Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan Plasenta Akreta Belum Inpartu Janin


Tunggal Hidup Presentasi Kepala + Riwayat seksio secarea 1x

Disusun Oleh:
Zainab Almuhdah, S. Ked
H1AP20032

Pembimbing : dr. Demsi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Demsi, Sp.OG sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan
dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 9 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. LAPORAN KASUS....................................................................................1

1.1. Anamnesis.........................................................................................................1
1.1.1. Identitas pasien......................................................................................1
1.1.2. Riwayat Perkawinan..............................................................................1
1.1.3. Riwayat Reproduksi..............................................................................1
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan...........................................................1
1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC)............................................................2
1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi...............................................................2
1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu......................................................................2
1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga...................................................................2
1.1.9. Anamnesis Khusus................................................................................2
1.2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................3
1.3. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................5
1.4. Diagnosis Kerja.................................................................................................7
1.5. Penatalaksanaan................................................................................................7
1.6. Prognosis...........................................................................................................7
1.7. Follow Up.........................................................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................14

2.1. Plasenta Akreta...............................................................................................14


2.1.1. Definisi dan Insiden Plasenta Akreta...................................................14
2.1.2. Klasifikasi............................................................................................15
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Plasenta Akreta.........................................17
2.1.4. Patofisiologi Plasenta Akreta...............................................................18
2.1.5. Gambaran Klinik Plasenta Akreta........................................................19
2.1.6. Diagnosis Plasenta Akreta...................................................................20

ii
2.1.7. Komplikasi Plasenta Akreta.................................................................21
2.1.8. Tatalaksana Plasenta Akreta................................................................22
2.2 Seksio Sesarea..................................................................................................24
2.2.1 Definisi dan Jenis..................................................................................24
2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi..................................................................25
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................19

3.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?...............................................19


3.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?....................................20
BAB IV. KESIMPULAN......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I. LAPORAN KASUS

1.1. Anamnesis
1.1.1. Identitas pasien
Nama : Ny. SP
No. MR : 016709
Usia : 38 Tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Air Putih, Bengkulu Tengah
MRS : 4 Juni 2021, pukul: 09.10 WIB
1.1.2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lama 17 tahun, sebagai istri sah.
1.1.3. Riwayat Reproduksi
Menarch : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari, haid teratur
Lama haid : 7 hari
Banyak haid : 2–3 kali ganti pembalut
Hari pertama haid terakhir : 22 September 2020
Taksiran Persalinan : 29 Juni 2021
KB : Suntik selama 3 bulan
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Umur Jenis BBL PB Usia Anak
No. ♀/♂ Tempat Penolong
Kehamilan Persalinan (gr) (cm) Sekarang
1. ♂ Aterm Spontan Bidan Bidan 3000 gr 16 tahun
2. ♂ Aterm Spontan Bidan Bidan 3400 gr 10 tahun
3. ♂ Aterm SC RS Dokter 3700 gr 2 tahun
4. Hamil ini

1
1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien mengaku melakukan Antenatal Care (ANC) dengan dokter spesialis
kebidanan setiap bulan sejak awal kehamilan hingga usia kehamilan 9 bulan. Pada
kehamilan 26 minggu pasien sudah terdiagnosis Plasenta Akreta.

1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi


Riwayat gizi dan sosial ekonomi pasien sedang. Suami pasien bekerja
sebagai petani.

1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Tidak ada


Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada
Riwayat Epilepsi : Tidak ada
Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada
Riwayat Penyakit Ginjal : Tidak ada
Riwayat Hepatitis : Tidak ada
Riwayat HIV : Tidak ada
Riwayat Operasi : Tahun 2001 operasi tumor payudara
Tahun 2018 operasi Mioma
Tahun 2019 operasi SC
Riwayat Hipertiroid : Tidak ada
Riwayat TB Paru : Tidak ada

1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat Dabetes Melitus : Tidak ada
Riwayat Psikosa : Tidak ada

1.1.9. Anamnesis Khusus


Keluhan Utama:
Keluar bercak darah dari kemaluan sejak ±4 jam SMRS.

2
Riwayat Perjalanan Penyakit:
±4 jam SMRS pasien mengeluh keluar bercak darah dari kemaluan, warna
merah segar. Lendir (-), riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang (-),
riwayat keluar air-air (-), riwayat minum obat/jamu (-), riwayat post koital (-),
riwayat sesar 1x tahun 2019, riwayat operasi mioma tahun 2018, dan riwayat
operasi tumor payudara tahun 2001. Pasien mengaku hamil cukup bulan dan
gerakan anak masih dirasakan.

1.2. Pemeriksaan Fisik


1.2.1. Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8⁰C
Berat badan : 61 kg
Tinggi badan : 150 cm

1.2.2. Status Generalisata


Kepala : Normocephali, tidak terdapat jejas, rambut tidak mudah
rontok, berwarna hitam, dan tidak ada folikulitis.
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera tidak ikterik, dan
tidak ada edema palpebra, tidak ada eksoftalmus
Hidung : Simetris, tidak ada deviasi, tidak ada sekret, tidak ada tanda-
tanda perdarahan
Telinga : Tidak ada sekret dan tidak ada nyeri tekan di mastoid dan
tragus.
Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak pucat, mukosa bibir tidak kering,
tidak ada stomatitis, dan tidak ada ulkus.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB

