Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang
terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Indikator yang umum digunakan dalam
kematian ibu adalah Angka Kematian Ibu (AKI)/ Maternal Mortality Ratio yaitu
jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup.1,2 Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan AKI sebanyak 305 kematian ibu per
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan atau
masa nifas dan penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul
kardiovaskular. Secara global sekitar 80% angka kematian ibu tergolong pada
kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan
(25%), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%),
terbanyak untuk kematian ibu. WHO mengulas secara sistematis Angka Kematian Ibu
terutama di negara berkembang yang mana 16% kematian ibu berkaitan dengan
1
hipertensi.4 Angka kejadian hipertensi dalam kehamilan menyebabkan kematian ibu
di Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 adalah 26,9% dan 27,1%.2
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi organ yang
ditandai adanya hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan.1
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain adalah sindroma
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan
ginjal, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau Intra Uterine Fetal
Death (IUFD).1,4
Edema paru pada wanita hamil jarang terjadi, namun hal ini mengancam
nyawa.5 Edema paru dapat terjadi akibat dari komplikasi preeklamsia. Suatu
penelitian di salah rumah sakit rujukan di Jawa Timur selama 2 tahun memaparkan
adanya 62 kasus edema paru dari 1106 pasien dengan preeklamsia. Sekitar 81%
pasien edema paru ini harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dan 60%
2
BAB II
LAPORAN KASUS
No MR : 99 26 73
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak napas tidak berkurang dengan istirahat ataupun perubahan posisi, tidak
3
dipengaruhi debu ataupun suhu lingkungan. Tidak ada keluhan nyeri kepala,
terdapat keluhan mual muntah, pandangan kabur dan demam tidak ada.
keinginan untuk mengejan tidak dirasakan pasien. Gerakan janin aktif (+).
rujukan dari salah satu RS swasta di Pekanbaru dengan G1P0A0 hamil 39-40
minggu belum inpartu dengan PEB + dispnea ec suspek edema paru. Awalnya
kehamilan 3 bulan pertama dan USG sudah pernah dilakukan dengan hasil
janin dalam keadaan baik. Pada saat kontrol didapatkan tekanan darah pasien
penurun tekanan darah dan vitamin tambah darah oleh dokter dan disarankan
untuk mengatur pola makan serta aktivitas. Pasien mengaku gerakan janin
4
Selama kehamilan pasien tidak ada mengeluhkan demam (-), gigi
berlubang (-), batuk pilek (-), keputihan (-), nyeri saat BAK (-) dan selama
Mual (+), muntah (+), tekanan darah tinggi (+), diabetes mellitus (-),
Mual (-), muntah (-),tekanan darah tinggi (+), perdarahan (-), keputihan (-).
Kontrol kehamilan di Bidan dan dokter Sp.OG, ANC dilakukan 2 kali pada
kehamilan 3 bulan pertama dan sudah pernah USG dengan hasil janin dalam
keadaan baik. Pada saat kontrol didapatkan tekanan darah ibu tinggi. Pasien
diberikan obat penurun tekanan darah dan disarankan oleh dokter untuk
Riwayat hipertensi (+) sejak 7 tahun yang lalu dan tidak pernah diobati, asma
(-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), kelainan darah (-) dan alergi (-).
5
Hipertensi (+) pada ayah pasien, asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit
Riwayat Menstruasi
Haid pertama kali pada usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-
7 hari, ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya, dan tidak ada keluhan nyeri
Riwayat Perkawinan
Riwayat Obstetri
Pasien belum pernah hamil selama 18 tahun menikah. Tidak pernah berobat
Riwayat KB
Tidak pernah KB
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMA.
Pasien tidak memiliki hewan peliharaan seperti kucing dan anjing di rumah.
