Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Preeklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di
Indonesia. Preeklampsia juga merupakan penyebab kedua setelah perdarahan dan sebagai
penyebab langsung terhadap kematian maternal. Pengertian preeklampsia adalah sindrom yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang muncul ditrimester kedua
kehamilan.1
Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan
masyarakat. Tahun 2015 World Health Organization (WHO) memperkirakan 303.000 orang
wanita meninggal dunia selama dan setelah kehamilan. Di Indonesia berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih
tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari Pusat Kesehatan dan
Informasi Kemenkes (2014) penyebab utama kematian ibu tahun 2013 adalah perdarahan
(30,3%) dan hipertensi dalam kehamilan (27,1%). Jumlah kasus kematian ibu maternal yang
dilaporkan di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2015 sebanyak 80 kasus dan 2016
sebanyak 74 kasus. Penyebab kematian ibu di Kalimantan Tengah berdasarkan survei AKI 2015
yaitu perdarahan 44%, hipertensi dalam kehamilan 9 % dan infeksi 5%.2,3
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah ≥
140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam
atau merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas
yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda tanda kelainan-kelainan vascular atau
hipertensi sebelumnya.4,5
Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain nulipara,
kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu,
multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Preeklampsia juga
dipengaruhi oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan.4
Jika penderita mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut. Bila preeklamsia berat yang tidak ditangani

1
2

dengan cepat maka akan menyebabkan penderita mengalami kehilangan kesadaran bahkan
kematian akibat kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Untuk
mencegah komplikasi preeklamsia maka sangat diharapkan agar ibu hamil wajib memeriksakan
kehamilan secara intensif.4

1.2. Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini ditulis untuk memberikan pengetahuan mengenai preeklampsia dan
sebagai syarat kelulusan dalam kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Perempuan RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Ny. M Nama Suami : Tn. M

Umur : 18 tahun Umur : 22 tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SD

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh

Suku : Dayak Suku : Banjar

Alamat : Palangka Raya

Masuk Rumah Sakit : 25 Maret 2021

Tanggal Anamnesis : 25 Maret 2021

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Tekanan darah tinggi

b. Riwayat Penyakit Sekarang


G1P0A0 merasa hamil 36-37 minggu diketahui tekanan darah tinggi sejak 1 minggu yang
lalu saat kontrol di bidan praktik (TD : 140/110 mmHg). Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
dan selama kehamilan disangkal. Nyeri kepala hebat dan pandangan kabur diakui hilang timbul
sejak 1 minggu yang lalu dan memberat sejak 3 hari SMRS. Nyeri ulu hati disangkal. Mules-
mules yang semakin sering dan bertambah kuat dirasakan sejak 4 jam SMRS disertai keluar
lendir bercampur sedikit darah. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum dirasakan ibu.
Gerakan janin masih dirasakan Ibu. Karena keluhannya ibu berobat ke bidan praktik lalu di rujuk
ke RSUD dr. Doris Sylvanus.

3
4

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa disangkal
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat penyakit maag sekitar usia 16 tahun, membaik saat diberi obat antasida
 Riwayat penyakit paru disangkal
 Memiliki riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit liver disangkal
 Riwayat trauma dan operasi disangkal
 Riwayat penyakit bawaan disangkal
 Riwayat dirawat di Rumah sakit (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama

e. Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun
 Siklus : 30 hari
 Lamanya : 7 hari
 Banyaknya : 3 kali ganti pembalut dalam sehari
 Dismenorhea :-
 HPHT : 20 Juni 2020
 TP : 27 Maret 2021

f. Riwayat Perkawinan

 Status pernikahan : Menikah


 Perkawinan : 1 kali
 Usia saat menikah : 17 tahun
 Lamanya menikah : 1 tahun
 Usia suami saat menikah : 21 tahun
 Jumlah anak hidup :-
 Jumlah anak meninggal :-
5

g. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas : G1P0A0

No. Usia Tempat Waktu Penolong Komplikasi JK BBL


Kehamilan
1. Sekarang Rumah - - - - -
Sakit

h. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi

i. Habitualis dan Lingkungan

 Pasien tinggal 1 rumah bersama suami dan orangtua


 Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga
 Pasien suka makan makanan yang asin dan pedas
 Merokok(-), jamu-jamuan(-), alkohol(-)

