Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

ASMA BRONKIAL

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Syaraf Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Handayani Sp.A

Disusun Oleh:
Rendy Kurniawan
20120310155

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ASMA BRONKIAL

Telah Dipresentasikan pada tanggal :


April 2018

Oleh:
Rendy Kurniawan
20120310155

Telah Disetujui Oleh :


Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Handayani Sp.A

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan Presentasi Kasus yang
berjudul “ASMA BRONKIAL” dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Dalam
laporan ini, penulis menyajikan informasi yang diharapkan dapat menambah wawasan
para pembaca.

Presentasi Kasus ini niscaya tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan dan
dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan orang tua dan keluarga yang telah memberi bantuan baik moral
maupun materil sehingga penulisan Presentasi Kasus ini dapat selesai sesuai dengan
yang diharapkan. Dengan selesainya Presentasi Kasus ini, maka penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah sehingga penulis
dapat menyelesaikan Presentasi Kasus ini
2. Kedua orang tua tercinta dan yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
yang besar dalam setiap langkah. Semoga Allah menyertai kalian, aamiin
3. dr. Handayani Sp.A selaku dokter pembimbing dan dokter Spesialis Anak RSUD
Wonosobo
4. Seluruh perawat bangsal Dahlia dan Perinatal di RSUD Wonosobo
5. Teman-teman coass Anak atas dukungan dan kerjasamanya
Penulis sadar bahwa laporan Presentasi Kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga laporan Presentasi Kasus ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi para pembaca yang budiman,
Amin.
Wonosobo, April 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS..................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................2

KATA PENGANTAR...................................................................................................3

DAFTAR ISI..................................................................................................................4

BAB I.............................................................................................................................5

LAPORAN KASUS.......................................................................................................5

A. Identitas Pasien............................................................................................5

B. Anamnesis....................................................................................................5

C. Pemeriksaan Fisik........................................................................................7

D. Differential Diagnose...................................................................................9

E. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................9

F. Diagnose......................................................................................................9

G. Penatalaksanaan.........................................................................................10

H. Prognosis....................................................................................................10

BAB II..........................................................................................................................11

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................11

BAB III.........................................................................................................................27

PEMBAHASAN..........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................29

4
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien

Nama : An. KB

Tanggal Lahir : 20 September 2008

Usia : 9 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : kewarasan 1/7 timbangan Leksono, Wonosobo

Bangsal : Dahlia

Tanggal Masuk RS : 15 April 2018

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Demam ± 4 hari dan sesak napas.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dibawa

oleh ayahnya dengan keluhan demam selama 4 hari. Demam dirasakan

naik turun, terutama pada sore dan malam hari. Saat pagi hari demam

turun akan tetapi tidak sampai suhu normal. Demam disertai dengan batuk

(+), pilek (+) dan sesak napas (+) muncul berikutnya. Batuk terdapat dahak

kental (+), memberat saat malam disertai dengan sesak napas ketika batuk.

Saat bernapas terdengar suara mengi, napas terasa berat dan panjang.

Sesak napas memberat saat hari ketiga. Selain itu anak juga mengatakan

nyeri telan (+) sehingga anak tidak mau makan. Keluhan tidak disertai

Mual atau pun muntah. Tidak BAB selama 2 hari, sebelumya tidak ada

keluhan mencret ataupun minum obat-obatan diare, BAK (+) tak ada

5
keluhan. Anak mau dan dapat minum. Tidak kehausan (-). Riwayat kejang

(-) mimisan (-). Berat badan turun.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat asma bronkial (+)  MRS 1 tahun yang lalu dengan keluhan

sesak napas

- Riwayat alergi : (+) alergi asap atau debu

- Riwayat batuk lama sebelumnya disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat asma dikeluarga (+)  ibu pasien mengalami keluhan serupa,

sudah hampir tidakpernah kambuh lagi.

- Riwayat batuk lama di keluarga disangkal

4. Riwayat Personal Sosial

- Anak ke 2, tinggal bersama orangtua

- Anak sekolah duduk di kelas 4 SD

- Ayah pernah merokok, tapi sudah berhenti

5. Riwayat Kehamilan

Anak merupakan anak pertama dan tunggal. Riwayat Penyakit Ibu saat hamil

disangkal. Ibu memeriksakan kandungan secara rutin. Anak lahir UK aterm 9

bulan, spontan, BBLC 3000 gr. Penyulit saat persalinan disangkal.

