Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

ABSES HEPAR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Kus Budayatiningrum, Sp. Rad

Disusun Oleh:
Ezra Senna P
20120310193

BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
ABSES HEPAR
Telah dipresentasikan pada tanggal:
20 Juni 2017
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Ezra Senna P
20120310193

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Kus Budayatiningrum, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk
dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus Abses Hepar.
Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak
ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayatiningrum, Sp.Rad selaku dosen pembimbing bagian Ilmu
Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan
dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Radiologi serta dalam
penyusunan presus ini.
2. dr. Anies Indra Kusyati, Sp.Rad selaku dokter bagian Radiologi RSUD
KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan memberi ilmu
dalam menjalani stase Ilmu Radiologi serta dalam penyusunan presus ini.
3. Penata bagian instalasi radiologi RSUD Setjonegoro Wonosobo.
4. Rekan-rekan Co-Assistensiatas bantuan dan kerjasamanya.
5. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presus ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Wonosobo, 20 Juni 2017

Ezra Senna P

iii
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUSi
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I 1
STATUS PASIEN 1
A. IDENTITAS PASIEN 1
B. ANAMNESIS 1
C. PEMERIKSAAN FISIK 3
D. PEMERIKSAAN LAB 4
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI 5
F. DIAGNOSIS KERJA 7
G. PENATALAKSANAAN 7
BAB II 8
A. ANATOMI HATI 8
B. DEFINISI 11
C. ETIOLOGI 12
D. PATOGENESIS 14
E. MANIFESTASI KLINIS 16
F. PENDEKATAN DIAGNOSIS 18
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI 19
H. PENATALAKSANAAN 21
BAB III.. 25
PEMBAHASAN 25
BAB IV. 27
KESIMPULAN 27
DAFTAR PUSTAKA 28

iv
0
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Pasiyem
Tgl lahir/ Umur : 31 Desember 1971 / 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Wonosobo
Tanggal masuk RS : 3 Juni 2017

B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang ke IGD RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan nyeri perut
kanan atas disertai mual dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang
sudah dirasakan selama 2 hari SMRS dan terasa semakin memberat.
BAB tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi dan
konsistensi. Adanya BAB yang mengandung darah atau BAB kehitaman
disangkal oleh pasien. BAK juga tidak mengalami perubahan dalam hal
frekuensi, volume dan warna kencing.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengaku belum pernah mengalami nyeri perut kanan atas
seperti sekarang. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat
penyakit lain seperti diabetes melitus dan asma disangkal.

1
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal,
hipertensi, jantung, asma, maupun diabetes mellitus.

Riwayat Sosial dan Personal :


Pasien berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional. Aktivitas
keseharian pasien kebanyakan dalam posisi duduk. Pasien menyangkal
minum minuman beralkohol dan merokok.

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Kesan sakit sedang
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/67 Pernapasan : 20 x /menit
Nadi : 106 x / menit Suhu : 37C
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterus -/-, refleks
pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
THT :
o Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
o Hidung : sekret (-), hiperemis (-), nafas cuping hidung (+)
o Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
o Lidah : papil atrofi (-)
o Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-), pembesaran
tyroid (-)
Thorax :
o Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial
linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : konfigurasi jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus : Normal Menurun
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor redup
Auskultasi : vesikuler + + ronki - - wheezing - -
+ + - - - -
+ + - + - -

3
Abdomen
Inspeksi : datar, tak tampak adanya jejas
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Distensi (-), NT(+) regio lumbal dextra

Ekstermitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-)

D. PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 29/03/2017
Parameter Result Unit Remark Reference Range
Hemoglobin 10,2 g/dl L (11,7-15,5)
Leukosit 21 10/ul H ( 3,6-11,0)
Eusinofil 0,1 % L (2,00-4,00)
Basofil 0,20 % (0,1)
Netrofil 70,00 % (50-70)
Limfosit 18,20 % L (25-40)
Monosit 7,40 % (2-8)
Hematokrit 30 % L (35-47)
Eritrosit 3,5 10/ul L (4,40-5,90)
MCV 88 Fl (80-100)
MCH 30 Fl (26-34)
MCHC 34 g/dL (32-36)
Trombosit 553 10/ul H (150-400)
SGOT 25,8 U/L (0-50)
SGPT 42,7 U/L (0-50)

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
A. USG Abdomen (06-06-2017)
Hepar : Besar normal, struktur echo parenchuma homogen.
Systema vascular dan billiare tak melebar.
Tampak nodul hrechoic, tepi irreguler, pada lobus
kanan Uk 8,88 x 7,96cm