j. Riwayat Antenatal Care


 Pasien mengatakan tidak pernah melakukan kunjungan ke puskesmas, bidan ataupun
dokter pada trimester I dan trimester II
 Pasien pernah melakukan 2x USG pada bulan November 2020 dan Februari 2021 di
RSIA Yasmin dan diberi vitamin
 Pada tanggal 18 Maret 2021 atau umur kehamilan 9 bulan, pasien ke bidan praktik
karena mengeluh nyeri kepala
 Pada 25 Maret 2021, pasien ke bidan praktik mengeluh nyeri kepala serta mules
semakin sering dan pada pemeriksaan dalam terdapat pembukaan, lalu pasien dirujuk
ke RSUD dr. Doris Sylvanus

2.3. Pemeriksaan Fisik


a. Tanda Vital
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 166/114 mmHg
 Laju nadi : 108 x/menit, kuat angkat, isi cukup, dan regular
 Laju napas (RR) : 20 x/menit
 Suhu : 36,4oC di axilla
 SpO2 : 99% free air
6

b. Status Generalisata

 Kepala : Normochepali, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-


 Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
 Thorax : simetris hemithorax sinistra dan dextra
 Paru: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki(-/-), penggunaan otot tambahan(-)
 Jantung : S1-S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Tampak cembung, supel, BU (+), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas:
Dextra Sinistra
Superior Akral hangat, CRT < 2 detik, Akral hangat, CRT < 2 detik,
Edema (-) Edema (-)
Inferior Akral hangat, CRT < 2 detik, Akral hangat, CRT < 2 detik,
Edema (+) Edema (+)

c. Status Obstetri

 Leopold :
L1 : 3 jari di bawah processus xyphoideus (29 cm), kesan bokong

L2 : Punggung kanan

L3 : Presentasi kepala

L4 : Divergen

 Auskultasi : DJJ 133-135 x/menit (teratur)


 Vaginal toucher : Pembukaan 1-2 cm, potio tebal lunak, ketuban(+), bagian
terdepan: kepala, penurunan: Hodge 1, pengeluaran: lendir darah
 HIS : 1 x/10 menit
 TBJ : 2571 gr
7

2.4. Pemeriksaan Penunjang


a. Darah Lengkap

Parameter Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12,8 g/dl 10,5-18,0
Leukosit 14,14 x103/uL 4,50-11,0
Hematokrit 37,1% 37,0-48,0
Trombosit 398 x103/uL 150-400
Gula Darah Sewaktu 60 mg/dl <200
Ureum 16 mg/dl 21-53
Kreatinin 0,74 mg/dl 0,7-1,5
CT 500 4-10 menit
BT 300 1-3 menit

c. Urinalisa

Parameter Hasil Nilai Normal


Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
pH 7,5 4,5-8,0
Protein +2 Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah +4 Negatif

2.5. Diagnosis Klinis

G1P0A0 hamil 36-37 minggu + Inpartu Kala 1 Fase Laten + Preeklampsia Berat

2.6. Penatalaksanaan
 Inf. RL 20 tpm
 Inj. MgSO4 40% 4 gr IM bo-ka
 Inj. MgSO4 40% 4 gr IM bo-ki
 PO. Dopamet 3x250 gr
 Observasi kehamilan
 Monitoring TD, nadi, suhu, DJJ, his
 DC (+)
8

