PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui IGD Pueskesmas Kintamani V, Pasien datang sadar dengan
keluhan sekarang kepala terasa sakit, kejang disangkal pasien, dan pandangan kabur
juga disangkal. Blood slime: (-), cairan putih jernih: (-), nyeri perut: (+) jarang,
gerakan janin: (+), trauma: (-), demam: (-), keputihan: (+) normal. BAK terakhir 2
jam sebelum masuk MRS.
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 14 tahun, pasien
mengatakan siklus menstruasi tidak teratur. Lamanya menstruasi 6-7 hari dengan
volume ± 50cc. keluhan pada saat menstruasi yaitu nyeri perut dan pinggang.
Hari pertama haid terakhir pada tanggal 12 oktober 2021 dengan taksiran
persalinan tanggal 19 juli 2022.
3
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang, lama menikah 10 tahun, usia saat
menikah 21 tahun.
Riwayat Obstetri
1. Hamil pertama : Persalinan spontan pervaginam di puskesmas, jenis
kelamin laki-laki, usia 9 tahun.
2. Hamil kedua : Persalinan spontan pervaginam di RSUD Bangli, jenis
kelamin perempuan, usia 2,5 tahun
3. Kehamilan ketiga : Saat ini.
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien melakukan antenatal care sebanyak lebih dari 10 kali di bidan puskesmas,
dan melakukan pemeriksaan kandungan dengan USG di dokter spesialis
kandungan sebanyak 4 kali.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
Riwayah Penyakit Terdahulu
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Hipertensi mulai
mucul saat usia kehamilan 24 minggu. Asma, dan kencing manis di sangkal oleh
pasien, pasien juga tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.
4
STATUS GENERAL
MATA : anemis -/-, icterus -/-
THT : T1/T1
THORAX COR : S1 S2 tunggal reguler, murmur –
PULMU : Vaskular +/+, ronchi -/-
MAMAE : Dalam batas normal
ABDOMEN : Sesuai status obstetric
EKSTREMITAS : Hangat +/+, Edema -/-
STATUS OBSTETRI
ABDOMEN
INSPEKSI : Perut tampak membesar, strae gravi (+)
PALPASI
TFU : Tinggi fundus 31 cm
LEOPOLD : 1: kesan bokong
2: punggung (kanan), ekstremitas (kiri)
3: kesan kepala
4: masuk PAP
HIS : (+) Jarang
AUSKULTASI : DJJ (+) 144x/menit
VAGINA : Pendarahan aktif (-), blood slime (-),
INSPEKSI air (-)
2.5 DIAGNOSIS
G3P2A0H2 umur kehamilan 38-39 minggu T/H + PEB
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Rujuk ke RSU
2. IVFD Rl 20 tpm
3. O2 2 lpm via nasal kanul
5
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 PREEKLAMSIA
Preeklampsia didefinisikan dengan adanya hipertensi dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang diukur dua
kali dengan selang waktu 4-6 jam, menetap sekurang-kurangnya selama 7 hari,
disertai proteinuria (≥ 30 mg/liter urin atau ≥ 300 mg/24 jam) yang didapatkan
setelah umur kehamilan 20 minggu, dan semua kelainan ini akan menghilang
sebelum 6 minggu post partum.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu.
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Penyebab preeklampsia berat belum sepenuhnya diketahui, berbagai
komplikasi preeklampsia terhadap ibu dapat berupa gagal ginjal akut, eklampsia,
edema paru, penyakit hepar akut, hemolisis dan trombositopenia. Tiga tanda yang
terakhir disebutkan muncul bersama-sama sebagai bagian dari sindroma HELLP
(haemolysis, elevated liver enzymes and low platelets). Komplikasi terhadap
janin meliputi prematuritas, gangguan perkembangan janin, oligohidramnion,
dan solusio plasenta.
6
3.2 PREVALENSI
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju
adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273 pertahun atau sekitar 5,3%.
1. Gestasional hipertensi:
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada
kehamilan > 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan darah
kembali normal < 12 minggu post partum.
