kinetic dari jantung
3. Terjadinya perubahan pada sirkulasi apabila sfingter kapiler berdilatasi
sedangkan venula tetap dalam vasokonstriksi.

Pada prinsipnya, satu lingkaran setan dapat terjadi oleh karena


renjatan yang meliputi volume darah mengurang, venous return
menurun, aliran darah koroner mengurang, gangguan pada
miokardium, cardiac output menurun, dan tekanan darah menurun.
PNEUMOTORAKS
PNEUMOTORAKS

Pneumotoraks adalah keadaan terdapat udara bebas di dalam


rongga pleura. Pneumotoraks merupakan keadaan kegawatan yang
bisa menyebabkan kematian. Penanggulangannya sangat
sederhana dan hasilnya sangat memuaskan.

PATOGENESIS
Tekanan dalam rongga pleura selalu negatif selama
proses respirasi berlangsung. Tekanan negatif tersebut
disebabkan karena pengembangan dada. Jaringan paru
mempunyai kecenderungan untuk menjadi kolaps karena
sifat yang elastik (elastic recoil).
Bila ada kebocoran antara alveoli dengan rongga pleura,
udara akan berpindah dari rongga pleura sampai tekanan
kedua ruang tersebut sama atau sampai kebocoran
tertutup sehingga paru akan menguncup karena sifat
paru yang elastik.
Suatu penelitian pada penderita pneumotoraks spontan yang
dilakukan reseksi paru ditemukan bleb, bula atau keduanya. Bila bula
atau bleb mengalami distensi dan pecah kedalam rongga pleura maka
akan terjadi pneumotoraks. Mekanisme pembentukan bula masih
diperdebatkan, salah satunya adalah degradasi benang elastin pada
paru yang diinduksi oleh asap rokok diikuti sebukan neutrofil dan
makrofag menyebabkan timbulnya bleb tersebut

Perubahan fisiologis akibat pneumotoraks adalah


penurunan kapasitas vital dan PaO2 dehingga terjadi
hipoventilasi dan asidosis respiratorik.
Yang paling berbahaya adalah pneumotoraks ventil.
Pada keadaan ini tekanan di rongga pleura akan meningkat
terus hingga paru akan menguncup total selanjutnya
mediastinum akan terdorong ke sisi lawannya.
Pendorongan mediastinum inilah yang dapat menyebabkan
gangguan aliran darah karena tertekuknya pembuluh darah.
Bila gangguannya hebat dapat terjadi syok sampai
kematian.
Klasifikasi PNEUMOTORAKS berdasarkan PENYEBAB
Pneumothoraks Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya, Tidak
Spontan Primer ada riwayat trauma. Biasanya terjadi pada umur 18-40
(PSP) tahun. Biasanya terjadi saat istirahat.

Pneumothoraks Karena penyakit paru yang mendasari (TB, PPOK, Asma


Spontan Sekunder bronchial, Pneumonia, tumor paru, dll)
(PSS)
Pneumothoraks Karena komplikasi tindakan medis (penggunaan
Traumatik ventilator), Aksidental (tidak sengaja) akibat
Iatrogenik parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas, dll.
Artifisial (sengaja) akibat mengisi udara pada cavitas
pleura, misalnya pada terapi TB
Pneumothoraks Karena jejas kecelakaan ; jejas dinding dada baik
Traumatik Bukan terbuka maupun tertutup, barotraumas, dll.
Iatrogenik
Pneumotoraks Pneumotoraks yang terjadi berhubungan dengan siklus
katamenial menstruasi, timbul 48-72 jam dari awal menstruasi.
Klasifikasi PNEUMOTORAKS berdasarkan JENIS FISTULA
Tertutup (simple) Tekanan udara pada sisi hemithoraks kontralateral
kurang dari tekanan udara di cavitas pleura kurang
dari tekanan udara atmosfir.
Tidak terdapat defek / luka terbuka pada dinding
dada
Terbuka (open) Karena luka terbuka pada dinding dada udara
dapat keluar lewat luka tersebut saat inspirasi.
Keadaan mediastinum: saat inspirasi normal, saat
ekspirasi bergeser ke dinding dada yang terluka
Tension Akibat mekanisme Check valve  saat inspirasi
pneumothoraks udara masuk ke cavitas pleura, saat ekspirasi udara
(pneumothoraks tidak bisa keluar
ventil)
PNEUMOTOTAK VENTIL /
TENSION PNEUMOTHORAX
adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin
berakumulasi di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.
Etiologi tersering tension penumothorax adalah
iatrogenik serta pneumothorax yang disebabkan trauma
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru
yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya
tegangan permukaan (tekanan negatif) antara permukaan pleura
parietal dan pleura visceral.
Rongga pleura normalnya berisi sedikit cairan pleura (sebagai
pelumas) dan tidak berisi udara.
Adanya udara di dalam rongga pleura menyebabkan kolapsnya
jaringan paru.
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang
melibatkan pleura visceral, parietal, atau cabang trakeobronkial.

