Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

PREEKLAMSIA BERAT

Disusun Oleh:

dr. Desi Kurnia

Pendamping:

dr. Ismet Ismail Suni

Pembimbing:

dr. Triana Indrijanie Sp.OG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJALAYA

KABUPATEN BANDUNG

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

2022
i
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..1

BAB II IDENTITAS PASIEN ............................................................................... 2


2.1 Identitas Pasien................................................................................................... 2
2.2 Anamnesis .......................................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 5
2.5 Resume ............................................................................................................... 6
2.6 Diagnosis Kerja .................................................................................................. 6
2.7 Tatalaksana......................................................................................................... 6
2.8 Prognosis ............................................................................................................ 6
2.9 Follow Up .......................................................................................................... 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
4.1. Definisi ...................................................................................................... 9
4.2. Epidemiologi ............................................................................................. 9
4.3. Faktor Risiko ............................................................................................. 9
4.4. Patofisiologi............................................................................................. 10
4.5. Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia ..................................... 14
4.6. Diagnosis ................................................................................................. 15
4.7. Penatalaksanaan ....................................................................................... 16
4.8. Pencegahan .............................................................................................. 21
4.9. Komplikasi .............................................................................................. 23
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20


minggu dan disertai dengan proteinuria.1,2,3 Trias utama kematian ibu adalah
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi.6 Hipertensi pada
kehamilan yang mencakup preeklampsia dan eklampsia, hipertensi kehamilan dan
hipertensi kronis mempengaruhi 10% dari semua wanita hamil diseluruh dunia.4
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas meternal dan perinatal diseluruh dunia, mempengaruhi 5-7% ibu hamil
dan menyebabkan 70.000 kematian ibu dan 500.000 kematian janin diseluruh
dunia setiap tahunnya.5 Hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010
disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan.6 Di Indonesia preeklampsia berat
dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25
persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen.7
Penyebab preeklamsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Disease of Theories”. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak ada
satupun teori teori tersebut yang dianggap mutlak benar.1 Terdapat beberapa
faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi dalam kehamilan yaitu
primigravida, primipaternitas, hiperplasentosis, mola hidatidosa, kehamilan
multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar, umur <20 tahun atau >35
tahun, riwayat keluarga pernah preeklampsia/eclampsia, penyakit-penyakit ginjal
dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, dan obesitas.1,8,9 Berdasarkan
pendahuluan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai
preeklampsia berat.

1
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. M
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sukamanah 003/011
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Nama Suami/Usia : Tn. A/31 th
Pendidikan/Pekerjaan : SMA/Karyawan swasta
Tanggal Masuk RS : 31 Agustus 2022
Ruangan : Alamanda obgyn

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dengan pasien Kamis,
September 2022.
Keluhan Utama
Pasien G3P2A0 merasa hamil 9 bulan datang ke IGD RSUD Majalaya
dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak satu minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G3P2A0 merasa hamil 9 bulan datang ke IGD RSUD Majalaya
dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak satu minggu yang lalu.. Pasien
mengeluh nyeri kepala dan pandangan kabur sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai
dengan nyeri ulu hati dan kedua kaki bengkak. Keluhan mual muntah, mulas,
keluar air-air dan lendir darah disangkal. Pasien mengatakan gerak janin aktif.
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah ada darah tinggi sebelum
kehamilan ataupun pada kehamilan sebelumnya. Pasien mendapatkan vaksin TT
pada kehamilan sebanyak 1 kali pada kehamilan ini. Pasien sudah melakukan
USG sebanyak 2 kali di bidan saat usia kehamilan 4 bulan dan 7 bulan, dengan
hasil dikatakan janin tunggal hidup dengan kondisi baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan
sebelumnya, riwayat penyakit hipertensi sebelum kehamilan dan saat kehamilan
sebelumnya, alergi, asma, diabetes melitus dan penyakit jantung disangkal oleh
pasien.

