Diajukan Kepada:
dr. Kus Budayatiningrum, Sp. Rad
Disusun Oleh:
Rendi kurniawan
20120310155
20
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Rendy Kurniawan
20120310155
21
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus “Asites pada pemeriksaan BNO, Colon In Loop,
dan Foto Thorax”.
Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
tak ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayatiningrum, Sp.Rad selaku dosen pembimbing bagian
Ilmu Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Radiologi
serta dalam penyusunan presus ini.
2. dr. Anies Indra Kusyati, Sp.Rad selaku dokter bagian Radiologi RSUD
KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan memberi
ilmu dalam menjalani stase Ilmu Radiologi serta dalam penyusunan
presus ini.
3. Perawat bagian instalasi radiologi RSUD Setjonegoro Wonosobo.
4. Rekan-rekan Co-Assistensiatas bantuan dan kerjasamanya.
5. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presus
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Rendy Kurniawan
22
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AP
Tgl lahir/ Umur : 15 Mey 1945/ 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : Jaraksari, Wonosobo
Tanggal masuk RS : 8 Juni 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang ke RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan nyeri pada
perut dan mengalami bembesaran pada abdomen.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dan merasakan
rasa tidak nyaman pada perutnya, dan merasa perut membesar, keluhan
yang lain disangkal.
23
Riwayat Sosial dan Personal :
Pasien berprofesi sebagai petani. Aktivitas keseharian pasien
kebanyakan dalam posisi membungkuk. Pasien mengaku jarang
meluangkan waktu secara khusus untuk berolahraga. Pasien merokok
tetapi menyangkal minum minuman beralkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Kesan sakit ringan
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 118/57 Pernapasan : 18 x /menit
Nadi : 77 x / menit Suhu : 36,9°C
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterus -/-, refleks
pupil -/- isokor, edema palpebra -/-
THT :
o Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
o Hidung : sekret (-), hiperemis (-), nafas cuping hidung (+)
o Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
o Lidah : papil atrofi (-)
o Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-), pembesaran
tyroid (-)
Thorax :
o Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial
linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : DBN
24
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus : Normal Normal
Perkusi : DBN
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tak tampak adanya jejas
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : redup di semua kuadran abdomen
Palpasi : Distensi (+)
Ekstermitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-)
D. PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Result Unit Remark Reference Range
Hemoglobin 11,4 g/dl L (11,7-15,5)
Leukosit 8,4 10³/ul ( 3,6-11,0)
Eusinofil 2,7 % (2,00-4,00)
Basofil 0,40 % (0,1)
Netrofil 65,00 % (50-70)
Limfosit 30,20 % (25-40)
Monosit 5,40 % (2-8)
Hematokrit 33 % L (35-47)
Eritrosit 4,0 10⁶/ul L (4,40-5,90)
MCV 92 Fl (80-100)
MCH 30 Fl (26-34)
MCHC 32 g/dL (32-36)
Trombosit 251 10³/ul (150-400)
GDS 123 mg/dl (70-150)
Ureum 45 mg/dl (<50)
Creatinin 0,45 mg/dl (0,40-0,90)
Albumin 2,90 mg/dl L (3,8-5,3)
Trigliserida 89 mg/dl (70,0-140,0)
SGOT 44,0 U/L (0-50)
SGPT 26,0 U/L (0-50)
25
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
A. Colon In Loop (CIL) (10-06-2017)
BNO : udara dalam usus baik, delatasi usus (-), foecal material (+),
floating sign (+), tampa osteofit di VTh 12-VL 4
Colon In Loop : tampak kontras masuk melalui anus mengisi rectum,
rectosigmoid, colon desenden, colon transversum,
hingga colon ascendens, passe kontras relatif lancar .
Colon : Kaliber colon normal, tampak gambaran filing defect yg menetap
di colon sigmoid 1/3 distal.
Kesan : massa intraluminer di colon sigmoid 1/3 distal, ascites,
spondylosis thorakolumbales.