Gangguan terjadi ketika terbentuk katup


1 arah, yang memungkinkan udara masuk
ke rongga pleura tapi tidak
memungkinkan bagi keluarnya udara.

Volume udara ini meningkat setiap kali


inspirasi karena efek katup 1 arah

Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang


terkena. Saat tekanan naik, paru ipsilateral kolaps dan
menyebabkan hipoksia.

Peningkatan tekanan lebih lanjut menyebabkan


mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan
jantung serta pembuluh darah besar

Kondisi ini memperburuk


hipoksia dan mengurangi
venous return.
Mekanisme yang menyebabkan tidak adekuatnya
suplai oksigen ke jaringan pada pneumotoraks:
1 Paru yang mengalami pneumotoraks kolaps dan paru
sebelahnya terkompresi sehingga tidak bisa melakukan
pertukaran gas secara efektif, terjadi hipoxemia yang
selanjutnya menyebabkan hipoksia.
2 Tekanan udara yang tinggi pada pneumotoraks mendesak
jantung dan pembuluh darah besar. Pendorongan vena cava
superior dan inferior menyebabkan darah yang kembali ke
jantung berkurang sehingga cardiac output juga berkurang,
akibatnya perfusi jaringan menurun dan terjadi hipoksia.
MEKANISME GEJALA - GEJALA
GX PNEUMOTORAKS VENTIL

Sesak Akibat penurunan fungsi paru menurunnya


napas compliance paru yang mengalami penumotoraks
(temuan  pertukaran udara tidak adekuat  hipoxemia
awal) hipoksia sesak napas serta paru sebelahnya yang
terdorong menyebabkan sesak napas.
Selain itu peningkatan kerja pernapasan:
hipoksia  takipneu  sesak napas.
Nyeri dada Trauma dada tembus hingga ke pleura
 peregangan pleura nyeriTrauma dada kerusakan
jaringan impuls nyeri pada daerah yang luka (kulit,
otot).
Takikardia Tension pneumotorax hipoksia  kompensasi
tubuh  SS simpatis takikardia.
Takipneu Tension pneumotorax  hipoksia kompensasi
tubuh  SS simpatis takipneu
PD PNEUMOTORAKS VENTIL
Perkusi hipersonor Hipersonor akumulasi udara dalam rongga pleura .

Suara napas lemah Paru kolaps pertukaran udara tidak berjalan baik
sampai hilang  àkibatnya suara napas berkurang atau hilang.
Penurunan Hipoksia yang terus berlanjut  kurangnya suplai O2 ke otak
kesadaran  gangguan fungsi otak  penurunan kesadaran.
Trakea terdorong Menjauhi paru yang mengalami tension pneumotoraks:
(deviasi trakea) Tension pneumotoraks  tekanan udara yang tinggi  menekan
kesegala arah  trakea terdorong ke arah kontralateral
Distensi vena leher Tension pneumotoraks  penekanan vena cava superior 
tahanan darah yang kembali ke jantungà JVP meningkat 
vena leher terdistensi
Hipotensi Tension pneumotoraks penekanan jantung dan vena cava
superior serta inferior  darah yang kembali ke jantung
berkurang  caridiac output berkurang  tekanan darah turun
(hipotensi akibat shock obstruktif)
Sianosis Tension pneumotoraxks pertukaran udara tidak
adekuat  darah mengandung sedikit O2  pewarnaan yang
kebiruan pada darah  tampak warna kebiruan pada kulit dan
mukosa.
PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan secara klinis,


dan terapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu
konfirmasi radiologis.