Pasien tidak tinggal di sekitar industri, Sebelum dan selama menikah, pasien
dan suami tidak pernah bekerja di daerah industri. Pasien dan suami tidak
6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 36,50 C
TB : 150 cm
BBSH : 72 kg
BBH : 82 kg
Status Generalis
ditemukan
Mammae
Palpasi : Corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), areola mammae tidak
Abdomen
gravidarum (+),
kesan bokong
kepala
TFU : 34 cm
Pemeriksaan Genitalia
Genitalia eksterna
Genitalia interna
VT : Tidak dilakukan
Hb : 13,7 g/dl
Hematokrit : 46,3%
K+ : 3,3 mmol/L
SGOT : 32 U/L
SGPT : 17 U/L
Pasien Ny. R, usia 38 tahun, rujukan dari salah satu RS swasta di Pekanbaru
dengan G1P0A0 hamil 39-40 minggu belum inpartu dengan PEB + dispnea ec suspek
edema paru. Pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat sejak 5 jam
SMRS. Sesak napas tidak berkurang dengan istirahat ataupun perubahan posisi, tidak
dipengaruhi debu ataupun suhu lingkungan. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual
(+), muntah (+), pandangan kabur dan demam tidak ada. Keluhan keluar air-air,
keluar lendir darah, keluhan mulas-mulas, dan keinginan untuk mengejan tidak
2018 sesuai usia kehamilan 39-40 minggu. Kontrol kehamilan di bidan dan RS swasta
di Pekanbaru dengan Sp.OG. ANC dilakukan sebanyak 2 kali pada kehamilan 3 bulan
pertama dan USG pernah dilakukan dengan hasil janin dalam keadaan baik. Tekanan
darah tinggi selama hamil (+), tidak rutin minum obat, hipertensi sejak 7 tahun yang
lalu.
nafas 32 x/menit. Auskutasi paru didapatkan suara nafas vesikuler dengan suara
kesan kepala, L4 konvergen 5/5. TFU 34 cm, his (-), TBJ 3.255 gram, DJJ 134 dpm,.
Proteinuria +2 (dipstick).
- USG Fetomaternal
- Kardiotokografi
- Rontgen thoraks
3. Farmakologi :
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Furosemid 2 x 40 mg
G1P0A0 hamil 39-40 minggu belum inpartu, PEB, dispneu ec edema paru, infertil
primer 18 tahun, primigravida tua, janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala.
Rencana Tindakan
Laporan Tindakan
13
Telah lahir bayi laki-laki dengan berat 2950 gram, PB 43 cm, AS 9/10, bayi dirawat
dirawat gabung dengan ibu.
INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Rawat HCU/ICU
2. Awasi Hemodinamik Stabil
- Observasi KU, TV, TFU, kontraksi, perdarahan
- IVFD D5:RL 2:1 + oksitosin 1 ampul
3. Pasang kateter urin
4. Drip SM 40% maintenance dose
5. Cegah infeksi
- Inj. IV ceftriaxon 2 x 1 gram
6. Inj. IV furosemid 2 x 40 mg
7. Cegah nyeri
- Injeksi IV ketorolac 3 x 30 mg
8. Puasa sampai dengan peristaltik baik
9. Mobilisasi bertahap
10. Balance cairan
11. Cek DPL post op
12. GV hari ke-3
13. Diet TKTP
Observasi Kala IV
Jam TD HR RR T Urin Perdarahan TFU
07.00 150/80 79 20 36,6 20 cc Minimal 2 jari di bawah
14
pusat
2 jari di bawah
07.15 160/80 74 20 36,7 30 cc Minimal
pusat
2 jari di bawah
07.30 160/90 72 20 36,6 35 cc Minimal
pusat
2 jari di bawah
07.45 165/90 78 20 36,8 50 cc Minimal
pusat
2 jari di bawah
08.00 160/90 80 20 36,9 55 cc Minimal
pusat
2.12 Follow up
Tanggal/ Perjalanan Penyakit Terapi
Jam
01 S : Nyeri di daerah bekas operasi (+), sesak napas Observasi KU, TTV,
Agustus sudah berkurang, demam (-), BAB (-), BAK (+) Kontraksi.
