Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

An. AJH, 4 Tahun 4 Bulan dengan


Pneumonia + DCA

Disusun Oleh :

Eggy Lasmawati
20360138

Perseptor :

dr. Astri Pinilih, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA - BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“An. AJH, 4 Tahun 4 Bulan dengan


Pneumonia + DCA”

Yang diajukan oleh :

Eggy Lasmawati
NPM: 20360138

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Studi Pendidikan Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung

Mengetahui :

dr. Astri Pinilih, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA - BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

2
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................2

DAFTAR ISI .......................................................................................................3

BAB I STATUS PASIEN ..................................................................................5

I. IDENTITAS .............................................................................................5

II. ANAMNESIS............................................................................................5

III. PEMERIKSAAN FISIK ...........................................................................8

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................11

V. DAFTAR MASALAH .............................................................................11

VI. DIAGNOSIS .............................................................................................12

VII. DIAGNOSIS BANDING .........................................................................12

VIII. RESUME ..................................................................................................12

IX. TATALAKSANA ....................................................................................13

X. ANJURAN PEMERIKSAAN ..................................................................13

XI. PROGNOSIS ............................................................................................13

XII. FOLLOW UP ...........................................................................................14

BAB II ANALISIS KASUS ...............................................................................16

A) KASUS DAN TEORI KASUS ...................................................................16

B) PNEUMONIA ................................................................................................35

I. DEFINISI....................................................................................................... 35

II. ETIOLOGI..................................................................................................... 36

III. PATOFISIOLOGI......................................................................................... 36

3
IV. GEJALA KLINIS.......................................................................................... 38

V. DIAGNOSIS ................................................................................................. 38

VI. PENATALAKSANAAN ..............................................................................39

C) DIARE .........................................................................................................26

I. DEFINISI..................................................................................................26

II. KLASIFIKASI..........................................................................................27

III. ETIOLOGI................................................................................................27

IV. PATOGENESIS........................................................................................28

V. DASAR DIAGNOSIS...............................................................................29

VI. TERAPI.....................................................................................................30

VII. KOMPLIKASI..........................................................................................33

VIII. PENCEGAHAN........................................................................................33

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : An. AJH

Umur : 4 Tahun 4 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : 04-09-2017

Agama : Islam

Alamat : Bandar Lampung

Masuk IGD RSPBA: Sabtu, 30 Oktober 2021, pukul : 00.00 WIB

Masuk Rawat Inap : Sabtu, 30 Oktober 2021, pukul : 01.00 WIB

Diagnosis Masuk : Suspek Pnemonia

Ruang Perawatan : Ruang Anak

II. ANAMNESIS

Diperoleh secara alloanamnesa dari keluarga pada tanggal 08/01/2022 di

Ruang IGD Pukul 11. 06

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu.

5
Keluhan Tambahan

Ibu pasien mengatakan keluhan tersebut disertai batuk (+) dahak (+) berwarna

putih kekuningan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSPBA dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu,

demam dirasa terus-menerus disertai dengan keluhan batuk (+) dahak (+)

berwarna putih kekuningan dan pilek (+). Batuk dirasa terus-menerus hingga

os kesulitan tidur. Nyeri tenggorokan (+), Mual dan muntah disangkal.

Sebelumnya os sudah berobat namun tidak ada perubahan. BAB dan BAK

dalam batas normal.

Ibu os mengatakan os BAB cair sejak hari perawatan ke-2 di rumah sakit

dengan frekuensi 2x perhari, berisi air (+), ampas (+), lendir (-). Nafsu makan

berkurang. Minum masih mau.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Ibu os mengatakan os sering mengalami batuk, pilek dan sakit

tenggorokan secara berulang.

 Ibu os mengatakan os pernah mengalami kejang pada saat os berusia 3

tahun.

 Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat selama 6 bulan

 Pasien tidak memiliki riwayat asma

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu os mengatakan bahwa ayah os memiliki riwayat penyakit batuk rejan dan

kakek os menderita asma.

