Pembimbing:
dr. Retina Indanwati, Sp.OG
Penyusun:
Mohamad Rafli 20190420025
Ni Luh Putu Septia Pratiwi Ariska 20190420143
Ni Made Indah Prasatiya Ningsih 20190420144
Nindy Prawitasari 20190420145
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmat-Nya, kami bisa menyelesaikan responsi dengan
topik “ABORTUS INKOMPLIT” dengan lancar. Responsi ini disusun
sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Surabaya, dengan harapan
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi
pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:
a. dr. Retina Indanwati, Sp.OG, selaku Dosen Pembimbing.
b. Para dokter di bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di bagian Obstetri dan Ginekologi RSU
Haji Surabaya.
Kami menyadari bahwa responsi yang kami susun ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I STATUS PASIEN...............................................................................4
1.1 IDENTITAS.....................................................................................4
1.2 ANAMNESA....................................................................................4
1.3 PEMERIKSAAN FISIK....................................................................5
1.4 RESUME.........................................................................................6
1.5 DIAGNOSA.....................................................................................7
1.6 PLANNING......................................................................................7
1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................9
2.1 DEFINISI.........................................................................................9
2.2 EPIDEMIOLOGI............................................................................10
2.3 FAKTOR RISIKO..........................................................................12
2.4 ETIOLOGI.....................................................................................16
2.5 Klasifikasi......................................................................................17
2.6 PATOFISIOLOGI..........................................................................19
2.7 Manifestasi Klinis..........................................................................20
2.8 DIAGNOSIS..................................................................................20
2.9 PENATALAKSANAAN..................................................................23
2.10 PROGNOSIS................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................25
iii
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Ibu
Nama : Ny. Luluk M
Usia : 26 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
MRS : 18 Agustus 2020 pukul 6:29 WIB
No. Reg : 894558
1.2 ANAMNESA
Keluhan utama:
Keluar darah banyak
Keluhan tambahan:
Perut terasa mulas, keluar darah berupa gumpalan dari vagina
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSU Haji Surabaya dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak tanggal 8 Agustus 2020. Nafsu makan dan minum
selama kehamilan baik. BAB dan BAK lancar tidak ada masalah. Pasien
mengaku ini merupakan kehamilan yang pertama. Pasien pernah
kontrol kehamilan (ANC) ke bidan hanya satu kali. Tidak pernah
melakukan imunisasi kehamilan. Riwayat menstruasi pasien pertama
kali pada usia 13 tahun, siklusnya 27 - 28 hari, teratur dan lama
menstruasi nya sekitar 7 hari tidak disertai dengan keluhan nyeri saat
haid. Pasien menggunakan KB suntik dengan pemakaian selama 9
bulan.
Riwayat penyakit dahulu
- Epilepsi (-)
- Diabetes mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
4
- Alergi (-)
Riwayat Penyakit keluarga
- Diabetes mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Alergi (-)
Riwayat penggunaan obat
-
Riwayat alergi
Alergi makanan (-) ikan, alergi obat (-)
Riwayat Sosial
Merokok (-), alkohol (-)
Riwayat haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : 27-28 hari
Durasi : 7hari, teratur
Dismenorhea: (-)
HPHT :-
HPL :-
Usia kehamilan : -
Riwayat pernikahan
1x, pernikahan
5
Tanda-tanda vital:
BB/TB : 41 Kg/ 149 Cm
Tekanan darah : 120/63 mmHg
Nadi : 82 kali/menit,reguler
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7ᵒC axillar
Status Generalis
- Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-. Edema kelopak mata -/-
- Leher: Pembesaran KGB (-), thyroid (-)
- Thorax:
Cor: S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler +/+, Rhonki (-), wheezing (-)
- Abdomen
Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Linea nigra (-), striae gravidarum (-)
- Ekstremitas
Akral hangat (+), Edema (-/-)
Status Obstetri
a. Leopold : -
b. DJJ: -
c. VT: Pembukaan menutup, fluxus (-)
1.4 RESUME
1) Anamnesa
Pasien datang ke RSU Haji Surabaya dengan keluhan keluar darah
dari kemaluan sejak tanggal 8 Agustus 2020. Nafsu makan dan minum
selama kehamilan baik. BAB dan BAK lancar tidak ada masalah. Pasien
mengaku ini merupakan kehamilan yang pertama. Pasien pernah
kontrol kehamilan (ANC) ke bidan hanya satu kali. Tidak pernah
melakukan imunisasi kehamilan. Riwayat menstruasi pasien pertama
kali pada usia 13 tahun, siklusnya 27 - 28 hari, teratur dan lama
menstruasi nya sekitar 7 hari tidak disertai dengan keluhan nyeri saat
6
haid. Pasien menggunakan KB suntik dengan pemakaian selama 9
bulan.