2. Hipertensi kronis:
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan
20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post partum.
3. Preeklampsia:
a. Preeklampsia ringan
Tekanan darah sistol ≥140 sampai < 160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90
sampai < 110 mmHg dan proteinuria > 0,3 g/L atau kwalitatif +2
b. Preeklampsia berat
Tekanan darah sistol ≥160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 110 mmHg dan
proteinuria > 5 gr/24 jam atau kwalitatif +4, oligouria, edema paru atau
sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending eklampsia.
4. Superimposed preeklampsia: preeklampsia pada pasien hipertensi kronis
5. Eklampsia: Preeklampsia disertai oleh kejang-kejang dan atau koma.
7
3.4 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi kehamilan hingga saat ini belum di ketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arterialis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Hal ini memberi dampak penururnan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal ini akan merusak membran sel
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain dapat merusak membran sel, juga akan merusak
nukleus dan protein sel endotel. Jika sel endotel terpapar terhadap peroksida
lemak maka akan terjadi disfungsi endotel, yang akan berakibat:
Gangguan metabolisme prostaglandin
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan suatu
vasokonstriktor kuat. Pada hipertensi kehamilan kadar tromboksan
8
lebih tinggi sehingga terjadi vasokontriksi, dan terjadi kenaikan
tekanan darah
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
Peningkatan permeabilitas kapilar
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin
Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G) yang berfungsi melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel Natural Killer (NK) ibu.Namun, pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan HLA-G akan
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Padahal Invasi trofoblas
penting agar jaringan desidua lunak dan gembur sehingga memudahkan
dilatasi arteri spiralis.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter
pembuluh darah karena adanya sintesis PG pada sel endotel pembuluh
darah. Akan tetapi, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan
daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan vasopresor.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak
perempuan akan mengalami preeklampsia pula dan 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan, seperti
defisiensi kalsium pada wanita hamil dapat mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia/eklampsia.
7. Teori Stimulus Inflamasi
9
Pada kehamilan normal plasenta akan melepkaskan debris trofoblas,
sebagai sisa proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat reaksi stres
oksidatif. Bahan-bahan ini selanjutnya akan merangsang proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Hal tersebut
berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi
peningkatan stress oksidatif dan peningkatan produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas. Sehingga menjadi bebas reaksi inflamasi dalam darah
ibu sampai menimbulkan gejala-gejala preeklampsia padai ibu.
3.5 PATOFISIOLOGI
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan
terjadinya iskemia plasenta. Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan
dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang
berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas
dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan
menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada
tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang
terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi
endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah
pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara
10
keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan
organ seperti:
Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru
dan oedema menyeluruh.
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.
3.6 FAKTOR RESIKO
Faktor risiko adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk
menderita penyakit tertentu. Hal ini penting untuk diketahui agar pemberi
layanan kesehatan dapat melakukan tindakan preventif atau rencana tata laksana
untuk mencegah atau mengurangi derajat kesakitan penyakit tersebut. Faktor
risiko pada preeklampsia meliputi usia, paritas, riwayat preeklampsia
sebelumnya, kehamilan multipel, penyakit terdahulu, jarak antara kehamilan,
indeks masa tubuh dan usia kehamilan.
1. USIA
Ibu dengan usia ≥ 40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar
untuk mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa risiko preeklampsia meningkat hingga 30% setiap
penambahan 1 tahun setelah ibu mencapai usia 34 tahun. Sedangkan ibu
yang hamil di usia muda cenderung tidak mempengaruhi risiko terjadinya
preeklampsia.
2. PARITAS
11
meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklampsia sebanyak 3 kali
lipat. Sedangkan ibu yang masuk ke dalam golongan multipara adalah ibu
yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4 kali,
memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami preeklampsia.
4. KEHAMILAN MULTIPEL
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam
kandungannya, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
meningkat hampir 3 kali lipat. Satu buah penelitian menunjukkan bahwa
ibu hamil dengan 3 janin berisiko mengalami preeklampsia 3 kali lipat
lebih besar dari pada ibu hamil dengan 2 janin.