3
Thorax
- Pulmo : I : Dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak
Anterior ada retraksi dinding dada
P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri
P : Sonor seluruh lapangan paru
A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)
- Pulmo : I : Bentuk thoraks normal, simetris saat statis dan
Posterior dinamis, tidak ada jejas
P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri
P : Sonor seluruh lapang paru
A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)
- Cor : I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Batas kanan: linea sternalis dextra
Batas pinggang: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kiri: ICS V linea midklavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II normal regular, tidak ada murmur
Abdomen : TFU 35 cm, memanjang, punggung kanan, DJJ 141x/menit,
presentasi kepala, TBJ 3255 gram

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)


Superior
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
Inferior

1.2.3. Status Obstetri


Pemeriksaan obstetri tanggal 4 Juni 2021 didapatkan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan Luar : TFU 3 jari di bawah prosessus xipoideus (34cm),
memanjang, punggung kanan, bagian terbawah janin kepala,
U5/5, his (+) 1x/10’/22”, DJJ 141 x/menit, TBJ 3255 gram
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

Indeks tokolitik:
Kontraksi: irreguler (1)

4
Ketuban pecah: tidak ada (0)
Pendarahan: spotting (1)
Pembukaan: tidak ada (0)
Total skor: 2 : Indikasi pemberian tokolitik (>8 kontraindikasi tokolitik)
1.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan
USG.
Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Hari Jumat, 04 Juni 2021
Parameter yang diperiksa Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 g/dL 11,7–15,5 g/dL
Hematokrit 30% 35–47%
Leukosit 8300 sel/mm3 4.000–10.000/mm3
Trombosit 222.000 sel/mm3 150.000–450.000/mm3
Gula Darah Sewaktu 67 mg/dl 74-106 mg/dl
Bleeding Time 2 menit 1-3 menit
Clotting Time 3 menit <10 menit
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
HIV Non Reaktif Non Reaktif
RAPID TEST COV-19
ANTIGEN Negatif Negatif
Swab Test Antigen

Hasil pemeriksaan USG pada hari Sabtu, 05 Juni 2021 sebagai berikut.

5
Gambar 1.1. Hasil Pemeriksaan USG
Kesan : Hamil 36-37 minggu dengan plasenta akreta

1.4. Diagnosis Kerja


Diagnosis masuk :
G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan Plasenta Akreta Belum Inpartu Janin Tunggal
Hidup Presentasi Kepala + Riwayat seksio secarea 1x

1.5. Penatalaksanaan
- Inform Consent pasien dan keluarga
- Seksio Histerektomi

6
- Persiapan Darah 5 kantong Packed Red Cell

1.6. Prognosis
Prognosis Ibu : Dubia
Prognosis Janin : Dubia ad bonam

1.7. Follow Up

Follow up Jumat, 4 Juni 2021


Pukul 09.20 WIB
O/ S/ keluar bercak darah dari kemaluan
sejak 4 jam SMRS
St. Present
KU : Tampak sakit sedang
Sens : Compos mentis A/ G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan
TD : 110/80 mmHg
HR : 84 x/menit Plasenta Akreta Riwayat SC 1x Belum
RR : 20 x/menit Inpartu Janin Tunggal Hidup
Suhu : 36,8 °C
Presentasi Kepala

St. Obstetri
P/ Observasi KU, TTV, dan
Pemeriksaan luar:
perdarahan
TFU 3 jari di bawah prosessus  IVFD RL xx gtt/menit
xipoideus (34cm), memanjang,
 Dexamethason 2x2 gr IV
punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U5/5, his (-), DJJ 141  Hystolan 3x10mg po.
x/menit, TBJ 3255 gram R/ USG
Laboratorium: (04-06-2021) 08.36
WIB
Hemoglobin : 11,8 g/dL
Hematokrit : 30%
Leukosit : 8300 sel/mm3
Trombosit : 222.000 sel/mm3
Gula Darah Sewaktu : 67 mg/dl
Bleeding Time: 2 menit

7
Clotting Time: 3 menit
HBsAg : Non Reaktif
HIV : Non Reaktif
Rapid Test Antigen: Negatif

Follow up Sabtu, 5 Juni 2021


Pukul 07.00 WIB
O/ S/ keluar bercak darah dari kemaluan
St. Present (+)
KU : Tampak sakit sedang
Sens : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg A/ G4P3A0 Hamil Aterm dengan
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit Plasenta Akreta Riwayat SC 1x Belum
Suhu : 36,5 °C Inpartu Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala
St. Obstetri
Pemeriksaan luar:
TFU 3 jari di bawah prosessus P/ Observasi KU, TTV, dan
xipoideus (34cm), memanjang, perdarahan
punggung kanan, bagian terbawah  IVFD RL xx gtt/menit
janin kepala, U5/5, his (-), DJJ 150
 Dexamethason 2x2 gr IV
x/menit, TBJ 3255 gram
 Hystolan 3x10mg po.

Hasil Pemeriksaan USG

8
Kesan: Hamil 36-37 minggu dengan
Plasenta Akreta

Follow up Minggu, 6 Juni 2021


Pukul 07.00 WIB
O/ S/ Gerakan janin masih dirasakan,
St. Present keluar flek darah dari kemaluan (-)
KU : Baik
Sens : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg A/ G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan
HR : 80 x/menit
RR : 20x/menit Plasenta Akreta Riwayat SC 1x Belum
Suhu : 36,6 °C Inpartu Janin Tunggal Hidup
St. Obstetri Presentasi Kepala
Pemeriksaan luar:
TFU 3 jari di bawah prosessus
xipoideus (34cm), memanjang, P/ Observasi KU, TTV, dan
punggung kanan, bagian terbawah perdarahan
janin kepala, U5/5, his (-), DJJ 152 - IVFD RL xx gtt/menit
x/menit, TBJ 3255 gram - Dexamethason 2x2 gr IV
- Hystolan 3x10mg po.

