Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

INFEKSI CYTOMEGALOVIRUS PADA IBU HAMIL DENGAN KELAINAN


KONGENITAL PADA JANIN DAN POLIHIDRAMNION

Dokter Pembimbing:
dr. H. Awie Darwizar, Sp. OG., D. MAS., MMRS.

Disusun Oleh:
Syarifah Alawiyah
2018730142

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG KABUPATEN CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Rabbil`alamin, segala puji bagi Allah SWT, dengan Rahmat, Anugerah, dan
Hidayah-Nya telah memberikan saya ilmu dan kesempatan untuk menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Infeksi Cytomegalovirus Pada Ibu Hamil Dengan Kelainan Kongenital
Pada Janin Dan Polihidramnion” pada stase OBGYN. Laporan kasus ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang, Cianjur.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. H. Awie Darwizar,
Sp. OG., D. MAS., MMRS. sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan kasus ini masih jauh dari
sempurna, maka penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun. Penulis berharap
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Cianjur, 29 Agustus 2022

Syarifah Alawiyah

i
Universitas Muhammadiyah Jakarta
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB 1 STATUS PASIEN ........................................................................................................ 3

BAB II DAFTAR MASALAH ................................................................................................ 20

BAB III ANALISIS KASUS .................................................................................................... 21

BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 42

ii
Universitas Muhammadiyah Jakarta
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. A
No. CM : 00****58
Tanggal Lahir : 12/07/1998
Usia : 24 thn
Alamat : Peuteuy Condong RT.02/04, Cibeber, Cianjur
Pendidikan Terakhir : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 23/08/2022 Jam 16.33 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 24/08/2022
Jenis Anamnesis : Autoanamnesis

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Sayang Cianjur dengan keluhan sesak nafas
dan sakit pinggang sejak 2 minggu yang lalu yang dirasakan semakin memberat.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku sedang hamil 8 bulan, datang dengan keluhan sesak nafas dan sakit
pinggang sejak 2 minggu yang lalu yang dirasakan semakin memberat, pasien baru
dapat bernapas dengan baik bila dalam keadaan duduk tegak, pasien merasa perut
semakin hari semakin membesar, pasien mengaku masih merasakan adanya gerakan
janin, mules dan keluar cairan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat KPD sebelumnya, riwayat Hipertensi sebelum kehamilan atau saat kehamilan
sebelumnya, Diabetes Melitus, Epilepsi, Asma, penyakit paru, penyakit jantung
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat keluarga dengan riwayat hipertensi sebelum atau saat hamil, Diabetes
Melitus, Epilepsi, Asma, penyakit paru lain, penyakit jantung.

3
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak sedang mengonsumsi obat apapun, tidak memiliki riwayat pengobatan
dalam jangka waktu panjang, dan pasien mengaku jarang mengonsumsi vitamin yang
diberikan selama masa kehamilan.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan maupun cuaca.
Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan satu anaknya. Pasien merupakan seorang
ibu rumah tangga. Pola makan sehari-hari teratur rata-rata sebanyak 2-3 kali dalam
sehari. Pasien tidak mengonsumsi alkohol, kopi maupun merokok.
Riwayat Pernikahan
Saat ini merupakan pernikahan yang pertama, sudah menikah selama 5 tahun.
Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia 14 tahun
Siklus : Teratur
Durasi : 7 hari
Nyeri haid : Tidak nyeri
Jumlah darah : 2 kali berganti pembalut
Gangguan Haid : Tidak ada gangguan
HPHT : 23 Desember 2021
TP : 30 September 2022
Riwayat ANC
Pasien mengatakan pernah beberapakali ANC, namun lupa tepatnya berapa kali selama
kehamilan di Klinik. Selama ANC, dikatakan tidak ada masalah hingga bulan ke 7,
namun saat memasuki bulan ke 8 pasien mengatakan perutnya semakin membesar dan
terasa sesak, dokter kandungan di Klinik mengatakan terdapat air ketuban yang
banyak.

4
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Riwayat Persalinan
Jenis
Tahun Jenis Penolong Keadaan
Kelamin
Partus Persalinan Penyulit Persalinan BBL anak
Anak

2019 Spontan - Paraji Perempuan 3.700 gr Sehat

2022 Hamil saat ini

Riwayat Kontrasepsi
Pasien sebelumnya menggunakan suntik KB sebagai alat kontrasepsi, sejak November
2021 berganti menggunakan pil KB.

1.3 STATUS GENERALIS


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 103 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,9 °C
SpO2 : 97 % on room air
Status Gizi
TB : 149 cm
BB saat hamil : 54 kg
IMT saat hamil : 24,32 kg/m2 (normal)
Pemeriksaan Fisik Generalis
Kepala : Normochepal, simetris, rambut rontok (-)
Mata : Konjuntiva anemis (-), Sklera ikterik (-), mata
cekung (-/-), pupil bulat isokor, refleks pupil (+/+)
Hidung : Simetris, deformitas (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab
Thoraks : Normochest
Payudara : Simetris

5
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Paru-paru
- Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan,
- Palpasi : Vokal fremitus teraba sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Teraba ictus cordis
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II, regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : Cembung, kencang, bekas luka (-), bekas jahitan (-) di SBR,
striae gravidarum (+), linea nigra (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal 9x/menit
- Palpasi : Nyeri perut bagian bawah (-)
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas Atas : Akral hangat(+/+), Edema(-/-), CRT < 2 detik (+/+)
Ekstremitas Bawah : Akral hangat (+/+), Edema(-/-), CRT < 2 detik(+/+)

1.4 STATUS OBSTETRI


Pemeriksaan Luar
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar, kencang, linea nigra (+)
tanda peradangan (-)
Auskultasi : DJJ= 142 x/menit, Bising usus (+) normal
Palpasi
- Leopold I : TFU: 38 cm, kesan bokong
- Leopold II : Punggung kanan, kiri kesan ekstremitas
- Leopold III : Bagian terbawah janin kepala
- Leopold IV : Konvergen
- His : 1x10’15”
Pemeriksaan Inspekulo : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam : v/v tak, porsio tebal, pembukaan 1 jari

6
Universitas Muhammadiyah Jakarta
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Pada tanggal 23/08/2022 jam 16.56 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hematologi rutin
Haemoglobin 11.1 12 – 16 g/dl
Hematokrit 33.6 37 – 47 %
Eritrosit 3.84 4.2 - 5.4 10^6/µl
Leukosit 11.5 4.8 - 10.8 10^3/µl
Trombosit 516 150 – 450 10^3/µl
MCV 87.7 80 – 94 fL
MCH 29.0 27 – 31 pg
MCHC 33.1 33 – 37 %
RDW-SD 47.1 37 – 54 fL
PDW 15.6 9 – 14 fL
MPV 8.2 8 – 12 fL

Differential
Limfosit % 18.5 26 – 36 %
Monosit % 4.1 4-8 %
Neutrofil % 74.9 40 - 70 %
Eosinofil % 1.9 1-3 %
Basofil % 0.6 <1 %