2018 lewat kateter, ASI (-) Oksigen 10 L/menit via
07.00 O : Keadaan umum: baik, kesadaran: kompos NRM
WIB mentis IVFD RL 20 tpm
TD : 150/100 mmHg N : 112x/I RR : 28x/I S : Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gr
36,70C Injeksi furosemid 2 x 40 mg
St. Generalis: dalam batas normal Injeksi ketorolac 3 x 30 mg
St. Lokalis: Nifedipin tablet 3x10 mg
St. Obstetri: TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi Metildopa 3 x 250 mg
baik.
Genitalia eksterna:
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia nibra (+)
A: P1A0H1 post SCTPP atas indikasi PEB +
dispnea ec edema paru + belum inpartu + infertil
primer POD 1
02 S: Nyeri di daerah bekas operasi (+), sesak napas Observasi KU, TTV,
Agustus sudah berkurang, demam (-), BAB (-), BAK (+)
15
2018 lewat kateter, ASI (-) Kontraksi.
O: Keadaan umum : baik, kesadaran : kompos IVFD RL 20 tpm
mentis Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gr
TD: 140/100 mmHg N : 98x/I RR : 24x/I S : Injeksi furosemid 2 x 40 mg
36,50C Injeksi ketorolac 3 x 30 mg
St. Generalis : dalam batas normal Nifedipin tablet 3x10 mg
St. Lokalis : Metildopa 3 x 250 mg
St. Obstetri : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi
baik.
Genitalia eksterna :
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
A: P1A0H1 post SCTPP atas indikasi PEB +
dispnea ec edema paru + belum inpartu + infertil
primer POD 2
03 S: nyeri di daerah bekas operasi (+), sesak napas Observasi KU, TTV,
Agustus (-), demam (-), BAB (+), BAK (+), ASI (+) Kontraksi.
2018 O : Keadaan umum : baik, kesadaran : kompos IVFD RL 20 tpm
mentis Injeksi furosemid 2 x 40 mg
TD : 150/90 mmHg N : 88x/I RR : 22x/I S : Cefadroxil 2 x 500 mg
36,50C As. mefenamat 3 x 500 mg
St. Generalis : dalam batas normal Nifedipin tablet 3x10 mg
St. Lokalis : Metildopa 3 x 250 mg
St. Obstetri : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi Kateter urin dilepas
baik. GV
Genitalia eksterna : Pindah rawat gabung
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia nibra (+)
A: P1A0H1 post SCTPP atas indikasi PEB +
dispnea ec edema paru + belum inpartu + infertil
16
primer POD 3
04 S: nyeri di daerah bekas operasi (-), sesak napas Observasi KU, TTV,
Agustus (-), demam (-), BAB (+), BAK (+), ASI (-) Kontraksi.
2018 O : Keadaan umum : baik, kesadaran : kompos IVFD RL 20 tpm
mentis Cefadroxil 2 x 500 mg
TD : 150/90 mmHg N : 88x/I RR : 22x/I S : As. mefenamat 3 x 500 mg
36,50C Nifedipin tablet 3x10 mg
St. Generalis : dalam batas normal Metildopa 3 x 250 mg
St. Lokalis : Boleh pulang
St. Obstetri : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi
baik.
Genitalia eksterna :
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
A: P1A0H1 post SCTPP atas indikasi PEB +
dispnea ec edema paru + belum inpartu + infertil
primer POD 4
2.13 PROGNOSIS
Dubia
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kehamilan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan
nidasi atau implantasi.7 Kehamilan normal akan berlangsung selama 40 minggu atau
10 bulan lunar.