Laporan Operasi
Senin, 7 Juni 2021
Pukul 08:30 WIB Operasi dimulai,
Aseptic dan antiseptic pada daerah
operasi
Insisi pfannensteil tampak plasenta
menembus segmen bawah rahim
dengan D=5cm
Dilakukan insisi klasik pada segmen
bawah rahim

9
Pukul 08:35 WIB Bayi dilahirkan dengan menarik kaki
Lahir neonatus, jenis kelamin: laki-
laki BB: 3100 gr, PB: 48 cm, anus
(+), A/S 8/9 FT AGA
Plasenta diletakkan insitu di uterus
Kontraksi uterus kurang baik
Segmen bawah rahim di jahit jelujur
feston dengan PGA no. 1
Dilakukan tindakan histerectomy
supravaginal dan dilakukan
pemasangan drainase melalui
dinding rahim abdomen
Dinding abdomen dijahit lapis demi
lapis
Pukul 09:00 WIB Operasi selesai
Perdarahan ±2500cc
Sebagian jaringan diperiksa PA
(patologi anatomi)
Follow up POST OP
Senin, 7 Juni 2021 (11.03 WIB)
O/ S/ nyeri post operasi (+)
St. Present
KU : Tampak sakit sedang A/ P4A0 Post Operasi Seksio
Sens : Compos mentis Histerektomi
TD : 90/50 mmHg
HR : 66 x/menit
RR : 20 x/menit P/ Observasi KU, TTV, dan
Suhu : 36,5 °C perdarahan

 Masuk ICU
St. Obstetri
 O2 3 lpm
Pemeriksaan luar:  IVFD RL : D5% : NaCl
Abdomen datar, lemas, simetris, TFU 2 xxx gtt/menit
jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak  Head up 30◦
 Transfusi darah sampai Hb>=

10
aktif, lokhea (+) rubra, luka operasi 10g/dL
tertutup perban, vulva dan vagina  Ca glukonas 1gr IV
tenang.  Ceftriaxon 2x1 IV
 Metamizole 3x1 IV
Laboratorium: (07-06-2021) 21.17  As. Tranexamat 3x1 IV
WIB R/
Hb : 9,5 gr/dl ‒ Post Transfusi 8 jam, cek Hb
‒ Balance cairan dan drain
‒ Jika pasien sudah sadar penuh,
flatus (+), BAB (+) maka
boleh minum teh manis

Follow up Selasa, 8 Juni 2021


Pukul 07.00 WIB
O/ S/ nyeri luka post operasi berkurang
St. Present (+), mual (-), muntah (-)
KU : Lemah
Sens : Compos mentis
TD : 150/90 mmHg A/ P4A0 Post Operasi Seksio
HR : 82 x/menit Histerektomi
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °C
P/ Observasi KU, TTV, dan
St. Obstetri perdarahan
Pemeriksaan luar:  IVFD RL xx gtt/m
Abdomen datar, lemas, simetris, TFU 2  Metamizole 3x1 IV
jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak  Levofloxacin 1x500 mg po.
aktif, lokhea (+) rubra, luka operasi  Asam Mefenamat 3x 500 mg
tertutup verban, vulva dan vagina po.
tenang.
R/
Laboratorium: (08-06-2021) 21.17 ‒ Cek Hb post transfusi
WIB ‒ Pindah ruangan
‒ Diet TKTP
Hb : 10,3 gr/dl

Follow up Rabu, 9 Juni 2021

11
Pukul 07.00 WIB
O/ S/ nyeri luka post operasi berkurang
St. Present (+), mual (-), muntah (-)
KU : Baik
Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg A/ P4A0 Post Operasi Seksio
HR : 84 x/menit Histerektomi
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 °C
P/ Observasi KU, TTV, dan
St. Obstetri perdarahan
Pemeriksaan luar: ‒ IVFD RL xx gtt/m
Abdomen datar, lemas, simetris, TFU 2
‒ Metamizole 3x1 IV
jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak
aktif, lokhea (+) rubra, luka operasi ‒ Asam Mefenamat 3x 500 mg
tertutup verban, vulva dan vagina po.
tenang.

R/ Keadaan umum pasien baik, pasien


boleh pulang dengan obat pulang:
‒ Cefadroxil 2x500mg p.o
‒ Asam mefenamat 3x500mg
p.o.