4
CDUS: Tak tampak feeding arteri
Lien : Besar normal, struktur echo parenchym homogen.
Pancreas : Besar normal, struktur echo parenchym homogen.
Ren Dx : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchym baik..
Ren Sn : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchym baik..
Gaster : Dinding ireguler, udara meningkat, nyeri tekan (-).
Usus : Udara usus dbn, dilatasi usus (-), massa (-).
Vesica urinari : Dinding reguler, massa (-), parametrium: Massa (-)
Kesan : Nodul hipoechoic tepi irregular pada lobus
kanan hepar
DDx: Abses Hepar
Udara gaster dengan dinding irregular meningkat
cenderung Gastritis

5
6
F. DIAGNOSIS KERJA
- Karsinoma hepatoseluler/hepatoma
- Abses Hepar

G. PENATALAKSANAAN
- Inf RL 20 tpm
- Inj Omeprazol 2 x 3A
- Cobazim 3 x 1
- Gitas plus 3 x 1

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HATI
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di
regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria
sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang
disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional
organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat
sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan
sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati
memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika
dan dari aorta melalui arteria hepatika. (2,3,4)

8
Gambar 1. Anatomi Hati

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya


yaitu: (3,4,5,6)
Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalam usus.

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,


protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta
pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino.
Penimbunan vitamin dan mineral

9
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
B12 juga disimpan secara normal.
Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam


jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi
meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat


lain
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, dan aldosteron.

Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi


Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai

10
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah

B. DEFINISI
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .(1)

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates
(400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)

11
C. ETIOLOGI
D.1 Abses Hati Amebik

Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah


dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi.
Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering
terjadi akibat infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %)
penderita dengan amebiasis intestinalis klinis.

Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk


kista, dan bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron,
resisten terhadap suasana kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang
berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu 20-60
mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam.
Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

D.2 Abses Hati Piogenik

Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteraceae, microaerophilic


streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides,
fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia
enterocolitica, salmonella typhi, brucella melitensis dan fungal.

12
Infeksi dari hati dapat juga berasal dari:

1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran


empedu.

2. Viscera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau


pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendisitis,
diverticulitis atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses
hati.

3. Arteri hati pada bakterimia/septikemia akibat infeksi ditempat lain.

4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster,


duodenum, ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas.

5. Trauma tusuk atau tumpul.

6. Kriptogenik.

D. PATOGENESIS
E.1 Abses Hepar Amebik

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,


baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi
langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang
terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal. (11,12)

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang


menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat
ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung
namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian
kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan
mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim
cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan
menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.

13
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam
aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi
enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati
terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti
dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)
karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung
pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai achovy
paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta
sel darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)

E.2 Abses Hepar Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral.
Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi
dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah
secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati
akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik
dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-
organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika.
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan
distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan
limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses
yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi

14
bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan
inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi
akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik
dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati
dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan
aliran limfatik. (1,10)

E. MANIFESTASI KLINIS
Abses Hepar Amebik (2,8,9,13,)

Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40 oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
hingga bahu kanan dan daerah skapula
c. Anoreksia
d. Nausea
e. Vomitus
f. Keringat malam
g. Berat badan menurun
h. Batuk
i. Pembengkakan perut kanan atas
j. Ikterus
k. Buang air besar berdarah
l. Kadang ditemukan riwayat diare
m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisik :

a. Ikterus
b. Temperatur naik
c. Malnutrisi

15
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
e. Nyeri perut kanan atas
f. Fluktuasi

Abses hati piogenik (1,2,8,15)

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang


lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertai menggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.
c. Mual dan muntah
d. Berkeringat malam
e. Malaise dan kelelahan
f. Berat badan menurun
g. Berkurangnya nafsu makan
h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali
b. Nyeri tekan perut kanan
c. Ikterus, namun jarang terjadi
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
e. Buang air besar berwarna seperti kapur
f. Buang air kecil berwarna gelap
g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

F. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Abses hati amebik (2,9)

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan


trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan
leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi
dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes

16
serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan
kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria
Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid

17
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid

Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-
kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.
Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun
pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi
untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.
Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun
terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.
Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar
emas untuk diagnosis. (1)

G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan
peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan
diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto
polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus,
hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan
air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG
sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis
hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding yang berarti
ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan

18
kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa
massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa
hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca
kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat
pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. (2)

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-


kadang didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian
diafragma kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses
paru. Pada foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi
lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses
merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan
pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT
scan dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI
dapat menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase
perkutan atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses
berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses
jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu
kecil. Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga
tampak massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak
sebagai masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial
tampak gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana
hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses
terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat,
sehingga membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan

19
dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses
tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses.
Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan
menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya
pada infeksi oleh kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat pada
segmen VII dan VIII.(8)

H.
I.

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan


penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak
tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda. (2)
Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.
Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah
sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin
bertambah tebal. (16)

20
H. PENATALAKSANAAN
Abses hati amebik (2,12,14,17)

1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x 750 mg per hari selama 5 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-
50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10
hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.