6. Riwayat Kelahiran

- Tempat bersalin : RSUD

- Penolong : Dokter

- Cara persalinan : Spontan

- Berat badan lahir/Panjang badan : 3000 gram (berat lahir cukup)/-

- Masa gestasi : cukup bulan (37 minggu)

6
- Keadaan setelah lahir: Langsung menangis, pucat (-), biru (-), kuning (-).

- Kelainan bawaan : Tidak ada

Riwayat Makanan

Umur ASI/PASI Buah Biskuit Bubur Susu Nasi Tim


(Bln)
0-2 ASI - - - -
2-4 ASI - - - -
4-6 ASI - - - -
6-8 ASI Ya - Ya -
8-10 ASI Ya ya Ya -
10-12 ASI Ya ya Ya Ya
12-13 ASI Ya ya Ya Ya
Kesan : kualitas dan kuantitas pemberian makanan baik, nafsu makan pasien
baik

Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi I II III IV Ulangan


BCG 1 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B 1 minggu 1 bulan 3 bulan -
Kesan : imunisasi dasar lengkap

Masalah Dalam Keluarga

Tidak ada.

Status Rumah Tinggal

Tinggal di rumah sendiri Lingkungan sekitar rumah bersih. Ventilasi di dalam

rumah cukup, penerangan cukup, terdapat saluran pembuangan limbah.

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang, anak tampak sesak

Status mental : tenang

Berat badan : 22 kg

7
Tinggi badan/ panjang badan : tidak diukur

Nadi : 144 kpm

Respirasi : 42 kpm

Suhu : 38.5 ° C

Kepala : Mesocephal, CA (-/-) SI (-/-), napas cuping hidung (+)

Leher : Pembesaran KGB(-), faring hiperemis (+), tonsil hiperemis (-)

T1-T1.

Thoraks : I : simetris, retraksi intercostal (+/+), takipneu (+)

P : ictus cordis teraba di ICS minimal pada SIC III-IV

P : sonor (+/+)

A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+), ekspirasi

memanjang (+)

Cor : I : pulsasi ictus kordis (-)

P : ictus cordis di SIC III-IV linea midaxilaris anterior sinistra

P : Batas jantung dalam batas normal

A : regular, bising sistolik (-)

Abdomen : I : cembung

P : supel, organomegali (-), nyeri tekan (+) regio epigastrika

P : timpani

A : bising usus normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-) sianosis (-) pucat (+) CRT < 2 detik

D. Differential Diagnose

- Asma bronkial

DD : Bronkitis asmatis

8
E. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

14-3-018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Haemoglobin 14,1 10.8 – 15.6 N

Leukosit 13,2 4,5 – 13,5 N

Eosinofil 10.10 1.00 – 5.00 H

Basofil 0,50 0 – 1.00 N

Netrofil 53,00 25.00 – 60.00 N

Limfosit 26,60 25.00 – 50.00 N

Monosit 6.70 1.00 – 6.00 H

Hematokrit 43 33-45 N

Eritrosit 5.5 3.80 – 5.80 N

MCV 78 69 - 93 N

MCH 26 22 – 34 L

MCHC 33 32 - 36 N

Trombosit 177 150 – 400 H

F. Diagnose

Diagnosis Klinis : Asma Bronkial, faringitis akut

Diagnosis Etiologi : Alergika

Diagnosis Gizi : Gizi kurang

Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

G. Penatalaksanaan

1. Oksigenasi Nasal Kanul 2 lpm

2. Nebulisasi dengan ventolin 3x1

3. Infus Ka En 3B 1800 cc/24 jam

9
4. Inj Cefotaxime 3x700 mg iv

Per-oral :

1. Ambroxol sirup 3x2 cth

2. Paracetamol sirup 3x2 cth

H. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia

Quo ad functionam : Dubia

Quo ad Sanactionam : Dubia

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering
dijumpai baik pada anak maupun dewasa. Asma bronkiale adalah penyakit
saluran respiratori drngan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan
obstruksi dan hipereaktivitas saluran pernapasan dengan derajat bervariasi.1,2
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas sehingga menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk terutama pada malam hari dan/atau dini hari dan biasanya timbul jika
ada pencetus.1
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma
adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu
yang rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang,
sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini
hari. Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan
bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas
jalan napas terhadap berbagai rangsangan.1,2

