PREEKLAMSIA
(Status Pasien)
IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny. H
Umur: 39 Tahun
Alamat: Kp. Ciawi RT03 RW 06, Ds. Cijoro Pasir, Rangkasbitung
Agama: Islam
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir: Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tanggal Kunjungan: 22 Juli 2020
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Pusing dan nyeri di ulu hati sejak 3 jam lalu
Anamnesis Khusus: G4P3A0 gravida 30 minggu datang dengan
keluhan pusing dan nyeri ulu hati. Gerak janin aktif, flek darah (-),
lendir darah (-), mules-mules (-). Bengkak pada kedua kaki (-).
Mual (-), muntah (-), batuk (-), demam (-), sesak (-), BAK-BAB
lancar.
Riwayat Obstetri:
Usia Jenis
Anak ke Lahir di Penolong BBL Jenis Kelamin Hidup/Mati
Kehamilan persalinan
KEPALA JANTUNG
• Normosefali • BJ I-II murni regular
• Lesi/tumor (-) • Gallop (-), murmur (-)
MATA PARU-PARU
• Skelara ikterik (-/-) • Sonor, statis-dinamis
• Konjuntiva anemis (-/-) • Vesikuler, ronki/wheezing (-/-)
LEHER PAYUDARA
• Pembesaran KGB (-) • Pembesaran payudara (+),
• Pembesaran kelenjar tiroid hiperpigmentasi areola mammae
(+), puting susu menonjol (+)
(-)
PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN
• Cembung, distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+)
• Leopold I: Bokong, Leopold II: Punggung Kiri, Leopold III: Kepala, Leopold IV:
Divergen
• Hati: Dalam batas normal
• Limpa: Dalam batas normal
GENITAL
• Vulva tidak ada kelainan, lendir darah (-), flek darah (-)
STATUS OBSTETRI
• Tinggi fundus uteri: 25 cm
• Lingkaran perut: 95 cm
• Letak anak: Memanjang
• Detak jantung janin: 142 kali/menit
• His: (-)
• Taksiran berat badan anak: 1900
gram (USG)
TATALAKSANA
Pemeriksaan Penunjang:
22-07-2020, proteinuria negatif (-)
(Dasar Teori)
SISTEM REPRODUKSI WANITA
SISTEM REPRODUKSI WANITA
Definisi
• Kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi
• Adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada
kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)
• Diagnosis, hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia
kehamilan diatas 20 minggu
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Epidemiologi
• Tingginya AKI merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan juga
mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas
• Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, AKI di Indonesia
sebesar 359 per 100.000. MDG 2015 menargetkan penurunan AKI
menjadi 102 per 100.000, namun tahun SDKI mencatat kenaikan AKI
yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
• Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%)
• WHO memperkirakan kasus preeklampsia 7 x lebih tinggi di negara
berkembang (1,8-18%) daripada di negara maju (1,3-6%)
• Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau
sekitar 5,3%
• Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Etiologi
Myrtha R. Penatalaksanaan tekanan darah pada preeklamsia. Cermin Dunia Kedokteran. 2015;42 (4)
Faktor Risiko
• Usia
• Nullipara
• Kehamilan pertama pada pasangan baru
• Riwayat keluarga preeklamsia
• Kehamilan multipel
• Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
• Obesitas sebelum hamil dan indeks massa tubuh saat pertama kali ANC
• DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
• Penyakit ginjal
• Sindrom fosfolipid
• Hipertensi kronik
Faktor Risiko (Usia)
• RSUP DR. M. Djamil Padang (2014) terdapat hubungan
antara umur dengan kejadian preeklampsia, ibu hamil yang
berumur <20 tahun dan >35 tahun berisiko 4,886 kali
berisiko, dibandingkan dengan ibu hamil yang berumur
antara 20-35 tahun.
• Royston dan Armstrong juga menyebutkan bahwa umur 20-
35 tahun merupakan umur yang paling aman bagi wanita
untuk hamil dan melahirkan.