2.7. Evaluasi Harian (Follow Up)

Hari/Tanggal S O A P
/ Waktu
25/03/2021 Nyeri kepala KU: tampak sakit G1P0A0 hamil - Inf. RL 20 tpm
Perawatan (-), sakit kepala sedang 36-37 minggu - Inj. MgSO4 40% 4 gr
hari ke-1 (-), pandangan Kes : CM + Inpartu Kala IM bo-ka
kabur (-), keluar Tensi: 160/112 1 Fase Laten + - Inj. MgSO4 40% gr
darah segar (-), mmHg Preeklampsia IM bo-ki
keluar lendirNadi:98x/menit, Berat - PO. Dopamet 3x250
darah dari jalan reguler kuat gr
lahir (-), mules- angkat, isi cukup - Observasi kehamilan
mules Suhu: 36,50C
(+), - Monitoring TD, nadi,
keluar air-air
Respirasi: suhu, DJJ, his
(-), gerakan 20x/menit - DC (+)
janin (+), mual Kep : CA -/-, SI -/- - Urin tampung : 1000
(-), muntah (-). Leh : >KGB(-), cc
Makan/minum >tiroid (-) - Pro SC tanggal
(+), BAB/BAK Tho: simetris +/+, 26/03/2021
(+) retraksi -/- - Puasakan pasien
Paru : ves +/+,
Rh-/, Wh-/-
Cardio:S1-S2
tunggal, reguler,
murmur (-), gallop
(-).
Abd:
- BU (+)
-TFU 3 jari di
bawah processus
xyphoideus 29cm
-DJJ : 150-
170x/menit
-His : -
Eks : Akral
hangat, CRT <2’’,
edema tungkai (+/
+)
26/03/2021 Nyeri bekas KU : tampak P1A0 post SC  Advis dr. Erlina,
Perawatan operasi, lemah H+0 a/i Inpartu Sp.An:
hari ke-2 Breast:-/-, Kes : CM Kala 1 Fase - Inj.Metoclopramid
Uterus: 3 jari di Tensi : 144/96 Laten + Partus 1 amp
bawah mmHg Tak Maju + - Inj. Ranitidine 1
umbilicus, Nadi: 74x/menit, Preeklampsia amp
Bowel: +, reguler kuat Berat - Swab antigen cito
9

Bladder: 500 cc, angkat, isi cukup


Lochia: rubra, Suhu: 36,20C Advis dr. Sigit,
Episiotomy: - Respirasi: Sp.OG:
20x/menit - Inf. RL + Oksitosin
Kep : CA -/-, SI -/- 1 amp +
Leh : >KGB(-), Ondansentron +
>tiroid (-) Tramal 62,5 cc/jam
Tho: simetris +/+, - Inj. MgSO4 40% 4
retraksi -/- gr IM esktra
Paru : ves +/+, - Inj. Cefotaxime 2x1
Rh-/, Wh-/- gr
Cardio:S1-S2 - Inj. Ketorolac 3x30
tunggal,reguler, mg
murmur (-), gallop - Observasi TD dan
(-). perdarahan
Abd: - Cek Hb post SC
- Bu (+)
- TFU 3 jari di
bawah umbilicus
Eks : Akral
hangat, CRT <2’’,
edema tungkai (+/
+)
27/03/2021 Nyeri bekas KU : tampak P1A0 post SC - Inf. RL + Tramadol
Perawatan operasi lemah. H+1 a/i Inpartu 62,5 cc/jam
hari ke-3 berkurang, Kes : CM Kala 1 Fase - Inj. Cefotaxime 2x1 gr
Breast: (-/-), Tensi : 140/90 Laten + Partus - Inj. Ketorolac 3x30
Uterus: 2 jari di mmHg Tak Maju + mg
bawah Nadi: 88 x/menit, Preeklampsia - PO. Dopamet 500
umbilicus, reguler kuat Berat mg/8 jam
Bowel: +, angkat, isi cukup - Mobilisasi
Bladder: 1100 Suhu: 36,70C - Aff DC (+)
cc, Lochia: Respirasi:
rubra, 20x/menit
Episiotomy: - Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : >KGB(-),
>tiroid (-)
Tho: simetris +/+,
retraksi -/-
Paru : ves +/+,
Rh-/, Wh-/-
Cardio:S1-S2
tunggal,reguler,
murmur (-), gallop
(-).
Abd:
10

- Bu (+)
- TFU 2 jari di
bawah umbilicus
Eks : Akral
hangat, CRT <2’’,
edema tungkai (+/
+)
28/03/2021 Nyeri bekas KU : tampak P1A0 post SC - PO. Dopamet 3x250
Perawatan operasi (-), lemah. H+2 a/i Inpartu gr
hari ke-4 Breast: (-/-), Kes : CM Kala 1 Fase - Stopper (+)
Uterus: 2 jari di Tensi : 141/101 Laten + Partus
bawah mmHg Tak Maju +
umbilicus, Nadi:76x/menit, Preeklampsia
Bowel: +, reguler kuat Berat
Bladder: 1000 angkat, isi cukup
cc, Lochia: Suhu: 36,50C
rubra, Respirasi:
Episiotomy: - 19x/menit
Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : >KGB(-),
>tiroid (-)
Tho: simetris +/+,
retraksi -/-
Paru : ves +/+,
Rh-/, Wh-/-
Cardio:S1-S2
tunggal,reguler,
murmur (-), gallop
(-).
Abd:
- Bu (+)
-TFU 2 jari di
bawh umbilicus
Eks : Akral
hangat, CRT <2’’,
edema tungkai (+/
+)
29/03/2021 Breast: (-/-), KU : tampak sakit P1A0 post SC - PO. Dopamet 3x250
Perawatan Uterus: 2 jari di ringan H+3 a/i Inpartu gr
hari ke-5 bawah Kes : CM Kala 1 Fase - Aff stopper (+)
umbilicus, Tensi : 130/90 Laten + Partus - BLPL
Bowel: +, mmHg Tak Maju +
Bladder: 900 cc, Nadi:75x/menit, Preeklampsia
Lochia: rubra, reguler kuat Berat
Episiotomy: - angkat, isi cukup
Suhu: 36,70C
11