Absolut
Limfosit 2.12 1.00 - 1.43 10^3/µl
Monosit 0.46 0.16 - 1.0 10^3/µl
Neutrofil 8.59 1.8 - 7.6 10^3/µl
Eosinofil 0.23 0.02 - 0.50 10^3/µl
Basofil 0.07 0 - 0.1 10^3/µl

7
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pada tanggal 24/08/2022 jam 15.29 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
IMUNOSEROLOGI
VDRL Non reactive Non reactive

Pemeriksaan Laboratorium Pada tanggal 31/08/2022 jam 11.25 WIB


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hematologi rutin
Haemoglobin 11.3 12 – 16 g/dl
Hematokrit 33.9 37 – 47 %
Eritrosit 3.97 4.2 - 5.4 10^6/µl
Leukosit 11.9 4.8 - 10.8 10^3/µl
Trombosit 557 150 – 450 10^3/µl
MCV 85.3 80 – 94 fL
MCH 28.4 27 – 31 pg
MCHC 33.2 33 – 37 %
RDW-SD 41.1 37 – 54 fL
RDW-CV 12.8 10-15 %
PDW 15.7 9 – 14 fL
MPV 8.5 8 – 12 fL

Differential
Limfosit % 21.3 26 – 36 %
Monosit % 4.3 4-8 %
Neutrofil % 71.0 40 - 70 %
Eosinofil % 3.3 1-3 %
Basofil % 0.1 <1 %

NRBC% 0.0 0.0-2.0 %

Absolut
Limfosit 2.53 1.00 - 1.43 10^3/µl
Monosit 0.52 0.16 - 1.0 10^3/µl

8
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Neutrofil 8.42 1.8 - 7.6 10^3/µl
Eosinofil 0.39 0.02 - 0.50 10^3/µl
Basofil 0.02 0 - 0.1 10^3/µl
Fungsi Hati
AST (SGOT) 29 15-37 U/L
ALT (SGPT) 49 14-59 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 9.1 15-38.5 mg/dL
Kreatinin 0.6 0.55-1.02 mg/dL

Pada tanggal 31/08/2022 jam 14.25 WIB (pemeriksaan dirujuk ke


Laboratorium RSHS)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
IMUNOSEROLOGI
Anti CMV IgG 114.1 Reaktif <6.0 = Non MRR
reaktif; ≥6.0 =
reaktif
Anti CMV IgM 0.1 Non reactive <0.85 = Non MRR
reactive; 0.85-
0.99 =
Grayzone; ≥1.00
= reaktif

Pemeriksaan Laboratorium Pada tanggal 06/09/2022 jam 08.41 WIB


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hematologi rutin
Haemoglobin 10.0 12 – 16 g/dl
Hematokrit 30.9 37 – 47 %
Eritrosit 3.52 4.2 - 5.4 10^6/µl
Leukosit 11.9 4.8 - 10.8 10^3/µl
Trombosit 421 150 – 450 10^3/µl
MCV 87.8 80 – 94 fL

9
Universitas Muhammadiyah Jakarta
MCH 28.6 27 – 31 pg
MCHC 32.5 33 – 37 %
RDW-SD 48.9 37 – 54 fL
PDW 15.8 9 – 14 fL
MPV 8.4 8 – 12 fL

Differential
Limfosit % 18.6 26 – 36 %
Monosit % 2.8 4-8 %
Neutrofil % 75.0 40 - 70 %
Eosinofil % 3.4 1-3 %
Basofil % 0.2 <1 %

Absolut
Limfosit 2.22 1.00 - 1.43 10^3/µl
Monosit 0.33 0.16 - 1.0 10^3/µl
Neutrofil 8.94 1.8 - 7.6 10^3/µl
Eosinofil 0.41 0.02 - 0.50 10^3/µl
Basofil 0.03 0 - 0.1 10^3/µl

Pada tanggal 06/09/2022 jam 09.15 WIB


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMOSTASIS
Masa Pendarahan/BT 2’00” 1-3 menit
Masa Pembekuan/CT 4’00” 3-7 menit

10
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2. Pemeriksaan USG pada tanggal 30/08/2022 jam 08.29 WIB
Hasil USG Interpretasi

• BPD 8.68 cm

• GA 35w0d ±22d

• EDD 04-10-2022

• BPD 8.69 cm

• GA 35w1d ±22d

• EDD 03-10-2022

• Single Deepest
Pocket 8.05 cm

• Acites dan
Hepatomegali Pada
Janin

11
Universitas Muhammadiyah Jakarta
1.6 RESUME
Ny. A 24 tahun datang ke IGD Kebidanan RSUD Sayang Cianjur dengan
Polihidraminion. Pasien datang kerena perut terasa semakin membesar dan pasien
merasa sesak serta pasien mengeluhkan pinggang terasa sakit. Pasien masih merasakan
adanya gerakan janin, ini merupakan kehamilan kedua pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, suhu 36.9ºC, RR 18
x/menit, HR 103 x/menit, pemeriksaan obstetrik dan ginekologi didapatkan Leopold 1
TFU 38 cm, kesan bokong, Leopold 2 punggung kanan, kiri kesan ekstremitas, Leopold
3 bagian terbawah janin kepala, Leopold 4 konvergen, v/v tidak ada kelainan, porsio
tebal, His 1x10’15”.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 11.1 g/dL, Leukosit
11.500 /uL, pada HPHT didapatkan janin dengan usia kehamilan 34 minggu dengan
Taksiran Persalinan 30 September 2022.

1.7 DIAGNOSIS
G2P1A0 gravida 34 minggu + Suspek Infeksi Cytomegalovirus + Polihidramnion

Dasar Diagnosis
G2P1A0
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien, pasien mengaku saat ini
merupakan kehamilan kedua dan sudah memiliki 1 anak perempuan berusia 3 tahun.

Gravida 34 minggu
Berdasarkan anamnesis HPHT pasien 23 Desember 2021.

Infeksi Cytomegalovirus
• Cytomegalovirus (CMV) atau dikenal sebagai virus herpes 5 (HHV-5), adalah virus
yang terbungkus DNA untai ganda dan anggota keluarga herpesviridae.
• Cytomegalovirus merupakan penyebab paling umum dari infeksi intrauteri.
• Jika hepatomegali/splenomegali didiagnosis pada janin, masalah pertama yang
harus dipertimbangkan adalah kemungkinan penyebab infeksi.
• Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan USG ditemukan adanya acites dan
hepatomegali pada janin yang mengarah pada Infeksi Cytomegalovirus.

12
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Polihidramnion
• Hidramnion dapat dikategorikan ringan jika AFI adalah 25 hingga 29,9 cm; sedang
jika 30 hingga 34,9 cm; dan berat jika ≥35 cm.
• Dengan menggunakan single deepest pocket, hidramnion ringan didefinisikan
sebagai 8 hingga 9,9 cm, sedang 10 hingga 11,9 cm, dan hidramnion berat ≥12 cm.
• Pada pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil USG pada tanggal 30/08/2022
jam 08.18 WIB dengan Single Deepest Pocket 8.05 cm.