Anamnesis Riwayat trauma, Mekanisme trauma

Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi : dada cembung pada sisi yang sakit
Palpasi : Fremitus turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi: Suara napas lemah sampai hilang.
Temuan Awal Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia,
takipneu, hipersonor pada dada yang sakit, suara napas yang
melemah sampai menghilang.
Temuan lanjut Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah
kontralateral, hipotensi, distensi vena leher, sianosis.
DIAGNOSIS BANDING

KONDISI PENILAIAN

• Deviasi Tracheal
Tension pneumotoraks • Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
• ± Deviasi Tracheal
Massive hemothorax • Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
• Distensi vena leher
Cardiac tamponade • Bunyi jantung jauh dan
lemah
• EKG abnormal
PENATALAKSANAAN
Primary survey (ABCDE) yang dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi
vital
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan
jenis perlukaan, tanda tanda vital, dan mekanisme trauma.
Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali
keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu
1. Airway and cervical spine control
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability
5. Rujuk ke rumah sakit terdekat
6. Pengelolaan selama transportasi
1. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas
dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan
collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan
2. Breathing
Gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada
nafas· Needle decompression: Tension pneumotoraks membutuhkan dekompresi
segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang
berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang
terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan
pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di
anterior garis midaksilaris. Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada
sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS· Prinsip dasar
dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura,
sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang
terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension
pneumotoraks, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit
mengembalikan fungsi kardiopulmoner. Pemberian Oksigen juga diperlukan.
3. Circulation
Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumotoraks·
Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL
hangat 39 derajat celcius)
4. Disability
Nilai GSC dan reaksi pupil;
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5. Rujuk ke rumah sakit terdekat
dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang mempunyai
fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan
6. Pengelolaan selama transportasi
Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri; Bantuan kardiorespirasi
bila perlu; Pemberian darah bila perlu; Pemberian obat sesuai
intruksi dokter  analgesic jangan diberikan karena bisa
membiaskan simptom; Dokumentasi selama perjalanan.
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana
definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
1. Eksposure buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan
di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas
terjaga. Pemasangan IV line tetap
2. Re-evaluasi Laju nafas; Suhu tubuh; Pulse oksimetri/saturasi O2;
Pemasangan kateter folley (kateter urin)  monitor
dieresis; dekompresi v. urinaria sebelum EKG; NGT
bila tidak ada kontra indikasi (fraktur basis kranii).
Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet
bila ada lalu kompres dan obati
Pneumotoraks:
Lakukan tube thoracostomy / WDS (water sealed drainage,
merupakan tatalaksana definitif tension pneumotoraks), (Continous
suction)· WSD sebagai alat diagnostik, terapik, dan follow up 
mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal  lalu lakukan monitoring.
Penyulit : perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Teknik pemasangan WSD
1 Bila mungkin pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/
tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang sehat
2 Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela
iga ke-7 atau ke-8.
3 Tentukan kira-kira tebal dinding thoraks
4 Secara streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang
terakhir sela WSD setebal dinding thoraks; mis dengan ikatan
benang
5 Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan
cairan antiseptic
6 Tutup dengan duk steril
7 Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi
local di atas tepi iga secara infiltrasi dan blok (berkas
neurovaskular)
8 Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
9 Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
10 Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul
Teknik pemasangan WSD
11 Selang WSD diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke
rongga pleura dengan sedikit tekanan.
12 Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tadi.
13 Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap
udara.
14 Selang WSD disambung dengan botol WSD steril.
15 Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24
sampai -32 cm H2O.
Prinsip dasar tatalaksana pneumotoraks
adalah untuk mengevakuasi ronga pleura, menutup kebocoran,
dan mencegah atau mengurangi risiko
PILIHAN:
Observasi
Aspirasi sederhana
Tube thoracostomy/WSD (Simple; Continuous suction)
Pleurodesis
Thoracoscopy
operasi
PROGNOSIS
Dubia et bonam
Hampir 50% mengalami kekambuhan setelah pemasangan tube
torakostomi tetapi kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien yang dilakukan torakotomi terbuka
KOMPLIKASI
Gagal napas akut (3-5%)
Komplikasi tube torakostomi  lesi pada nervus
interkostales
Henti jantung-paru
Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
Kematian
timbul cairan intra pleura, misalnya:
- Pneumotoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.-
Pneumotoraks disertai darah : hematotoraks
Syok
ASMA BRONKIAL
Asma Bronkial,
adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermitten, reversibel dimana Trakheobronkial
berespons secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu.
Asma Bronkial,
Adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan.
(The American Thoracic Society)
Mechanisms Underlying the Definition of Asthma