2) Pemeriksaan Fisik
GCS: 4-5-6
Tanda-tanda vital:
BB/TB : 41 Kg/ 149 Cm
Tekanan darah : 120/63 mmHg
Nadi : 82 kali/menit,reguler
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7ᵒC axillar
Status Obstetri
d. Leopold : -
e. DJJ: -
f. VT: Pembukaan menutup, fluxus (-)
1.5 DIAGNOSA
GIP000 Abortus inkomplit
1.6 PLANNING
Diagnosa
Faal Hemostasis
PT
INR
Tes beta HCG urin
Urin lengkap
Terapi
- Pro kuretase
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Monitoring
KU
TTV
Pemberatan gejala gangguan organ dan komplikasi
Rencana post kuretase:
o Awasi vital sign dan tanda-tanda pendarahan
o Cek darah lengkap 2 jam post kuretase, jika Hb ≤8gr/dl,
transfusi sesuai kebutuhan
Edukasi
7
1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium ( 18 - 8 - 2020)
Hemoglobin :12,1 g/dL
Leukosit : 9.380/mm3
Hematokrit :34,4. %
GDA : 85 mg/dl
HbSag : ( - )
HIV non reaktif
USG ( 14 – 8 – 2020 )
Dengan hasil abortus incomplete, terdapat sisa jaringan.
Foto Thorax ( 18 – 8 - 2020 )
Tidak ada kelainan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan, pada usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. (Cunningham dkk, 2014)
Usia abortus dapat diklasifikasi menjadi 2: abortus awal dengan usia kehamilan
kurang dari 3 bulan (12 minggu) dan abortus telat dengan usia kehamilan lebih
dari 3 bulan (12 minggu sampai 20 minggu), dimana ibu yang aborsi pada
trimester kedua (usia kehamilan ≥ 12 minggu) berisiko lebih tinggi, lebih mahal
dan lebih sulit diakses daripada aborsi pada kehamilan lebih awal. (Kurniaty dkk,
2019)
Aborsi inkomplit adalah subtipe dari aborsi spontan bersama dengan aborsi
tak terhindarkan dan terlewat. Aborsi spontan atau keguguran adalah kehamilan
yang berakhir sebelum usia kehamilan 20 minggu. Kehilangan ini yang terjadi
pada usia kehamilan 4-6 minggu sering dibingungkan dengan mens yang
terlambat (Callahan dan Caughey, 2013). Jenis aborsi spontan lainnya adalah
threatened abortion dan aborsi komplit. (Redinger dan Nguyen, 2020). Aborsi
inkomplit adalah ekspulsi sebagian namun tidak seluruhnya dari hasil konsepsi
sebelum usia kehamilan 20 minggu (Callahan dan Caughey, 2013). Aborsi
inkomplit digambarkan sebagai hilangnya sebagian produk konsepsi dalam 20
minggu pertama kehamilan. Pasien akan datang dengan perdarahan vagina
dengan perut bagian bawah kram dan / atau nyeri. Aborsi yang mengancam
(threatened abortion) adalah perdarahan vagina dengan os serviks tertutup dan
kehamilan yang masih hidup. Aborsi yang tidak dapat dihindari (inevitable) adalah
perdarahan vagina dengan os serviks terbuka dan kehamilan yang masih hidup.