Riwayat Pengobatan

6
7

Tidak ada riwayat pengobatan.

Riwayat Kehamilan & Persalinan Ibu

 Pada saat ibu os hamil, ibu os rutin kontrol kebidan

 Selama kehamilan ibu os tidak pernah mengkonsumsi obat dan jamu

 Os dilahirkan di Puskesmas ditolong oleh bidan dengan cara lahir spontan

serta usia kehamilan 38 minggu. Saat lahir, os langsung menangis, BBL:

± 3500 gram, PBL : ± 50 cm

Riwayat Makan & Minum

• ASI Ekslusif

• Setelah 6 bulan os diberikan MPASI berupa pisang yang dilumat halus,

bubur, nasi tim, dan buah.

• Pola makan anak saat ini biasa mengkonsumsi nasi, tahu, tempe, ikan,

daging, telur, dan kadang buah-buahan. Anak tidak suka makan sayur.

• Frekuensi makan 2-3 kali dalam sehari.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi wajib :

Umur (bulan)
Jenis Vaksin
0 1 2 3 4 5 6 9
Hep. B    
Polio    
BCG 
DPT   
MR/MMR 

Riwayat Psikososial

7
8

Os tinggal didaerah padat penduduk bersama kedua orang tuanya. Os tinggal di

rumah permanen. Os tidur dikamar bersama kakaknya. Ibu os juga

mengatakan bahwa os mengatakan bahwa ayah os merokok.

Riwayat Perkembangan

Os berusia 5 tahun 8 bulan:

1. Motorik Kasar : Berjalan tumit ke arah kaki

2. Motorik Halus : Menggambar orang 6 bagian

3. Komunikasi : Mengartikan 7 kata

4. Sosial & Kemandirian : Mengambil makan

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

T : 38,5°C

N : 108x/menit

RR : 28x/menit

SPO2 : 98%

Status Gizi ( os sekarang berusia 04 tahun 04 bulan)

 BB : 18 kg

 TB : 97 cm

 LILA : 17 cm

 LK : 46 cm

 LD : 52 cm

8
9

 LP : 54 cm

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas


(Z-score)
Gizi Buruk <-3 SD
Gizi Kurang -3 SD sampai
dengan <-2 SD
(BB/U) Gizi baik -2 SD sampai
dengan 2 SD
Gizi lebih >2 SD
Sangat Pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai
dengan <-2 SD
(PB/U) Normal -2 SD sampai
dengan 2SD
Tinggi >2 SD
Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai
dengan <-2 SD
(BB/PB) Normal -2 SD sampai
dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
*pada pasien ditemukan yang diberi kotak abu-abu.

Status Generalisata

Kepala

 Bentuk : Normocephali. Rambut warna hitam tidak mudah rontok

 Rambut : Warna hitam tidak mudah rontok

 Mata : Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-. Refleks pupil

+/+ isokor

 Telinga : Simetris, normotia, pendengaran baik, kelainan (-)

 Hidung : Simetris, kelainan (-)

 Mulut : Bibir sianosis (-), perdarahan (-), lidah kotor dengan tepi

hiperemis (+), mukosa mulut kering

Leher : Pembesaran KGB (-), Retraksi Suprasternal (-)

9
10

Thorax

 Inspeksi : Sianosis (-), retraksi dada (-), massa (-), perubahan warna

kulit (-).

 Palpasi : Vokal fremitus pada seluruh lapang paru

 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

 Auskultasi : Vesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)

Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, DBN, massa (-)

 Palpasi : Iktus kordis teraba, massa (-), tenderness (-)

 Perkusi : Dalam batas normal

 Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : DBN, warna sama dengan kulit sekitar, massa (-)

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Palpasi : Tidak ada pembesaran, turgor kulit normal, massa (-), dan

lien tidak teraba.

 Perkusi : Timpani (+)

Genitalia : Dalam batas norma.