Risks Factors
(for development of asthma)

INFLAMMATION

Airway
Hyperresponsiveness Airflow Obstruction

Risks Factors
(for exacerbations)
SYMPTOMS
Asthma inflammation is different
from COPD inflammation
COPD Asthma
Noxious agent Onset Sensitising agent

Inflammatory cells Eosinophils


Neutrophils CD4+ T-
CD8+ T-lymphocytes
lymphocytes
Macrophages
Mast cells

Not fully Airflow limitation Reversible


reversible

From the Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2009. Available from: http://www.goldcopd.org.
NYC/DAXAS/10/012
Klasifikasi Asma Bronkial
(berdasarkan penyebab)
1 Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dgn reaksi alergik yg disebabkan faktor pencetus yg spesifik
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (anti biotik
dan aspirin) dan spora jamur.
Sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik thd
alergi. Akan terjadi serangan asma ekstrinsik jika terpapar dengan
faktor pencetus spesifik seperti diatas.
2 Interinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yg bereaksi thd pencetus
yg tdk spesifik atau tdk diketahui, seperti udara dingin atau bisa
juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran nafas dan emosi (faktor
predisposisi/triger)
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik
dan emfisema.
3 Asma gabungan
Bentuk yg paling umum. Karakteristik dari bentuk alergik dan non
ETIOLOGI
Beberapa hal yg merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnyaserangan asma
A Faktor Predisposisi
Genetik : Adanya bakat alergi yg diturunkan
B Faktor Presipitasi
a. Alergen, dapat dibagi menjadi 3 jenis
1. inhalan yg masuk melalui saluran nafas seperti :debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
2. Ingestan Yang masuk melalui mulut. Seperti obat-obatan
3. Kontaktan Yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti
perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan,suhu
udara, musim,.
c. Makanan dan minuman
d. Emosi
e. Infeksi Saluran Napas Atas
Pemeriksaan Penunjang
1 Foto thoraks.
Biasanya normal pada saat di antara serangan,
kecuali pada asma berat dan lama
2 Lab.
Hitung jenis biasanya Normal.
Eosinofilia (>1000/mm2) sering ditemukan
pada asma atopik
Peningkatan kadar IgE serum
3 Tes Kulit
Tidak berguna dikerjakan rutin dan jarang
digunakan sebagai pemandu diagnosis.
4 Tes Faal Paru.
Adanya obstruksi jalan napas:
FEV1 dan PEFR < normal, FEV1/FVC < 75%
Clinical Features of Asthma
Step 1 Step 2 Step 3 Step 4
Clinical Mild Mild Moderate Severe
Features Intermit Persistent Persistent Persistent
tent
Days with < or = 3–6/week Daily Continual
symptoms 2/week
Nights with < or = 3–4/month greater or = Frequent
Symptoms 2/month 5/month
PEFR or > or = 80% > or = 80% 60%–80% < or = 60%
FEV1*
PEF <20% 20–30% >30% >30%
Variability
INITIAL ASSESSMENT OF SEVERITY OF ACUTE
ASTHMA IN ADULTS
SYMPTOMS MILD MODERATE SEVERE AND
LIFE-THREATENING
Physical No No Yes, may have paradoxical
Exhaustion chest wall movement