12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plasenta Akreta


2.1.1. Definisi dan Insiden Plasenta Akreta
Plasenta akreta adalah plasenta yang mengalami implantasi abnormal
dimana desidua basalis yang memisahkan vili plasenta dan miometrium
menghilang. Kelainan ini dibagi menjadi 3 tingkat berdasarkan histopatologi
yaitu, plasenta akreta dimana vili korionik terjadi kontak dengan miometrium,
plasenta inkreta dimana vili korionik menginvasi miometrium, dan plasenta
perkreta dimana vili korionik menembus serosa uterus. Patogenesis yang
pasti belum diketahui. Etiologi yang mungkin diantaranya faktor mekanik
yaitu, defisiensi primer dari desidua basalis yang disebabkan oleh trauma lokal
pada dinding uterus, faktor biologis yaitu, respon abnormal dari maternal terhadap
invasi trofoblas, atau kombinasi dari kedua proses tersebut.1,2
Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan yang berbahaya
yang dikaitkan dengan perdarahan postpartum yang masif dan berpotensi
mengancam jiwa. Plasenta akreta telah menjadi penyebab utama emergency
cesarean hysterectomy. Morbiditas ibu telah dilaporkan terjadi hingga 60% dan
mortalitas hingga 7% dengan plasenta akreta. Selain itu, komplikasi perinatal
yang meningkat karena kelahiran prematur juga terjadi bagi janin. Kasus plasenta
akreta pertama kali dipublikasikan pada tahun 1973 oleh Irving dan Hertig. Kasus
ini melibatkan 18 kasus, dengan gejala klinis adanya perlekatan plasenta setelah
persalinan pada seluruh atau sebagian dinding uterus dan secara histologi
hilangnya desidua basalis secara komplit atau parsial. Pada tahun 1973, angka
kejadian plasenta akreta sekitar 1 dari 30,000 kelahiran. Tetapi, pada tahun 2005,
insiden plasenta akreta meningkat menjadi 1 dari 533 kelahiran. Insiden ini
meningkat 8 kali lebih besar dari tahun 1970 dan 5 kali lebih besar dari tahun
1980. Peningkatan angka kejadian ini terjadi secara searah dengan peningkatan
angka cesarean delivery.1,2

13
2.1.2. Klasifikasi
Plasenta akreta dapat diklasifikasikan menjadi:1,2
1. Plasenta akreta, adalah kelainan plasenta dimana implantasi vili
korionik sampai menyentuh miometrium.
2. Plasenta inkreta, adalah kelainan plasenta dimana implantasi vili
korionik sampai menginvasi miometrium.
3. Plasenta prekreta, adalah kelainan plasenta dimana implantasi vili
korionik mencapai bagian serosa uterus.

Gambar 2.1. Klasifikasi Plasenta Akreta2

14
Gambar 2.2. Gambaran USG Plasenta Akreta dengan gambaran
“swiss cheese” yang memperlihatkan lakuna-lakuna pada plasenta
akreta.3

Gambar 2.3. Gambaran USG tranvaginal dengan plasenta perkreta


dimana terdapat Mat Bladder yang berfungsi untuk mengukur sejauh
mana invasi vili korionik menembus dinding rahim. 3

15
Gambar 2.4. USG Color Doppler dengan plasenta perkreta.
Terdapat pembuluh darah intraplasenta yang ireguler. 3

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Plasenta Akreta


Secara teori, setiap kelainan atau kerusakan pada struktur dinding uterus
dapat menyebabkan plasenta akreta.4 Peningkatan prevalensi plasenta akreta
searah dengan peningkatan angka persalinan sesar di sebagian besar negara
berpendapatan tinggi dan sedang. 1,4
Kelainan tersebut disebabkan oleh plasentasi
abnormal sekunder dimana hilangnya lapisan desidua pada daerah bekas luka
histerektomi atau trauma miometrium seperti kuretase dan operasi mioma. 5 Faktor
risiko lain yaitu sindrom Asherman, ibu usia lanjut, grande multiparitas, merokok,
dan hipertensi kronis. 1

Selain itu, Alanis et al. meninjau 72 kasus plasenta akreta yang dirawat
secara konservatif, di antara 15% wanita yang memiliki kehamilan berikutnya,
18% mengalami plasenta akreta berulang. Hal ini menunjukkan bahwa plasenta
akreta sebelumnya dapat menjadi faktor risiko juga bagi plasenta akreta. 1
Kelainan ini juga telah dilaporkan pada wanita tanpa riwayat operasi uterus
sebelumnya namun dengan kelainan uterus seperti uterus bikornuata,
adenomiosis, fibroid submukosa, dan distrofi miotonik. Nordic Obstetric

16
Surveillance Study, yang meneliti komplikasi obstetrik berat dari tahun 2009
dan 2012, menemukan bahwa usia maternal lebih dari 35 tahun
meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta akreta sebesar 4,5 (risiko absolut:
7,5 per 10,000). 4

Plasenta previa dijumpai pada sekitar 80% kasus plasenta akreta, sehingga
plasenta previa menjadi salah satu faktor risiko utama dari plasenta akreta. Sebuah
penelitian kohort di Amerika Serikat menemukan bahwa wanita dengan
plasenta previa dan riwayat persalinan sesar sebelumnya memiliki risiko
plasenta akreta sebesar 3% untuk persalinan sesar pertama, 11% untuk persalinan
sesar kedua, 40% untuk persalinan sesar ketiga, 61% untuk persalinan sesar
keempat, dan 67% untuk persalinan sesar kelima. Risiko ini tidak
berhubungan dengan karakteristik maternal lain seperti jumlah paritas, indeks
massa tubuh, merokok, hipertensi dan diabetes. 4

2.1.4. Patofisiologi Plasenta Akreta


Plasentasi pada umumnya terjadi dengan adanya invasi trofoblas yang
berhenti di lapisan spongiosus yang terletak di desidua. Banyak teori yang
mengatakan bagaimana plasenta akreta bisa terjadi. Satu teori yang paling terkenal
mengatakan bahwa lapisan spongiosus ketika proses desidualisasi endometrium
mungkin tidak terbentuk karena pasien pernah menjalani operasi rahim
sebelumnya. Oleh karena itu, sinyal khusus untuk menghentikan invasi trofoblas
tidak ada. Selanjutnya, sitotrofoblas juga harus mencapai arteriol spiral sebelum
berdiferensiasi menjadi jaringan plasenta. Namun, bekas luka pada rahim
memiliki pembuluh darah yang sedikit.3,6
Patogenesis pasti dari plasenta akreta tidak diketahui. Secara umum,
plasenta akreta dapat didiagnosis pada spesimen histerektomi, area akreta
menunjukkan vili korionik kontak langsung dengan miometrium dan tidak adanya
desidua. Beberapa kasus terdapat lapisan desidua pada daerah yang berdekatan
dengan area akreta.3,6 Perkembangan desidua pada plasenta akreta ini dikaitkan
dengan operasi uterus sebelumnya seperti riwayat seksio sesarea dan kuretase
uterus. Hipotesis mengatakan akreta disebabkan pengembangan desidua yang