B. Epidemiologi
Sejarah penyakit asma mengindikasikan bahwa asma merupakan
penyakit yang kebanyakan terjadi di negara yang telah berkembang dengan
pendapatan tinggi (high income countries), seperti Amerika. Diperkirakan
secara global, terdapat 334 juta orang penderita asma di dunia. Global disease
burden penyakit asma kebanyakan terdapat di negara berkembang dengan
pendapatan yang rendah. Angka ini didapatkan dari analisis komprehensif
mutakhir Global Burden of Disease study (GBD) yang dilakukan pada tahun
2008–2010. Mengacu pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini
diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma.3

11
Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% yaitu 6% pada dewasa dan
10% pada anak. Di Indonesia telah dilakukan penelitian pada anak usia 13-14
tahun menggunakan kuesioner baku ISAAC (International Studyof Asthma
and Allergies in Childhood) dan hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
2,1% anak menderita asma tahun 2003 dan mengalami peningkatan lebih dari
dua kali lipat pada tahun 2005 menjadi 5,2%. Penelitian mengenai asma juga
telah dilakukan di Padang pada bulan Juni sampai bulan November 2009.
Penelitian ini dilakukan pada anak berumur 6-7 tahun di 20 SD di kota Padang
dengan 849 orang sampel serta didapatkan prevalensi asma pada anak tersebut
adalah 8%. Prevalensi asma di masyarakat adalah 3-5% namun etiologi
pastinya belum jelas.1,4

C. Etiologi
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi
genetik dan non genetik. Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor
risiko yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, cooking
fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah yang tidak memadai, merokok
di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Faktor-faktor yang bermakna
untuk memengaruhi timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan
adalah atopi ayah atau ibu, diikuti faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada
orangtua serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan, pemberian ASI dan
kontak dengan unggas merupakan faktor protektif terhadap kejadian asma.1,2.3

D. Faktor Risiko
Faktor yang mempengaruhi timbulnya asma terbagi menjadi 2, yaitu :1,5
1) Faktor Ektrinsik (alergi)
- Faktor-faktor pencetus yang spesifik : debu, serbuk bunga, bulu, obat-
obatan dan spora jamur). Dalam beberapa kasus sering dihubungkan
dengan predisposisi genetik terhadap alergi.
2) Faktor Intrinsik (non-alergi)  ditandai dengan adanya reaksi non alergi
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui
(udara dingin), atau adanya infeksi saluran pernapasan dan emosi.
Serangan asma ini dapat menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat bertambahn menjadi bronkitis kronis dan
emfisema.

12
3) Asma gabungan  paling umum terjadi, merupakan karakteristik dari
bentuk alergi dan non alergi.
E. Patogenesis1

INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara
lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma
tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator
seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat

13
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan
makrofag.

INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-
sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym
dan metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi
tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma
adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan
mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa
serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan
GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan
hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil
cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase

14
(EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel
saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara
lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada
orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses
inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin,
PDGF dan TGF-.
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan
jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing
process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel
mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan
regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim
yang sama dan pergantian jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan
peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses
tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang
kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan
airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang
sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel
sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.

15
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal,
matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya,
pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
• Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
• Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
• Penebalan membran reticular basal
• Pembuluh darah meningkat
• Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
• Perubahan struktur parenkim
• Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
F. Manifestasi Klinis
4 manifestasi klinis asma :1,2
- Episodik batuk dan/atau wheezing berulang
- Hiperinflasi dinding dada
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat di dengar.

Kriteria diagnosis asma berdasarkan pembagian usia anak :

a) Anak > 5 tahun

Tabel 1. Kriteria diagnosis asma usia > 5 tahun

16
Berikut adalah alur diagnosis Asma pada anak > 5 tahun, menurut PNAA
2015 :

17
b) Anak balita (< 5 tahun)
- Adanya keterlibatan infeksi virus, ditandai dengan :
Wheezing dengan frekuensi, durasi, pencetus, riwayat atopi.
- 3 indikasi :
 Pola gejala  wheezing, batuk, sesak napas dan terbangun
tengah malam
 Adanya faktor risiko yang dapat menyebabkan asma
 Adanya respon terhadap terapi