Pulse rate < 100 / min 100 – 120 / min > 120 / min

Central cyanosis absent May be present Likely to be present

Wheeze intensity variable Moderate Often quiet

Peak expiratory > 75% 50 – 75% < 50 %


flow
(% predicted)
Arterial Blood Gas Test not If initial response Yes
necessary is poor
Treatment
-Elimination of non specific aggravating factors
-Avoidance of Exposure to specific allergens
Day-to day -Hyposensitisation
management -Antihistamin drugs
to control and -Sodium cromoglycate (SCG)
prevent -Corticosteroids
symptoms Drugs used in the control of reversible airways
obstruction (Bronchodilators):
1. Symphatomimetic amines, beta2 adrenergic
reseptor stimulats (Salbutamol, terbutalin,
feneterol, rimiterol)
2. Methyl xanthine bronchodilators: Aminophyllin
250-500 mg iv
3. Combination therapy: bronchodilators drugs, SCG
and / or Corticosteroid
Treatment of a 1. Early use corticosteroid
severe attack 2. Early admission to Hospital
Management of Asthma
Step 1 Step 2 Step 3 Step 4
Manage Mild Mild Persistent Moderate Severe
ment Intermittent Persistent Persistent
Quick relief Short-acting inhaled beta2 agonist (Salbutamol/SALBULIN; Terbutalin
sulfat) as needed
Long-term None Low-dose inhaled Medium-dose High-dose inhaled
control corticosteroids OR inhaled corticosteroid and
Cromolyn or corticosteroid OR long-acting
Nedocromil OR Low-medium dose bronchodilator†
Sustained-release inhaled and long-term
theophylline OR corticosteroid and systemic
Antileukotriene long-acting Corticosteroids#
agent bronchodilator†
If needed: Medium-
high dose inhaled
corticosteroid and
long-acting
bronchodilator†
Expressed as a percent of predicted
†Long-acting inhaled beta-agonist, sustained release theophylline, or beta-agonist tablets
#Attempt to reduce systemic steroid dose and maintain on high-dose inheled corticosteroids
Status Asmatikus
Status Asmatikus
adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak
membaik pada pemberian bronkodilator inisial di
unit gawat darurat.

Biasanya gejala muncul beberapa hari setelah infeksi


virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap
alergen atau iritan atau setelah beraktivitas saat
udara dingin.

Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada, sesak


napas yg semakin bertambah, batuk kering dang mengi
dan penggunaan beta 2 agonis yg meningkat (baik
inhalasi maupun nebulasi) sampai hitungan menit
Status asmatikus, Asma akut berat
(serangan asma atau asma eksaserbasi)
adalah episode perburukan gejala yg
progresif dari sesak, batuk, mengi atau
rasa berat di dada atau kombinasi gejala-
gejala tersebut

Anamnesis: riwayat singkat serangan


meliputi gejala, pengobatan yg telah
digunakan, respons pengobatan, waktu mula
terjadinya dan penyebab/pencetus
serangan saat itu dan ada tidaknya resiko
tinggi utk mendapatkan keadaan
fatal/kematian.
Hasil pemeriksaan fisik:
Posisi penderita
Cara bicara
Frekuensi napas
Penggunaan otot-otot bantu napas
Nadi
Tekanan darah (pulsus paradokus)
Ada tidaknya mengi

Pemeriksaan penunjang:
1. Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum
pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan.
2. Saturasi O2 dengan pulse oxymetry
3. Pemeriksaan analisa Gas darah

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Berdasarkan Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Tabel Serangan Akut Asma
Gejala dan Tanda Berat serangan akut Keadaan mengancam jiwa
Ringan Sedang Berat
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur telentang Membungkuk Duduk membungkuk