Respirasi:
20x/menit
Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : >KGB(-),
>tiroid (-)
Tho: simetris +/+,
retraksi -/-
Paru : ves +/+,
Rh-/, Wh-/-
Cardio:S1-S2
tunggal,reguler,
murmur (-), gallop
(-).
Abd:
- Bu (+)
-TFU 2 jari di
bawh umbilicus
Eks : Akral
hangat, CRT <2’’,
edema tungkai (+/
+)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya
disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi
endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia
kehamilan >20 minggu. Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam.4,5
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.4,5

3.2. Epidemiologi

Preeklamsia adalah komplikasi umum selama kehamilan dan juga merupakan penyebab
10%-15% kasus morbiditas dan mortalitas ibu, seperti yang melibatkan penyakit kardiovaskular
dan serebrovaskular, gagal hati dan ginjal, solusio plasenta, koagulasi intravaskular diseminata,
dan hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan Hemolisis Elevated Liver enzim Low Platelet.
Insiden global gangguan hipertensi pada wanita hamil selama 2002-2012 adalah 4,6%, angka
yang bervariasi dari 2,7% -8,2% menurut wilayah dan tingkat kejadian preeklampsia di seluruh
dunia adalah 2,16%. Angka-angka ini bervariasi sesuai dengan perbedaan karakteristik populasi,
definisi, dan kriteria diagnosis.4
Hipertensi pada kehamilan termasuk preeklamsia mempengaruhi 10% dari kehamilan
di seluruh dunia. Preeklamsia diperkirakan sebagai penyebab kematian 50.000-60.000 ibu hamil
setiap tahunnya. Di Indonesia preeklamsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5-25%
dan kematian pada bayi antara 45-50%. Selain itu hipertensi dalam kehamilan merupakan
kontributor utama prematuritas. Preeklamsia diketahui merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskular dan metabolic perempuan, insidens eklamsia adalah 1-3 dari 1000 pasien
preeklamsia.4

12
13

3.3. Etiologi

Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia belum diketahui secara pasti, bukti terakhir
menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi atau penyebab
disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini akan menimbulkan hipertensi, proteinuria, dan edema
yang merupakan sindrom dari preeklampsia. Sindrom preeklamsia tidak disebabkan oleh satu
mekanisme, melainkan oleh beberapa mekanisme yang bekerja sama atau bahkan melipat
gandakan satu sama lain. Terdapat beberapa hipotesis mengenai penyebab preeklamsia6:

1) Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi tetap keras dan kaku
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling
arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.

2) Teori Iskemia Plasenta Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel


Kegagalan remodeling arteri spiralis mengakibatkan plasenta mengalami iskemia dan dan
hipoksia yang akan menghasilkan oksidan. Peroksida lemak sebagai oksidan akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Kerusakan membran
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel.

3) Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin


Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi troblas ke dalam desidua.

4) Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hamil normal pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor,
sebaliknya pada hipertensi dalam kehamilan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor.
5) Teori Stimulasi Inflamasi
14

Pada kehamilan normal plasenta melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses
apoptosis dan neurotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan
asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah
debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga
meningkat.