17
terhambat, invasi trofoblastik yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Tseng
dan Chou memiliki hipotesis bahwa pertumbuhan abnormal desidua,
angiogenesis, dan faktor terkait invasi trofoblas adalah faktor utama
terjadinya plasenta akreta.1
Beberapa konsep telah diusulkan sebagai patofisiologi dari plasenta akreta,
yaitu adanya defek primer dari trofoblas yang menyebabkan invasi berlebihan
sehingga plasenta mencapai miometrium. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa
adanya defek sekunder pada hubungan antara endometrium-miometrium
menyebabkan gagalnya desidualisasi pada uterus yang mengalami luka sehingga
menyebabkan kelainan invasi vili korionik dan trofoblas.2

2.1.5. Gambaran Klinik Plasenta Akreta


Ciri penting untuk mengidentifikasi faktor resiko plasenta akreta yaitu
paritas ibu dan operasi uterus sebelumnya pada kunjungan antenatal pertama.
Terkadang pasien memiliki keluhan perkemihan dan pencernaan pada kasus
plasenta perkreta yang menginvasi organ lain seperti kandung kemih dan usus.
Pada umumnya, diagnosis plasenta bergantung pada pemeriksaan radiologi.3,7
Histologi dari plasenta akreta menunjukkan invasi plasenta ke miometrium
uteri. Pada kasus plasenta perkreta juga mungkin menginvasi lapisan serosa dan
organ lain. Terdapat pula peningkatan rasio inklusi trofoblastik dibandingkan
plasenta normal. Inklusi ini ditandai dengan adanya lapisan dalam
sinsitiotrofoblas yang terkandung di lapisan luar sitotrofoblas. Biasanya
berhubungan dengan kehamilan mola dan kromosom aneuploid. Namun,
penelitian menunjukkan hal ini terjadi pada 40% spesimen plasenta akreta
dibandingkan 2,4 % kontrol. 3,7

Plasenta akreta harus dicurigai pada wanita yang memiliki plasenta


previa, terutama anterior. Hal ini memudahkan untuk membuat rencana
pengiriman pasien ke fasilitas yang memadai dan mencegah pendarahan serta
komplikasi saat pengiriman. Selain itu, memberikan kesempatan untuk
menentukan waktu penatalaksanaan secara elektif. Idealnya memerlukan
kehadiran tim bedah multidisiplin. 3

18
Tanda-tanda dari plasenta akreta dapat dilihat secara dini sejak pada
trimester pertama. Comstock secara retrospektif meninjau plasenta akreta melalui
pemeriksaan ultrasonografi hingga minggu ke 10 kehamilan. Semua terbukti
memiliki plasenta akreta pada pemeriksaan patologis. Semua memiliki letak
plasenta yang rendah yang jelas melekat pada bekas luka uterus atau disebut
plasenta previa. Miometrium yang tipis ditemukan di area bekas luka tempat
plasenta tersebut melekat dibandingkan dengan plasenta normal.1

Plasenta akreta yang disertai plasenta previa pada trimester pertama dan
kedua biasanya memiliki gejala perdarahan. Perdarahan tersebut membutuhkan
evaluasi dan penanganan yang tepat. Pada wanita yang tidak disertai previa,
akreta biasanya sulit diidentifikasi hingga kala III persalinan, yaitu ketika
ditemukan plasenta yang sulit dilepaskan.5

2.1.6. Diagnosis Plasenta Akreta

Diagnosis antenatal pada plasenta akreta secara khusus menggunakan


ultrasonografi (USG). Ultrasonografi dapat memperlihatkan plasenta previa. Oleh
karena itu, memungkinkan untuk mengambarkan abnormalitas yang lain seperti
kehilangan gambaran hipoekoik antara plasenta dan miometrium, peningkatan
pembuluh darah, penipisan miometrium, dan perluasan plasenta ke lapisan serosa
atau kandung kemih.3,8

Ultrasonografi dengan doppler warna mungkin memperlihatkan lakuna


dengan aliran darah turbulen. Sensitivitas dan spesifitas USG tampaknya sangat
bervariasi. Penelitian berbasis sistematik review dan metaanalisis menyatakan
bahwa USG memiliki sensitivitas 90,8% dan spesifisitas 96,9%. Faktor penting
pada diagnosis ini yaitu adanya lakuna dan hilangnya hipoekoik di area
retroplasenta.9 Adanya plasenta previa meningkatkan diagnosis akreta dari 6,9%
menjadi 72,3%.10 Pengalaman ultrasonographer dan dokter juga harus
diperhitungkan.3

MRI juga dapat mengidentifikasi diagnosis plasenta akreta. Sistematik


review mengenai diagnosis plasenta akreta berbasis MRI memperlihatkan

19
spesifisitas sebesar 84% dan sensitivitas sebesar 94,4%.10 Perlu diingat bahwa bias
pada pemeriksaan MRI ini sulit dihindari. Pasien biasanya memilih MRI ketika
USG tidak memberikan hasil yang memuaskan. Selain itu, penting untuk
mengetahui biaya dan ketersediaan MRI. Saat ini, USG menjadi modalitas utama
untuk mendiagnosis plasenta akreta.3