21
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis
susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.

Abses hati piogenik (1,2,7,10)

Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses
hati piogenik yaitu dengan cara:

22
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang
adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang
berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena
sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-
2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-
metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.

23
BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengalami nyeri perut kanan atas
disertai mual dan muntah. Dari pemeriksaan vital sign menunjukkan tekanan
darah 100/60 mmHg, suhu 37C, dan pada pemeriksaan abdomen tidak tampak
distensi, tak teraba keras. Pasien juga bekerja sebagai pedagang di pasar
tradisional.

Pada teori, disampaikan bahwa penularan AHA dapat terjadi melalui


minuman dan makanan, serta hygiene yang buruk. Contoh manifestasi klinisnya
yaitu nyeri perut kanan atas, demam, mual dan muntah.
Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan mesocephal. Thorak dan Jantung dalam batas normal, pada abdomen
terdapat BU(+).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan, pada darah rutin


leukositosis meningkat dan Hb menurun. Pada enzim hati ditemukan peningkatan
SGPT yang mengindikasikan adanya gangguan fungsi hati, Dari hasil USG
didapatkan kesan abses hepar. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa dengan penyakit Abses hepar DD/
abses hepar amoebik dan abses hepar piogenik.

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati . Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati
amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati amebik disebabkan
oleh Entamoeba histolytica sedangkan organisme yang paling sering ditemukan
sebagai penyebab abses hati piogenik adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae,

24
Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob
( contohnya Streptococcus Milleri ).

Penatalaksanaan abses hepar berupa medikamentosa seperti antiamoeba


(khususnya pada abses hepar amebik) dan antibiotik (khususnya pada abses hepar
piogenik), aspirasi, maupun drainase perkutan atau drainase bedah. Antiamoeba
dapat diberikan berupa metronidazole, DHE, maupun chloroquin, sedangkan
untuk antibiotik dapat diberikan penisilin atau sefalosporin ( untuk coccus gram
(+) dan gram (-) yang sensitif), aminoglikosida, klindamisin, dan kloramfenikol
( untuk bakteri anaerob), maupun ampicilin-sulbaktam.(2). Pasien dberikan terapi
berupa diet hepar, IVFD NaCl 0,9% sebanyak 20 tpm karena pasien dalam
keadaan demam, lemah, dan intake kurang sehingga kemungkinan elektrolit
kurang, metronidazole 0,5gr/8jam/IV, dan sistenol 3 x 500 mg.

25
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan :


1. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, ditemukan adanya peningkatan
angka GPT sebesar 42,7 Peningkatan angka GPT ini menggambarkan
adanya gangguan fungsi hati. Kadar GPT yang normal adalah 0 35 U/L.
2. Pada hasil USG didapatkan ukuran hepar normal. Tampak nodul
hyperechoic pada hepar, dengan tepi irregular, pada lobus kanan, ukuran
8,88 x 7,56 cm.
3. Penyebab utama dari abses hepar tersebut yaitu hygiene yang buruk di
linkungan kerja pasien.
4. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosa dengan penyakit Abses hepar DD/ abses
hepar amoebik dan abses hepar piogenik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :


Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.
Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.
Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic
resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :
Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.
Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal
1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku
ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari
sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
6. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a
glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
7. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,
biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In :
Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current
medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.
Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.
8. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In :
Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain :
GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter 40-42
9. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis.
Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.

27
10. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23 th, 2009. November
1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-
overview#showall.
11. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.
Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007.
Hal 684.
12. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internal
medicine 17th edition. USA. 2008. Chapter 202.
13. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November
1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-
overview#showall.
14. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses
hati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1
November 2011. Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati
%20amuba%20(dr%20arini).pdf.
15. Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelson
textbook of pediatric 18th edition. USA. 2007. Chapter 356.
16. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi
diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.
17. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan.
Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta :
Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554.
18. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika
Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :
Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321-
324.
19. Almatsier, Sunita. Diet penyakit hati dan kandung empedu. Dalam :
Penuntun diet edisi baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010. Hal
120-122.

28

Anda mungkin juga menyukai