Ekstremitas

 Atas : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-)

 Bawah : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-)

10
11

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pengambilan sampel pada 08 Januari 2022 pada pukul 12.50 WIB

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan
.
12,4 Lk: 14-18,
1 Hemoglobin gr/dl
Wn: 12-16
2 Leukosit 13.600 4.500-10.700 Ul
Hit. Jenis Leu 0 0-1 %
3
Basinofil
Hit. Jenis Leu 0 0-3 %
4
Eosinofil
5 Hit. Jenis Leu Batang 0 2-6 %
6 Hit. Jenis Leu Segmen 89 50-70 %
7 Hit. Jenis Leu Limfosit 9 20-40 %
8 Hit. Jenis Leu Monosit 2 2-8 %
9 Eritrosit 4,9 Lk: 4.6-6.2, Wn 4.2-6.4 106/ul
10 Hematokrit 41 Lk 50-54, Wn 38-47 %
11 Trombosit 160.000 159.000-400.000 Ul
12 MCV 83 80-96 Fl
13 MCH 25 27-31 Pg
14 MCHC 31 32-36 g/dl
ALC (Absolute 2.376
15
Lympocyte Count)
NLR (Neutrophil 2.51
16
Lympocyte Ratio)
IMUNOLOGI
No Hasil Angka Normal Satuan
Pemeriksaan
.
1 SARS CoV2 Antigen Negatif Negatif (-)

V. DAFTAR MASALAH

 Anamnesis:

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu.

 Pemeriksaan Fisik:

11
12

 Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu febris, napas sedikit cepat dan

terdapat ronkhi di kedua lapang paru.

 Pemeriksaan Penunjang:

- Pada pemeriksaan laboratorium tgl pada 08 Januari 2022 pukul 12.50

WIB, Hb 12,4 gr/dl, leukosit 13.600 ul, hit. Jenis Leukosit Segmen 89

dan hit. Jenis Leukosit Limposit 9.

- Pada pemeriksaan radiologi tidak tampak gambaran proses spesifik

maupun bronkopneumonia.

VI. DIAGNOSIS

Pneumonia+DCA

VII. DIAGNOSIS BANDING

• Thypoid fever

• Pneumonia

• DCA
VIII. RESUME

Pasien datang ke IGD RSPBA dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu,

demam dirasa terus-menerus disertai dengan keluhan batuk (+) dahak (+)

berwarna putih kekuningan dan pilek (+). Batuk dirasa terus-menerus hingga

os kesulitan tidur. Nyeri tenggorokan (+), Mual dan muntah disangkal.

Sebelumnya os sudah berobat namun tidak ada perubahan. BAB dan BAK

dalam batas normal.

Ibu os mengatakan os BAB cair sejak hari perawatan ke-2 di rumah sakit

dengan frekuensi 2x perhari, berisi air (+), ampas (+), lendir (-). Nafsu makan

berkurang. Minum masih mau.

12
13

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis , tanda vital:

Keadaan Umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tanda Vital

T: 38,5°C, N: 108x/menit, RR : 28x/menit, SPO2 : 98%. Status generalisata

didapatkan ronkhi (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium tgl pada 08 Januari

2022 pukul 12.50 WIB, Hb 12,4 gr/dl, leukosit 13.600 ul, hit. Jenis Leukosit

Segmen 89 dan hit. Jenis Leukosit Limposit 9. Pada pemeriksaan radiologi

tidak tampak gambaran proses spesifik maupun bronkopneumonia.