- Tanda-tanda presumtif
Terdiri dari amenorea, mual dan muntah, mengidam, tidak ada selera makan
serviks dan isthmus uteri yang lunak pada pemeriksaan bimanual), tanda
dan vulva akibat pelebaran vena karena penngkatan kadar esterogen), tanda
Piskacek (pembesaran dan pelunakan rahim ke salah satu sisi rahim yang
Terdiri dari adanya gerakan janin, denyut jantung janin, terlihat tulang-tulang
Wanita harus mengetahui HPHT supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan
(hari+7), (bulan-3), dan (tahun+1). Rumus ini dapat dipakai apabila seseorang
diperoleh tabel:
19
32 29,5-30 cm di atas simfis
34 31 cm di atas simfis
36 32 cm di atas simfis
38 33 cm di atas simfis
40 37,7 cm di atas simfis
- Menurut Mac Donald: adalah modifikasi cara Spiegelberg, yaitu jarak fundus-
- Ultrasonografi
3.1.3 Inpartu
Inpartu adalah tanda persalinan dimulai. Tanda – tanda inpartu adalah sebagai
berikut:9
1. Adanya his yang adekuat yaitu kontraksi uterus yang berulang minimal 2 kali
dalam 10 menit dengan durasi lebih sama dengan 30 detik.
2. Keluarnya lendir bercampur darah (bloody show) karena serviks membuka
(dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh
darah kapiler di sekitar kanalis servikalis karena pergeseran saat serviks
membuka dan mendatar.
A. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi yang timbul sebelum
umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah
persalinan.10
20
B. Preeklampsia-eklampsia
dengan proteinuria.4,10
diastolik ≥ 90. Dikatakan hipertensi ringan bila belum mencapai sitolik dan
dilakukan 2 kali selang 4 jam, walaupun kadang kala, terutama bila dihadapkan pada
hipertensi berat, diagnosis dapat dikonfirmasi dalam interval yang lebih pendek
Proteinuria ialah adanya ≥ 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau
Eklampsia adalah fase kejang dari preeklampsia dan merupakan salah satu
manifestasi klinis yang lebih berat. Hal ini sering didahului dengan gejala seperti
sakit kepala berat dan hyperreflexia, tapi bisa terjadi tanpa tanda atau gejala
peringatan.1,4
21
edema paru, kelainan laboratorium berupa kenaikan serum kreatinin,
D. Hipertensi gestasional
onset baru setelah kehamilan 20 minggu dengan tidak adanya proteinuria yang
persalinan.4,10 Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pasca persalinan. Penyebab tidak
3.3 Preeklampsia-eklampsia
3.3.1 Definisi
kehamilan >20 minggu, seringnya diikuti oleh proteinuria. Preeklampsia salah satu
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan post partum.
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia juga dapat terjadi ante,
22
Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi
besar
Pembuahan in vitro
Obesitas
3.3.3 Patofisiologi
Hingga saat ini patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih belum
diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari
patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga kini belum memuaskan.
arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunika
media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan
material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam
23
hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu
fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding
tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadi dilatasi secara
pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan.11,12
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis mengalami
invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi
tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak
berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
resistensi vaskuler.12
24
Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi (atas) dan
hipertensi (bawah). Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan
normotensi
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki resistensi
vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri spiralis pada
25
tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah intervilli yang
iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis oleh
otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit.12
pembuluh darah.12
tromboksan A2 : prostasiklin.12
prostasiklin.11,12
kerusakan endotel.12
dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada
50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15%.11
Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri
spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang dimediasi
oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan IL-1), enzim proteolitik dan radikal
bebas oleh desidua. Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen yang selanjutkan
akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan.12
27
Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia
Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan
yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini
akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan
endotel vaskuler.12
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid
overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal
28
beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya
vitamin E (α-tokoferol), vitamin C dan β-caroten. Zat antioksidan ini dapat digunakan
untuk melawan perusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia.12
d. Genetik
angka kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu
dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan
dan intra uterin growth restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut.