Cara Bicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata


Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,
gelisah gelisah,
kesadaran
menurun
RR (frek.nafas) < 20/menit 20-30 / menit > 30/menit
Nadi < 100 100-120 > 120 Bradikardia
Pulsus - 10 mmHg +/- 10-20 mmHg + > 25 mmHg Kelelahan otot
Paradoksus
Otot bantu _ + + Torakoabdomin
napas dan al paradoksal
retraksi
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
paksa ekspirasi
Tabel Serangan Akut Asma
Gejala dan Tanda Berat serangan akut Keadaan mengancam jiwa
Ringan Sedang Berat
APE 80% 60-80% < 60%
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91-95% < 95%


Diagnosis banding
1 Obstruksi saluran napas atas
2 Benda asing di saluran napas
3 PPOK eksaserbasi
4 Penyakit paru parenkim
5 Disfungsi pita suara
6 Gagal jantung akut
7 Gagal ginjal akut
Penilaian berat serangan
Ananmnesis,
pemeriksaan fisik :
(auskultasi, penggunaan otot bantu, nadi, laju napas, APE,
saturasi O2, analisa gas darah jika keadaan pasien sangat
buruk)

Terapi awal
O2 utk mencapai saturasi 100%
Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat secara kontinyu
dalam 1 jam
Glukokortikosteroid sistemik jika pasien tdk ada respons
segera atau sebelumnya pasien telah mendapat oral atau
jika serangan hebat.
Re evaluasi setelah 1 jam pemeriksaan fisis, APE, saturasi
INITIAL TREATMENT SEVERE ATTACK ASTHMA
(Status Asmatikus)
1 Oxygen
2 Intravenous line infusion for correction of dehydration
3 Corticosteroid: Hydrocortison 200 mg iv loading dose and
1000mg in the first 12 hour and/or prednisolon 20-40 mg
loading dose and 100mg in the first 12 hours
4 Bronchodilator drugs:
1. Selective beta2 adrenoreseptor stimulators:
Salbutamol or Terbutalin.
Best in aerosol form in 40% oxygen
2. Aminophylline 0.5 g by slow IV or infusion 1 mg /
minute
5 Hypokalemia. Should be corrected rapidly.
High dose CS and bronchodilator can cause rapid changes
serum potassium.
INDICATIONS FOR TRACHEAL INTUBATION
AND ASSISTED VENTILATION

1 Pa O2 ≤ 50 mmHg
2 Pa CO2 ≥ 50 mmHg
3 Arterial pH < 7,3
4 Intolerable respiratory distress
5 Hypotension. Systolic Blood pressure < 90
mmHg
6 Cardio-Respiratory arrest
PNEUMONIA
MEKANISME PERTAHANAN PARU
Mekanisme ini sangat penting dalam
menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas.
Mekanisme ini mencegah bakteri agar tidak
masuk ke dalam paru, terdiri dari :
1. Mekanisme pembersihan
di saluran napas penghantar
2. Mekanisme pembersihan
di Respiratory exchange airway.
3. Mekanisme pembersihan
di saluran udara subglotik.
4. Mekanisme pembersihan
di respiratory gas exchange
1. Mek. Pembersihan di saluran napas penghantar
tdd :

 Reepitelisasi saluran napas


 Aliran lendir pada permukaan epitel
 Bakteri alamiah atau epithelial cell binding
site analog.
 Faktor humoral lokal ( IgG dan IgA)
 Kompetisi mikroba setempat
 Sistem transpor mukosilier
 Refeks bersin dan batuk.
2. Mekanisme pembersihan di
Respiratory exchange airway,
meliputi :

 Cairan yang melapisi alveolar termasuk


surfaktan.
 Sistem kekebalan humoral lokal (IgG).
 Makrofag alveolar dan mediator inflamasi.
 Penarikan netrofil.
3. Mekanisme pembersihan di
saluran udara subglotik, meliputi :
 Anatomik
 Mekanik
 Humoral
 Seluler

 Mekanisme penutupan dari refleks batuk


dari glotis merupakan pertahanan utama
terhadap aspirat dari orofaring.
4. Mekanisme pembersihan di respiratory
gas exchange, meliputi :
1. Cairan yang meliputi alveol :
 Surfaktan
 Aktiviti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lizosim, iron
binding protein.
2. IgG ( IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi
sebagai opsonin
3. Marofag alveolar yang berperan sebagai
mekanisme pertahanan pertama
4. Menarik PMN leukosit ke alveolus
5. Mediator biologis  menarik PMN ke saluran
napas
PATOGENESIS
Inhalasi Aspirasi Hematogenous Langsung