IX. TATALAKSANA

Tatalaksana Awal di IGD  IVFD RL 20 tpm makro

 Inj. Ceftriaxone 1 x 800 mg

 Pct syr 3 x 1½ cth

 Ambroxol syr 3 x 1 cth

Tatalaksana Lanjutan oleh DPJP  IVFD RL 18 tpm makro

 Inj. Ceftriaxone 1x900 mg

 Inj. Ondansentron 3x1 mg

 Sanmol 4 x 1½ cth

 Mucos 3 x 1 cth

 Nebuliser ventolin + NaCl / 12 jam

 Orezinc 1x1 cth

 Lacto B 1x1

 Cetrizine 1 x 1 cth

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

13
14

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

Batuk (+) Kesadaran : Pneumonia  IVFD RL 18 tpm makro


Compos mentis + DCA
10/1/2022 Demam (+) • Inj. Ceftriaxone 1x900 mg
HR : 100 x/menit
BAB cair (+) T : 36,8 oC • Inj. Ondansentron 3x1 mg

RR : 23x/menit • Sanmol 4 x 1½ cth


SpO2 : 98 % • Mucos 3 x 1 cth
BB 18 Kg • Nebuliser ventolin + NaCl /
12 jam

• Orezinc 1x1 cth

• Lacto B 1x1

• Cetrizine 1 x 1 cth

Batuk (+) Kesadaran: Pneumonia  Nebulasi combivent 1 resp +


+ DCA Flexotide 1 resp tiap 8 jam
11/1/2022 Demam (+) Compos mentis
 O2 nasal 2 LPM
Sesak (+) HR : 102x/menit
T : 37,9 C  Pantau SpO2
RR : 27x/menit
SpO2 : 92-93 %

12/1/2022 Batuk (+) Kesadaran : Pneumonia  BLPL


Compos mentis + DCA
HR:90x/menit
T :36,5oC
RR : 22x/menit
SpO2 : 98 %
(tanpa O2)

14
15

BAB II

ANALISIS KASUS

A) KASUS DAN TEORI KASUS

MANIFESTASI KLINIS :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan muntah-muntah sejak 4 hari yang lalu.

Muntah 7x/hari ( air (+) darah (-) ampas (-) ). Setiap Os makan selalu

dimuntahkan, sehingga badan lemas. 4 hari yang lalu juga os diare. Namun hari

ini diare berhenti. Batuk (+) Nafsu makan menurun (+)

PEMERIKSAAN FISIK :

 Pada pemeriksaan mulut didapatkan tifoid tongue serta mukosa kering

Pada demam thypoid juga dapat ditemukan gangguan pada saluran

pencernaan seperti nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan

tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Biasanya didapatkan konstipasi,

akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. Dan pada

thypoid fever ini bisa menyebabkan komplikasi yaitu komplikasi pada darah

seperti anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. Juga bisa menyebabkan

komplikasi pada paru seperti pneumoni, empiema, dan pleuritis..

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

 Anemia

15
16

Pada demam tifoid juga dapat ditemukan anemia hal ini dikarenakan

defisiensi Fe atau perdarahan usus).

 Tubex TF +6

Pada demam tifoid dapat ditemukan Antibodi: IgM S.thypii (tubex) -> 4-5

hari setelah demam. Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi

kuantitatif 10 menit untuk deteksi Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh

Salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM

tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel

lateks magnetik (reagen warna coklat)

 Pneumonia

Pemeriksaan Radiologi: rontgen thorax

Infiltrat interstisial (corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan

hiperaerasi. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata

pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga

darah perifer paru, dengan peningkatan corakan peribronkial

PENATALAKSANAAN KASUS

Farmakologi

• Terapi cairan

16
17

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral. cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada

komplikasi, penurunan kesadaran serta sulit makan. Cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Pemberian cairan seberapa

banyak yang diberikan bergantung perhitungan kehilangan cairan yang

sesuai dengan umur dan berat badannya.

Rumus holiday segar

10-20 kg = 1.000 + ((BB-10) x 50) Makro = 0,8 x 20

= 1.000 + ((14-10) x 50) = 16 tpm

= 1.200 cc/hari

1.200 : 24 = 50 cc/jam

50 : 60 = 0,8 cc/menit

Pemberian terapi cairan sebanyak 16 tetes makro/menit

• Ceftriaxone

Merupakan obat yang diberikan pada infeksi serius yang disebabkan oleh

bakteri. Dosis yang diberikan 20 - 50 mg/kg/hari sampai 80 mg/kg/hari.