26
Cor : suspek membesar
Pulmo : corakan bronko faskuler kasar, diaphragma & sinus dbn
Kesan : cor : suspect cardiomegali
Paru : aspect tenang
F. DIAGNOSIS KERJA
- Ascites
- Kardiomegali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
27
A. DEFINISI ASITES
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Pada dasarnya penimbunan cairan di peritoneum apat terjadi melalui 2
mekanisme dasar yakni transudasi (contoh: sirosis hati dan hipertensi) dan
eksudasi.
B. ETIOLOGI
Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah
lanjut atau cirrhosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan
disebabkan oleh cirrhosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari
perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-teori
menyarankan portal hypertension (tekanan yang meningkat adalam aliran
darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa pada
pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan
luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam
28
tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut
dalam darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien
tekanan dan berakibat pada ascites perut.
C. FAKTOR RESIKO
Penyebab yang paling umum dari ascites adalah sirosis hati. Banyak dari
faktor-faltor risiko untuk mengembangkan ascites dan cirrhosis adalah serupa.
Faktor-faktor risiko yang paling umum termasuk hepatitis B, hepatitis C, dan
penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Faktor-faktor risiko yang
berpotensial lainnya berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang
mendasarinya, seperti gagal jantung congestif, malignancy, dan penyakit
ginjal.
29
D. PATOFISIOLOGI
30
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator
endogen juga akan mempengaruhisirkulasi arterial sistemik sehingga
terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah
(underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh
akanmeningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-
angiotensin-aldosteronserta arginin vasopressin. Semuanya itu akan
meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na)dari ginjal dan diikuti
dengan reabsorpsi air (H0) sehingga menyebabkan semakin banyak
cairanyang terkumpul di rongga tubuh.
E. KLASIFIKASI ASITES
Jenis asites secara tradisional asites dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu
transudative dan eksudatif. Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah banyaknya
protein yang ditemukan dalam cairan.
Sebuah sistem yang lebih berguna telah dikembangkan untuk
mengklasifikasikan berdasarkan jumlah albumin dalam cairan asites
dibandingkan dengan albumin serum (albumin diukur dalam darah). Ini
disebut Serum Albumin Ascites Gradient atau Saag.
1. Ascites transudative berhubungan dengan hipertensi portal (sirosis, gagal
jantung kongestif, Budd-Chiari) umumnya memiliki Saag lebih besar dari
1,1.
2. Ascites eksudatif disebabkan oleh alasan lain (ganas, pankreatitis)dan
memiliki Saag lebih rendah dari 1,1.
Grade 1 (ringan/mild) : Asites hanya dapat dideteksi oleh tes ultra sound.
31
Secara Semikuantitatif
F. DIAGNOSIS ASITES
Diagnosis asites didasarkan pada pemeriksaan fisik bersamaan
dengan riwayat medis yang rinci untuk memastikan kemungkinan
penyebab yang mendasarinya karena asites sering dianggap sebagai gejala
nonspesifik untuk penyakit lainnya. Jika cairan asites lebih besar dari 500
ml, dapat ditunjukkan pada pemeriksaan fisik oleh bulatan menonjol dan
gelombang cairan yang dilakukan oleh dokter yang memeriksa perut.
Jumlah cairan yang lebih sedikit dapat dideteksi melalui ultrasound
abdomen. Kadang-kadang, asites ditemukan secara kebetulan oleh
ultrasound atau CT scan yang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi lain.
Diagnosis kondisi yang mendasari yang menyebabkan asites
adalah bagian terpenting untuk memahami alasan seseorang
mengembangkan asites. Riwayat medis dapat memberikan petunjuk
tentang penyebab utama dan biasanya mencakup pertanyaan tentang
diagnosis penyakit hati sebelumnya, infeksi virus hepatitis dan faktor
risikonya, penyalahgunaan alkohol, riwayat keluarga penyakit hati, gagal
jantung, riwayat kanker, dan riwayat pengobatan. .