Ultrasonografi untuk pemeriksaan plasenta akreta dibagi menjadi dua,


yaitu USG transabdominal dan transvaginal. Ultrasonografi transvaginal aman
untuk diagnosis plasenta akreta. Ultrasound transvaginal aman untuk pasien
dengan plasenta previa dan memudahkan pemeriksaan yang lebih lengkap pada
segmen bawah rahim. Adanya lakuna dalam plasenta dengan jumlah yang
meningkat pada usia gestasi 15-20 minggu merupakan tanda dari plasenta akreta,
dengan sensitivitas 79% dan spesifisitas 92%. Lakuna ini akan memberikan
gambaran “moth-eaten” atau “Swiss cheese” pada plasenta.11 Meskipun
efektifitas USG pada trimester pertama untuk mendiagnosis plasenta akreta
masih belum diketahui, wanita dengan tanda-tanda akreta pada trimester
pertama harus melakukan pemeriksaan radiologi pada trimester kedua dan ketiga
untuk mendiagnosis plasenta akreta. 1

2.1.7. Komplikasi Plasenta Akreta


Komplikasi ibu yang paling sering berhubungan dengan plasenta akreta
adalah pendarahan post partum. Hal ini dapat menyebabkan hipoperfusi
intraoperatif, transfusi, kelebihan cairan post-resusitasi, dan koagulopati
intravaskular diseminasi (DIC). Transfusi diharuskan dalam 80% kasus, dan DIC
terjadi dalam 28% kasus disimpulkan dalam suatu penelitian. 12 Perdarahan
sebaiknya dikurangi apabila plasenta diletakkan in situ setelah bayi dilahirkan,
dan terkadang perdarahan sulit untuk dihindari. Perlu diingat, pasien seharusnya
dipantau di ICU setelah operasi untuk melihat komplikasi akibat perdarahan
secara intensif. 3

Komplikasi terbesar lainnya adalah kerusakan pada struktur di dekatnya.


Sistotomi yang tidak disengaja atau disengaja dapat terjadi selama prosedur.

20
Paling sering, plasenta di anterior dan menginvasi kandung kemih. Pada kasus ini,
sistosomi mungkin penting untuk memisahkan jaringan plasenta. Kerusakan
ureter mungkin terjadi karena sulitnya teknik dalam cesarean histerektomi. Pasien
harus diberi konsul yang memadai terkait komplikasi ini.3

Sebagai kelainan patologi obstetri tersering, neonatus juga dapat


terpengaruh. Morbiditas dan mortalitas neonatus disebabkan oleh kelahiran
prematur. Selanjutnya perdarahan ibu dapat mengakibatkan penurunan oksigenasi
bagi janin.12

2.1.8. Tatalaksana Plasenta Akreta


Manajemen terbaik plasenta akreta adalah ketika terdiagnosa pada
antenatal. Banyak langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan risiko. The
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan persalinan antara 34 0/7 35 6/7 minggu kehamilan via
cesarean histerektomi untuk mengoptimalkan maturitas neonatal dan
meminimalkan risiko perdarahan maternal.2 Pada negara maju seperti Amerika
mereka mempertimbangkan untuk mentransfer ibu ke PACE (Placenta Accreta
Center of Excellence) atau pusat level tiga dan empat persalinan. Hasil yang baik
dapat ditingkatkan ketika persalinan pada fasilitas yang bagus dan tim
interprofesional. Tim ini termasuk perinatologis, bedah panggul, intensivis, bedah
umum, urologis, dan neonatologis. Pada pasien dengan perdarahan,
dipertimbangkan untuk transfer awal untuk dekat dengan fasilitas yang memadai.
Selanjutnya, level hemoglobin pasien sebaiknya dinormalkan sebelum persalinan
dan sebaiknya ada koordinasi dengan bank darah (PMI di Indonesia) untuk
mempersiapkan suplai darah, apabila transfusi masif dibutuhkan.2
Seksio cesarea biasanya dilakukan dengan cara yang memungkinkan
dengan mudah mengubah prosedur ke histerektomi. Hal ini termasuk posisi
litotomi dorsal dan insisi kulit vertikal. Insisi uterus sebaiknya dibuat untuk dapat
menghindari plasenta. Setelah lahirnya neonatus, jika plasenta tidak lahir secara
spontan, rekomendasi terkini adalah meninggalkan plasenta, menutup histerotomi,
dan melakukan histerektomi. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan resiko