Abortus komplit adalah perdarahan vagina dengan os serviks terbuka atau
tertutup dengan kehilangan seluruh hasil konsepsi. (Redinger dan Nguyen, 2020)
9
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi aborsi spontan bervariasi menurut ketekunan yang digunakan
dalam identifikasi. Misalnya, Wilcox dkk (1988) mempelajari 221 wanita sehat
melalui 707 siklus menstruasi. Mereka menemukan bahwa 31 persen kehamilan
hilang setelah implantasi. Yang penting, dengan menggunakan tes yang sangat
spesifik untuk konsentrasi menit serum human chorionic gonadotropin (-hCG) ibu,
dua pertiga dari kehilangan awal ini didesain diam secara klinis. Sejumlah faktor
mempengaruhi angka aborsi spontan, tetapi saat ini tidak diketahui apakah itu
yang secara klinis diam dipengaruhi oleh beberapa hal ini. Misalnya, keguguran
yang tampak secara klinis meningkat seiring dengan paritas serta dengan usia ibu
dan ayah (Gracia, 2005; Warburton, 1964; Wilson, 1986, dan semua rekan
mereka). Frekuensinya dua kali lipat dari 12 persen pada wanita yang lebih muda
dari 20 tahun menjadi 26 persen pada mereka yang lebih tua dari 40 tahun. Untuk
perbandingan usia ayah yang sama, frekuensinya meningkat dari 12 menjadi 20
persen. Tetapi sekali lagi, tidak diketahui apakah keguguran yang diam secara
klinis juga dipengaruhi oleh usia dan paritas. (Corton dkk, 2010)
Meskipun mekanisme yang bertanggung jawab untuk aborsi tidak selalu
terlihat, selama 3 bulan pertama kehamilan, kematian embrio atau janin hampir
selalu mendahului ekspulsi spontan. Dengan demikian, menemukan penyebab
aborsi dini melibatkan memastikan penyebab kematian janin. Pada keguguran
selanjutnya, janin biasanya tidak mati sebelum dikeluarkan, dan penjelasan lain
dibutuhkan. (Corton dkk, 2010)
Penyebab utama kematian pada ibu hamil di Indonesia didominasi oleh tiga
penyakit yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, serta adanya infeksi pada
ibu hamil. Abortus sering dikaitkan dengan kasus perdarahan dan kematian pada
ibu hamil. Angka kejadian abortus di Indonesia mencapai 2,3 juta setiap tahunnya.
Pada beberapa literatur disebutkan bahwa jika terjadi perhentian kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada usia kehamilan (Akbar, 2019)
Angka abortus di seluruh dunia adalah sekitar 35 per 1000 wanita yang
berusia 15-44 tahun, abortus merupakan salah satu penyebab tingginya angka
kematian ibu di Indonesia dari seluruh kehamilan (selain keguguran dan lahir
mati), 26% diantaranya berakhir dengan abortus. Sekitar 44% abortus di dunia
adalah ilegal, 64% abortus legal dan hampir 95% abortus ilegal terjadi di negara
berkembang. sekitar 25% kematian ibu di Asia yang disebabkan karena abortus
10
masih tinggi. Abortus yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 11%
kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia 13%). Abortus inkomplit memiliki
kontribusi dalam kematian ibu, abortus inkomplit merupakan komplikasi 10-20%
kehamilan, penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan secara ekspektatif,
medikamentosa dan tindakan bedah dengan kuretase atau aspirasi vakum.
(Kurniaty dkk, 2019)
Akbar A melakukan penelitian metaanalisis dengan mendapatkan 43 artikel
berkaitan faktor kejadian abortus mulai tahun 2010-2019 yang berasal dari 22
provinsi di Indonesia dan melibatkan total sampel sebanyak 5707. Hasl analisis
yang didapatkan adalah delapan faktor penyebab tertinggi abortus di Indonesia,
yaitu : usia ibu saat hamil (27 simpulan), paritas (21 simpulan), riwayat abortus (10
simpulan), jarak kehamilan (9 simpulan), usia kehamilan (7 simpulan), tingkat
pendidikan (6 simpulan) dan pekerjaan (6 simpulan), serta anemia (5 simpulan).