2
Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga yaitu ibu pasien, yang diderita
saat usia tua dan tidak pernah mengalami hipertensi saat hamil. Saudara
perempuannya tidak memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan.
Riwayat Menstruasi
Pasien haid pertama kali pada usia 15 tahun, siklus haid tidak teratur,
tanggal haid selalu maju sekitar 5-7 hari, durasi sekitar 4 hari per siklus, dan nyeri
haid setiap hari pertama haid.
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada saat usia 18 tahun.
Riwayat Obstetri
G3P2A0
No. Jenis Tempat Penolong Umur Berat Jenis Penyulit
kelamin bersalin Lahir Persalina
n
1. L Bidan Bidan 18 tahun 3000g Spontan Tidak ada
(2004)
2. P Bidan Bidan 12 tahun 3000g Spontan Tidak ada
(2010)

3. Hamil kini

Riwayat Kontrasepsi
Pil KB, berhenti 8 bulan sebelum hamil.
Kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-3 pasien
● HPHT : 30/11/2021
● Taksiran Persalinan : 07/09/2022
● Usia kehamilan : 39 minggu
● ANC : 10X
● Imunisasi TT : TT1
● HbsAg, HIV, Sifilis : Non-reaktif

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum dan tanda vital
Kesan Sakit Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
GCS: 15 (E: 4, M:6, V:5)

3
Tanda Vital TD : 160/100 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,4°C
SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala Normosefali
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga Liang telinga lapang, nyeri tekan (-/-), sekret (-)
Mulut Sianosis (-), bibir pucat (-)
Leher KGB dan tiroid tidak membesar dalam batas normal
Thoraks Inspeksi
Bentuk dinding dada:
• Efloresensi bermakna (-)
• Simetris kanan/kiri saat inspirasi maupun ekspirasi
• Retraksi sela iga (-)
• Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
 Paru: vokal fermitus kanan/kiri sama kuat
 Jantung: Iktus kordis teraba pada ICS IV 2 cm medial
garis midklavikularis sinistra

Perkusi
 Sonor pada kedua lapang paru
 Batas paru hepar sulit dinilai
 Batas paru-jantung kanan: ICS V linea para sternalis
dextra
 Batas paru-jantung kiri: ICS IV linea midclavicularis
sinistra
 Batas paru atas-jantung: ICS II linea parasternalis
sinistra
Auskultasi
 Paru: suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-
 Jantung : S1 S2 irama reguler, murmur (-), gallop (-)

4
Abdomen Inspeksi
 TFU 34 cm
 Terdapat striae gravidarum
Auskultasi
 Bising usus terdengar 2x/menit
 Venous hump (-), Arterial bruit (-)
Perkusi
 Sulit dinilai karena hamil
Palpasi
 Buncit gravid
 Nyeri tekan (-)
 Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai

Genitalia Inspeksi Vagina/Uretra tenang, perdarahan aktif (-)


Ekstremitas Inspeksi
 Terdapat oedem pada kedua tungkai
 Tidak didapatkan adanya efloresensi yang bermakna
Palpasi
 Akral teraba hangat
 Oedem (+) pada kedua tungkai
 CRT <2 detik

Status Obstetrik
 Leopold :
I. Bagian terbawah janin teraba bagian besar dan lunak (kesan bokong).:
II. Bagian teratas janin teraba bagian keras memanjang (kesan punggung).
III. Teraba bulat, keras dan melenting sebelah kanan (kesan kepala).
IV. Divergen
 : DJJ : 139 bpm
 Perlimaan 3/5
 Genitalia
a. Pemeriksaan Dalam : Perdarahan aktif (-), portio tebal lunak, pembukaan 1 cm,
presentasi kepala, station 0, ketuban (+)
b. Inspekulo : Tidak dilakukan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
 Hasil laboratorium tanggal 31/08/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
5
Hemoglobin 12,9 ribu/ul 11,7-15,5
Eritrosit 4,31 Juta/ul 4,10-5,10
Leukosit 11,20 g/dL 4,40-11,30
Trombosit 185 % 150-400
Hematokrit 37,4 ribu/uL 35,0-47,0
MCV 87 fL 80-100
MCH 30 Pg 26-34
MCHC 35 g/dL 32-36

KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 76 Mg/dL 70-110
METABOLISME KARBOHIDRAT
sewaktu
Protein (urine) Positif 3
SGOT 111,5 U/L
SGPT 48,9 U/L
Ureum 24,8 mg/dL
Kreatinin 1,11 mg/dL
HEPATITIS
HbSAg Rapid Non Reaktif Non Reaktif