21
perdarahan. Seringnya, histerektomi supraservikal tidak memungkinkan karena
terjadi perdarahan. Dokter bedah mungkin perlu mempertimbangkan sistosomi
untuk memisahkan jaringan plasenta dari kandung kemih.3
Monitoring ketat terhadap status hemodinamik dan kehilangan darah
sebaiknya dilakukan. ACOG merekomendasikan pemantauan kehilangan darah,
hemoglobin, elektrolit, gas darah, dan faktor koagulasi untuk menentukan
dibutuhkannya transfusi secara objektif. Kebanyakan, protokol transfusi masif
termasuk rasio 1 : 1 : 1 dari packed red blood cell : fresh frozen plasma : platelet.
Bagaimanapun, pasien juga perlu mempertimbangkan donasi autolog sebelum
prosedur.2 Terapi antifibrinolitik seperti 1g asam traneksamat IV bisa
dipertimbangkan untuk menghentikan pendarahan dalam 3 jam pertama kelahiran.
Hal ini dapat mengurangi resiko kematian ibu karena perdarahan tanpa
meningkatkan efek samping. 13
Setelah prosedur, ACOG merekomendasikan saran untuk ke ICU supaya
bisa memantau lebih dekat terkait perdarahan, hipoperfusi, kelebihan cairan dari
resusitasi.2 Untuk catatan, beberapa dokter juga menawarkan penundaan
histerektomi. Pada praktik sekarang, plasenta ditinggalkan in situ dan histerektomi
dilakukan di waktu selanjutnya. Pada beberapa kasus dengan jumlah terbatas, ada
yang menunjukkan penurunan kehilangan darah dan menurunkan kebutuhan
untuk transfusi. Bagaimanapun itu masih dipertimbangkan dan dilakukan
penelitian lebih lanjut.14
Pada pasien, dengan plasenta akreta yang tidak diketahui sebelumnya, ada
2 cara yang biasanya dilakukan untuk manajemen. Pertama, jika akreta ditemukan
sebelum histerektomi, prosedur harus dihentikan sampai pertolongan yang
memadai datang, sediaan darah telah dipesan, dan tim anestesi sudah
dipersiapkan. Pada cara yang kedua, akreta ditemukan ketika plasenta tidak dapat
dilahirkan dengan manual plasenta biasa. Pada skenario ini, dokter spesialis akan
melakukan histerektomi. Jika histerektomi tidak memungkinkan di fasilitas
tersebut, transfer ke fasilitas lain harus dipertimbangkan. Dokter akan
membutuhkan peralatan memadai, mempertimbangkan transfusi serta anti
fibrinolitik, asam traneksamat.2

22
Harapan untuk mempertahankan kesuburan di masa depan dapat dilakukan
dengan manajemen konservatif atau manajemen ekspektatif yang dapat
dipertimbangkan. Pada manajemen konservatif, plasenta dan jaringan
uteroplasenta dipindahkan tanpa pemindahan uterus. Cara ini lebih sukses pada
pasien dengan defek kecil, yang mana bisa lebih mudah dipindahkan dengan
operasi dan dijahit.2

Manajemen ekspektatif kehamilan adalah manajemen untuk wanita yang


berharap mempertahankan kesuburan, tetapi memiliki akreta yang luas. Caranya
yaitu meninggalkan plasenta in situ, dengan atau tanpa penggunaan metotreksat
tambahan. Pada satu studi, 78% dari pasien memungkinkan untuk menghindari
histerektomi.15 Pada beberapa kasus, plasenta bisa dipindahkan dengan reseksi
hitereskopik.2

2.2 Seksio Sesarea


2.2.1 Definisi dan Jenis
Seksio Sesarea merupakan suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi) dengan syarat uterus dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram.
Beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:
1. Seksio sesarea klasik: pembedahan secara Sanger
2. Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen
caesarean section)
3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio
histerektomi)
4. Seksio sesarea ekstraperitoneal
5. Seksio sesarea vaginal

23
2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi seksio sesarea dibagi menjadi indikasi ibu dan janin. Indikasi
seksio sesarea ibu, yaitu (1) panggul sempit absolut, (2) tumor-tumor jalan lahir
yang menimbulkan obstruksi, (3) stenosis serviks/vagina, (4) plasenta previa, (5)
disproporsi sefalopelvik, (6) ruptura uteri membakat; sedangkan indikasi seksio
sesarea janin, yaitu: (1) malpresentasi dan (2) gawat janin.
Pada umumnya, seksio sesarea tidak dilakukan pada keadaan (1) janin mati; (2)
syok dan anemia berat yang belum diatasi; dan (3) kelainan kongenital berat.

24
BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


Diagnosis pasien adalah G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan Plasenta Akreta
Belum Inpartu Janin Tunggal Hidup Presentasi kepala + riwayat seksio secarea
1x. Diagnosis kerja pada kasus ini sudah tepat, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien.
G4P3A0 menunjukkan pasien datang dengan keadaan sedang hamil anak
keempat, riwayat melahirkan anak tiga kali, dan belum pernah abortus. Usia
kehamilan 37 minggu didapatkan dari anamnesis pasien yang mengatakan Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien pada tanggal 22 September 2020.
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh keluar bercak darah dari
kemaluan sejak 4 jam SMRS. Pasien telah terdiagnosis memiliki plasenta akreta
sejak kehamilan minggu ke-26. Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil adanya
gambaran plasenta yang menempel langsung ke miometrium, sehingga pasien
didiagnosis dengan plasenta akreta.
Pasien pada kasus ini datang dalam keadaan belum inpartu karena pasien
belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, seperti his yang teratur, bloody show
(lendir yang bercampur darah), pembukaan dan penipisan serviks.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini didapatkan denyut jantung
janin (DJJ) 141x/menit. Hasil pemeriksaan Leopold didapatkan letak memanjang,
TFU 3 jari di bawah prosessus xipoideus (34 cm), bagian teratas janin bokong,
punggung kanan, bagian terbawah teraba bulat dan keras. Hal ini menunjukkan
bahwa janin tersebut hidup dengan bagian terbawah adalah kepala, sehingga
pasien didiagnosis janin tunggal hidup presentasi kepala. Hal ini didukung
dengan pemeriksaan USG yang menunjukkan terdapat aktivitas janin dan DJJ.