3.3.4 Diagnosis
proteinuria, dan edema (edema yang dimaksud adalah pada wajah, lengan dan perut,
- Tekanan darah ≥ 140 mmhg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekana diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit.
generalisata).
- Trombositopenia
Count)
Bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala
dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
- Urinalisis
- Fungsi hati
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau
kekiri.
Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan
dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol Dari mulut
keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah
4. Tingkat koma
3.3.5 Penatalaksanaan10,13
31
1. Preeklampsia ringan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
tirah baring dennan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena
mencambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah
natrium atau 4-6 Nacl (garam dapur) sudah cukup. Obat-obatan seperti
Rawat inap
minggu
dilakukan.
32
Pada kehamilan preterm, bila tekanan darah mencapai normotensif,
persalinan.
2. Preeklampsia berat
organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan preeklamsia berat
Perawatan terhadap penyakit yaitu penderita harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia
dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria.
Oleh sebab itu monitoring input dan output cairan sangatlah penting. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
Pemberian obat anti kejang yang menjadi pilihan ialah MgSO4. Syarat
pemberian MgSO4 yaitu harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% (10%=1 g dalam 10 cc) diberikan iv 3-5 menit, refleks
patella positif kuat dan frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres pernafasan. Cara pemberian MgSO4 dibagi menjadi 2 tahap, yaitu loading
dose dan maintenance dose. Loading dose berupa 4 gram MgSO4 (40% dalam 10cc)
33
selama 15 menit secara intravena. Maintenance dose berupa pemberian infus MgSO4
sebanyak 6 gram dalam larutan Ringer/ 6 jam atau diberikan sebanyak 4 gram secara
Arifin Achmad Provinsi Riau, pemberian MgSO4 dilakukan dengan cara, yaitu 10
gram (40cc MgSO4 20% atau 25 cc MgSO4 40% dilarutkan kedalam 500 RL, 200 cc
diberikan sebagai insial dose dalam waktu 15 menit, sisanya 300 cc untuk
maintanance dose dengan tetesan 30 tetes per menit (2 gr/jam). Magnesium sulfat
dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalinan atau 24
Diuretikum diberikan juga ada edema paru, gagal jantung kongestif atau
Antihipertensi
tersebut.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
34
c. Kegagaln terapi pada perawatan konservatif
Janin:
d. Terjadinya oligohidramnion
2. Perawatan konservatif
3. Eklampsia
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
tekanan darah khusunya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengaan cara yang tepat. Pilihan pertama obat anti
jatuh ke dalam kondisi koma, yang harus diperhatikan adalah menjaga jalan
35
nafas agar tetap terbuka dan aspirasi lambung. Jika terjadi edema paru,
respirator.
4. Sindroma HELLP
trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-
3.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut
36
adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan
eklampsia :4,10
a. Solutio plasenta, biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
f. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit
jantung.
eklampsia.
count.
struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
37
j. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat
Coogulation)
3.3.7 Prognosis
berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan
otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, gagal ginjal, aspirasi isi lambung saat
kejang. Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kehamilan
prematur.
3.4 Infertilitas15,16
3.4.1 Definisi
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder
infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba,
studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang perempuan hamil tiap
tahun.
a. Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi ovarium
berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Namun tidak
39
puluh persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30%
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh
gangguan ovulasi.
Kelas 4 : Hiperprolaktinemia
maupun endometriosis.
1. Ringan/ Grade 1
i. Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau oklusi tuba distal
2. Sedang/Grade 2
3. Berat/Grade 3
berikut:
a. Pemeriksaan ovulasi
2. Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas
cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)
(Rekomendasi B)
akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid
berikutnya terjadi
41
4. Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
5. Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan
LH).
(Rekomendasi C)
8. Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan jika
dilakukan
42
c. Penilaian kelainan uterus
tahun.