 USG
Tanggal, 29-08-2021

6
Letak Kepala,janin tunggal, hidup
Plasenta Normal
TBBA 3269 gr
UK 37-38 minggu
Ketuban Cukup

2.5 Resume
Ny. M 32 tahun G3P2A0 merasa hamil 9 bulan datang ke IGD RSUD
Majalaya dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak satu minggu yang lalu..
Pasien mengeluh nyeri kepala dan pandangan kabur sejak 1 hari SMRS. Keluhan
disertai dengan nyeri ulu hati dan kedua kaki bengkak. Pasien mengatakan gerak
janin aktif. Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah ada darah tinggi
sebelum kehamilan ataupun pada kehamilan sebelumnya. Pasien mendapatkan
vaksin TT pada kehamilan sebanyak 1 kali pada kehamilan ini. Pasien sudah
melakukan USG sebanyak 2 kali di bidan saat usia kehamilan 4 bulan dan 7 bulan,
dengan hasil dikatakan janin tunggal hidup dengan kondisi baik. Bagian terbawah
janin teraba bagian besar dan lunak (kesan bokong). Bagian teratas janin teraba
bagian keras memanjang (kesan punggung). Teraba bulat, keras dan melenting
sebelah kanan (kesan kepala). Divergen. DJJ : 139 bpm Perlimaan 3/5.
Pemeriksaan Dalam : Perdarahan aktif (-), portio tebal lunak, pembukaan 1 cm,
presentasi kepala, station 0, ketuban (+). Pemeriksan Lab proteinuria positif 3.

2.6 Diagnosis Kerja

Ibu : G3P2A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan preeklamsia


berat
Janin : Janin letak kepala, tunggal hidup intra uterin

2.7 Tatalaksana

 Observasi KU,TTV, BJA, HIS


 MgSO4 40% 4 gram bolus, lanjut 1 gram /jam selama 24 jam i.v
 Dopamet 2x500 mg po
 Nifedipin 3x10 mg
 Terminasi kehamilan : misiprostol 1/4tabSL (diberikan 2x setiap 6 jam). Jika tidak
ada kemajuan persalinan drip oxytocin 5 iu/500 cc RL

7
2.8 Prognosis
Ibu Janin
Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

2.9 Follow Up

Tanggal, 01 September 2022

S G1P0A0 Merasa hamil 9 bulan. Tekanan darah tinggi 1 minggu terakhir.


Tidak ada Riwayat darah tinggi sebelumnya.
HPHT : 30/11/2021
TP : 07/09/2022 pusing + pandangan kabur +mual – muntah -, nyeri ulu hati
-
O TD 150/90
Pusing (-) mmHg (110)
N 80 BpM kabur (-)
Pandangan
S 36,8(-)
Mual C
R 20x/mnt
Muntah (-)
Kontraksi uterus
Nyeri uluhati (-) baik
Perdarahan pervaginam normal
P3A0 partus maturus dengan SC a/i gagal induksi + Preeklampsia berat +
A KB IUD

P Observasi KU, TTV


Menganjurkan ibu tirah baring
Memenuhi nutrisi & hidrasi
Dopamet 3 x 500 mg
Nifedipin 3 x 10 mg
Cefotaxime 2 x 1 gr IV
Ketorolac 2 x 1 amp IV

8
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Definisi
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu dan disertai dengan proteinuria.1,2,3 Hipertensi terjadi ketika tekanan darah
sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan darah
sekurangnya dilakukan dua kali dalam interval 4 jam.1 Kemudian dinyatakan
terjadi proteinuria apabila terdapat 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan ≥ 1+ dipstick.1 Preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24jam disebut sebagai preeklamsia berat.1

4.2. Epidemiologi
Hipertensi pada kehamilan mempengaruhi 10% dari semua wanita hamil
diseluruh dunia.4 Kelompok penyakit ini termasuk pre-eklampsia dan eklampsia,
hipertensia kehamilan dan hipertensi kronis.4 Preeklampsia merupakan salah satu
penyebab utama mortalitas dan morbiditas meternal dan perinatal diseluruh
dunia.4 Preeklampsia mempengaruhi 5-7% ibu hamil dan menyebabkan 70.000
kematian ibu dan 500.000 kematian janin diseluruh dunia setiap tahunnya.5
Trias utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK) dan infeksi. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, hampir 30%
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan.6 Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab
kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi
antara 45 persen sampai 50 persen.7

4.3. Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:1,8,9
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas

9
4.4. Patofisiologi1
Penyebab preeklamsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Disease of Theories”. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak ada
satupun teori teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri akuarta dan memberi cabang ke
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis
memberi cabang ke arteri spiralis.
Pada kehamilan normal terjadi invasi trofblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Sehingga, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehinga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan untuk distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteti spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan
yang dapat menjelaskan petogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.8
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron.

b. Teori iskemia plasenta , radikal bebas, dan disfungsi endotel


Sebagaimana telah dijelaskan pada teori sebelumnya, dimana pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan/radikal bebas. Oksidan tersebut
merupakan senyawa penerima elektron atau molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan yang penting dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Adanya radikal hidroksil

10
dalam darah dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah.
Maka dari itu, hipertensi dalam kehamilan dahulu disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak embran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Telah
terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel
endotel tubuh mudah mengalami kerusakan oleh peroksidan lemak karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat dari sel endotel yang terpapar terhadap peroksida lemak akan
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel. Pada waktu terjadi disfungsi endotel, maka akan terjadi
gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu fungsi endotel adalah
prostaglandin, yaitu menurunnya kadar prostasiklin yang merupakan suatu
vasodilator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup
tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Dalam keadaan normal, perbandingan kadar prostasiklin lebih tinggi
dibandingkan tromboksan. Pada preeklamsia terjadi sebaliknya, dimana kadar
tromboksan lebih tinggi dibanding dengan kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah. Perubahan yang khas terlihat
pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis), peningkatan
permeabilitas kapilar, peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu
endotelin, kadar NO (Nitrite Oxide) sebagai vasodilator akan menurun serta
endotelin sebagai vasokonstriktor meningkat.

c. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin


Dugaan dari teori ini dibuktikan dengan fakta sebagai berikut :
1. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadi hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
2. Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan suami sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
”hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya

11
human leucocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting
dalam modulasi sistem imun, sehingga ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G ini dapat melindungi tropobas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) pada ibu.5 Selain itu,
adanya HLA-G merupakan suatu prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping itu untuk
menghadapi sel NK. Pada plasenta ibu dengan hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-
G pada desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan terjadinya dilatasi
arteri spiralis. HLA-G juga merangsang terjadi sitikon, sehingga
memudahkan terjadi reaksi inflamasi. Pada awal trimester kedua
kehamilan, ibu yang mempunyai kecenderungan terjadi preklamsia
ternyata memiliki proporsi sel helper yang lebih rendah dibandingkan
dengan normotensif.

d. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetik


Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahab-bahan
vasopresor. Refrakter yaitu pembuluh darah tidak sensitif terhadap impuls
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadi refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor karena dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan
bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesis inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester pertama. Peningkatan sensitivitas pada kehamilan yang
akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan 20 minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

e. Teori genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa

12
pada ibu yang mengalami preeklamsia 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklamsia juga.
f. Teori defisiensi besi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi besi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian lain yang pernah
dilakukan membuktikan bahwa mengkonsumsi minyak ikan dapat mengurangi
risiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktifasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa
peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa peneliti ini
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian
aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium
pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjdinya preeklampsia
atau eklampsia. Penelitian di Negara Ekuador dengan metode uji
klinis, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen, kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14%
sedang yang diberi glikosa 17%.
g. Teori stimulasi inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa- sisa apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan- bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulanya proses inflamasi pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar dan hamil
ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga
jumlah sisa debris trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar
dibandingkan dengan reaksi inflamasi pada kehamilan normal respon
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit,
yang lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbulkan gejala-gejala pereklamsia pada ibu. Redman, menyatakan
bahwa disfungsi endotel pada preklamsia akibat produksi debris trofoblas
plasenta berlebihan tersebut diatas yang mengkibatkan aktivitas leukosit
yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut

13
sebagai kekacauan adapatasi dari proses inflamasi intravaskular pada
kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

4.5. Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia


Akibat gejala preeklamsia, proses kehamilan maternal terganggu karena
terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:1
1. Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna atau
hypervolemia. Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma atau
hypovolemia. Hypovolemia dengan vasokonstriksi akan menyebabkan terjadinya
hipertensi. Volume plasma yang menurun akan menyebabkan terjadinya
peningkatan hematokrit dan memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.
2. Fungsi ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah ke ginjal
akbiat hypovolemia sehingga terjadi oliguria sampai anuria. Berat ringannya
oliguria menggambarkan berat ringannya hypovolemia dan juga berat ringannya
preeklampsia.
Menurunnya aliran darah ke ginjal akan mengakibatkan penurunan filtrasi
glomerulus sehingga terjadi penurunan sekresi kreatinin disertai dengan
peningkatan kreatinin plasma.
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membrana basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka dapat bersifat ireversibel.