Dosis pada kasus 280 – 700 mg/hari.

• Ondansentron

Merupakan obat untuk mencegah mual dan muntah. Dosis yang

diberikan 0,15 mg/kgBB.

Dosis pada kasus 2,1 mg.

• Antipiretik

Paracetamol merupakan obat analgetik-antipiretik yang bekerja pada

pusat penghantaran suhu di hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh

17
18

(antipiretik). Diberikan Paracetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 3-4x

sehari. Sediaan 120ml/5ml.

Dosis pada kasus: 140-210 mg/kgbb/kali = 1 ½ cth 3-4x/hari

• Zinc

Merupakan obat yang digunakan untuk membantu memperkuat sistem

kekebalan tubuh, dan mengatasi defisiensi zinc pada kasus diare. Dosis yang

diberikan umur >6 bulan yaitu 20 mg/hari selama 10 hari.

Dosis pada kasus 20 mg/hari.

• Lacto B

Merupakan obat dengan kandungan probiotik yang membantu fungsi

saluran pencernaan. Pada kasus diberikan 1 sach/hari.

 Ambroxol

Dosis pemberian sirup ambroxol 15mg/5ml disesuaikan dengan usia. Pada

anak usia di bawah 2 tahun, dapat diberikan dosis 7,5 mg (setara 2,5 ml)

sebanyak 2 kali sehari. Anak usia 2-6 tahun diberikan sebanyak 3 kali

sehari. Anak usia 6-12 tahun dapat diberikan dosis 15 mg (setara 5 ml) 2-3

kali sehari. Pada kasus ini : 3 x 2,5cc (½cth)

A) Pneumonia

I. DEFINISI

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim

paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius

dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran gas setempat.

18
19

Pnemunonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan

pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi

akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah

pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah

sakit.

Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi paling

sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya

pneumonia (pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi

pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi

(lobar pneumonia, multilobar pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial

pneumonia) atau agen kausatif. Pneumonia juga sering diklasifikasikan

berdasarkan kondisi yang mendasari pasien, seperti

pneumonia rekurens (pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan

penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia

pada gangguan imun (pneumonia pada pasien tranplantasi organ, onkologi, dan

AIDS).

II. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti

bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh

masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia

rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di

Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah

bakteri gram negative.

19
20

Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan

nosokomial:

a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma

pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia

pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.

b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli,

Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus

aureus, anaerob oral.

III. PATOFISIOLOGI

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan

(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan

yang berinteraksi satu sama lain.3 Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan

terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya

mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,

sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1)

Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol,

dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut, cara

yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,

mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria

dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul

terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi

kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi

20
21

ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari

sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%)

juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat

(drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sangat

tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml)

dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel

PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan

dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik

mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. Pada waktu

terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona

yaitu : 1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan

edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan

beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas (grey

hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN

yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak

bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.

IV. GEJALA KLINIS

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,

batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum

berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan

21
22

sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit

dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik

didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas,

takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak

menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara

pernafasan bronkial, pleural friction rub.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang

lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis

pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat

baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:

a. Batuk-batuk bertambah

b. Perubahan karakteristik dahak/purulen

c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam

d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial

dan ronki

e. Leukosit > 10.000 atau < 4500

VI. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan

antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian

antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman

penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik

empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.3

Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada

22
23

klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis

umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis

pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis

pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan

pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien.16 Tindakan

suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%)

dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.

Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif

kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin

diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan

antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk

mengurangi dahak.

B) DIARE

I. DEFINISI

Buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, konsistensi tinja

yang lembek, dan berat tinja >200 gram per hari (dewasa) / >10

gram/kgBB/hari (bayi dan anak-anak).