Menurut PNAA 2015 : spektrum Diagnosis dan Kriteria asma pada


anak usia < 5 tahun adalah sesuai tabel di bawah ini:1

Tabel 2. PNAA 2015; spectrum diagnosis dan kriteria asma usia < 5 tahun

G. Klasifikasi Asma Bronkial


Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
sangat luas, atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma.1
Berdasarkan umur
• Asma bayi–baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita (bawah lima tahun)
• Asma usia sekolah (5-11 tahun)

18
• Asma remaja (12-17 tahun)

Berdasarkan fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan
yang serupa dalam aspek klinis, patofisologis, atau demografis.
• Asma tercetus infeksi virus
• Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
• Asma tercetus alergen
• Asma terkait obesitas
• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
• Asma intermiten
• Asma persisten ringan
• Asma persisten sedang
• Asma persisten berat
Berdasarkan derajat beratnya serangan
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode
gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan
asma.
• Asma serangan ringanHsedang
• Asma serangan berat
• Serangan asma dengan ancaman henti napas
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai dasar
penentuan tata laksana.
Berdasarkan derajat kendali
Tujuan utama tata laksana asma adalah terkendalinya penyakit. Asma
terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat
pengendali dan kualitas hidup pasien baik.
• Asma terkendali penuh (well controlled)
- Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali : pada asma persisten (ringan/sedang/berat)
• Asma terkendali sebagian (partly controlled)
• Asma tidak terkendali (uncontrolled)

19
Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai
keberhasilan tata laksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik
jenjang (step up), pemeliharaan (maintenance) atau turun jenjang (step down)
tata laksana yang akan diberikan.

Berdasarkan keadaan saatini:


• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringanHsedang
• Serangan berat
• Ancaman gagal napas
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari
gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Tabel 3. Klasifikasi asma berdasarkan derajat timbulnya gejala

Tabel 4. Klasifikasi asma berdasarkan derajat keparahan

20
Gejala Ringan-Berat Berat
Gangguan kesadaran Tidak Agitas, bingung dan somnolen
SpO2 >95 % < 92%
Berbicara Dua kalimat Dua kata
Frekuensi napas Meningkat Meningkat
Frekuensi nadi < 100 kpm >200 kpm
>180 kpm
Sianoosis sentral Tidak ada Mungkin ada
Intensitas wheezing Sedang, sering pada akhir Sangat nyaring, terdengar tanpa
ekspirasi stetoskop
Tabel 5. Klasifikasi asma berdasarkan derajat keparahan pada balita

H. Penegakkan Diagnosis
Asma bronkial dapat ditegakkan dengan : anamnesis yang baik, ditambah dengan
pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 1
a. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi
klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa
dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk
kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu
diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk
menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma
adalah:

Gejala timbul secara episodik atau berulang.


 Timbul bila ada faktor pencetus.
- Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan.
- Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
- Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold,
rinofaringitis
- Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

21
 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nokturnal).
 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat pereda asma.
b. Pemeriksaan fisis
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien
biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk
atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung
(audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu
dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis
alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau
geographic-tongue.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas
akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau
adanya atopi pada pasien.
 Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan
untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan peakflowmeter.
 Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik.
 Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric
oxide), eosinofil sputum.
 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.

I. Penatalaksanaan Asma
1) Tahapan tatalaksana serangan asma1
The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana
serangan asma menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas
pelayanan kesehatan (fasyankes)/RS. Tata laksana di rumah dilakukan
oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan

22
oleh pasien yang memunyai pendidikan yang cukup dan sebelumnya telah
menjalani terapi dengan teratur. Pada panduan pengobatan di rumah, terapi
awal berupa inhalasi agonis β2 kerja pendek hingga tiga kali dalam satu
jam. Kemudian, pasien atau keluarganya diminta untuk melakukan
penilaian respons untuk penentuan derajat serangan, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai derajatnya.
Akan tetapi, untuk kondisi di negara kita, pemberian terapi awal di
rumah cukup riskan dan kemampuan melakukan penilaian juga masih
dipertanyakan. Dengan alasan demikian maka apabila setelah dilakukan
inhalasi dua kali tidak memunyai respons yang baik, maka dianjurkan
untuk mencari pertolongan medis di klinik atau rumah sakit.
a. Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi
tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma
dan rencana tata laksana asma yang diberikan tertulis asthma action plan
(AAP). Dalam edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus
disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan
orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertologan
pertama serangan asma di rumah. Tata laksana serangan asma di rumah ini
penting agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah
terjadinya serangan yang lebih berat. Namun demikian, perlu ditekankan
kepada pasien/orang tua, seberapa jauh kewenangan pasien/orang tua
dalam tata laksana serangan asma di rumah ini. Tenaga medis/dokter juga
harus menilai seberapa baik pemahaman dan ketaatan pasien/orang tua
tentang tata laksana serangan asma di rumah untuk memastikan pasien
mendapatkan tata laksana yang adekuat di rumah. Pada beberapa keadaan
pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat, tidak menunggu respons
terapi yang diberikan di rumah.
Tata laksana yang dapat dilakukan pasien/orang tua di rumah:
Jika tidak ada keadaan seperti pada Kotak 6.1, berikan inhalasi
agonis β2 kerja pendek, via nebulizer atau dengan MDI + spacer
(kotak 6.2), sebagai berikut:
a) Jika diberikan via nebulizer