Kerja darah dapat memainkan peran penting dalam mengevaluasi
penyebab asites. Panel metabolik yang lengkap dapat mendeteksi pola
cedera hati, status fungsional hati dan ginjal, dan tingkat elektrolit.
Penghitungan darah lengkap juga berguna dengan memberikan petunjuk
pada kondisi yang mendasarinya. Koagulasi (pembekuan) kelainan panel
32
(waktu protrombin) mungkin tidak normal karena disfungsi hati dan
produksi protein penggumpalan yang tidak adekuat.
Terkadang penyebab asites mungkin mungkin tidak ditentukan
berdasarkan riwayat, pemeriksaan, dan review data laboratorium dan studi
pencitraan. Analisis cairan mungkin diperlukan untuk mendapatkan data
diagnostik lebih lanjut. Prosedur ini disebut paracentesis, dan ini dilakukan
oleh dokter terlatih. Ini melibatkan sterilisasi area di perut dan, dengan
bimbingan ultrasound, memasukkan jarum ke rongga perut dan menarik
cairan untuk analisis lebih lanjut.
Untuk tujuan diagnostik, sejumlah kecil (20cc, misalnya) mungkin
cukup untuk pengujian yang memadai. Jumlah yang lebih besar dapat
ditarik jika diperlukan untuk mengungkapkan gejala yang berhubungan
dengan peningkatan asites abdomen, sampai beberapa liter (paracentesis
volume besar).
Analisis dilakukan dengan mengirimkan cairan yang terkumpul ke
laboratorium segera setelah drainase. Biasanya, jumlah dan komponen sel
darah putih dan sel darah merah (penghitungan sel), tingkat albumin,
pewarnaan gram dan kultur untuk setiap organisme, kadar amilase,
glukosa, protein total, dan sitologi (sel ganas atau kanker) dianalisis dalam
laboratorium. Hasilnya kemudian dianalisis oleh dokter yang merawat
untuk evaluasi lebih lanjut dan penentuan kemungkinan penyebab asites.
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto thorax dan abdomen
1) Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik
(hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih
dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
33
tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas
di usus halus.
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic
penumpukan cairan pada kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa
paravesika. Adanya cairan memberikan gambaran kepadatan yang simetris
pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut ”dog’s ear” atau
”mickey mouse” appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan
pergeseran garis lemak properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan
asites yang signifikan.
USG
34
2) Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang
terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan. Gambar tersebut
meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus (chyle),
septal multiple (peritonitis tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei),
distribusi cairan terlokalisir atau atipik, gumpalan lengkung usus, dan
penebalan batas antara cairan dan organ yang berdekatan.
3) Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara
bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen, melekat pada
hati atau oargan lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi oleh
cairan yang terlokalisir.
4) Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis mempunyai
ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm. Penebalan kantung
empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82 % kasus. Penebalan
kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
CT-Scan
35
H. PENATALAKSANAAN
1. Dengan diuretic
Hanya pada pasien yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan
namun penurunan BB < 1 kg, setelah 4 hari. Menurut Moore, 2006 penggunaan
diuretic bisa dimulai dengan dosis yang rendah dengan jenis diuretic
spironolacton dengan kombinasi diet rendah garam 400 mg Na/hr, dalam 1
minggu. Diberikan dosis rendah terlebih dahulu karena efek samping diuretic
adalah hipokalemia. Apabila dosis maksimum diuresis belum tercapai maka dapat
digunakan furosemid dengan kombinasi diet rendah Na (5,2 gr Na/hr).
Dengan parasentesis
36
Parasentesis
37
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien antara lain menunjukkan adanya
pembengkakan, nyeri, rasa tidaknyaman pada abdomen, dan mengeluh kan sesak
nafas. Tidak ada keluhan lain, Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit
keluarga disangkal.
38
Pada tambahan pemeriksaan radiologi pada foto thorax menunjukan:
Cor : suspek membesar
Pulmo : corakan bronko faskuler kasar, diaphragma & sinus dbn
Kesan : cor : suspect cardiomegali
Paru : aspect tenang
39
BAB IV
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41