Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Disusun oleh :
dr. NURUL SHAFARANI

Pembimbing :
dr. Desi Andriani
dr. Yohana Ika Karolina Peranginangin

DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENGKU HAJI DAUD
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
2020
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. VC
Usia : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Tanjung Uban
No MR : 035552

1.2 ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RSUD EHD Tanjung Uban pada tanggal 1 Juni 2020
pukul 17.30 WIB.
 Keluhan utama
Hamil anak kedua dengan keluhan nyeri perut menjalar sampai ke ari-ari.
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien sedang hamil anak kedua dan mengeluhkanya nyeri perut
menjalar sampai ke ari-ari sejak beberapa jam SMRS. Nyeri tidak begitu
sering dengan durasi sekitar 10 detik. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri
kepala. Keluhan perdarahan jalan lahir, keluar air-air, dan keluar lendir darah
tidak dirasakan pasien. Tidak ada keluhan sesak, pandangan kabur, mual, dan
demam. Gerakan janin aktif (+).
Pasien mengaku hamil 9 bulan, dengan HPHT 20 September 2019,
usia kehamilan saat ini 36-37 minggu. Taksiran persalinan 27 Juni 2020.
Pasien mengatakan melakukan kontrol kehamilan di bidan sebanyak 3
kali dan dokter kandungan 1 kali serta USG sudah pernah dilakukan dengan
hasil janin dalam keadaan baik. Pada saat kontrol beberapa bulan terakhir
didapatkan tekanan darah pasien tinggi. Pasien diberikan obat penurun
tekanan darah dan vitamin tambah darah oleh dokter dan disarankan untuk
mengatur pola makan serta aktivitas. Pasien mengaku gerakan janin mulai
dirasakan pada usia kandungan 4 bulan.
1
Selama kehamilan pasien tidak ada mengeluhkan demam (-), gigi
berlubang (-), batuk pilek (-), keputihan (-), nyeri saat BAK (-) dan baru
mengetahui tekanan darah tinggi saat pemeriksaan 4 bulan terakhir.
 Riwayat Hamil Muda
Mual (+), muntah (+), tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-),
perdarahan (-), keputihan (-).
 Riwayat Hamil Tua
Mual (-), muntah (-),tekanan darah tinggi (+), perdarahan (-), keputihan (-).
 Riwayat Prenatal Care
Kontrol kehamilan di bidan sebanyak 3 kali dan dokter kandungan 1 kali serta
USG sudah pernah dilakukan dengan hasil janin dalam keadaan baik. Pada
saat kontrol beberapa bulan terakhir didapatkan tekanan darah pasien tinggi
 Riwayat Minum Obat
Konsumsi vitamin penambah darah.
Konsumsi obat penurun tekanan darah namun tidak teratur.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) pada kehamilan sebelumnya, asma (-), diabetes
mellitus (-), penyakit jantung (-), kelainan darah (-) dan alergi (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui.
 Riwayat Menstruasi
Haid pertama kali pada usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-
7 hari, ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya, dan tidak ada keluhan nyeri
pada saat haid.
 Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali.
 Riwayat Obstetri
1. Hamil sebelumnya/ SC a/i tekanan darah tinggi dalam kehamilan
2. Hamil ini.

2
 Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMA.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 200/120 mmHg
Nadi : 61 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,50 C
TB : 150 cm
BBSH : 72 kg
BBH : 82 kg
IMT : 32 kg/m2 (obesitas grade II)
Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan peningkatan JVP tidak
ditemukan
Jantung : Kardiomegali, S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-/-)
Status obstetrikus
Wajah : Kloasma gravidarum (-)
Mammae
Inspeksi : Papila mammae tidak menonjol, corpus mammae simetris,
tanda-tanda radang (-), retraksi (-), inverted nipple (-), areola
3
mammae hiperpigmentasi, tidak ada retraksi dan tidak ada
menyerupai kulit jeruk.
Palpasi : Corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), areola mammae tidak
mengeluarkan ASI, teraba kenyal
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit, hiperpigmentasi linea alba (+), striae
gravidarum (+),
Palpasi : Leopold I : - TFU 2 jari dibawah prosesus xiphoideus
- Teraba massa lunak, bulat, tidak melenting,
kesan bokong
Leopold II : Pada sisi kanan abdomen ibu teraba tahanan
memanjang, kesan punggung
Leopold III : Teraba massa keras, bulat, melenting, kesan
kepala
Leopold IV : Konvergen (5/5)
TFU : 30 cm
His : 1x/10 menit/ durasi 10 detik
TBJ klinis : 2635 gram
DJJ : 130 x/menit
Pemeriksaan Genitalia
Genitalia eksterna
Inspeksi : Vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-)
Genitalia interna
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Tidak dilakukan

1.4 DIAGNOSIS KERJA


G2P1A0H1 gravid 36-37 minggu belum inpartu, impending eklampsia, previous SC
1x, janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala.