1.8 RENCANA TINDAKAN


• Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, TFU, DJJ, dan His
• Pemasangan infus RL
• Dexamethasone IV 2x1 ampul
• Nifedipine PO 3x2 tab
• Rencana USG dr. Sp.OG

1.9 WAKTU PERSALINAN


Tanggal : 06 September 2022
Waktu : 19.30 WIB
Jenis Persalinan : Pervaginam
BB : 2.287 gram
PB : 49 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keterangan : IUFD

1.10 FOLLOW UP
Bangsal Delima RSUD Sayang Cianjur
Tanggal S O A P
23/08/2022 Mules (+), KU : Baik G2P1A0 gravida • Observasi KU,
16.11 WIB gerakan Kes : CM 34 minggu TTV, His, DJJ
janin (+) TD : 120/70 mmHg dengan • Infus RL
HR : 80 x/menit polihidramnion + • Konsul dr. Awie,
RR : 21 x/menit observasi suspek Sp.OG (rencana
T : 36ºC ascites ec USG,

13
Universitas Muhammadiyah Jakarta
TFU : 38 cm congenital Dexamethasone
DJJ : 142 x/menit anomaly + 2x1 IV,
His : 1x10’15” prematur Nifedipine 3x2
PD : v/v tak, po kontraksi tab)
tebal, Ø 1 jari, ket
(+)
24/08/2022 Mules KU : Baik G2P1A0 gravida • Lanjut
09.00 WIB berkurang, Kes : CM 34 minggu + Dexamethasone
gerakan TD : 110/70 mmHg suspek infeksi s/d 4x
janin (+) HR : 80 x/menit virus (CMV) + • Serologi IgG &
RR : 20 x/menit polihidramnion IgM untuk
T : 36,6ºC TOXO, CMV
TFU : 38 cm
DJJ : 142 x/menit
His : 1x10’10”
25/08/2022 Mules hilang KU : Baik G2P1A0 gravida Observasi KU, TTV,
05.30 WIB timbul, Kes : CM 34 minggu + DJJ
gerakan TD : 110/60 mmHg suspek infeksi
janin (+) HR : 73 x/menit virus (CMV) +
RR : 20 x/menit polihidramnion
T : 36,5ºC
TFU : 38 cm
DJJ : 146 x/menit
His : 1x10’10”
26/08/2022 Gerakan KU : Baik G2P1A0 gravida • Nifedipine 3x2 tab
05.30 WIB janin Kes : CM 34 minggu + • Edukasi Obat
dirasakan TD : 110/60 mmHg suspek infeksi • Boleh pulang
HR : 79 x/menit virus (CMV) +
RR : 20 x/menit polihidramnion
T : 36,8ºC
TFU : 42 cm
DJJ : 122 x/menit

14
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Poliklinik RSUD Sayang Cianjur
Tanggal S O A P
30/08/2022 Kontrol KU : Baik G2P1A0 gravida Pemeriksaan IgG
10.00 WIB kehamilan Kes : CM 35-36 minggu + dan IgM CMV
G2P1A0 TD : 80/50 mmHg Polihidramnion +
gravida 35- HR : 95 x/menit Infeksi
36 minggu, RR : 18 x/menit Cytomegalovirus
sesak (+), T : 36.8ºC
sakit SpO2 : 97% on
pinggang room air
(+), gerakan BU : (+) normal
janin (-), TFU : 45 cm
post rawat DJJ : terdeteksi
inap lemah
23/08/2022. L1 : kesan bokong
L2 : PUKA
L3 : kepala
L4 : Konvergen

IGD Kebidanan RSUD Sayang Cianjur


Tanggal S O A P
06/09/2022 Mules (-), KU : Baik G2P1A0 partus • Informed concent
08.15 WIB keluar air(-), Kes : CM 37-38 minggu • Terpasang infus
gerakan TD : 110/80 mmHg kala I fase laten RL
janin (-) HR : 90 x/menit dengan IUFD + • Cek Analyzer BT
tidak RR : 20 x/menit Polihidramnion + CT
dirasakan T : 36.5 ºC Infeksi • Observasi KU,
sejak 1 TFU : 39 cm Cytomegalovirus TTV, His, Ø
minggu yang DJJ: tidak terdeteksi • Lapor dr. Awie,
lalu His : - Sp. OG
PD : v/v tak, po (terminasi,
tebal, Ø 2 jari, ket misoprostol ¼ tab
(+) presentase /PF, drip oksitosin

15
Universitas Muhammadiyah Jakarta
kepala hodge 1 5 IU, amniotomi
L1 : kesan bokong pakai APD)
L2 : PUKA
L3 : kepala
L4 : Konvergen

VK RSUD Sayang Cianjur


Tanggal S O A P
06/09/2022 Mules (+), KU : Baik G2P1A0 partus • Observasi KU,
12.00 WIB gerakan Kes : CM 37-38 minggu TTV, His, Ø
janin (-). TD : 110/80 mmHg kala I fase laten • RL drip oksitosin
HR : 90 x/menit dengan IUFD + 5 IU
RR : 20 x/menit Polihidramnion +
T : 36.5 ºC Infeksi
TFU : 39 cm Cytomegalovirus
DJJ: tidak terdeteksi
His : -
PD : v/v tak, po
tebal, Ø 2 jari, ket
(+) presentase
kepala hodge 1
14.00 WIB • Dilakukan
amniotomi,
ketuban
meconium

Tanggal S B A R
06/09/2022 Ny. Ayi BT Terpasang KU : Baik • Drip naik 20-40
17.20 WIB Sudin infus RL, TD : 120/80 tpm labu ke1
G2P1A0 partus post mmHg • Misoprostol ¼
aterm kala I fase amniotomi DJJ: tidak tab FP ke2
laten dengan terdeteksi
IUFD + His : 2x10’15”

16
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Polihidramnion PD : v/v tak, po
+ Infeksi tebal, Ø 2-3 jari,
Cytomegalovirus ket (-) presentase
kepala hodge 1
17.30 WIB • Drip naik
terpasang labu
ke1
• Misoprostol ¼
tab FP ke2
diberikan

Tanggal S O A P
06/09/2022 Mules KU : Baik G2P1A0 partus • Observasi KU,
19.15 WIB semakin Kes : CM aterm kala II TTV, penurunan
sering TD : 120/80 mmHg dengan IUFD + kepala
dirasakan DJJ: tidak terdeteksi Polihidramnion + • Pimpin mengedan
ibu, ibu PD : pembukaan Infeksi
ingin sudah lengkap, Cytomegalovirus
meneran. ketuban (-),
presentasi kepala,
hodge II, skala nyeri
8-9
Terpasang infus RL
+ oxytocin 5 IU ke1
19.30 WIB • Bayi lahir letak
belakang kepala
• Jenis kelamin laki-
laki
• Berat badan
2.287gram
• Panjang badan 49
cm
• Apgar score 0

17
Universitas Muhammadiyah Jakarta
• Menyuntikkan
oxytocin 10 IU IM
19.35 WIB • Melakukan PTT
• Plasenta lahir
spontan tidak
lengkap
• Melakukan
explorasi kesan
bersih
• Mengobservasi
19.45 WIB kala IV