Notobroto HB, Sulistyono A, Fatmawati L. Pengaruh kesehatan ibu terhadap derajat preeklamsia/eklamsia di
kabupaten gresik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2017;20 (2)
Faktor Risiko (Nullipara)
Hendrati LY, Faiqoh E. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil dengan terjadinya
preeklamsia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014;2 (2)
Faktor Risiko (Kehamilan pertama pada pasangan baru)
• Faktor paritas (anak pertama) mempunyai risiko untuk terjadi
preeklampsia sebesar 2,608 kali dibandingkan wanita hamil
yang kedua atau ketiga (multigravida)
• Mayoritas ibu dengan preeklampsia/eklampsia di RSUD Ibnu
Sina Kabupaten Gresik adalah kehamilan anak pertama
• Paritas anak pertama berisiko 4.751 kali terhadap kejadian
preeklampsia berat
Hendrati LY, Faiqoh E. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil dengan terjadinya
preeklamsia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014;2 (2)
Faktor Risiko (Riwayat keluarga)
• Bakti Utama (2007) menyatakan ada hubungan antara
keturunan preeklampsia dengan kejadian preeklampsia RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
• Chesley dan Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu
dan menantu perempuan dari perempuan penderita eklampsia
yang melahirkan di Margareth Haque Maternitay Hospital
selama jangka waktu 49 tahun (1935-1984) disimpulkan
bahwa preeklampsia bersifat menurun
• Risiko 1,286 kali untuk terjadi preeklamsia/eklamsi
Hendrati LY, Faiqoh E. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil dengan terjadinya
preeklamsia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014;2 (2)
Faktor Risiko (Kehamilan Multipel)
• Norwitz (2008) menyatakan bahwa kehamilan kembar atau
ganda merupakan salah satu penyebab preeklampsia
• Rozikhan (2007) tidak ada hubungan antara riwayat
kehamilan ganda dengan kejadian preeklampsia
• Nuning dan Mardiana di RSUD Kabupaten Brebes (2014)
tidak ada hubungan antara riwayat kehamilan ganda dengan
kejadian preeklampsia
Mardiana, Saraswati N. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil (studi
kasus di rsud kabupaten brebes tahun 2014). Unnes Journal of Public Health. 2016;5 (2)
Faktor Risiko
(Donor oosit, donor sperma dan donor embrio)
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Faktor Risiko
(Obesitas sebelum hamil dan indeks massa tubuh saat pertama kali ANC)
Notobroto HB, Sulistyono A, Fatmawati L. Pengaruh kesehatan ibu terhadap derajat preeklamsia/eklamsia di
kabupaten gresik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2017;20 (2)
Faktor Risiko
(Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Notobroto HB, Sulistyono A, Fatmawati L. Pengaruh kesehatan ibu terhadap derajat preeklamsia/eklamsia di
kabupaten gresik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2017;20 (2)
Faktor Risiko (Penyakit Ginjal)
• Duckitt, risiko preeklampsia meningkat sebanding dengan
keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal
• Fungsi ginjal umumnya dipertahankan hingga stadium
lanjut, namun mengalami kerusakan pada preeklampsia
berat akibat vasokonstriksi dan penurunan perfusi
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Faktor Risiko (Sindrom Fosfolipid)
• Duckitt menunjukkan adanya antibodi antifosfolipid
(antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus atau
keduanya) meningkatkan risiko preeklampsia hampir
10 kali
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Faktor Risiko (Hipertensi Kronik)
• Rozikhan (2007) tentang faktor-faktor risiko terjadinya
preeklampsia berat di RS Dr. H. Soewondo Kendal yaitu
riwayat hipertensi berisiko 2,98 kali terhadap kejadian
preeklampsia/eklampsia
• Mayoritas ibu dengan kejadian preeklampsia/eklampsia di
RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik memiliki riwayat
hipertensi
• Cunningham (2006) menyatakan ibu yang sebelumnya
pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan atau yang
pernah mengalami hipertensi sekitar 4 tahun berisiko
terhadap kejadian preeklampsia
Hendrati LY, Faiqoh E. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil dengan terjadinya
preeklamsia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014;2 (2)
Patofisiologi
• Perfusi plasenta
• Sindrom maternal
Myrtha R. Penatalaksanaan tekanan darah pada preeklamsia. Cermin Dunia Kedokteran. 2015;42 (4)
Klasifikasi
• Hipertensi Kronik
• Ditemukan sebelum usia <20 minggu
• Menetap 12 minggu pasca persalinan
• Preeklamsi/Eklamsi atas dasar hipertensi kronik
• Terjadi pada hipertensi kronik
• Hipertensi Gestasional
• Tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai
gejala-gejala hipertensi kronik atau preeklamsi/eklamsia
• Hilang dalam waktu <12 minggu pasca persalinan
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Manifestasi Klinis
• Gangguan hati
• Kegagalan koagulasi
• Gangguan neorologis
• Gangguan pertumbuhan janin
Fitrayeni, Tamela P, Nursal DGA. Faktor risiko kejadian preeklamsia pada ibu hamil di rsup dr. m. djamil
padang tahun 2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2016;10 (1)
Diagnosis Banding
• Kelainan ginjal
• Hipertensi gestasional
• Hipertensi kronik
• Hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia; 2017
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri & ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Anamnesis
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2017
Pemeriksaan Fisik
• Preeklamsia
• Trombositopenia < 100.000/mikroliter
• Gangguan ginjal, kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
• Gangguan liver, peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen
• Edema Paru
• Gejala neurologis, stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Pemeriksaan Fisik
• Preeklamsia Berat
• Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
• Ditambah dengan kriteria preeklamsia
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium: Hb, Ht, leukosit,
trombosit, urin lengkap
• Pemeriksaan elektrolit: Na, K, Ca, Cl, kadar
glukosa, urea, kreatinin, SGOT, SGPT, analisis
gas darah, asam urat darah
• Pemeriksaan KTG
• Pemeriksaan foto rontgen thorax dan
pemeriksaan USG
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Tatalaksana
• Preeklampsia
• Dapat di rawat jalan dengan pengawasan dan kunjungan antenatal yang
lebih sering.