Dengan ini disimpulkan pada penelitian ini bahwa usia dan paritas merupakan
faktor penyebab abortus yang utama di Indonesia (Akbar, 2019). Usia yang aman
untuk kehamilan ialah 20 sampai 35 tahun. Hal ini disebabkan pada usia di bawah
20 tahun kondisi organ reproduksi ibu seperti otot-otot rahim belum cukup baik,
kekuatan dan kontraksinya serta sistem hormon yang belum terkoordinasi dengan
baik. Selain itu kondisi psikologis ibu dianggap masih labil, rasa tidak siap dalam
menghadapi kehamilan, dan perasaan tertekan pada kasus kehamilan yang tidak
diinginkan. Ketakutan mendapat cercaan dari keluarga, teman, dan lingkungan
masyarakat juga akan memicu terjadinya stres pada ibu yang membuat hormon di
dalam tubuh menjadi tidak stabil. Pada usia 35 tahun lebih, fungsi organ
reproduksi ibu dan kondisi psikologis dianggap telah mengalami
kemunduran.6,9,10 Di atas usia 35 tahun biasanya juga dikaitkan dengan mulai
munculnya penyakit yang menjadi penyulit pada kehamilan seperti hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit kronis lainnya yang meningkatkan risiko abortus
spontan, pemisahan prematur plasenta, restriksi pertumbuhan intrauterina,
makrosomia, dan bayi lahir mati pada gravida lebih tua. Selain itu dalam suatu
penelitian diungkapkan bahwa insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia ibu, risiko ibu terkena aneuploidi 1:80, dan usia diatas 35
tahun. (Akbar, 2019)
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu baik dalam keadaan hidup
maupun meninggal. Hasil penelitian ini menunjukkan paritas menempati posisi
11
tertinggi kedua sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus.
Paritas yang memiliki resiko ialah paritas 1 dan paritas lebih dari 4, atau primipara,
multipara, dan grande multipara. (Akbar, 2019)
Abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
sering dikaitkan dengan angka kematian ibu dalam bentuk perdarahan (30%).
Jenis abortus yang paling sering terjadi adalah abortus inkompletus. Bila kejadian
abortus inkompletus terjadi, maka harus segera ditangani karena biasanya akan
menimbulkan perdarahan yang banyak dan menyebabkan kematian. (Halim,
2016)
Menurut penelitian Panjaitan di RS Martha Friska Medan (2011), terdapat
kejadian abortus inkompletus sebanyak 105 kasus dari total 175 kasus abortus.
Menurut data RSUD Labuang Baji Makassar (2012), kejadian abortus inkompletus
sebanyak 200 kasus dari total 270 kasus abortus. (Halim, 2016).
Data yang dapatkan dari studi pendahuluan pada penelitian oleh Desi di
ruang Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
menunjukkan kejadian abortus pada tahun 2013 berjumlah 125 kasus terdiri dari
abortus inkomplit 111 orang, abortus medik 1 orang, abortus lainnya 13 orang
(Data tahun 2013). (Setia, 2016)
2.3 FAKTOR RISIKO
1. Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan
karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat
ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi
kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa
abortus euploidi (Williams, 2003).
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari
12
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama
(Williams, 2003).
b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus (Williams, 2003; Campbell & Monga, 2000).
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur (Williams, 2003; Campbell & Monga, 2000). Diabetes
maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor
predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti
lainnya (Williams, 2003).
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus, dan defisiensi progesteron (Williams, 2003; Campbell & Monga,
2000). Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat
dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan
dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan
mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
berperan dalam peristiwa kematiannya (Williams, 2003).
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrien yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan.
13
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi
anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis,
abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa gamet yang
bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat
menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang
juga selaras dengan hasil observasi tersebut (Williams, 2003; Griebel et all,
2005; Campbell & Monga, 2000).
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut
dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus.
Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat
diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis
dapat menambah besar kemungkinan abortus.
14
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat
terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol
(DES) (Williams, 2003; Griebel et all, 2005). Cacat uterus akuisita yang
berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai
dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada
ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma
dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis
lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek
pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan
jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan
berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Asherman) paling sering terjadi
akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed
abortion atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut
disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya
keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini
terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung
implatansi hasil pembuahan.