21.30 WIB Pusing tidak KU : Baik P2A0 partus • Observasi KU,


dirasakan Kes : CM maturus lahir TTV, konut,
TD : 110/70 mmHg spontan letak perdarahan
TFU : 2 jari dibawah belakang kepala • Alih rawat nifas
pusat dengan
Konut baik augmentasi drip
Perdarahan (+) a/i IUFD +
normal Infeksi
Perineum utuh Cytomegalovirus
+ Polihidramnion

22.00 WIB Ibu KU : Baik • Mengedukasi ibu

mengeluh Kes : CM untuk makan dan

mules (+) TD : 110/70 mmHG minum yang

HR : 80 x/menit banyak, serta

RR : 21 x/menit istirahat cukup

T : 36ºC • Latihan mobilisasi

TFU : 2 jari dibawah


pusat

18
Universitas Muhammadiyah Jakarta
FOLLOW UP BAYI
Tanggal S O A P
06/09/2022 Bayi lahir KU : - IUFD Dilakukan
19.30 WIB spontan Kes : - (Intrauterine perawatan
letak HR : - Fetal Death) jenazah
belakang RR : -
kepala dan S:-
sudah tidak SpO2 : -
bernyawa JK : Laki-laki
Antropometri
BB : 2.287 gram
TB : 49 cm
Apgar Score
A:0
P:0
G:0
A:0
R:0

1.11 DIAGNOSIS AKHIR


P2A0 partus maturus lahir spontan letak belakang kepala dengan augmentasi drip a/i
IUFD + Infeksi Cytomegalovirus + Polihidramnion

1.12 PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia

• Quo ad functionam : dubia

• Quo ad sanationam : dubia

19
Universitas Muhammadiyah Jakarta
BAB II
DAFTAR MASALAH

1. TORCH (Toksoplasmosis, Other Disease, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes


Simpleks)

2. Acites dan hepatomegali pada janin

3. Polihidramnion

4. IUFD (Intrauterine Fetal Death)

20
Universitas Muhammadiyah Jakarta
BAB III
ANALISIS KASUS

1. 1. TORCH

1.1.1 Definisi

1. Toxoplasmosis

Toksoplasmosis merupakan infeksi yang diakibatkan oleh sejenis


parasit toksoplasma gondii yang biasa terdapat pada bulu kucing dan
hewan peliharaan rumah lainnya. Makanan yang terkontaminasi kotoran
kucing dan masakan yang kurang matang menyebabkan oosit
toksoplasmosis, akan berkembang menjadi parasit serta dapat
menimbulkan infeksi akut.

Baru-baru ini, prevalensi global infeksi toksoplasma akut pada


wanita hamil diperkirakan sekitar 1,1%. Tingkat prevalensi ini merupakan
infeksi yang signifikan pada wanita hamil, dan menunjukkan bahwa
sejumlah besar bayi baru lahir berisiko tertular toksoplasmosis kongenital
dalam kandungan. Di Indonesia sendiri prevalensi dari Toxoplasma Gondii
berkisar antara 2–63% kasus.

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


protozoa Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii memiliki daur hidup
kompleks dengan tiga bentuk: (1) suatu takizoit, yang menginvasi dan
bereplikasi di dalam sel selama infeksi, (2) suatu bradizoit, yang
membentuk kista di jaringan selama infeksi laten, daft (3) suatu sporozoit,
yang ditemukan dalam ookista yang tahan terhadap pengaruh lingkungan.
Protozoa yang ditemukan di mana-mana ini ditularkan melalui konsumsi
daging mentah atau setengah matang yang telah terinfeksi oleh kista
jaringan atau melalui kontak dengan ookista tinja kucing yang terinfeksi
dalam air, tanah, atau sampah yang tercemar.

2. Other (Sifilis)

Sifilis merupakan infeksi sistemik kronis dan melemahkan yang


disebabkan oleh treponema pallidum spirochete dan ditandai dengan

21
Universitas Muhammadiyah Jakarta
eksaserbasi jarang namun berat dan bervariasi. Sifilis antenatal merupakan
ancaman signifikan terhadap kehamilan dan janin. Treponema pallidum
mudah melintasi plasenta yang mengakibatkan infeksi pada janin.

Penyebab infeksi sifilis pada kehamilan adalah spirokaeta yaitu


trponema pallidum. Organisme tersebut merupakan parasit obligat bagi
manusia. Treponema pallidum berbentuk spiral, gram negatif dengan
panjang antara 6-20 µm dan diameter antara 0,09-0,18 µ. Pada umumnya
dijumpai 16-18 busur, yang terdiri atas membran luar (outer sheath), ruang
periplasma dengan flagel periplasma, dan lapisan peptidoglikan. Masa
inkubasinya sekitar 10-90 hari dan selanjutnya menimbulkan penyakit
sifilis primer.

3. Rubella

Rubella, juga disebut campak Jerman, adalah penyakit masa


kanakkanak yang insidennya telah nyata menurun di Amerika utara sejak
diperkenalkannya vaksin rubella rutin pada anak. Dengan tidak adanya
kehamilan, biasanya secara klinis dimanifestasikan sebagai infeksi ringan
yang sembuh sendiri. Rubella merupakan salah satu infeksi paling
teratogenik yang dikenal dengan sekuele infeksi janin paling buruk selama
fase organogenesis.

Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS (Congenital


Rubella Syndrome) adalah 0,1-0,2/1000 kelahiran hidup. Estimasi tahun
2008 menunjukkan bahwa beban CRS tertinggi adalah di Asia Tenggara
(sekitar 48%) dan Afrika (sekitar 38%). Berdasarkan data dari WHO,
setiap tahun terjadi 236 kasus CRS di negara berkembang dan meningkat
10 kali lipat saat terjadi epidemi. (WHO, 2016) Hasil study cost benefit
analysis yang dilakukan oleh Prof.Soewarta Koesen, Badan Litbangkes
tahun 2015, tentang estimasi cost-effectiveness introduksi vaksin Rubella
(Measles-Rubella/MR vaccine) ke dalam program imunisasi rutin nasional,
diperkirakan insiden CRS per tahun 0,2 /1000 bayi lahir hidup. Pada tahun
2015 terdapat 979 kasus CRS baru (dari 4.89 juta bayi lahir hidup).

Rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA.


Pada pasien tak-hamil, togavirus RNA ini biasanya menyebabkan infeksi

22
Universitas Muhammadiyah Jakarta
ringan. Namun, infeksi pada trimester pertama herperan langsung
menyebabkan abortus dan malformasi kongenital berat. Penularan terjadi
melalui sekresi nasofaring, dan angka penularan adalah 80 persen pada
orang yang rentan. Insiden puncak adalah pada akhir musim dingin dan
semi.

4. Cytomegalovirus

Cytomegalovirus (CMV) atau dikenal sebagai virus herpes 5 (HHV-


5), adalah virus yang terbungkus DNA untai ganda dan anggota keluarga
herpesviridae. Cytomegalovirus merupakan penyebab paling umum dari
infeksi intrauteri, terjadi pada 0,2 % sampai 2,2 % dari semua kelahiran
hidup, dan penyebab umum gangguan pendengaran sensorineural dan
retardasi mental.