3. Elektrolit
Pada preeklampsia kada natrium dan kalium sama dengan kadar hamil
normal, sehingga tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan dan tidak
diperlukan restriksi konsumsi garam.
4. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Pada hamil normal, terjadi penurunan osmolaritas serum dan tekanan
onkotik pada umur kehamilan 8 minggu. Pada preeklamsia terjadi kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vascular sehingga terjadi penurunan
tekanan onkotik yang lebih berat.
5. Viskositas darah
Pada preeklampsia viskositas darah meningkat sehingga mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
6. Edema
Edema terjadi karena hypoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler.
Edema yang patologik adalah edema generalisata dan biasanya disertai dengan
kenaikan berat badan yang cepat.

14
7. Hepar
Perubahan hepar disebabkan karena vasospasme, iskemia dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas dibawah kapsula
hepar dan disebut subcapsular hematoma. Subcapsular hematoma ini dapat
menimbulkan nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar.
8. Neurologik
Perubahan neurologic dapat berupa nyeri kepala oleh karena hipoperfusi
otak sehingga menimbulkan vasogenic edema, gangguan visus karena spasme
arteri retina dan edema retina, hiperrefleksia, kejang eklamptik, dan perdarahan
intrakranial.
9. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
10. Paru
Preeklampsia berat merupakan risiko besar untuk terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
11. Janin
Pada preeklampsia terjadi penurunan perfusi utero plasenta, hypovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya intrauterine growth restriction (IUGR),
oligohidramnion, kenaikan morbiditas dan mortalitas janin akibat IUGR,
prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

4.6. Diagnosis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan atau diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklamsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklamsia tersebut.2,3
Kriteria minimal preeklampsia antara lain adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama dan Protein urin melebihi 300
mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Jika tidak didapatkan protein
urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:1,3
 Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
 Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

15
 Edema Paru
 Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)
Diagnosis preeklampsia berat dipenuhi jika diagnosis preeklampsia
terpenuhi dan didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini:1,3,10
 Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
 Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
 Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru
 Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus seperti scotoma dan
pandangan kabur
 Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)
 Proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
 Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen akibat
teregangnya kapsula Glisson

Preeklampsia berat dibagi menjadi preeklampsia berat tanpa dan dengan


impending eclampsia. Disebut sebagai impending eclampsia jika disertai dengan
gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-
muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.1
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat.3

4.7. Penatalaksanaan
4.7.1. Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring, miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan, karena penderita preeklamsia

16
dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Oleh karena itu, monitoring input cairan (oral/infus) dan output cairan
(urin) menjadi sangat penting. Cairan yang diberikan dapat berupa:1
1. 5% ringer-dexrose/cairam garam faal dengan jumlah tetesan < 125cc/jam atau
2. Infus dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-
125 cc per jam) 500cc.
Dilakukan pemasangan kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi jika produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
Diet yang dibutuhkan yaitu protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.1

Pemberian obat anti-kejang


Obat yang banyak dipakai di indonesia adalah magnesium sulfat.1
Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklampsia pada
pasien preeklamsia berat dan merupakan pilihan utama pada pasien preeklamsia
berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya
kejang/eklamsia.3
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara ion kalsium dan ion magnesium).1
Syarat pemberian magnesium sulfat anara lain adalah harus tersedia
antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu klasium glukonas 10% diberikan
sebanyak 1gram (10% dalam 10 cc) diberikan secara intravena selama 3 menit,
refleks patella positif, dan frekuensi pernapasan lebih dari 16 kali/menit serta
tidak terdapat tanda-tanda distress napas.1
Magnesium sulfat diberikan dengan cara:1,3
 Loading dose: initial dose
4-6gr MgSO4 yaitu 40% MgSO4 dalam 10cc diberikan secara intravena
selama 15 menit.
 Maintenance dose:
Diberikan infus 4-6gr dalam larutan ringer/6jam (1-2gr/jam selama 24 jam) atau
diberikan 4/5gr IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4gr IM tiap 4-6 jam.
Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi atau
setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.1 Magnesium
sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam.3 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan
ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan haus di
terminasi.3 Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala
atau tanda-tanda preeklampsia ringan.3