II. KLASIFIKASI

 Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi:

- Diare akut (lamanya diare < 2 minggu)

- Diare persisten (lamanya diare lebih dari 2 minggu, terjadi terus menerus,

penyebabnya infeksi)

23
24

- Diare kronis (lamanya diare lebih dari 2 minggu, terjadi intermitten,

penyebabnya non-infeksi misalnya sensitif terhadap gluten)

 Berdasarkan patomekanisme, diare dibagi menjadi:

- Diare sekretorik

- Diare osmotik

- Penyakit eksudatif

- Malabsorpsi

- Motilitas abnormal

III. ETIOLOGI

- Infeksi : bakteri (E.coli, Shigela, Salmonela, Vibrio), virus (Rotavirus,

Norwalk virus), parasit ( amoeba, Giardia lamblia)

- Alergi : protein susu sapi

- Intoleransi : laktosa

- Malabsorpsi

- Keracunan makanan

Pada diare akut, 90% etiologinya karena infeksi.

IV. PATOGENESIS

a. Diare sekretorik

Jumlah cairan feses lebih dari 200 ml/hari. Cairan feses yang dihasilkan

bersifat isotonik dengan plasma dan menetap selama puasa. Diare ini terjadi

24
25

pada infeksi bakteri yang menghasilkan enterotoksin (Vibrio cholera, ETEC

/ Escherichia coli enterotoksigenik).

Diare sekretorik terjadi karena sekresi air dan elektrolit dari usus

meningkat atau absorpsi menurun. Diare ini dapat disebabkan oleh infeksi

(invasi langsung mikroorganisme atau melalui pengeluaran enterotoksin dari

mikroorganisme) atau non-infeksi yang mengakibatkan salah satu dari 3

mekanisme yaitu (1) aktivasi cAMP (cyclic Adenosine Monophosphate), (2)

aktivasi cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate), (3) aktivasi kalsium

intraselular. Mekanisme ini menyebabkan sekresi klorida dari sel kripta dan

menghambat absorpsi NaCl.

b. Diare osmotik

Jumlah cairan feses kurang dari 200 ml/hari. Cairan feses yang dihasilkan

bersifat hiperosmotik dibandingkan plasma. Diare ini mereda saat berpuasa.

Diare ini terjadi pada infeksi virus (Rotavirus).

Diare osmotik terjadi karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen

usus sehingga cairan dan elektrolit tertarik ke dalam lumen usus. Diare

osmotik disebabkan oleh zat-zat yang tidak dapat diabsorpsi.

Gejala Klinik: diare frekuen, cair, bulky & bau asam; meteorismus;

flatulens; kolik abdomen; diaper rash.

c. Penyakit eksudatif

Feses berdarah dan purulen, sering keluar dengan jumlah yang

sedikit/banyak. Diare ini terjadi pada infeksi bakteri (Shigella, C.jejuni,

E.coli enteroinvasive, Salmonella) dan protozoa.

25
26

d. Malabsorpsi

Diare dalam jumlah besar, hiperosmotik, feses yang berlemak. Diare

berkurang selama berpuasa.

e. Motilitas abnormal

Gangguan fungsi neuromuscular menyebabkan volume diare yang sangat

bervariasi.

V. DASAR DIAGNOSIS

Didasarkan pada gejala klinis yaitu mencret sebanyak 10X, pasien juga

mengalami muntah 4 kali sehari. Jika dilihat dari Z-score WHO keadaan gizi

pasien baik.