Di negara-negara maju sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab


infeksi kongenital yang paling utama dengan angka kejadian 0.3 – 2 dart
kelahiran hidup. Dilaporkan pula bahwa 10 - 15 % bayi lahir yang
terinfeksi secara kongenital adalah simptomatis yakni dengan manifestasi
klinik akibat terserangya susunan saraf pusat dan berbagai organ lainnya
(multiple organ). Hal ini menyebabkan kematian perinatal 20 - 30 % serta
timbulnya cacat neurologik berat lebih dari 90 % pada kelahiran.
Manifestasi klinik dapat berupa hepatosplenomegali, mikrosefali, retardasi
mental, gangguan psikomotor, ikterus, petecbiae, korioretinitis, dan
kalsifikasi serebrall. Sebanyak 10 - 15 % bayi yang terinfeksi bersifat tanpa
gejala (asimptomatis) serta tampak normal pada waktu lahir. Kemungkinan
bayi ini akan memperoleh cacat neurologic seperti retardasi mental atau
gangguan pendengaran dan penglihatan diperkirakan 1 - 2 tahun kemudian.
Dengan alasan ini sebenarnya infeksi CMV adalah penyebab utama
kerusakan sistem susunan saraf pusat pada anak-anak.

Cytomegalovirus atau lebih sering disebut CMV termasuk golongan


virus herpes DNA. Hal ini berdasarkan struktur dan cara virus CMV pada
saat melakukan replikasi. Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang
karakteristik sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak
sebagai gambaran mata burung hantu.

23
Universitas Muhammadiyah Jakarta
5. Herpes Simplex

Herpes simplex merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus


herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.

Infeksi Herpes Simplex virus (HSV) adalah salah satu infeksi


menular seksual yang paling umum di kalangan wanita usia reproduksi.
Diperkirakan mempengaruhi sekitar 2-3% wanita hamil. Penularan
vertikal selama kehamilan jarang terjadi pada kurang dari 1% kasus tetapi
bagi mereka dengan lesi aktif, risiko penularan vertikal intrapartum
tinggi. Herpes simplex atau herpes genitalia adalah infeksi virus herpes
simpleks pada atau disekitar vagina. Terdapat dua jenis virus herpes
simpleks yaitu herpes 1 dan 2.

1.1.2 Infeksi TORCH dalam Kehamilan

1. Manifestasi klinis

a. Toxoplasmosis

Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil.


Akan tetapi umumnya tidak menimbulkan masalah yang berarti. Pada
umumnya, infeksi toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang
spesifik. Walaupun demikian, ada beberapa gejala yang mungkin
ditemukan pada orang yang terinfeksi toxoplasma, gejala-gejala
tersebut adalah :

• Pyrexia of unknow origin (PUO)

• Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash, myalgia


perasaan umum (tidak nyaman atau gelisah)

• Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior

b. Other (Sifilis)

Manifestasi klinis dibagi menjadi primer dan sekunder. Dimana


pada tahap primer ditandai dengan munculnya ulkus tunggal

24
Universitas Muhammadiyah Jakarta
(kankroid). Lesi ini muncul pada genitalia eksterna, vagina atau anus
dan jarang muncul pada rectal dan mukosa oral. Biasanya lesi muncul
dengan limfadenopati pada 50% kasus. Resolusi spontan biasanya
terjadi dalam 3 hingga 6 minggu.

Jika tidak ditangani, infeksi ini dapat menyebabkan infeksi


sekunder yang ditandai dengan manifestasi sistemik yang muncul 2
hingga 6 minggu setelah kankroid sembuh. Gejala yang muncul adalah
ruam kulit, bintik merah atau coklatpada telapak tangan dan kaki,
demam, dan nyeri tenggorokan. Gejala tersebut dapat sembuh secara
spontan tanpa pengobatan atau infeksi dapat berlangsung laten atau
menjadi sifilis tersier jika tidak diobati.

c. Rubella

Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada


orang dewasa, ditandai dengan cacar seperti ruam, demam, nyeri
kepala, nyeri sendi, dan infeksi saluran pernafasan atas.

d. Cytomegalovirus

Infeksi Ibu

Kehamilan tidak meningkatkan risiko atau keparahan infeksi


CMV ibu. Sebagian besar infeksi primer tidak menunjukkan gejala,
tetapi 10 hingga 15 persen orang dewasa yang terinfeksi memiliki
sindrom mirip mononukleosis yang ditandai dengan demam,
faringitis, limfadenopati, dan poliartritis. Wanita
immunocompromised dapat mengembangkan miokarditis,
pneumonitis, hepatitis, retinitis, gastroenteritis, atau
meningoensefalitis. Kebanyakan wanita dengan infeksi primer
mengalami peningkatan kadar aminotransferase serum atau
limfositosis. Penyakit yang diaktifkan kembali biasanya tidak
menunjukkan gejala, meskipun pelepasan virus sering terjadi
(Cunningham FG et al., 2022).

Karena sebagian besar infeksi maternal primer tidak terdeteksi


secara klinis, mereka dideteksi oleh serokonversi IgG. Tingkat

25
Universitas Muhammadiyah Jakarta
serokonversi selama kehamilan bisa mencapai 20 persen. Angka ini
lebih tinggi di daerah dengan seroprevalensi yang lebih besar (Mussi-
Pinhata, 2018). Wanita yang seronegatif sebelum kehamilan dan
kemudian mendapatkan infeksi CMV primer selama kehamilan berada
pada risiko tertinggi memiliki janin yang terinfeksi secara kongenital.
Tingkat penularan vertikal untuk infeksi primer adalah 30 hingga 36
persen pada trimester pertama, 34 hingga 40 persen pada trimester
kedua, dan 40 hingga 72 persen pada trimester ketiga (American
College of Obstetricians and Gynecologists, 2020a; Picone, 2017).
Sekitar 23 persen infeksi CMV kongenital di Amerika Serikat berasal
dari infeksi ibu primer (Wang, 2011).

Sebaliknya, infeksi maternal rekuren atau reaktivasi menginfeksi


janin hanya dalam 0,15 sampai 2 persen kehamilan. Namun, hingga 90
persen neonatus yang terinfeksi kongenital di daerah dengan
prevalensi tinggi lahir dari ibu dengan infeksi berulang (Mussi-
Pinhata, 2018). Diagnosis infeksi CMV ibu berulang atau diaktifkan
kembali tetap menjadi tantangan (Tanimura, 2017).

Infeksi Bawaan

Bayi baru lahir dengan gejala sisa infeksi CMV intrauterin yang
didapat digambarkan memiliki gejala infeksi CMV. Infeksi CMV
kongenital adalah suatu sindrom yang dapat berupa restriksi
pertumbuhan, mikrosefali, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis,
keterlambatan mental dan motorik, defisit sensorineural,
hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik, dan purpura
trombositopenik. Contoh kalsifikasi periventrikular ditunjukkan pada
Gambar 67-1. Dari perkiraan 40.000 neonatus terinfeksi CMV yang
lahir setiap tahun, hanya 5 sampai 10 persen yang menunjukkan
sindrom ini (Fowler, 1992). Dengan demikian, sebagian besar bayi
baru lahir yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, tetapi
beberapa berkembang menjadi gejala sisa dengan onset lambat. Ini
mungkin termasuk gangguan pendengaran, defisit neurologis,
korioretinitis, keterlambatan psikomotor, dan ketidakmampuan
belajar. Infeksi pada kembar dikorionik kemungkinan besar tidak

26
Universitas Muhammadiyah Jakarta
sesuai (Egaña-Ugrinovic, 2016).

e. Herpes simplex tipe 2

Herpes simplex tipe 2 ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada


serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat nyeri
dan diikuti dengan demam, malaise, disuria, dan limfadenopati
inguinal. Infeksi herpes genetalis dapat mengalami kekambuhan dan
beberapa kasus kekambuhan bersifat asimtomatik. Bersifat
simtomatik ataupun asimtomatik, virus yang dikeluarkan dapat
menularkan infeksi pada pasangan seksual seseorang yang telah
terinfeksi.