Komorbid :
Predisposisi :
diabetes mellitus
influenzae
gagal ginjal menahun
alkoholisme
ggan imuniti
gizi jelek / kurang
PPOK
debiliti Mek. pertahanan pneumokoniosis
paru

PNEUMONIA
GAMBARAN KLINIS
ditentukan oleh :

Faktor predisposisi
Penyakit penyerta
Keadaan Umum

Virulensi kuman
Inokulum, jenis & jumlah kuman
Daya tahan tubuh
Adanya bakterimia
Proses ekstrapulmonal lainnya
DIAGNOSIS
Demam, mengigil, berkeringat, Tº sampai > 40ºC, batuk +
dahak mukoid @ purulen ± darah, sesak nafas dan nyeri
a. AX dada karena pleuritis
1.Gambaran b. Temuan tergantung dari luas lesi di paru.
Klinis Inspeksi:bagian yg sakit, tertinggal wkt bernafas.
Pemerik
Palpasi: premitus mengeras;
saan Auskultasi: bronkovesikuler sampai bronkial, ± ronki basah
FD halus, yg kmd ronki basah kasar pd std.resolusi

Foto thorax (PA/Lat), merup. Pem.penunjang utama.


Dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dgn
a. Radio “air bronkogram”, gambaran brokogenik dan
2.Pemerik logis
interstitial serta gambaran kavitas.
saan
Penunjang Lekosit > 10.000 kadang-kadang mencapai 30.000.
LED >.
Dx Etiologis: Pemeriksaan sputum;kultur darah
b. serologis.
Laborato BGA: menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia dan
rium pd std.lanjut: asidosis respiratirik.
PENGOBATAN
1. ANTI - Sebaiknya berdasarkan data m.o dan
BIOTIKA hasil uji kepekaan
- Dapat diberi terapi secara empiris ok:
1. Pn. yg berat dpt mengancam jiwa
2. Kuman patogen yg berhasil diisolasi
belum tentu sbg penyebab Pn.
3. Hasil pembiakan kuman memerlukan
waktu

2. SUPORTIF Penunjang; Simptomatik.


KOMPLIKASI
- Efusi pleura, m.o infecting the lung will cause fluid to build up in the space
that surrounds the lung
- Empiema, If the m.o themselves are present in the pleural cavity,
the fluid collection is called an empyema.
- Abses paru,
Rarely, bacteria in the lung will form a pocket of infected fluid called an
absces. Lung abscesses can usually be seen with a chest x-ray or chest CT
scan. Abscesses typically occur in aspiration pn. and often contain several
types of bacteria.
Antibiotics are usually adequate to treat a lung abscess, but sometimes the
abscess must be drained.
- Sepsis,
Sepsis most often occurs with bacterial pneumonia;
Streptococcus pneumoniae is the most common cause.
Individuals with sepsis or septic shock need hospitalization in an ICU.
Sepsis can cause liver, kidney, and heart damage, among other problems,
and it often causes death.
- Pneumotoraks
- Gagal Nafas
2. Diagnosis:

- dari Ax, Gx, Pem.Fisik, Foto toraks dan Lab.


- Dx Pasti ditegakkan jika:
Foto toraks: infiltrat baru (+)
@ infiltrat progresif + 2 @ lebih gejala:

1.batuk-batuk berat
2.perubahan karakteristik dahak/purulen
3.Suhu tubuh > 37,5ºC (oral)/riwayat demam
4.Fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi
dan ronki
5.Lekosit > 10.000 @ < 4500
Penilaian derajat keparahan

American Thoracic Society (ATS)