4
1.5 TATA LAKSANA AWAL
1. Baring posisi miring ke kiri.
2. Awasi hemodinamik ibu dan janin
Observasi KU, TTV, his, DJJ
Observasi tanda-tanda gawat janin
Pemasangan kateter urin.
3. Farmakologi :
- Oksigen 2 L/menit via nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (1 Juni 2020)
Hb : 13,2 g/dl Kreatinin : 0,39 mg/dl
Hematokrit : 37,8% CT/BT :8 menit/2
Leukosit : 13.560 /ul menit
Trombosit : 341.000 /ul Protein urin : Negatif
SGOT : 30 U/L VDRL : Non reaktif
SGPT : 20 U/L HIV : Non reaktif
Ureum : 10,7 mg/dl Hep. B : Non reaktif
Elektrokardiografi (1 Juni 2020)

5
Sinus rhythm; HR: 61

Kardiotokografi (1 Juni 2020)

1.7 RESUME PEMERIKSAAN


Pasien sedang hamil anak kedua dan mengeluhkanya nyeri perut menjalar
sampai ke ari-ari sejak beberapa jam SMRS. Nyeri tidak begitu sering dengan durasi
sekitar 10 detik. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri kepala. Keluhan perdarahan
6
jalan lahir, keluar air-air, dan keluar lendir darah tidak dirasakan pasien. Tidak ada
keluhan sesak, pandangan kabur, mual, dan demam. Gerakan janin aktif (+).
Pasien mengaku hamil 9 bulan, dengan HPHT 20 September 2019, usia
kehamilan saat ini 36-37 minggu. Taksiran persalinan 27 Juni 2020.
Pasien mengatakan melakukan kontrol kehamilan di bidan sebanyak 3 kali dan dokter
kandungan 1 kali serta USG sudah pernah dilakukan dengan hasil janin dalam
keadaan baik. Pada saat kontrol beberapa bulan terakhir didapatkan tekanan darah
pasien tinggi. Pasien diberikan obat penurun tekanan darah dan vitamin tambah darah
oleh dokter dan disarankan untuk mengatur pola makan serta aktivitas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 200/120 mmHg.. L1 kesan bokong, L2
kesan PUKA, L3 kesan kepala, L4 konvergen 5/5. TFU 30 cm, his (-), TBJ 2635
gram, DJJ 130 dpm,. Proteinuria negatif.

1.8 DIAGNOSIS AKHIR


G2P1A0H1 gravid 36-37 minggu belum inpartu, impending eklampsia, previous SC
1x, janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala.

1.9 TATA LAKSANA LANJUTAN


1. Baring posisi miring ke kiri.
2. Awasi hemodinamik ibu dan janin
Observasi KU, TTV, his, DJJ
Observasi tanda-tanda gawat janin
3. Pemasangan kateter urin.
4. Farmakologi :
- Oksigen 2 L/menit via nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Terapi regimen magnesium sulfat:
Loading dose: Bolus MgSO4 40% 10 cc (4 g).
Maintenance dose: IVFD MgSO4 40% 15 cc (6 g) yang dilarutkan ke
dalam 500 cc RL sebanyak 30 tpm.