17
Edema Paru
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokosentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.1
Pemberian Anti-hipertensi
Pemberian anti-hipertensi ditujukan untuk mengurangi risiko ibu yaitu
abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawat inap dan kerusakan
organ terget (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan
organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita
yang sebelumnya normotensi.1,3
 Direkomendasikan pada preeklamsia dengan hipertensi berat atau tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
 Target penurunan tekanan darah adalah sistolik <160 mmHg dan diastolik
<110 mmHg.
 Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting,
hidralazine dan labetalol parenteral.
 Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa,
labetalol.
Anti-hipertensi diberikan dengan cara:1
1. Lini pertama
Nifedipine : dosis 10-20mg peroral, diulang setelah 30 menit; maksimum 120
mg selama 24 jam
2. Lini ke dua
Sodium Nitroprusside : 0,25mcg IV/kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 mcg
IV/kg/5menit
Diazokside : 30-60mg IV/5menit; atau IV infus 10mg/menit dititrasi.
Glukokortikoid
Diberikan untuk pematangan paru janin dan tidak merugikan ibu.
Diberikan pada usia kehamilan 32-34 minggu 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.1
4.7.2. Sikap terhadap kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia
berat selama perawatan, sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:1
1. Aktif (aggressive management) yaitu kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (eskpektatif) yaitu kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan konservatif dilakukan pada kehamilan preterm ≤37 minggu
tanpa disertai tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan
pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamenosa pada pengelolaan

18
secara aktif. Selama perawatan konservatif sikap terhadap kehamilannya ialah
hanya observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif, kehamilan tidak di
akhiri.1,3
Perawatan poliklinis yang ketat dapat dilakukan pada kasus preeklamsia berat.
Evaluasi yang ketat yang dapat dilakukan adalah:3
a. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien.
b. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis.
c. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu.
d. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
seminggu).
e. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.

Gambar 3. Manajemen Preeklamsia3

Pada preeklamsia berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu,


manajemen ekspektatif direkomendasikan dengan syarat kondisi ibu dan janin
stabil. Perawatan direkomendasikan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preeklamsia berat, pemberian kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin. Pasien dengan

19
preeklamsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif.3

Gambar 4. Manajemen Preeklamsi Berat3

Terminasi kehamilan pada preeklamsia berat dilakukan jika:1,3


a. Data Maternal
- Umur kehamilan lebih dari atau sama dengan 37 minggu
- Hipertensi yang tidak terkontrol
- Gejala preeklamsia berat yang tidak berkurang (nyeri kepala, pandangan
kabur)
- Penurunan fungsi ginjal progresif

20
- Trombositopenia persisten atau HELLP Syndrome khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
- Edema paru
- Solutio plasenta
- Persalinan atau ketuban pecah atau perdarahan
b. Data Janin
- Usia kehamilan 34 minggu
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- Oligohidramnion persisten
- Profil biofisik <4
- Deselerasi variabel dan lambat pada NST
- Doppler arteri umbilikalis
- Kematian janin

4.8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer3
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan
bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk
menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat
ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan
untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan
yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih
baik. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklampsia.
Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama
Anamnesis:
• Umur > 40 tahun
• Nulipara
• Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
• Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
• Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
• Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
• Kehamilan multiple
• IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
• Hipertensi kronik
• Penyakit Ginjal
• Sindrom antifosfolipid (APS)
• Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

21
• Obesitas sebelum hamil

Klasifikasi risiko antara lain yaitu:


a. Risiko tinggi
 Riwayat preeklampsia
 Kehamilan multipel
 Hipertensi kronis
 Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
 Penyakit ginjal
 Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid
syndrome)
b. Risiko sedang
 Nulipara
 Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2 )
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Usia ≥ 35 tahun
 Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)

Pemeriksaan fisik:
• Indeks masa tubuh > 35
• Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
• Proteinuria (dipstick > +l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300/24 jam.
b. Pencegahan sekunder preeklampsia3,4,10
1. Pembatasan garam, pemberian vitamin C dan E, dan istirahat dirumah tidak
direkomendasikan.
2. Penggunaan aspirin
Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan
dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin
atau neonatus dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan
sekunder berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan
preterm < 37 minggu dan berat badan lahir < 2500 gram.
Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk
prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi. Apirin dosis rendah
sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai digunakan sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
3. Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian hipertensi
dan preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko tinggi untuk
mengalami preeklampsia dan yang memiliki diet asupan rendah kalsium.
Suplementasi ini tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada populasi

22
yang memiliki diet kalsium yang adekuat. Tidak ada efek samping yang
tercatat dari suplementasi ini.
• Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama pada
wanita dengan asupan kalsium yang rendah
• Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal 1g/hari)
direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko
tinggi terjadinya preeklamsia.