• Dianjurkan untuk banyak istirhat dengan baring atau tidur miring.
Namun tidak mutlak selalu tirah baring.
• Diet dengan cukup protein dengan rendah karbohidar, lemak dan
garam secukupnya.
• Pemantuan fungsi ginjal, fungsi hati, dan protenuria berkala.
• Preeklampsia Berat
• Segera melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke Rumah Sakit
dan menghindari terjadi kejang dengan pemberian MgSO4
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2017
Tatalaksana
• Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal: tekanan darah,
berat badan, tinggi badan, indeks masa tubuh, ukuran uterus dan
gerakan janin.
• Rawat jalan (ambulatoir)
• Ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
• Konsumsi susu dan air buah
• Antihipertensi
• Ibu dengan hipertensi berat selama kehailan perlu mendapatkan terapi
antihipertensi.
• Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2017
Tatalaksana MgSO4
• Cara Pemberian Dosis Awal
• 4 gram larutan MgSO4 (10 cc larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dengan 100 cc akuades/RL, berikan secara perlahan dengan
intavena selama 20 menit. Jika akses intavena sulit, berikan
masing-masing 5 gram MgSO4 (12,5 cc larutan MgSO4 dalam
40%) IM di bokong kanan dan kiri.
• Cara Pemberian Dosis Rumatan
• 6 gram larutan MgSO4 (15 cc larutan MgSO4) dan larutkan dalam
500 cc di dalam ringer laktat/ringer asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang selama
24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir (bila eklampsia).
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia; 2017
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri & ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Tatalaksana MgSO4
• Syarat Pemberian MgSO4
• Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10
cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit
• Refleks patella (+) kuat
• Frekuensi pernapasan >16 kali/menit
• Produksi urine >30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
• Pemberhentian Pemberian MgSO4
• Ada tanda-tanda intoksikasi
• Setelah 24 jam pascapersalinan
• Dalam 6 jam pascapersalinan sudah terjadi perbaikan tekanan darah
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Tatalaksana Obat Hipertensi
• Nifedipin
• 10 mg per oral dan dapat diulang setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24
jam) sampai terjadi penurunan MAP 20%. Selanjutnya diberikan dosis
rumatan 3x10 mg (tidak boleh diberikan secara sublingual).
• Nikardipin
• Diberikan bila tekanan darah >190/110 mmHg/hipertensi emergensi
dengan dosis 1 ampul 10 mg dalam larutan 50 cc per jam atau 2 ampul
10 mg dalam larutan 100 cc tetes per menit micro drip. Pelarut yang
tidak dapat diberikan adalah RL dan bikarbonat natrikus.
• Metildopa
• Dosis yang diberikan 2x250-500 mg per oral (dosis maksimal 2000
mg/hari).
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Pertimbangan Persalinan/Terminasi
• Belum Inpartu
• Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop >6. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
• Indikasi seksio sesarea:
• Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
• Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam
• Induksi persalinan gagal
• Terjadi gawat janin
• Kelaninan letak
• Bila umur kehamilan <34 minggu
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Pertimbangan Persalinan/Terminasi
• Sudah Inpartu
• Perjalanan persalinan normal diikuti dengan partograf WHO
• Memperpendek kala II
• Seksio sesaria dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin
• Bila skor bishop <6 direkomendasikan tindakan seksio
sesaria
• Anestesi, regional anestesi, epidural. Tidak dianjurkan
anestesi umum
Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjajaran. Panduan praktis klinis obstetri &
ginekologi. Bandung: FK Unpad RSHS Bandung; 2015
Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Pencegahan
• Primer
• Menghindari terjadinya penyakit
• Sekunder
• Memutus proses terjadinya penyakit yang sedang
berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan
klinis karena penyakit tersebut
• Tersier
• Pencegahan dari komplikasi yang disebabkan oleh
proses penyakit, sehingga bisa menjadi tatalaksana
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Pencegahan
• Sekunder
• Istirahat
• Cochrane, istirahat di rumah 4 jam/hari atau 15 menit 2x/hari ditambah
suplementasi nutrisi
• Retriksi garam
• Restriksi garam (20-50 mmol/hari), dibandingkan diet normal tidak ada
perbedaan
• Aspirin dosis rendah
• Dosis rendah (60-80 mg)
• Suplementasi kalsium
• Minimal 1 gram/hari, tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada
populasi yang memiliki diet kalsium yang adekuat
• Suplementasi antioksidan
• Antioksidan kombinasi vitamin C (1000 mg) dan E (400 IU), tidak
memberikan perbedaan bermakna
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
Komplikasi
• Sindrome HELLP
• Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
• Edema paru
• Kematian janin
• Koma
• Kematian ibu
• Risiko penyakit kardiovaskular, 4 x peningkatan risiko
hipertensi dan 2 x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan
DVT di masa yang akan datang
Wibowo Noroyono dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran; diagnosis dan tatalaksana preeklamsia.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2016
PEMBAHASAN