7
- Nifedipin tablet 10 mg PO, diulang 15 menit kemudian jika tekanan
darah masih tinggi.
5. Rencana terminasi perabdominal

1.10 PROGNOSIS
Dubia

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.7 Kehamilan normal akan
berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan lunar.
2.1.1 Tanda-tanda kehamilan
- Tanda-tanda presumtif
Terdiri dari amenorea, mual dan muntah, mengidam, tidak ada selera makan
(anoreksia) terutama pada triwulan pertama, payudara membesar,
konstipasi/obstipasi karena tonus otot usus menurun oleh pengaruh hormon
steroid, pigmentasi kulit pada wajah akibat hormon kortikosteroid plasenta
(chloasma gravidarum), aerola payudara, leher, dan dinding perut.7,8
- Tanda-tanda kemungkinan hamil
Terdiri dari perut membesar, uterus membesar, tanda Hegar (ditemukannya
serviks dan isthmus uteri yang lunak pada pemeriksaan bimanual), tanda
Chadwick (perubahan warna menjadi kebiruan yang terlihat di portio, vagina,
dan vulva akibat pelebaran vena karena penngkatan kadar esterogen), tanda
Piskacek (pembesaran dan pelunakan rahim ke salah satu sisi rahim yang
berdekatan dengan tuba uterina), kontraksi-kontraksi kecil uterus (Braxton-
Hicks), teraba ballotement, dan reaksi kehamilan positif.7,8
- Tanda pasti
Terdiri dari adanya gerakan janin, denyut jantung janin, terlihat tulang-tulang
janin dalam foto rontgen.8
2.1.2 Penentuan usia kehamilan
Usia kehamilan dapat ditentukan dengan berbagai cara seperti berikut.8
- Hari pertama haid terakhir (HPHT)

9
Wanita harus mengetahui HPHT supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan
taksiran tanggal persalinan, yang dihitung menggunakan rumus Naegel, yaitu
(hari+7), (bulan-3), dan (tahun+1). Rumus ini dapat dipakai apabila seseorang
memiliki siklus haid 28 hari.
- Tinggi fundus uteri
Minggu Tinggi fundus uteri
4 Belum teraba
8 Di belakang simfisis
12 1-2 jari di atas simfisis
16 Pertengahan simfis-pusat
20 2-3 jari di bawah pusat
24 Kira-kira setinggi pusat
28 2-3 jari di atas pusat
32 Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus
36 3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px
40 Sama dengan kehamilan 36 minggu, tetapi melebar ke
samping
- Menurut Spiegelberg: dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis,
diperoleh tabel:
Minggu Tinggi fundus uteri
22-28 24-25 cm di atas simfisis
28 26,7 cm di atas simfis
30 29,5-30 cm di atas simfis
32 29,5-30 cm di atas simfis
34 31 cm di atas simfis
36 32 cm di atas simfis
38 33 cm di atas simfis
40 37,7 cm di atas simfis

10
- Menurut Mac Donald: adalah modifikasi cara Spiegelberg, yaitu jarak fundus-
simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan usia kehamilan dalam bulan.
- Ultrasonografi
2.1.3 Inpartu
Inpartu adalah tanda persalinan dimulai. Tanda – tanda inpartu adalah
sebagai berikut:9
1. Adanya his yang adekuat yaitu kontraksi uterus yang berulang minimal 2 kali
dalam 10 menit dengan durasi lebih sama dengan 30 detik.
2. Keluarnya lendir bercampur darah (bloody show) karena serviks membuka
(dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh
darah kapiler di sekitar kanalis servikalis karena pergeseran saat serviks
membuka dan mendatar.
Usia kehamilan pada pasien yaitu 36-37 minggu ditentukan dari HPHT
yaitu 20 September 2019. Dengan menggunakan rumus Naegele didapatkan
taksiran persalinan adalah tanggal 27 Juni 2020. Sehingga usia kehamilan
pasien saat datang ke RSUD EHD adalah 36 minggu + 1 hari. Dari
pemeriksaan Leopold didapatkan L1 kesan bokong dengan TFU 3 jari
dibawah prosessus xyphoideus, L2 kesan PUKA, L3 kesan kepala, dan L4
konvergen (5/5). TFU 3 jari sesuai dengan usia kehamilan 36 minggu. Usia
kehamilan juga dapat ditentukan menurut Spiegelberg yang diperoleh dari
tinggi fundus uteri. Pada pasien didapatkan tinggi fundus uteri 30 cm yang
sesuai dengan usia kehamilan berkisar 30-32 minggu.8 Namun berdasarkan
HPHT dan leopold, usia kehamilan pada pasien sesuai dengan 36 minggu.
Sehingga seharusnya tinggi fundus uteri (TFU) pasien adalah sekitar 32 cm di
atas simfisis. Hal ini kemungkinan dapat terjadi akibat kurang tepat
pengukuran TFU saat pemeriksaan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
pada pasien dapat disimpulkan usia kehamilannya adalah 36-37 minggu.
Pada pasien ini dicantumkan diagnosis belum inpartu. Tanda-tanda
inpartu pada kehamilan terdiri dari adanya rasa nyeri oleh adanya his yang
datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah (show)