(Rekomendasi A)
laparaskopi. (Rekomendasi B)
A)
WHO kelas I
Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan peningkatan berat
Pengobatan yang disarankan untuk kelainan anovulasi pada kelompok ini adalah
WHO Kelas II
dengan cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti esterogen (klomifen
lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer seperti
metformin.
rasa tidak nyaman di perut, serta kehamilan ganda. Pada pasien SOPK dengan
IMT > 25, kasus resisten klomifen sitrat dapat dikombinasi dengan metformin
44
Tindakan drilling ovarium per-laparaskopi dengan tujuan menurunkan
kadar LH dan androgen adalah suatu tindakan bedah untuk memicu ovulasi
ovarium (WHO kelas III) sampai saat ini tidak ditemukan bukti yang cukup kuat
terhadap pilihan tindakan yang dapat dilakukan. Konseling yang baik perlu
dilakukan pada pasangan yang menderita gangguan ovulasi WHO kelas III
WHO Kelas IV
peningkatan laju kehamilan pada tindakan hidrotubasi pasca operasi (OR 1.12;
95% CI 0.57 to 2.21), hidrotubasi dengan steroid (OR 1.10; 95% CI 0.74 to
1.64), atau hidrotubasi dengan antibiotik (OR 0.67; 95% CI 0.30 to 1.47) 1
Tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus infertilitas tuba derajat ringan
c. Tatalaksana endometriosis
rasa nyeri namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat
45
meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa
ringan sampai sedang melaporkan laju kehamilan dalam 1-2 tahun sama dengan
kehamilan untuk pertama kalinya. Usia terbaik seorang wanita untuk hamil adalah 20
dialami oleh wanita diatas usia 35 tahun, maka disebut primigravida tua.17
46
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Apakah diagnosis G1P0A0 hamil 39-40 minggu, belum inpartu, PEB, dispnea
ec edema paru, primigravida tua, janin tunggal hidup intrauterin pada pasien
sudah tepat?
4.4 Bagaimana pemeriksaan kehamilan pada pasien ini dan bagaimana alur
rujukannya?
4.1 Apakah diagnosis G1P0A0 hamil 39-40 minggu, belum inpartu, PEB,
dispnea ec edema paru, primigravida tua, janin tunggal hidup intrauterin pada
Usia kehamilan pada pasien yaitu 39-40 minggu ditentukan dari HPHT yaitu
persalinan adalah tanggal 1 Agustus 2018. Sehingga usia kehamilan pasien saat
datang ke RSUD AA adalah 39 minggu + 6 hari. Usia kehamilan juga didapatkan dari
anamnesis, yaitu pasien merasakan gerakan janin sejak 5 bulan yang lalu (saat usia
TFU 3 jari dibawah prosessus xyphoideus, L2 kesan PUKA, L3 kesan kepala, dan L4
konvergen (5/5). TFU 3 jari sesuai dengan usia kehamilan 38-40 minggu. Usia
47
kehamilan juga dapat ditentukan menurut Spiegelberg yang diperoleh dari tinggi
fundus uteri. Pada pasien didapatkan tinggi fundus uteri 34 cm yang sesuai dengan
usia kehamilan berkisar 38 minggu.8 Namun berdasarkan HPHT, gerakan janin dan
leopold, usia kehamilan pada pasien sesuai dengan 39-40 minggu. Sehingga
seharusnya tinggi fundus uteri (TFU) pasien adalah 37,7 cm di atas simfisis. Hal ini
dapat terjadi akibat kurang tepat pengukuran TFU saat pemeriksaan. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan pada pasien dapat disimpulkan usia kehamilannya adalah
Belum Inpartu
inpartu pada kehamilan terdiri dari adanya rasa nyeri oleh adanya his yang
datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah (show)
PEB
hipertensi sebelum kehamilan sekitar 7 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan IMT 32 (obesitas grade II), tekanan darah 190/120 mmHg. Pada
untuk skrining. Hal ini dikarenakan angka positif palsu sangat tinggi. Sehingga harus
48
dikonfirmasi dengan cara menampung urin selama 24 jam (Esbach test), dikatakan
Namun pada pasien ini tidak dapat dilakukan Esbach test tersebut dikarenakan
auskultasi diperoleh adanya ronkhi dan wheezing, dan dari foto thoraks
dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi hipertrofi otot jantung yang
peningkatan volume darah dan bendungan pada hamil tua juga cukup tinggi.