3.4. Faktor Resiko

Preeklamsia sering mengenai perempuan muda dan nullipara, sedangkan perempuan yang
lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan
preeklamsia. Selain itu, insiden sangat dipengaruhi oleh ras dan etnis serta predisposisi ifedip.
Faktor lain meliputi pengaruh lingkungan dan sosioekonomi. Adapun berbagai faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadi preeklamsia pada masa kehamilan sebagai berikut :7,8,9

a) Usia Ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan erat dengan preeklamsia.
Usia lebih dari 40 tahun meningkatkan resiko sebesar dua kali lipat. Usia ibu < 17 tahun atau >
35 tahun merupakan faktor resiko peningkatan terjadinya preeklamsia pada ibu hamil.

b) Paritas
Insiden preeklamsia pada primigravida sebesar 3-5% kemudian menurun menjadi 2%
pada kehamilan berikutnya. Risiko lebih besar pada primigravida telah banyak diketahui, tetapi
tidak diketahui penyebabnya. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan nulliparitas
meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia tiga kali lipat.

c) Jarak Kehamilan
Di Norwegia, sebuah penelitian melibatkan 53.028 wanita hamil memperlihatkan bahwa
wanita multipara dengan jarak kahamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko
preeklamsia hampir sama dengan nullipara. Bahwa resiko preeklamsia dan eklamsia semakin
meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (setiap 5 tahun jarak
kehamilan pertama dan kedua).
15

d) Riwayat preeklamsia sebelumnya


Riwayat Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklamsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya
preeklamsia berat, preeklamsia onset dini dan dampak perinatal yang buruk.

e) Kehamilan Kembar
Kehamilan ganda memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia
dibandingkan kehamilan normal. Selain itu, wanita dengan kehamilan multifetus dan kelainan
hipertensi saat hamil memiliki luaran neonatal yang lebih buruk daripada kehamilan monofetus.

f) Obesitas
Overweight dan obesitas merupakan risiko terbesar kelima yang dapat menyebabkan
kematian global. Berat badan berlebihan pada wanita hamil berhubungan dengan preeklamsia.

g) Penyakit Kronik
Preeklamsia pada hipertensi kronik yaitu preeklamsia yang terjadi pada perempuan hamil
yang telah menderita hipertensi sebelum hamil. Selain itu, diabetes, penyakir ginjal, dan obesitas
juga dapat menyebabkan preeklamsia. Seorang wanita yang mempunyai riwayat penyakit yang
parah akan lebih membahayakan kondisi dirinya sendiri pada saat hamil. Maka dari itu ibu hamil
yang mempunyai riwayat penyakit pada saat hamil mempunyai resiko lebih besar mengalami
preeklamsia dibandingkan dengan ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit. Penyakit
diabetes melitus hampir 50% yang terjadi pada wanita hamil berkembang menjadi preeklamsia.
Hal ini terjadi karena saat hamil, plasenta berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin.
Pertumbuhan janin dibantu oleh hormone dari plasenta. Hal ini disebut dengan resistensi insulin
atau kebal insulin. Resistensi insulin membuat tubuh ibu hamil sulit untuk mengatur kadar gula
darah sehingga. Glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk didalam darah
keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi.

3.5. Patofisiologi

Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti tetapi semakin banyak bukti bahwa
gangguan ini disebabkan oleh gangguan imonologik dimana produksi antibodi penghambat
berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri sprialis ibu oleh trofoblas sampai batas
16

tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta. Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta
menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan membrane basalis trofoblas yang mungkin
mengganggu fungsi metabolik plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endotel
plasenta berkurang dan sekresi trombosan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu. Jika
vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen
trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin.
Selanjutnya tromboplastin menyebabkan koagulasi intravascular dan deposisi fibrin di dalam
glomeruli ginjal yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak langsung
meningkatkan vasokonstriksi.8
Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap
pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri
spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada
awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus di plasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta.8
Pada tahap kedua adalah stress oksidatif bersama dengan zat toksin yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi
endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia.8
Disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai
vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti
endotelium I, tromboksan dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan
terjadilah hipertensi.8
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga
terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan setelah terjadi
disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti :8

a) Otak
Pada preklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas normal.
17

b) Jantung
Perubahan jantung disebabkan oleh terjadinya peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ektravasasi cairan intravascular ke ekstraseluler
terutama paru . Terjadi penurunan cardiac preload akibat hypovolemia.

c) Plasenta dan rahim


Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan ke plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada pre-eklampsia dan eklampsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus
prematur.

d) Ginjal
Filtrasi gromerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun . Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui gromerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi
garam dan air. Filtrasi gromerulus dapat turun sampai 59% dari normal sehingga pada keadaan
lanjut dapat terjadi oligouria dan anuria.

e) Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema yang
meninbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses
paru.

f) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklampsia berat.