23
i. Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responsnya. Bila gejala
(sesak napas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu
kali.
ii. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian
sekali
iii. lagi
Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via nebulizer
belum membaik, segera bawa ke fasyankes.
b) Jika diberikan via MDI + spacer
i. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis:
2H4 semprot. Berikan satu semprot obat ke dalam spacer
diikuti 6H8 tarikan napas melalui antar muka (interface)
spacer berupa masker atau mouthpiece. Bile belum ada
respons berikan semprot berikutnya dengan siklus yang sama.
ii. Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi
dihentikan.
iii. Jika gejala tidak membaik dengan dosis ≤4 semprot, segera
bawa ke fasyankes.
b. Alur tatalaksana di fayankes primer

24
25
Gambar 1. Alur penatalaksanaan Asma di fayankes primer1

26
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun, dibawa ayahnya dengan keluhan keluhan
demam selama 3 hari. Demam dirasakan naik turun, terutama pada sore dan malam
hari. Saat pagi hari demam turun akan tetapi tidak sampai suhu normal. Demam
disertai dengan batuk (+), pilek (+) dan sesak napas (+) muncul berikutnya. Batuk
terdapat dahak kental (+), memberat saat malam disertai dengan sesak napas ketika
batuk. Saat bernapas terdengar suara mengi, napas terasa berat dan panjang. Sesak
napas memberat saat hari ketiga. Selain itu anak juga mengatakan nyeri telan (+)
sehingga anak tidak mau makan. Keluhan tidak disertai Mual atau pun muntah. Tidak
BAB selama 2 hari, sebelumya tidak ada keluhan mencret ataupun minum obat-
obatan diare, BAK (+) tak ada keluhan. Anak mau dan dapat minum. Anak
mempunyai riwayat alergi terhadap dingin, pasien mempunyai riwayat Asma yang
sudah sejak 1 tahun lalu tidak kambuh, riwayat keluarga yang serupa juga dialami
oleh ayah pasien. Ayah pasien pernah merokok, namun saat ini sudah berhenti. Saat di
rumah sakit pasien diberikan terapi, nebulisasi dengan ventolin yang merupakan
LABA, dexametasone, obat antiemetik, obat penurun panas berupa paraceramol, obat
batuk berupa ambroxol sirup.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas sehingga menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam hari dan/atau dini hari dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Faktor-faktor yang bermakna untuk memengaruhi timbulnya asma berurutan
mulai yang paling dominan adalah atopi ayah atau ibu, diikuti faktor berat lahir,
kebiasaan merokok pada orangtua serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan,
pemberian ASI dan kontak dengan unggas merupakan faktor protektif terhadap
kejadian asma.
Tatalaksana asma dengan menggunakan obat-obatan berupa steroid inhalasi,
LABA (long acting B agonis), antileukotrien, dan teofilin kerja lambat serta anti-IgE.
Dengan alur tatalaksana sesuai dengan PNAA 2015.

27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Rajajoe, N., & dkk. (2015). Pedoman Nasional Asma Anak 2015. Jakarta: UKK
Respirologi, PP IDAI.
2. Sylvia A, Lorraine M. Asma bronkial. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hlm.177-8.
3. Makmuri MS. Patofisiologi asma anak. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2010. hlm.98-104.
4. Kartasasmita, Cissy B. Epidemiologi asma anak. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. hlm.71-84.
5. Djojodibroto R, Darmanto. Respirologi (respirologi medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.

29

Anda mungkin juga menyukai