Hal ini dapat menjadi faktor yang lebih memperberat kerja jantung sehingga
Diagnosis infertilitas primer pada pasien ini dinilai sudah tepat. Alasannya
ialah pasien ini memenuhi kriteria infertilitas primer, yaitu kegagalan suatu pasangan
data yang lebih lengkap. Misalnya, adakah pekerjaan pernah digeluti pasien dan
Primigravida tua
Berdasarkan anamnesis, pasien hamil pertama kali di usia 38 tahun. Pasien ini
memenuhi kriteria primigravida tu, yaitu keadaan dimana seorang wanita mengalami
Wanita hamil usia di atas 35 tahun memiliki faktor resiko 1,5 kali lipat lebih
tinggi. Hal ini berkaitan salah satunya adalah penuaan pembuluh darah uterus. Selain
itu, pada wanita ini sudah muncul arteriosklerosis yang merupakan salah satu faktor
50
Pada pasien terdapat empat faktor resiko PEB yaitu primigravida, umur
ekstrim yaitu 38 tahun, hipertensi sebelum hamil, dan obesitas grade II. Obesitas
meningkatkan resiko preeklampsia sekitar 2-3 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan
resistensi insulin, peningkatan CRP sebagai enzim inflamasi akibat banyaknya jumlah
lemak yang merupakan bahan sintesis enzim tersebut, stress oksidatif, faktor
MgSO4 40% dalam infus ringer laktat, loading dose 4 gram, selanjutnya maintenance
pasien baring tirah baring diberikan oksigen 6 liter/menit. Pemberian terapi MgSO 4
dengan cara 8 gram (40cc MgSO4 20% atau 20 cc MgSO4 40% dilarutkan kedalam
500 RL, 250 cc diberikan sebagai insial dose dalam waktu 15 menit, sisanya 250 cc
untuk maintanance dose dengan tetesan 30 tetes per menit (2 gr/jam) selanjutnya 8 gr
tetes/menit.14 Tetapi, protap ini sebenarnya tidak sesuai dengan yang dikerjakan di
51
Tata laksana lini pertama untuk pasien dengan superimposed preeklampsia
seperti pada pasien ini ialah dengan memberikan MgSO4. Terapi MgSO4 juga
diberikan pada pasien PEB, HELLP syndrome maupun eklamsia Hal ini ditujukan
untuk mengurangi kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah konvulsi, menambah
diuresis dan menurunkan pernafasan yang cepat. 10 Magnesium sulfat bekerja dengan
cara menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi. Sampai saat ini magnesium sulfat dipilih
Nifedipin
kontraksi sel otot polos jantung dan pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi
penurunan cardiac output dan heart heart. Hal ini akan menyebabkan
waktu 10 menit dengan efek maksimal setelah 30-40 menit. Obat ini dapat
52
3-4 kali. Pemberian nifedipin sebaiknya secara oral karena bioavabilitas
mencapai 40-60%.4
Furosemid
bertujuan untuk mengurangi akumulasi cairan pada tubuh yang akhirnya akan
Terminasi
4.4 Bagaimana pemeriksaan kehamilan pada pasien ini dan bagaimana alur
rujukannya?