11
yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.9 Tanda-tanda
tersebut tidak ditemukan pada pasien sehingga ditegakkannya diagnosis
belum inpartu sudah tepat

2.2 Hipertensi dalam kehamilan


2.2.1 Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
A. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi yang timbul sebelum
umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah
umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.10
B. Preeklampsia-eklampsia
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi spesifik kehamilan
dengan keterlibatan multisistem. Biasanya terjadi setelah 20 minggu
kehamilan yang disertai dengan proteinuria. Namun, pada beberapa
wanita akan terjadi hipertensi dan tanda keterlibatan multisistem tanpa
adamya proteinuria. 4,10
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan diastolik ≥ 90. Dikatakan hipertensi ringan bila belum mencapai
sistolik dan diastoliknya 160 mmHg/110 mmHg. Pengukuran tekanan darah
sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam, walaupun kadang kala,
terutama bila dihadapkan pada hipertensi berat, diagnosis dapat dikonfirmasi
dalam interval yang lebih pendek (bahkan menit) untuk memfasilitasi terapi
antihipertensi tepat waktu.4,10
Proteinuria ialah adanya ≥ 300 mg protein dalam urin selama 24 jam
atau pembacaan dipstick kualitatif ≥ +1. Pengukuran protein pada urin
dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali selang 6 jam. 4,10
Eklampsia adalah fase kejang dari preeklampsia dan merupakan salah
satu manifestasi klinis yang lebih berat. Hal ini sering didahului dengan gejala

12
seperti sakit kepala berat dan hyperreflexia, tapi bisa terjadi tanpa tanda atau
gejala peringatan.1,4
C. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai dengan tanda-tanda preeklampsia. Tanda-tanda
superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik adalah proteinuria, gejala-
gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema patologik yang
menyeluruh (anasarka), oligouria, edema paru, kelainan laboratorium berupa
kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan transaminase serum
hepar.4,10
D. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional paling sering ditandai dengan kenaikan tekanan
darah onset baru setelah kehamilan 20 minggu dengan tidak adanya
proteinuria yang menyertainya, kemudian tekanan darah kembali normal
sebelum 12 minggu pasca persalinan.4,10 Diagnosis akhir hanya dapat dibuat
pasca persalinan. Penyebab tidak jelas. Dengan demikian, hipertensi
gestasional, bahkan ketika peningkatan tekanan darah ringan, memerlukan
pengawasan yang lebih baik. Wanita dengan hipertensi gestasional yang
tekanan darahnya sangat tinggi (sistolik ≥ 160 mmHg, atau diastolik ≥
110 mmHg) harus didiagnosis sebagai preeklampsia berat.
2.3 Preeklampsia-eklampsia
2.3.1 Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom yang terutama terjadinya hipertensi pada
kehamilan >20 minggu, seringnya diikuti oleh proteinuria. Preeklampsia salah satu
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan post partum.
Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia juga dapat terjadi ante,
intra, dan post partum.4,8,10
2.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko

13
Etiologinya belum dapat diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa
faktor resiko terjadinya preeklampsia4 :
 Pada kehamilan sebelumnya terjadi preeklampsia
 Hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik atau keduanya
 Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi
besar
 Pembuahan in vitro
 Riwayat keluarga mengalami preeklampsia
 Diabetes mellitus tipe I dan II
 Obesitas
 Lupus erimatosus sistemik
 Ibu usia lanjut (> 40 tahun)
2.3.3 Patofisiologi
Hingga saat ini patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih
belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk
mencari patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga kini
belum memuaskan. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
a. Peran plasenta dan pengembangan vascular plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua
dan miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan
elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta
mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada
akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada
deciduomyometrial junction.11
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis
lebih dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti
tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis

14
serta perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong
yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan.11,12
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri
spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang
mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal
tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis
yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastis
yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.12

Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi (atas) dan hipertensi


(bawah). Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan normotensi

15
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis)
pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil
atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan
aliran darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada
plasenta.11,12
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki
resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri
spiralis pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah
intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini
dapat menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat
terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi.11,12
b. Disfungsi endotel ibu dan perubahan hemodinamik
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis oleh
enzim siklooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP intraselular pada sel
otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit.12
Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam arakidonat
dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek vasokonstriktor
dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan tromboksan A2 mempunyai efek yang
berlawanan dalam mekanisme pengaturan interaksi antara trombosit dan dinding
pembuluh darah.12
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,
plasenta, dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi
prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio
tromboksan A2 : prostasiklin.12
Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel sehingga akan
mengakibatkan menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai
kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia berhubungan

16
dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan
aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini di mana hal ini
sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan
prostasiklin.11,12
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan fibrinolisis yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.12
c. Peradangan dan perubahan imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis
sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita preeklampsia terjadi
penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang normotensi yang
dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada
50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15%.11
Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri
spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang dimediasi
oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan IL-1), enzim proteolitik dan radikal
bebas oleh desidua. Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF-α akan merubah
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen yang selanjutkan
akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan.12

Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia

17
Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ditemukan adanya hipertensi,
proteinuria, dan edema (edema yang dimaksud adalah pada wajah, lengan dan perut,
atau generalisata). Preeklampasia ringan ditegakkan apabila ditemukan:
- Tekanan darah ≥ 140 mmhg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekana diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit.
- Proteinuria ≥300 mg dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +1, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
- Edema (edema yang dimaksud adalah pada wajah, lengan dan perut, atau
generalisata).
Preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan gejala berikut:10
- Tekanan darah sistolik ≥ 169 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
- Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥3 pada tes celup
- Oligouria (< 500 ml dalm 24 jam)
- Kenaikan kadar kreatinin plasma
- Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
- Edema paru atau sianosis
- Trombositopenia
- Pertumbuhan janin terhambat
- Sindrom HELLP (Hemolytic, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet
Count)
Bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa
gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien
tersebut menderita impending eclampsia. Diagnosis eklampsia ditegakkan
berdasarkan gajala-gejala preeklampsia disertai kejang atau koma. 4,10
Pemeriksaan penunjang meliputi10:
- Darah rutin: trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat
- Urinalisis

18
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
- Kimia darah
Kenaikan kadar kreatinin plasma
- Fungsi hati
Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
1. Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau
kekiri.
2. Tingkat kejangan tonik
Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan
berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan
disusul oleh tingkat kejangan klonik.
3. Tingkat kejangan klonik
Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka
dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol Dari mulut
keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah
kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur.
4. Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa
menjadi sadar lagi.

Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan pasien menderita hipertensi


pada akhir kehamilan. Selain itu, pada saat dating ke IGD, pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala. Dari pemeriksaan fisik didapatkan IMT 32 (obesitas grade II), tekanan
darah 200/120 mmHg. Pada pemeriksaan labor didapatkan proteinuria negatif.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, diagnosis pasien ini lebih
cenderung ke impending eklampsia. Pada pasien ditemukan tekanan darah

19
tinggi dengan sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg tanpa
proteinuria saat usia >20 minggu sehingga harus dikategorikan sebagai
preeklampsia berat, bukan hipertensi gestasional. Selain itu, pada beberapa
wanita yang mengalami preeklampsia dapat terjadi hipertensi dan tanda
keterlibatan multisistem tanpa adamya proteinuria. Selanjutnya, karena pada
pasien ini terjadi peningkatan tekanan darah yang progresif dan nyeri kepala
maka akhirnya ia digolongkan menjadi impending eklampsia.