Cara menilai derajat dehidrasi :

VI. TERAPI

a. Pemberian cairan secara oral sedini mungkin pada awal diare untuk

- Mencegah dehidrasi

- Mengobati dehidrasi

26
27

b. Pemberian makanan, ASI, diteruskan selama diare dan masa peyembuhan

sesuai dengan penyebab diare :

 Intoleransi karbohidrat → susu rendah sampai bebas laktosa

 Alergi protein susu sapi → susu kedelai

 Malabsorpsi lemak → susu yang mengandung Medium Chain

Trigliseride (MCT)

 Apabila dengan terapi dietetic diatas tidak ada respons, gunakan susu

protein hidrosilat

c. Kausal

Antibiotik hanya untuk:

 Diare invasif : kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis selama 5

hari

 Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3

hari

 Amoeba, Giardia, Kriptosporidium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB/ hari,

dibagi 3 dosisselama 5 hari (10 hari untuk kasus berat) Anti diare tidak

diberikan.

d. Zinc (selama 10-14 hari)

Dibawah umur 6 bulan : 10 mg perhari. Diatas umur 6 bulan : 20 mg

perhari. Fungsi: mengurangi lama dan beratnya diare dengan meningkatkan

imun tubuh dan mempercepat reepitelisasi usus.

e. Probiotik

27
28

Probiotik adalah mikroorganisme dalam makanan seperti Lactobacillus dan

Bifidobacterium. Diduga berfungsi mencegah adhesi kuman patogen ke

enterosit.

28
29

29
30

VII. KOMPLIKASI

 Dehidrasi

 Gangguan keseimbangan asam-basa

 Gangguan keseimbangan elektrolit

 Gagal ginjal akut

 Gangguan gizi

VIII. PENCEGAHAN

- Air minum yang berasal dari sumur / sumber air yang terjaga kebersihannya

dan dimasak.

- Pengolahan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari

kontaminasi.

- Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan

sebelum menyiapkan makanan.

- Gunakan jamban untuk anak kecil atau yang sakit, buang cepat tinja dengan

cara memasukkannya ke dalam jamban atau menguburkan.

- Berikan hanya ASI selama 4-6 bulan pertama, teruskan pemberian ASI

paling sedikit untuk 1 tahun pertama.

- Berikan makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai usia 4-6 bulan.

30
BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang

disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

dikenal dengan Salmonella typhi.

Demam selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan

malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan

demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal

kembali pada akhir minggu ketiga.

Gangguan pada saluran pencernaan : nafas berbau tidak sedap. Bibir

kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Biasanya

didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi

diare.

Dan pada thypoid fever ini bisa menyebabkan komplikasi yaitu komplikasi

pada darah seperti anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. Juga bisa menyebabkan komplikasi

pada paru seperti pneumoni, empiema, dan pleuritis.

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari,

konsistensi tinja yang lembek, dan berat tinja >200 gram per hari (dewasa) /

>10 gram/kgBB/hari (bayi dan anak-anak).

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D. Demam Tifoid. In: Siti, ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam 6th
ed. Jakarta: Interna publishing; 2015. p.549
2. Crump JA, Sjölund-Karlsson M, Gordon MA, & Parry CM. Epidemiology,
clinical presentation, laboratory diagnosis, antimicrobial resistance, and
antimicrobial management of invasive Salmonella infections. Clinical
Microbiology Reviews. 2015;28(4):901–937.
3. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas. 2009 April
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a
77a24964c5c0a.pdf
4. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors. 11th ed. [ e – book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006
5. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson Brooks/Cole;
2007. hal. 451 - 455
6. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH,
Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.
7. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit.
Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 –
810
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.
10. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
11. Bambang Subagyo, N Budi Santoso, 2011. Buku Ajar
Gastroenterohepatologi IDAI Jilid I. Halaman 87-120
12. Garna et al, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak,
Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.
Halaman 237-249.
13. Ghishan F.K. 2007. Chronic diarrhea. In R.M.Kliegman, R.E.Behrman,
H.B.Jenson: Nelson textbook of pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Elsevier.
p. 1621-1625.
14. Marcellus Simadibrata K., Daldiyono. 2006. Diare akut. Dalam: A.W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata , S.Setiadi : Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4. Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h.408-413

33

Anda mungkin juga menyukai