ANC
resiko preeklampsia sebagai pencegahan primer. Faktor resiko tersebut terdiri dari
2. Nulipara
7. Kehamilan multipel
9. Hipertensi kronik
12. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio, dan
Kehamilan Risiko Rendah/KRR dengan jumlah skor 2 (selama hamil tanpa faktor
risiko), Kehamilan Risiko Tinggi /KRT dengan jumlah skor 6-10 (dapat dengan
faktor risiko tunggal dari kelompok FR I, II atau III dan dengan faktor risiko ganda 2
dari FR I dan II) serta Kehamilan Risiko Sangat Tinggi/KRST pada ibu dengan
jumlah skor ≥12 (ibu hamil dengan faktor risiko ganda dua atau tiga dan lebih).17
Pada pasien ini didapatkan lima faktor resiko, yaitu nullipara, hipertensi
kronik, obesitas sebelum hamil dengan IMT 32, tekanan darah diastolik 120 mmHg,
dan terdapat proteinuria +2. Selain itu, pasien memiliki skor 10 berdasarkan
kelompok FR, yaitu sedang hamil (skor 2), primi tua (skor 4), penyakit ibu berupa
hipertensi kronik (skor 4). Pasien dikategorikan APGO (Ada Potensi Gawat
54
Obstetrik). Hal ini menunjukkan sejak awal kehamilan pasien sudah memiliki faktor
sebulan atau jika keluhan bertambah. Pada pasien juga perlu untuk dipantau tekanan
Pada pasien saat masuk RSUD Arifin Achmad, terdapat beberapa resiko yaitu
a) sedang hamil (skor 2), b) kelompok FR I: primi tua (skor 4), c) FR II yaitu
penyakit ibu berupa hipertensi kronik (skor 4) dan d) FR III yaitu PEB (skor 8).
Dalam kasus ini, pasien jarang menlakukan kontrol kehamilan. Hal ini
Sistem Rujukan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang
timbul secara horizontal maupun vertikal. Sistem rujukan terdiri dari Rujukan
Terencana (Rujukan Dini Berencana dan Rujukan Dalam Rahim) serta Rujukan Tepat
Waktu (RTW). Rujukan Dini Berencana ditujukan untuk pasien dengan Ada Potensi
Gawat Obestetrik (APGO) dan Ada Gawat Obstetrik (AGO), sedangkan Rujukan
Dalam Rahim ditujukan untuk janin resiko tinggi masih sehat, misalnya kehamilan
dengan riwayat obstetrik jelek pada ibu DM, partur prematurus iminens. Untuk ibu
ibu/bayi baru lahir.17 Berdasarkan kelompok resiko kehamilan, pasien ini termasuk ke
55
kehamilan dengan resiko sangat tinggi dan adanya gawat darurat obstetrik. Oleh
sebab itu, pasien yang masuk kategori APGO ini seharusnya sudah direncanakan
untuk dilakukan Rujukan Dini Berencana sebelum terjadinya PEB. Kemudian, jika
telah terjadi PEB yang merupakan kelompok FR III AGDO, seharusnya sistem
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
4. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah dengan
memantau kondisi ibu maupun janin dan menilai faktor resiko melalui
ANC sejak awal kehamilan dan mengikuti alur rujukan yang sesuai untuk
57
5.2 Saran
1. Penegakkan diagnosis PEB pada pasien ini belum tepat. Sebaiknya lebih
preeklampsia.
4. Pasien dan janin sebaiknya dipantau melalui ANC sejak awal kehamilan
dicegah.
58
DAFTAR PUSTAKA
59
15. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Fetomaternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan
Tatalaksana Pre Eklamsia. Jakarta: 2016.
16. Hestiantoro A. Infertilitas. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi 3.
Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editor. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011.
17. Rochjati P. Pelayanan Kebidanan di Indonesia. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
18. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta: 2013.
19. Jeyabalan A. Epidemiology of Preelampsia: Impact of Obesity. Nut Rev.
2013;71(0 1):1-14.
20. Lamminpää R, Vehviläinen-Julkunen K, Gissler M, Heinonen S. Preeclampsia
complicated by advanced maternal age: a registry-based study on primiparous
women in Finland 1997-2008. BMC Pregnancy Childbirth. 2012;12:2-6.
60