2.3.5 Penatalaksanaan10,13
1. Preeklampsia ringan
Tujuan utama perawatan preeklampsia yaitu mencegah kejang, perdarah
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.
 Rawat jalan (ambulator)
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyk istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak
harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
tirah baring dennan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena
kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
mencambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah
ke organ-organ vital. Diet pada preeklamsia tidak perlu dilakukan restriksi
garam sepajang fungsi ginjal masih baik. Diet yang mengandung 2 g
natrium atau 4-6 Nacl (garam dapur) sudah cukup. Obat-obatan seperti
diuretik, antihipertensi dan sedatif tidak diberikan.
 Rawat inap
Kriteria preeklamsia ringan dirawat di rumah sakit ialah:
1. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
2. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsia berat
Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa USG dan Doppler juga perlu
dilakukan.
20
 Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Pada kehamilan preterm, bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu ampai aterm.
Pada kehamilan aterm, persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau
dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
2. Preeklampsia berat
Perawatan dan pengobatan preeklamsia berat mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan preeklamsia berat
dinilai dari 2 aspek yaitu sikap terhadap penyakitnya dan kehamilannya.
Perawatan terhadap penyakit yaitu penderita harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia
dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria.
Oleh sebab itu monitoring input dan output cairan sangatlah penting. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
Pemberian obat anti kejang yang menjadi pilihan ialah MgSO4. Syarat
pemberian MgSO4 yaitu harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% (10%=1 g dalam 10 cc) diberikan iv 3-5 menit, refleks
patella positif kuat dan frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres pernafasan. Cara pemberian MgSO4 dibagi menjadi 2 tahap, yaitu loading
dose dan maintenance dose. Loading dose berupa 4 gram MgSO4 (40% dalam 10cc)
selama 15 menit secara intravena. Maintenance dose berupa pemberian infus MgSO4
sebanyak 6 gram dalam larutan Ringer/ 6 jam atau diberikan sebanyak 4 gram secara
intramuskular tiap 4-6 jam.10 Berdasarkan standard prosedur operasional RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau, pemberian MgSO4 dilakukan dengan cara, yaitu 10
gram (40cc MgSO4 20% atau 25 cc MgSO4 40% dilarutkan kedalam 500 RL, 200 cc
diberikan sebagai insial dose dalam waktu 15 menit, sisanya 300 cc untuk
21
maintanance dose dengan tetesan 30 tetes per menit (2 gr/jam). Magnesium sulfat
dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalinan atau 24
jam setelah kejang terakhir.14
Pemberian MgSO4 ini ditujukan untuk mengurangi kepekaan syaraf pusat agar
dapat mencegah konvulsi, menambah diuresis dan menurunkan pernafasan yang
cepat.10 Magnesium sulfat bekerja dengan cara menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Magnesium akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.
Sampai saat ini magnesium sulfat dipilih sebagai pilihan utama obat anti kejang.4
 Diuretikum diberikan pada ada edema paru, gagal jantung kongestif atau
anasarka. Diuretikum yang digunakan yaitu furosemid.
 Antihipertensi
Berdasarkan Cochrane Review, pemberian antihipertensi pada preeklamsia
ringan maupun berat tidak jelas kegunaannya. Pemberian antihipertensi diserahkan
kepada klinikus masing-masing tergantung pengalaman dan pengenalan dengan obat
tersebut.
Nifedipin
Pemberian nifedipin sebagai anti hipertensi yang direkomendasikan pada
preeklampsia dengan hipertensi berat atau tekanan darah ≥160/110 mmHg. 12
Pada pasien tekanan darah mencapai 190/120 mmHg sehingga pemberian
nifedipin sudah tepat.
Nifedipin merupakan obat hipertensi golongan kalsium channel blocker
derivat dihidropiridin. Obat ini bekerja dengan menghambat masuknya ion
Ca2+ ke intra sel sehingga akan menghambat terjadinya kontraksi sel otot
polos jantung dan pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi penurunan cardiac
output dan heart heart. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan darah. Nifedipin bekerja cepat yaitu dalam waktu 10 menit dengan
efek maksimal setelah 30-40 menit. Obat ini dapat dengan cepat menurunkan
tekanan darah, sehingga penggunaan dapat diulang 3-4 kali. Pemberian
nifedipin sebaiknya secara oral karena bioavabilitas mencapai 40-60%.4
22
Sikap terhadap kehamilannya terbagi menjadi aktif maupun konservatif.
1. Perawatan aktif: sambil diberi pengobatan, kehamilan diakhiri.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
a. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
b. Adanya tanda-tanda/gejala impending eklampsia
c. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
d. Diduga terjadi solusio plasenta
e. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin:
a. Adanya tanda-tanda fetal distress
b. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
c. NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
d. Terjadinya oligohidramnion
e. Adanya tanda-tanda HELLP sindrom khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
2. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
3. Eklampsia
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, mengatasi kejang dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah
khusunya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan
dengaan cara yang tepat. Pilihan pertama obat anti kejang yaitu magnesium sulfat.
Cara pemberiannya sama seperti pada preeklamsa berat. Pada penderita yang
mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan mencegah terjadinya trauma akibat
kejang tersebut. Jika pasien jatuh ke dalam kondisi koma, yang harus diperhatikan
adalah menjaga jalan nafas agar tetap terbuka dan aspirasi lambung. Jika terjadi