Kriteria Minor: Kriteria Mayor:
1.Frekuensi nafas > 30/menit 1.Membutuhkan ventilator mekanik
2.PaO2/FiO2 < 250 mmHg 2.Infiltrat bertambah > 50%
3.Ro:kelainan paru bilateral 3.Membutuhkan vasopressor > 4 jam
(syok septik)
4.Ro:melibatkan > 2 lobus 4.Serum kreatinin > 2 mg/dl
atau peningkatan > 2 mg/dl,
5.Tekanan Sistolik < 90mmHg
pada penderita riwayat penyakit ginjal
6. Tekanan Diastolik <60mmHg @ gagal ginjal yg membutuhkan
dialisis.
Kriteria Pn.berat : Salah satu @ lebih kriteria Mayor
(+)
Kriteria Perawatan (+) 1 dari 2 gejala mayor tertentu
Intensif : (No.1 dan 3)
@ 2 dari 3 gejala minor tertentu
(No. 2, 3 dan 5)
British Thoracic Society (BTS) 2004
“CRD-65 Score”
Parameter Score
Kesadaran : Confusion; Disorientasi: 1
orang/tempat/waktu
Respiratory Rate: > 30 x / mnt 1
Blood Pressure /Tekanan Darah: 1
SBP < 90 mmHg @
DBP < 60 mmHG
Usia : > 65 tahun 1
Score: 0  Rawat jalan
1 – 2  pertimbangkan rawat inap
3 – 4  Harus segara rawat inap
ATS Guidelines for CAP
Type of Treatment Antibiotic Therapy
Outpatient treatment

 Healthy and no use of antimicrobials


within the previous  A macrolide or doxycyline
3 months

 Presence of comorbidities  A respiratory FQ


 Use of immunosuppressing drugs (moxifloxacin, gemi or levo 750 mg

 Use of antimicrobials within the  A -lactam plus a macrolide


previous 3 months

 Alternative agents listed above


 In regions with a high rate (>25%) of for presence of comorbidities
infection with high-level (MIC ≥16 for patients without
μg/ml) macrolide-resistant comorbidities
Streptococcus pneumoniae
2007 ATS Guidelines: Inpatients
CAP Inpatient Therapy

Medical Ward

No Recent Recent
Antibiotic Antibiotic

Respiratory fluoroquinolone Advanced macrolide


alone +
OR ß-lactam
Advanced macrolide OR
+ respiratory
ß-lactam fluoroquinolone alone*
* Regimen selected will depend on nature of recent
Mandell LA, et al. Clin Infect Dis 2007 antibiotic therapy (Moxi, Levo 750)
Diagnosis Pneumonia Nosokomial

CDC
( the Centers for Disease Control) - Atlanta
1. Onset timbul > 72 jam sth MRS
2. Fisik: Ronki (+); Perkusi: Redup;
Ro: infiltrat (+) + > 1 gejala :
a).sputum purulen
b).didapat isolasi patogen dari darah, aspirasi trakea,
spesimen dari biopsi @ sikatan bronkus.
c).didapat isolasi virus dari sekret pernafasan
d).titer Antibodi thd suatu patogen
e).PA: adanya pn.
Skema terapi Emperik utk HAP dan VAP
Supek HAP,VAP
(semua derajat)

Onset lanjut > 5 hari


@ terdapat faktor resiko utk MDR

tidak ya

AB spektrum luas
AB spektrum terbatas
utk patogen MDR

Patogen Potensial AB Rekomendasi Patogen Potensial AB Rekomendasi


Patogen potensial AB kombinasi
Strep.pneumonie β laktam + anti β laktam ase MDR ± Sefalosporin anti pseudomonas
(amoxklavulanat) Atau
Pseu.aeroginosa
H.Influenza Atau Karbapenem anti pseudomonas
Kleb.pneumonie Atau
MSSA Sefalosporin G3 non Acinetobacter β laktam + anti β laktam ase
pseudomonal spp (piperasilin-tasobaktam)
AB sesitif gram (-) (Seftriaxon,sefotaksim) MRSA Ditambah
Atau Fluorokuinolon antipsedomonas
Kuinolon respirasi Atau
(Levo,Moxi,Gati Aminoglikosida
Ditambah
floksasin
Linesolid @ Vankomisin

Anda mungkin juga menyukai