2. Efek samping

Dampak dari infeksi virus TORCH pada ibu hamil adalah dapat
menyebabkan keguguran, bayi prematur, dan dapat juga menyebabkan
kelainan pada janin yang ada dikandungannya. kelianan yang muncul dapat
bersifat ringan atau berat, kadang-kadang baru timbul gejala setelah
remaja.

3. Komplikasi

a. Toxoplasmosis

Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat


terjadi pada janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir
mati, atau bayi menderita toxoplasma bawaan. Transmisi penyakit ke
janin lebih jarang terjadi pada awal kehamilan, namun infeksi pada
awal kehamilan ini dapat menyebabkan gejala yang lebih parah pada
janin, meskipun ibunya tidak merasakan tanda dan gejala infeksi
toksoplasma. Pada awal kehamilan infeksi toxoplasma dapat
menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara berulang. Namun jika
kandungan dapat dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi
yang lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah :

• Lahir mati (stil birth)

• Hydrocephalus

27
Universitas Muhammadiyah Jakarta
• Microcephali

• Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa

• Anemia

• Perdarahan

• Radang paru-paru

• Penglihatan dan pendengaran kurang

Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan


mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain
itu juga dapat merusak otak janin. Resiko terbentuk dari terjangkitnya
infeksi ini pada janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di
trimester ketiga.

b. Other (Sifilis)

Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah


plasenta utuh, kira-kira usia kehamilan diatas 16 minggu. Oleh karena
itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan setelah
16 minggu, kemungkinan timbulnya sifilis kongenital lebih besar.
Sifilis selama masa kehamilan akan menyebabkan aborsi spontan,
gangguan pendengaran, gangguan neurologis, kelahiran preterm, dan
restriksi pertumbuhan intrauterin. Transmisi selain transplasental
dapat juga terjadi saat kelahiran melalui jalan lahir dengan kontak pada
lesi genital.

c. Rubella

Infeksi terberat terjadi pada trimester pertama dengan lebih dari


85% bayi ikut terinfeksi. Bayi mengalami vireamia, yang menghambat
pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan perkembangan organ.
Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama kehamilan. Oleh karena itu
memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami multiple defek
yang mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telingan dan system
saraf. Abortus spontan mungkin saja terjadi. Ketulian neurosensory
seringkali disebabkan oleh infeksi setehan gestasi 14 minggu dan

28
Universitas Muhammadiyah Jakarta
beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir,
restriksi pertumbuhan intrauterine biasanya disertai hepatitis,
trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti mikrosefali atau
hidrosefali.

d. Cytomegalovirus

Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi


hasil konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada
masa organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan
dan perkembangan aktif (trimester I) dapat terjadi kelainan yang
serius. Juga didapatka bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi
intrauterine dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital
sitomegalovirus dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR,
klasifikasi intracranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris,
sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental,
hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC. Infeksi
pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan
disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan
psikomotor (Jaan and Rajnik, 2022).

e. Herpes simplex tipe 2

Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si


bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi
abortus dan pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur. Bayi
dengan infeksi HSV antenatal mempunyai angka mortalitas ± 60 %
dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf
pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa akhir
kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh
ibu belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah
virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus
sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan
mengakibatkan 30- 57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan
berbagai komplikasinya (mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi
intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis). Sembilan puluh persen

29
Universitas Muhammadiyah Jakarta
infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui
jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu
dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %,
episode I non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.

Pada kasus ini karena berdasarkan pemeriksaan USG mengarah pada Infeksi
Cytomegalovirus dengan ditemukan adanya acites dan hepatomegali pada janin maka
dilakukan skrining dengan menggunakan algoritma diagnosis untuk evaluasi infeksi
cytomegalovirus pada kehamilan, dan didapatkan hasil Anti CMV IgG 114.1 MMR
reaktif (dengan nilai rujukan; <6.0 non reaktif; ≥6.0 reaktif) dan IgM 0.1 MRR non
reaktif yang artinya aviditas tinggi yang menunjukkan terjadi infeksi laten dengan risiko
lebih rendah untuk infeksi kongenital.

30
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Penatalaksanaan wanita hamil imunokompeten dengan CMV primer, reaktivasi,
atau rekuren terbatas pada pengobatan simtomatik. Jika infeksi CMV primer didiagnosis
secara serologis atau jika kelainan sonografi janin menunjukkan adanya infeksi
kongenital, analisis cairan amnion harus ditawarkan (lihat Gambar 67-2). Saat ini, tidak
ada pengobatan kuratif yang tersedia untuk infeksi CMV. Satu kelompok studi
melaporkan bahwa mengobati wanita hamil dengan valasiklovir oral dosis tinggi, 8 g
setiap hari, tampaknya mengurangi hasil yang merugikan untuk 80 persen janin tanpa
gejala sedang dibandingkan dengan kohort historis (Leruez-Ville, 2016b). Kimberlin
dan rekan (2015) sebelumnya menunjukkan bahwa valgansiklovir oral yang diberikan
selama 6 minggu untuk neonatus dengan penyakit sistem saraf pusat (SSP) simtomatik
mencegah kerusakan pendengaran pada 6 bulan dan mungkin kemudian. Dalam
percobaan acak baru-baru ini, globulin hiperimun spesifik CMV yang diberikan kepada
wanita hamil dengan infeksi primer tidak efektif dalam menurunkan tingkat infeksi
CMV perinatal (Hughes, 2021). Persalinan cukup bulan adalah tujuannya, meskipun
konsultasi dengan ahli kedokteran ibu-janin dan neonatologi diperlukan untuk
menentukan apakah persalinan lebih awal diindikasikan (Cunningham FG et al., 2022).

31
Universitas Muhammadiyah Jakarta
1. 2. Acites dan Hepatomegali Pada Janin

Hepatomegali didefinisikan sebagai peningkatan volume hati. Demikian pula,


splenomegali mengacu pada peningkatan volume limpa. Etiologi hepatomegali terdiri
dari spektrum penyebab yang luas. Infeksi janin intrauterin adalah salah satu penyebab
paling umum dari hepatomegali. Infeksi CMV, bila parah, biasanya berhubungan
dengan hepatosplenomegali. Infeksi CMV, bila parah, biasanya dikaitkan dengan
splenomegali, serta hepatomegali dan asites.