Keseimbangan air dan elektrolit. Pada preeklampsia ringan biasanya tidak dijumpai
perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Jadi, tidak
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah
berada pada batas normal. Pada preklampsia berat dan eklampsia, kadar gula darah naik
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan turun.
18

Keadaan ini disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konklusi selesai zat-zat organik dioksidasi,
dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium
bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.8

3.6. Diagnosis

a) Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting untuk menegakkan diagnosis preeklamsia. Tekanan
diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik mengambarkan besaran
curah jantung. Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20
minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Timbulnya hipertensi adalah
akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg selang 6 jam.
Tekanan diastolik ditentukan 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas diastolik 90
mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi.10

b) Proteinuria
Adapun proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis preeklamsia-
eklamsia. Proteinuria ditetapkan bila ekresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstick ≥ postif 1, dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam. Proteinuria berat adalah
adanya protein dalam urin ≥5 g/24 jam. Pemeriksaaan urin dipstick bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria, sehingga mengurangi kesalah
penilaian proteinuria harus dilakukan konfirmasi hasil tes positif 1 dipstik dengan menggunakan
pemerikasaan urin tamping 24 jam atau menggunakan rasio protein : kreatinin. 10

c) Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema
dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan 80% pada kehamilan dengan hipertensi dan
proteinuria. 10
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. 10

d) Gejala-gejala subjektif lainnya10


19

1) Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak


2) Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan
visus dapat berupa : pandangan kabur, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya
kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment).
3) Kejang
4) Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklamsia dan bermanifestasi
sebagai perubahan status mental yang bervariasi dari kebingungan hingga koma.17

3.7. Penatalaksanaan
Upaya pengobatan preeklamsia berat ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan
organ vital menjadi keadaan normal dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada
ibu dan bayi. Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklamsia adalah :11
a) Terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu maupun
janin.
b) Kelahiran bayi yang dapat bertahan.
Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preeklamsia berat pemberian
kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin.
c) Persalinan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklamsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin
memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin
didalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonates.
d) Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolic >110 mmHg. Pilihan antihipertensi
yang dapat diberikan adalah nifedipine 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipine ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga
jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu
tekanan darah diastole tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan
nifedipine ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah
mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik
e) Pemberian MgSO4
Magnesium sulfat diberikan untuk penanganan kasus preeklampsia berat sebagai
pencegahan eklampsia. MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam). Efek
20

samping pemberian magnesium sulfat dapat berupa paralisis motorik, hilangnya refleks
tendon, depresi pernapasan, aritmia pada jantung. Untuk menghindari efek samping tersebut,
maka perlu dilakukan monitoring dalam 4 jam berupa EKG, urin output, refleks tendon
diperiksa setiap 4 jam. Pemberian magnesium sulfat harus dikurangi jika sudah tidak ada
refleks tendon dan frekuensi pernapasan dibawah 12 kali per menit. Jika terjadi oliguria dan
gangguan pada konduksi jantung, maka hentikan pemberian magnesium sulfat dan berikan
kembali setelah urine output membaik

3.8. Komplikasi

1) Sindrom HELLP
HELLP adalah singkatan dari Hemolysis Elevated Liver enzyme and Low Platelet
(meningkatnya kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan
darah). Gejalanya seperti pusing dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.11,12

2) Berkurangnya aliran darah menuju plasenta


Preeklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju plasenta.
Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan
nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat badan kurang.11,12

3) Solusio plasenta
Preeklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir,
sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya.11,12
4) Komplikasi lainnya11,12
a. Hipofibrinogenemia
b. Hemolisis
c. Perdarahan otak, merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia
d. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri
21

e. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklamsia-eklampsia diakibatkan


vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati
f. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dilaporkan pasien Ny. M usia 18 tahun dengan pekerjaan IRT. Pasien datang ke IGD
RSDS pada tanggal 25 Maret 2021 dibawa oleh suaminya dengan G1P0A0 merasa hamil 36-37
minggu. Pasien dirujuk karena mengalami tekanan darah tinggi sejak 3 hari SMRS setelah
periksa kehamilan di praktik bidan. Keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur dan bengkak
22