4.9. Komplikasi
1. Gangguan kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau non kardiogenik,
depresi atau arrest pernapasan, cardiac arrest, iskemia miokardium.1
Kejadian hipertensi kronis secara signifikan meningkat 5,2 kali lipat pada wanita
yang memiliki hipertensi gestasional, 3,5 kali lipat setelah preeklamsia ringan,
dan 6,4 kali lipat setelah preeklamsia berat. Risiko untuk terjadinya hipertensi,
penyakit jantung iskemik, stroke, dan tromboemboli vena meningkat dikemudian
hari dan juga berhubungan dengan adanya penyakit komorbid lain seperti sindrom
metabolik, diabetes, obesitas, dislipidemia, dan aterosklerosis.2
2. Gangguan neurologis: perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retinae
detachment, kebutaan.1
Hampir semua wanita dengan eklampsia memiliki beberapa area edema
perivascular multifokal, dan sekitar seperempatnya juga memiliki area infark
serebral. Wanita dengan eclampsia juga dapat mengalami gangguan fungsi
kognitif secara subjektif, gangguan pemusatan perhatian, dan gangguan
penglihatan.2
3. Gangguan ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.1
Preeklampsia dikaitkan dengan peningkatan risiko empat kali lipat untuk
terjadinya gagal ginjal. Wanita dengan preeklampsia juga memiliki resistensi
vaskular dan renovascular yang lebih tinggi dan penurunan aliran darah ginjal.2
4. Gastrointestinal-hepatik: subcapsular hematoma hepar, rupture kapsul hepar.1
5. Hematologik: DIC, trombositopenia, hematoma luka operasi.1
6. Janin: IUGR, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian
janin intrauterin, sepsis, dan cerebral palsy.1

23
BAB V
KESIMPULAN

Preeklamsia merupakan salah satu penyumbang mortalitas serta


morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan atau diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan adanya gangguan organ. Preeklampsia dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, hal yang sering menjadi faktor risiko antara lain nulipara,
kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya
riwayat keturunan, obesitas dan penyakit kronis seperti hipertensi, dan diabetes
mellitus (DM).
Preeklamsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Berbagai komplikasinya dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin yang dapat terjadi seperti edema paru, cardiac
arrest, iskemia miokardium, kebutaan, gagal ginjal akut, IUGR, solusio plasenta,
prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterin, dan cerebral
palsy.
Deteksi dini preeklampsia akan memberikan kesempatan untuk
melakukan manajemen klinis yang tepat, diikuti dengan identifikasi komplikasi
lebih awal sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wikniosastro GH. Ilmu


Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2014.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (eds).
Williams Obstetrics. 24rd ed. New York: McGraw Hill. 2014.
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatalaksana Pre-
eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016.
4. World Health Organization. WHO recommendations for prevention and treatment
of pre-eclampsia and eclampsia. Geneva: WHO. 2011
5. Rana S, Lemoine E, Granger JP, Karumnchi SA. Compendium on the
pathophysiology and treatment of hypertension: Preeclampsia pathophysiology,
challenges, and perspectives. Circ Res. 2019;124:1095-112.
6. Nursal DGA, Tamela P, Fitrayeni. Faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu
hamil di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas. 2016;10:38-44
7. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi kejadian
preeklampsia/eclampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007-
2009. Buletin penelitian sistem kesehatan. 2010;13:378-85.
8. Fatmawati L, Sulistyono A, Notobroto H. Pengaruh status kesehatan ibu
terhadap derajat derajat preeclampsia/ Eklampsia in Gresik District. Buletin
Penelitian sistem kesehatan. 2017;20(2):52-58
9. Juliantari KB. Karakteristik Pasien Ibu hamil dengan preeclampsia di RSUP
Sanglah Denpasar. E-jurnal Medika. 2017; 6(4) :1-9
10. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians
and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013.

25

Anda mungkin juga menyukai