19
3.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Tatalaksana sudah sesuai
dengan indikasi dari Plasenta Akreta yaitu dilakukan Seksio Hiterektomi
bertujuan mencegah perdarahan dan mencegah robekan miometrium hingga
ruptur uteri. Robekan miometrium dan ruptur uteri mudah terjadi apabila anak
dilahirkan pervaginam dan dilakukan manuver untuk mengeluarkan plasenta
seperti manual plasenta. Pada plasenta akreta, ada daerah plasenta yang menempel
di lapisan miometrium pada uterus dengan mengandung banyak pembuluh darah.
Seksio histerektomi dilakukan pada kehamilan minggu ke 35-36 dikarenakan
untuk maturitas neonatal sehingga perkembangan janin menjadi optimal. Seksio
histerektomi pada plasenta akreta, selain dapat mengurangi kematian ibu, terutama
juga dilakukan untuk kepentingan bayi.
Setelah operasi Seksio histerektomi dilakukan, pasien diberikan transfusi
darah hingga Hb mencapai >10 dan asam traneksamat 3x1g IV. Pemberian
transfusi darah setelah melahirkan berfungsi untuk mengganti darah yang keluar
sebanyak sekitar 2500cc saat Seksio histerektomi. Pemberian asam traneksamat
3x1 g IV untuk menghentikan perdarahan yang masih terjadi setelah dilakukannya
Seksio Histerektomi. Pasien juga dimasukkan ke ICU setelah operasi yang
bertujuan untuk memudahkan pemantauan keadaan umum, tekanan darah,
perdarahan, hipoperfusi, dan kelebihan cairan akibat resusitasi.

20
BAB IV. KESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini sebagai berikut.

- Plasenta akreta adalah plasenta yang mengalami implantasi abnormal


dimana desidua basalis yang memisahkan vili korionik dan miometrium
menghilang. Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili korionik terjadi
kontak dengan miometrium. Etiologi dapat disebabkan oleh trauma pada
dinding uterus seperti riwayat seksio secarea, kuratase atau operasi mioma.
- Diagnosis G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan Plasenta Akreta Belum
Inpartu Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala + Riwayat Seksio secarea
1x sudah tepat. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
- Tatalaksana pada kasus ini sudah tepat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Gali Garmi and Raed Salim, “Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and


Management of Placenta Accreta,” Obstetrics and Gynecology
International, vol. 2012, Article ID 873929, 7 pages, 2012.
https://doi.org/10.1155/2012/873929.
2. Jauniaux E, Collins S, Burton GJ. Placenta accreta spectrum:
Pathophysiology and evidence-based anatomy for prenatal ultrasound
imaging. American Journal of Obstetrics & Gynecology. 2018:75-87.
3. Shepherd AM, Mahdy H. Placenta Accreta. [Updated 2021 Feb 25]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563288/
4. Jauniaux E, Chantraine F, Silver RM, Langhoff-Roos J. FIGO consensus
guidelines on placenta accreta spectrum disorders: Epidemiology Int J
Gynecol Obstet. 2018(140):265-73.
5. Obstetric Care Consensus No. 7. (2018). Obstetrics & Gynecology, 132(6),
e259 – e275. doi:10.1097/aog.0000000000002983
6. Adler E, Madankumar R, Rosner M, Reznik SE. Increased placental
trophoblast inclusions in placenta accreta. Placenta. 2014 Dec;35(12):1075-
8. [PubMed]
7. American College of Obstetricians and Gynecologists; Society for Maternal-
Fetal Medicine. Obstetric Care Consensus No. 7: Placenta Accreta
Spectrum. Obstet Gynecol. 2018 Dec;132(6):e259-e275. [PubMed]
8. Japaraj RP, Mimin TS, Mukudan K. Antenatal diagnosis of placenta previa
accreta in patients with previous cesarean scar. J Obstet Gynaecol Res. 2007
Aug;33(4):431-7. [PubMed]

9. Riteau AS, Tassin M, Chambon G, Le Vaillant C, de Laveaucoupet J, Quéré


MP, Joubert M, Prevot S, Philippe HJ, Benachi A. Accuracy of
ultrasonography and magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta
accreta. PLoS One. 2014;9(4):e94866. [PMC free article] [PubMed]

22
10. Bowman ZS, Eller AG, Kennedy AM, Richards DS, Winter TC, Woodward
PJ, Silver RM. Accuracy of ultrasound for the prediction of placenta accreta.
Am J Obstet Gynecol. 2014 Aug;211(2):177.e1-7. [PubMed]

11. Practice CoO. Placenta Accreta. American College ofObstetricians and


Gynecologists. Practice CoO. Placenta Accreta. American College of
Obstetricians and Gynecologists. 2012 (2017)(529):1-5.
12. D'Antonio F, Iacovella C, Bhide A. Prenatal identification of invasive
placentation using ultrasound: systematic review and meta-
analysis. Ultrasound Obstet Gynecol. 2013 Nov;42(5):509-17. [PubMed]
13. Mulla BM, Weatherford R, Redhunt AM, Modest AM, Hacker MR, Hecht
JL, Spiel MH, Shainker SA. Hemorrhagic morbidity in placenta accreta
spectrum with and without placenta previa. Arch Gynecol Obstet. 2019
Dec;300(6):1601-1606. [PMC free article] [PubMed]
14. D'Antonio F, Iacovella C, Palacios-Jaraquemada J, Bruno CH, Manzoli L,
Bhide A. Prenatal identification of invasive placentation using magnetic
resonance imaging: systematic review and meta-analysis. Ultrasound Obstet
Gynecol. 2014 Jul;44(1):8-16. [PubMed]
15. Eller AG, Porter TF, Soisson P, Silver RM. Optimal management strategies
for placenta accreta. BJOG. 2009 Apr;116(5):648-54. [PubMed]

23

Anda mungkin juga menyukai