5. RIWAYAT PENYAKIT
13
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
3.9 PENATALAKSANAAN
Pengelolaan preeklamsia berat sebelum 34 minggu masih kontroversial. Di
beberapa lembaga, persalinan dicapai terlepas dari kematangan janin. Di sisi lain,
persalinanan ditunda untuk jangka waktu terbatas untuk memungkinkan
pemberian kortikosteroid. Empat uji coba terkontrol acak luas yang
membandingkan magnesium sulfat dengan pengobatan metode lain untuk
mencegah kejang pada wanita dengan preeklamsia berat telah menunjukkan
bahwa magnesium sulfat dikaitkan dengan jumlah yang signifikan lebih rendah
dari eklampsia daripada tidak ada pengobatan atau nimodipin. Lucas dan rekan
melaporkan tidak ada kejang di antara 1.049 wanita preeklampsia yang
menerima profilaksis magnesium sulfat.
Kehamilan yang dipersulit hipertensi gestasional dikelola menurut tingkat
keparahan, umur kehamilan, dan adanya preeklampsia. Prinsip penatalaksanaan,
sebagaimana ditekankan sebelumnya, juga memperhitungkan cedera sel endotel
14
dan disfungsi multiorgan yang disebabkan oleh sindrom preeklamsia. Tujuan
pengelolaan dasar untuk setiap kehamilan yang dipersulit oleh preeklamsia
meliputi:
1. Terminasi kehamilan dengan meminimalisir kemungkinan trauma
terhadap ibu dan janin
2. Kelahiran bayi yang kemudian tumbuh subur
3. Restorasi lengkap kesehatan untuk ibu
Pada banyak wanita dengan preeklampsia terutama yang mendekati atau
pada aterm, ketiga tujuan didapat sama baiknya dengan induksi persalinan. Salah
satu pertanyaan klinis yang paling penting untuk penatalaksanaan yang sukses
adalah pengetahuan yang tepat dari usia janin.
6 gr MgSo4 40% (15 cc MgSo4 40%) dan larutkan dalam 500 cc larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat lalu berikan melalui infus 28 tetes/menit
selama 6 jam (1gr/jam)
Diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia)
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 DIAGNOSIS
Diagnosis preeklmapsia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis, keluahan-keluhan yang
dialami oleh pasien preeklampsia adalah adanya nyeri kepala, penglihayan kabur
atau nyeri perut kuadran kanan atas yang memperberat keluhan, dari anamnesis
juga perlu diketahui pada saat umur kehamilan berapa mulai terjadinya tekanan
darah tinggi, dan mengetahui umur kehamilan sekarang untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri kepala,
tidak ada penglihatan kabur, pasien mengatakan tekanan darah tinggi mulai sejak
kehamilan kedua.
Dari pemeriksaan fisik pasien dengan preeklampsia dapat di tegakkan
dengan mengukur tekana darah yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140, diastolik ≥ 90
mmHg, edema paru atau sianosis. Pada pasien tersebut di dapatkan hasil
pemeriksaan tekana darah 180/120 mmHg, tidak ada edema paru dan tidak ada
sianosis.
Pada meriksaan penunjang, preeklampsia dapat terdiagnosis dengan
pemeriksaan proteinuria meningkat ≥ +2, Platelet < 100.000, SGOT/SGPT > 70,
Lactic Acid Dehydrogenase (LDH) > 600. Namun pada kasus ini, pemeriksaan
penunjang masih dalam batas normal.
4.2 PENATALAKSANAAN
18
DAFTAR PUSTAKA
A.A Gde Kiki Sanjaya Dharma. Faktor Resiko, Patogenesis, Dan Penatalaksanaan.
Cunningham FG, dkk. 2006. Kehamilan pada Manusia. Dalam Hartanto Huriawati,
pada kehamilan muda. Edisi ke-4. Cetakan ke-4. Jakarta: Bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kesehatan Maternal
Jakarta: EGC
WHO; 2007.
19