pada kedua tungkai bawah sejak 1 minggu SMRS. Keluhan nyeri ulu hati disangkal. Pasien
mengeluh mules-mules disertai keluar lendir bercampur sedikit darah sejak 4 jam SMRS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah tinggi yaitu 160/112 mmHg dan
terdapat edema pada kedua tungkai bawah. Pada pemeriksaan status obstetri didapatkan Leopold
1 (3 jari di bawah processus xyphoideus (29 cm) dan presentasi bokong), Leopold 2 (punggung
kanan), Leopold 3 (presentasi kepala), Leopold 4 (divergen), DJJ sekitar 133-135 x/menit, His 1
x/10 menit, dan pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 1-2 cm, potio tebal lunak, ketuban
(+), bagian terdepan berupa kepala, penurunan Hodge 1, pengeluaran lendir darah.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12,8 g/dl, leukosit 14,14 x103/uL,
trombosit 398 x103/uL, ureum 16 mg/dl, kreatinin 0,74 mg/dl, serta pada pemeriksaan urinalisa
didapatkan warna kuning, keruh, protein +2, darah +4, dan keton negatif.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat


didiagnosis G1P0A0 hamil 36-37 minggu + Inpartu Kala 1 Fase Laten + Preeklampsia Berat.

Terapi pertama ketika pasien di IGD diberikan IVFD RL 500 cc, MgSO4 40% 4gr IM
bo-ka dan MgSO4 40% 4gr IM bo-ki untuk mencegah kejang atau terjadinya eklampsia pada
ibu, dan Dopamet peroral 3x250 gr untuk anti hipertensi.

BAB V
KESIMPULAN

Preeklamsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah yaitu lebih dari
23

140/90 mmHg yang disertai oleh proteinuria. Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan G1P0A0
hamil 36-37 minggu + Inpartu Kala 1 Fase Laten + Preeklampsia Berat.
Pada anamnesis pasien mengaku mempunyai riwayat tekanan darah tinggi pada
kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang mengalami tekanan darah tinggi yang dialami
sejak 1 minggu yang lalu dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan proteinuria +2. Faktor
predisposisi yang mempengaruhi terjadinya preeklamsia pada pasien meliputi usia ibu yang
muda dan ini merupakan kehamilan yang pertama. Jika preeklamsia tidak ditangani dengan
benar dapat membahayakan keselamatan nyawa ibu dan janin, komplikasi yang dapat
ditimbulkan meliputi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), gagal ginjal akut,
kerusakan hepatoseluler, HELLP sindrom, rupture hati, pendarahan intraserebral, edema paru,
henti jantung paru, dan perdarahan pasca persalinan. Terapi di berikan diberikan IVFD RL 500
cc, MgSO4 40% 4gr IM bo-ka dan MgSO4 40% 4gr IM bo-ki untuk mencegah kejang atau
terjadinya eklampsia pada ibu, dan Dopamet peroral 3x250 gr untuk anti hipertensi. Dan juga
observasi pasien sampai siap dan baik jika dilakukan terminasi SC elektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas Jendral Sudirman.


2011
24

2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. Profil Dinas Kesehatan Provinsi


Kalimantan Tengah. In: Kesehatan, editor. Palangkaraya. 2016
3. Kementerian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan Situasi Kesehatan Ibu. 2015
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014
6. Chris t, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta:
Penerbitan Media Aesculapius FKUI (Universitas Indonesia): 2014
7. Agus S. Hubungan Faktor Risik Usia Ibu, Gravida, Dan Indeks Massa Tubuh Dengan
Kejadian Preeklamsia Di RSUD Tugurejo Semarang: Semarang; Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2015.
8. Caroline EG, Rudy AL, Maya EM. Hubungan Obesitas Pada Kehamilan Dengan
Preeklamsia. Kota Manado; Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado:
2016.
9. Rahmawati N. Hubungan Riwayat Penyakit Dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu
Hamil Di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Kota Yogyakarta; Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah: 2016.
10. PNPK “Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia”. Oleh Depkes RI
11. Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto
Maternal.Diagnosis dan Tata Laksana Preeklamsia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran; 2016
12. Nankali A, Malek SH, Zangeneh, Rezaei M, Kohzadi. Maternal Complications
Associated With Severe Preeclampsia. J Obstet Gynaecol India; 2013

Anda mungkin juga menyukai