Diagnosa USG, jika pembesaran limpa dan/atau hati parah, diagnosis kondisi ini
sangat mudah, dua organ menempati sebagian besar perut. Pengenalan hepatomegali dan
splenomegali dibuat lebih sederhana jika asites, yang bertindak sebagai media kontras
intra-abdominal, terkait (Gambar 7.16). Jika hepatomegali sangat menonjol, penonjolan
hati mendorong dinding anterior abdomen, menyebabkan penurunan pada thoraco-
abdominal junction, mirip dengan apa yang terjadi pada kasus hipoplasia toraks berat,
meskipun dalam kasus ini perut yang membesar daripada toraks yang adalah hipoplastik
(Gambar 7.16). Harus digarisbawahi bahwa, terutama dalam kasus infeksi CMV,
keterlibatan limpa lebih dominan (Gambar 7.18)

32
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jika hepatomegali/splenomegali didiagnosis pada janin, masalah pertama yang
harus dipertimbangkan adalah kemungkinan penyebab infeksi. Oleh karena itu, hati-hati
wawancara dengan ibu dengan tujuan untuk mengungkapkan kemungkinan episode
infeksi, yang dalam banyak kasus juga merupakan kejadian sederhana seperti flu, harus
dilakukan. Bukti serologis ibu dari CMV baru-baru ini atau infeksi hepatotropik lainnya
harus dicari. Selain itu, pemeriksaan ultrasonografi menyeluruh untuk mencari tanda-
tanda tambahan infeksi janin (kalsifikasi serebral, hidrosefalus, asites, dan kardiomegali
(miokarditis)) harus dilakukan oleh seorang ahli.

33
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Indikator prognostik, prognosis akhir terutama tergantung pada penyebab
hepatomegali/splenomegali. Jika ada tanda-tanda lain dari infeksi janin yang parah,
seperti kalsifikasi serebral atau asites, maka ini sangat menunjukkan prognosis yang
buruk. Prognosis hepatomegali/splenomegali juga tergantung pada penyebabnya.
Kematian perinatal dini juga dapat terjadi pada infeksi CMV yang parah. Hepatomegali/
pertimbangkan kemungkinan penyebab infeksi (Dario Paladini, 2007).

1. 3. Polihidramnion

Polihidramnion didefinisikan volume cairan amnion yang meningkat secara tidak


normal memperumit 1 hingga 2 persen kehamilan tunggal. Hidramnion dapat
dikategorikan ringan jika AFI adalah 25 hingga 29,9 cm; sedang, jika 30 hingga 34,9
cm; dan berat, jika ≥35 cm. Dengan menggunakan single deepest pocket, seperti yang
dilakukan pada kehamilan multifetal, hidramnion ringan didefinisikan sebagai 8 hingga
9,9 cm, sedang 10 hingga 11,9 cm, dan hidramnion berat ≥12 cm (Gbr. 14-8).
Hidramnion ringan menyumbang sekitar dua pertiga kasus dan sering idiopatik dan
ringan. Sebagai perbandingan, hidramnion berat jauh lebih mungkin memiliki etiologi
yang mendasari dan memiliki konsekuensi bagi kehamilan (Cunningham FG et al., 2022).

Polihidramnion didefinisikan sebagai SDP ≥ 8 atau AFI ≥ 97,5 persentil (AFI>25)


untuk GA. AFI polihidramnion ringan ≥ 25 hingga 30, AFI sedang 30,1 hingga 35, AFI
polihidramnion berat ≥ 35,1. Polihidramnion berat juga dapat didefinisikan sebagai SDP
≥ 12 (Vincenzo Berghella, 2017).

34
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Penyebab yang mendasari hidramnion termasuk kelainan struktur janin atau
sindrom genetik pada sekitar 15 persen dan diabetes pada 15 hingga 20 persen (Tabel
14-9). Anomali yang dipilih dan mekanisme yang mungkin menyebabkan hidramnion
ditunjukkan pada Tabel 14-10. Infeksi kongenital, alloimunisasi sel darah merah, dan
korioangioma plasenta merupakan penyebab yang lebih jarang. Hidramnion juga dapat
mempersulit infeksi sifilis dan sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan parvovirus.
Hidramnion sering terlihat pada hidrops fetalis. Patofisiologi yang mendasari dalam
kasus tersebut sering terkait dengan keadaan curah jantung yang tinggi, dan anemia janin
yang parah merupakan contoh klasik. Pemeriksaan ultrasonografi rinci diindikasikan
setiap kali hidramnion diidentifikasi. Jika kelainan janin diidentifikasi pada saat itu
risiko aneuploidi meningkat secara signifikan.

35
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Hidramnion berat kadang-kadang menyebabkan persalinan prematur dini atau
gangguan pernapasan ibu. Dalam kasus seperti itu, amniosentesis volume besar—
disebut amnioreduksi—mungkin diperlukan. Teknik ini mirip dengan amniosentesis
genetik tetapi umumnya dilakukan dengan jarum ukuran 18 atau 20. Cairan
dikumpulkan baik dalam botol wadah vakum atau jarum suntik yang lebih besar. Sekitar
1000 hingga 2000 mL cairan dikeluarkan secara perlahan selama 20 hingga 30 menit,
tergantung pada tingkat keparahan hidramnion dan usia kehamilan. Tujuannya adalah
untuk mengembalikan volume cairan amnion ke kisaran normal atas. Prosedur
amnioreduksi berikutnya mungkin diperlukan sesering mingguan atau setengah

36
Universitas Muhammadiyah Jakarta
mingguan. Prosedur amnioreduksi awal dilakukan pada usia kehamilan 31 minggu, dan
usia kehamilan rata-rata saat melahirkan adalah 36 minggu.
Janin yang lebih besar memiliki keluaran urin yang lebih tinggi, berdasarkan
peningkatan volume distribusinya, dan urin janin adalah penyumbang terbesar volume
cairan amnion. Angka kelahiran sesar juga lebih tinggi pada kehamilan dengan
hidramnion idiopatik, dan angka yang dilaporkan berkisar antara 35 hingga 55 persen
(Dorleijn, 2009; Khan, 2017; Odibo, 2016).
Pertanyaan yang belum terjawab adalah apakah hidramnion saja meningkatkan
risiko kematian perinatal (Khan, 2017; Pilliod, 2015; Wiegand, 2016). Menggunakan
data akta kelahiran dari California, Pilliod dan rekan (2015) melaporkan bahwa pada
usia kehamilan 37 minggu, risiko lahir mati tujuh kali lipat lebih tinggi pada kehamilan
dengan hidramnion. Risiko tampaknya diperparah ketika pembatasan pertumbuhan janin
adalah komorbiditas dengan hidramnion (Erez, 2005).
Pengelolaan :

• GA <23 minggu: pertimbangkan amniosentesis.

• GA 23 hingga 38 6/7 minggu:

o AFI <30 cm: AFI/SDP setiap dua hingga tiga minggu.

o AFI ≥30 cm: AFI/SDP dan evaluasi untuk menyingkirkan hidrops janin setiap
minggu. Pertimbangkan NST mingguan atau BPP. Pertimbangkan
amniosentesis.

o AFI ≥35 cm, SDP ≥12, dan/atau gejala ibu: sesuai dengan polihidramnion
berat, plus pertimbangkan opsi berikut:

▪ Amnioreduksi: tujuan untuk menormalkan AFV; Tingkat komplikasi


1,5%, seperti PPROM, korioamnionitis, solusio, pelepasan membran.
Terkait dengan PTL/PPROM, dan juga abruptio jika >2 L diambil
sekaligus.