23
edema paru, sebaiknya pasien dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan
dengan respirator.
Sikap terhadap persalinan ialah dengan terminasi kehamilan tanpa
memandang umur maupun keadaan janin.
4. Sindroma HELLP
Penatalaksanaan sindroma HELLP sama dengan preeklamsia-eklamsi dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml
atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial dan fibrinogen. Pemberian deksametason rescue pada
anterpartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose).
Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 – 150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda eklamsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka
diberikan deksametason 10 mg i.v tiap 12 jam. Pada postpartum, dekasametason
diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam 2 kali kemudian diikuti 5 mg iv tiap 12 jam 2 kali.
Terapi deksametason dhentikan bila telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu
trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala
klinik preeklamsia-eklamsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit
bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut
adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan
eklampsia :4,10
a. Solutio plasenta, biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
b. Hipofibrinogemia, kadar fibrin dalam darah yang menurun.
c. Hemolisis, penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan
plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.
d. Perdarahan otak, komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia

24
e. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung selama seminggu.
f. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit
jantung.
g. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan
akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia.
h. Sindrome HELLP, Hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelete
count.
i. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu
pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan
struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
j. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat
kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular
Coogulation)
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
2.3.7 Prognosis
Penderita preeklampsia/eklampsia yang terlambat penanganannya
akan dapat berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat
terjadi perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, gagal
ginjal, aspirasi isi lambung saat kejang. Pada janin dapat terjadi kematian
karena hipoksia intrauterin dan kehamilan prematur.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB. Kematian Ibu Dam Perinatal. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu


Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, Editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
2. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Pus Data dan Inf Kementrian Kesehat RI Penyebab Kematian
Ibu. Jakarta: 2014.
3. Ministry of Health Republic of Indonesia. Health Profile of Indonesia
2016.Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia; 2017.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM,
Spong CY. William Obstetrics. 25th Edition. United States: Mc-Graw Hill
Education; 2018.
5. Dennis AT, Solnordal CB. Acute pulmonary oedema in pregnant women.
Anaesthesia. 2012;67(6):646-659.
6. Wardhana MP, Dachlan EG DG. Pulmonary edema in preeclampsia: an
Indonesian case-control study. J Matern Fetal Neonatal Med. 2018;6:689-695.
7. Adriaansz G, Hanafiah TM. Diagnosis Kehamilan. Dalam: Prawirohardjo S.
Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH,
editor. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
8. Sofian A. Sinopsis Obstetri Rustam Mochtar Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2015.
9. Manuaba IBG, Manuaba C, dan Manuaba F. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
10. Angsar MD. Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
11. Silver HM, et al. Mechanism of increased maternal serum total aktivin A and
inhibin A in preeklampsia. J Soc Gynecol Investig. 2002. p. 308-12.
12. Young BC, Levine RJ, Karumanchi A. Preeclampsia and Angiogenic Factors.
Annual Reviews; 2010. p. 176-85.
13. Kementerian Kesehatan RI, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

26
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
14. RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Standar Prosedur Operasional
Pengelolaan Preeklampsia Berat. Pekanbaru: 2017.
15. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Fetomaternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan
Tatalaksana Pre Eklamsia. Jakarta: 2016.
16. Hestiantoro A. Infertilitas. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi 3.
Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editor. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011.
17. Rochjati P. Pelayanan Kebidanan di Indonesia. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
18. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta: 2013.
19. Jeyabalan A. Epidemiology of Preelampsia: Impact of Obesity. Nut Rev.
2013;71(0 1):1-14.
20. Lamminpää R, Vehviläinen-Julkunen K, Gissler M, Heinonen S. Preeclampsia
complicated by advanced maternal age: a registry-based study on primiparous
women in Finland 1997-2008. BMC Pregnancy Childbirth. 2012;12:2-6.

27

Anda mungkin juga menyukai