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya
terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah
membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan
balloning membran plasenta ke dalam vagina.
2. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses
timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat
menimbulkan zigot yang mengandungt bahan kromosom terlalu sedikit atau
terlalu banyak, sehingga terjadi abortus (Williams, 2003; Griebel et all, 2005).
15
Faktor fetal
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada
hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan
janin antara lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan
pengaruh dari luar. Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada abortus spotan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan kromosom seks. Lingkungan yang kurang sempurna terjadi
bila lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna
sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik
(Williams, 2003; Griebel et all, 2005).
Faktor plasenta
Faktor plasenta seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak
kehamilan muda misalnya karena hipertensi yang menahun (Williams, 2003;
Griebel et all, 2005).
2.4 ETIOLOGI
16
2.5 Klasifikasi
1. Tujuan
17
tertinggal dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan
pendarahan berupa darah segar mengalir terutama pada trimester
pertama dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
18
3. Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia
kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus trimester
satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita
ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan uterus, dan
abortus trimester tiga (Norwitz, et all, 2008).
2.6 PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua
yang menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus
dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas
dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi
dan mengeluarkan isinya.
19
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses
terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa
waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah
janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap (Cunningham F,
Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. 2014 )
2.8 DIAGNOSIS
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada
pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya
perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
20
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama,
ekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat
perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan
ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan,
darah yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang
banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam
waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.
21
3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal
dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan
berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi
terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi
(diameter minimal 25 mm) dengan USG.
22
2.9 PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu
dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di karum uteri tampak massa
hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan ( Sarwono, 2010).
23
Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan
antibiotika (Sarwono, 2010).
Janin dan plasenta dapat tetap berada di dalam rahim atau sebagian keluar
melalui ostium yang melebar. Aborsi tidak lengkap mungkin memerlukan atau
mungkin tidak memerlukan dilatasi serviks tambahan sebelum kuretase. Dalam
banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal hanya terletak longgar di kanal
serviks, memungkinkan ekstraksi yang mudah dari os eksternal yang terbuka
dengan forsep cincin. Kuretase hisap, secara efektif dapat mengevakuasi uterus
(William obstetric).
2.10 PROGNOSIS
Perdarahan akibat aborsi inkomplit pada kehamilan yang lebih lanjut,
meskipun jarang terjadi namun dapat berakibat fatal, terkadang parah. Oleh
karena itu, pada wanita dengan kehamilan lebih lanjut atau dengan perdarahan
hebat, evakuasi harus segera dilakukan. Demam tidak menghalangi dilakukannya
kuretase setelah antimikroba yang tepat telah diberikan. (William obstetric).
Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik terhadap ibu.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill
Companies, 2003 : p. 45 – 55
Akbar, A., 2019. Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019: Studi
Meta Analisis. Jurnal Biomedik (JBM), 11(3), pp.182-191.
Brenner, B., 2004. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb. Res. 114, 409–414.
Corton, M., Leveno, K., Bloom, S., Hauth, J., Rouse, D. and Spong, C.,
2010. Williams Obstetrics: 23Rd Edition. 23rd ed. McGraw-Hill's
AccessMedicine, p.216.
Dolitzky, M., Inbal, A., Segal, Y., Weiss, A., Brenner, B., Carp, H., 2006. A
randomized study of thromboprophylaxis in women with unexplained consecutive
recurrent miscarriages. Fertil. Steril. 86, 362–366.
Evans & Arthur T. Manual of Obstetric 7th. Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family
Physician. October 012005;72;1.
25
Availableat:<http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/61123?
show=fulL> [Accessed 10 August 2020].
Kurniaty, Dasuki, D. dan Wahab, A., 2019. Penanganan kasus abortus inkomplit
pada puskesmas PONED di Kabupaten Sumbawa Barat. Berita Kedokteran
Masyarakat (BKM Journal of Community Medicine and Public Health), 35(1),
pp.17-22.
Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga; Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F.,
2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta : EGC
26
27
28