▪ Terapi NSAID.

• Indometasin: 75 hingga 200 mg/hari (25–50 mg po q6-8h).


Mekanisme kerja: menurunkan produksi urin janin dengan
meningkatkan resorpsi air dan natrium tubulus proksimal. Efek
samping: Oligohidramnion dan penutupan duktus. Obati hanya

37
Universitas Muhammadiyah Jakarta
selama 48 jam dan <32 minggu untuk
menghindari/meminimalkan efek samping.

• Sulindac: 200 mg setiap 12 jam. Mekanisme aksi dan efek


sampingnya sama dengan indometasin.

▪ Untuk hidramnion idiopatik, pertimbangkan pemeriksaan antenatal


yang dimulai saat diagnosis atau 28 minggu.

• GA ≥39 minggu: induksi/pelahiran untuk ketidaknyamanan ibu pada polihidramnion


berat. Persalinan sesar hanya untuk indikasi obstetri. Induksi dan pengiriman untuk
polihidramnion idiopatik.

Pada kasus ini didapatkan hasil USG pada tanggal 30/08/2022 jam 08.18 WIB
dengan Single Deepest Pocket 8.05 cm, sesuai dengan teori yang digunakan pasien
termasuk kategori polihidramnion ringan.

1. 4. Intrauterine Fetal Death (IUFD)

Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists


yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan
500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin atau infeksi.

Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan
patologik plasenta.

• Faktor maternal antara lain adalah post term (> 42 minggu), diabetes mellitus tidak
terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, ruptur uteri, penyakit rhesus, hipotensi akut ibu,
antifosfolipid sindrom, kematian ibu.

• Faktor fetal antara lain hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan
kongenital, kelainan genetik, infeksi.

• Faktor plasental antara lain kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah
dini, vasa previa.

• Faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu > 40
tahun, ibu infertil, hemokonsentrasi ibu, riwayat bayi dengan BBLR, infeksi ibu,

38
Universitas Muhammadiyah Jakarta
obesitas, ayah berusia lanjut.

Kelangsungan hidup janin dalam kandungan tergantung pada beberapa faktor.


Faktor-faktor ini dapat terbagi menjadi kesejahteraan orang tua di lingkungannya, fungsi
unit uteroplasenta, kondisi lingkungan tempat janin hidup, dan tidak adanya faktor janin
yang mematikan. Faktor tersebut dapat memengaruhi fungsi faktor pendukung
kehidupan dan menyebabkan kematian janin. Kemampuan untuk mempertahankan dan
mendukung kehamilan tergantung pada beberapa adaptasi fisiologis, hormonal, dan
anatomis.

Integritas uteroplasenta dapat terganggu oleh struktur, fungsi atau anomali genetik
atau gangguan seperti perdarahan atau infeksi. Pada plasenta umumnya ditemukan
insersi tali pusat tunggal, insersi tali pusat velamentous, insersi tali pusat furcate,
imaturitas vili terminal, hipoplasia vili terminal, korioamnionitis akut membran plasenta,
rasio berat plasenta dengan berat lahir, trombosis intraparenkim, hematoma
retroplasenta, dan sebagainya.

Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin berkurang. Pada pemeriksaan


fisik tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan ultrasound dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin. Pada
anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin tidak ada, yang
terlihat pada tinggi fundus uteri menurun, berat badan ibu menurun, dan lingkaran perut
ibu menurun.

Dengan fetoskopi dan doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.
Degan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG, tampak gambaran janin tanpa tanda
kehidupan. Dengan foto radiologi setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, tulang
kepala saling tumpang tindih (tanda spalding), tulang belakang hiperrefleksi, edema
sekitar tulang kepala, tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila
waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah
dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.
Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan
untuk segera diintervensi. Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen

39
Universitas Muhammadiyah Jakarta
menurun dengan kecenderungan terjadi koagulopati. Masalah menjadi rumit bila
kematian janin terjadi pada salah satu dari bayi kembar. Bila diagnosis kematian janin
telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah
perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga
tentang penyebab kematian janin, rencana tindakan, dukungan mental emosional pada
penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir secara spontan setelah 2 minggu,


umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi
persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak
lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada
induksi dengan uterus pasca seksio sesarea maupun miomektomi, bahaya terjadinya
ruptur uteri. Pada kematian janin 24 – 28 minggu dapat digunakan misoprostol secara
vaginal (50 – 100 μg tiap 4 – 6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28
minggu dosis misoprostol 25 μg pervaginam/6 jam.

Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama
keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu
mengungkap penyebab kematian janin.

Pada kasus ini, janin dikatakan IUFD karena pada saat pemeriksaan di Poliklinik
30/08/2022 DJJ terdeteksi lemah, gerakan janin sudah tidak dirasakan ibu, dan TFU 45
cm. Lalu pada saat pasien datang ke IGD Kebidanan pada 06/09/2022 DJJ tidak
terdeteksi, His (-), dan TFU 39 cm (terdapat penurunan TFU sebanyak 6 cm dalam 1
minggu).

40
Universitas Muhammadiyah Jakarta
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien dalam kasus ini memiliki kondisi kehamilan Polihidramnion dengan Infeksi
Cytomegalovirus. Dengan meningkatnya jumlah cairan amnion yang ditandai dengan
peningkatan ukuran TFU, observasi DJJ, dan menilai gerakan pada janin yang dilakukan
secara berkala. Kemungkianan terjadinya komplikasi gawat janin pada pasien sangat
tinggi. Karena kemungkinan tersebut angka keselamatan janin pada usia gestasi dengan
kondisi yang ada sangatlah kecil, keputusan untuk dilakukannya terminasi segera
dilakukan. Kondisi ibu membaik pasca persalinan pervaginam, dengan keadaan umum
baik dan tekanan darah berada pada kisaran 110/70 mmHg. Sedangkan kondisi bayi
setelah dilahirkan spontan dengan IUFD sudah tidak bernyawa.

41
Universitas Muhammadiyah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Leveno KJ, Jodi S. Dashe, Barbara L Hoffman, Spong YC, Brian M. Casey,
2022. Williams Obstetrics 26 Edition 26: Obstetrical Imaging. pg 668 – 673.

Cunningham FG, Leveno KJ, Jodi S. Dashe, Barbara L Hoffman, Spong YC, Brian M. Casey,
2022. Williams Obstetrics 26 Edition 26: Infection didease. pg 3080 – 3085.

Dario Paladini, P.V., 2007. Ultrasound of Congenital Fetal Anomalies Differential Diagnosis
and Prognostic Indicators. pg 222-224.

Jaan, A., Rajnik, M., 2022. TORCH Complex. PMID : 32809363.

Vincenzo Berghella, 2017. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines: Cytomegalovirus.


Informa Healthcare. pg 436-441.

Vincenzo Berghella, 2017. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. Informa Healthcare. Pg


516-520.

42
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai