Anda di halaman 1dari 34

Case Report

“ABORTUS INKOMPLIT & HIPOTIROID”

Disusun Oleh :
Luthfan Dio Satria Bachri
1710221006

Pembimbing :
dr. Hendrivand, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
PERIODE 4 MARET 2019 – 11 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNiVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT

“Abortus Inkomplit & Hipotiroid“

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal: Mei 2019

Dokter Pembimbing

dr. Hendrivand, Sp.OG


BAB I
STATUS PASIEN

 Nama : Ny.R
 Umur : 37 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Ragunan, Jakarta Selatan
 Tanggal MRS : 22 April 2019

Tanggal masuk RS : 22/04/2019


SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama:
Keluar gumpalan darah kurang lebih 2 jam SMRS

2. Kronologi Keluhan/ Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan keluar gumpalan darah kurang lebih 2 jam SMRS,
awalnya pasien mengatakan keluar flek flek sekitar 8 jam SMRS disertai
dengan nyeri perut bagian bawah. Kemudian sekitar 2 jam SMRS keluar
gumpalan darah sebesar ibu jari. Pasien menyangkal adanya keluhan demam,
keputihan ataupun BAK tidak tuntas atau anyang anyangan. Pasien juga
menyangkal ada riwayat jatuh atau terbentur dibagian perut. Pasien
mengatakan 1 hari yang lalu pasien sempat mengangkat tempayan ukuran
besar dan setelah itu pasien merasakan perutnya seperti kencang tapi setelah
beberapa saat keluhan perut kencang tersebut hilang. Pasien saat ini tidak
dalam minum obat-obatan rutin. Pasien mengatakan belum pernah periksa ke
bidan ataupun ke dokter untuk kehamilannya dan kurang lebih 1 minggu lalu
pasien baru melakukan tes pack, hasilnya positif. HPHT pasien 28 Februari
2019.
Pasien mengatakan ada benjolan di leher kanannya sejak tahun 2010.
Benjolan tersebut dirasakan tidak membesar sampai saat ini. Semenjak ada
benjolan tersebut pasien mengatakan menjadi cepat lelah apabila beraktifitas.
Pada awal tahun 2018 pasien di diagnosis menderita hipotiroid setelah berobat
ke dokter penyakit dalam di RSUD Pasar Minggu. Kemudian pasien
mengkonsumsi obat selama 3 bulan, setelah itu sempat berhenti
mengkonsumsi obat selama 1 tahun dan baru kembali minum sejak 1 bulan
terakhir. Obat yang diminum euthyrox 1x1/2 tab.

3. Riwayat Haid :
Menstruasi pertama usia 12 tahun, siklus 28 hari, lamanya 5 hari, ganti
pembalut 2-3x/hari, nyeri haid (-)
Menstrual diary :
Desember Januari Februari
31/12/18  5 hari 30/01/19  5 hari 28/02/19 à 5 hari

4. Riwayat Perkawinan :
Pernikahan pertama, selama 12 tahun, usia saat menikah 25 tahun

5. Riwayat Kehamilan Persalinan :


1. Laki-laki, 11 tahun, BBL 4100 gram, lahir normal di Rumah Sakit,
sehat
2. Perempuan, 9 tahun, BBL 3300 gram, lahir normal di Rumah Sakit,
sehat
3. Perempuan, 1 tahun, BBL 3500 gram, lahir normal di Rumah Sakit,
sehat
4. Hamil ini

6. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa disangkal
Hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, alergi disangkal
Riwayat Hipotiroid sejak tahun 2018

7. Riwayat Penyakit dalam keluarga


Riwayat penyakit serupa disangkal
Hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, alergi disangkal

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai seorang guru, merokok (-) alkohol (-)
Suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta, merokok (+) alkohol (-)

9. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Kondom

OBJEKTIF

1. PEMERIKSAAN UMUM / STATUS GENERALIS


KU : Tampak Sakit Sedang
Kes : Composmentis
2. Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 79x/min
Suhu : 36,5o C
Pernapasan : 19 x/menit
3. Status generalis
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Gigi : Karies (-)
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), terdapat benjolan di leher kanan bagian
depan berukuan ± 2,5x2,5 cm, kenyal, mobile, tidak nyeri tekan
Thorax
a. Jantung : BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : supel, nyeri Tekan (+)
Perkusi : timpani, nyeri Ketok (-)
Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat, edema -/-
b. Inferior : Akral hangat, edema -/-
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
I. Pemeriksaan Luar
a. Inspeksi: Tampak membuncit sesuai usia kehamilan
b. Palpasi :
Leopold I : tidak dilakukan
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan

II. Pemeriksaan Dalam


I : Vulva/Uretra DBN
PPV : ½ pembalut
IO : Portio licin, OUE membuka 1 cm, perdarahan (+)

4. Pemeriksaan Penunjang
USG tgl 23/4/2019 : sisa kehamilan
Pemeriksaan laboratorium :
Darah tanggal 22/04/2019
Hb : 11.3 gr/dL
Ht : 32 %
Trombosit : 294.000/uL
Leukosit : 10.500 /uL
Eritrosit : 3.600.000/uL
MCV : 88 fl
MCH : 31 pg
MCHC : 35 g/dL
PT : 13.10 detik
INR : 0.96
APTT : 30.40 detik
GDS : 105 mg/dL
Gol. Darah : A rhesus +
Na : 144 meq/L
K : 4.0 meq/L
Cl : 106 meq/L
HbSAg : non reaktif
Anti HIV I : non reaktif
Anti HIV I : -
Anti HIV I : -

Tanggal 30/3/19
T4 : 93.64 nmol/L (60.00 – 120.00)
TSH : 2.35 uIU/ml (0.25 – 5.00)

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Kerja
 Abortus inkomplit pada G4P3A0 hamil 7-8 minggu dengan riwayat
hipotiroid
RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Dr. Hendrivan, Sp. OG:
a. Cek T4, TSH
b. Konsul IPD -> lanjutkan euthyrox 1x100 mg
c. Rencana Kuretase (sudah dilakukan)
d. Observasi KU, TTV, Perdarahan post operasi

Laporan operasi
 Pasien tidur terlentang dengan litotomi
 Aseptik dan antiseptic lapangan operasi dan sekitarnya
 Pemasangan sims atas dan bawah
 Pemasangan tenakulum diarah jam 11
 Sondase
 Uterus antefleksi panjang 8 cm
 Darah dan jaringan 50 cc
 Tindakan dihentikan
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1 Tiroid dan Kehamilan9,10


Pendahuluan
Kehamilan merupakan kondisi fisiologis pada seorang wanita, yang ditandai dengan
menempelnya janin pada dinding rahim dalam jangka waktu tertentu. Pada masa
kehamilan peran hormon tiroid diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan
organ vital pada janin. Pada masa awal kehamilan, pemenuhan kebutuhan hormon
tiroid pada janin sepenuhnya tergantung suplai dari ibu melalui plasenta. Karena pada
masa ini, janin belum memiliki kelenjar tiroid. Oleh sebab itu kecukupan hormon
tiroid dari ibu sangat penting untuk mencegah terjadinya hipotiroidisme pada janin
yang dikandungnya. Dampak paling berat dari janin dimana ibu mengalami
hipotiroidisme pada masa kehamilan adalah terjadinya kretin yang ditandai dengan
adanya kerusakan otak yang irreversible, mental retardasi dan juga bisu tuli.
Sedangkan dampak lain berhubungan dengan ibu utamanya adalah abortus, fetal
death, eklamsia, dan preeklamsia.

II.1.1 Perubahan Hormon Tiroid saat Hamil9


Iodine adalah komponen penting dari hormon tiroid, triiodothyronine (T3) dan
thyroxine (T4), keduanya diproduksi oleh kelenjar tiroid. Tiroid janin belum mulai
mengkonsentrasikan iodine sampai usia kehamilan 10-12 minggu, dan pembentukan
serta sekresi hormon tiroid dikontrol oleh hormon TSH janin yang terjadi pada usia
kehamilan sekitar 20 minggu. Dengan demikian, terutama selama awal kehamilan,
janin bergantung pada tiroksin ibu, yang melintasi plasenta dalam jumlah kecil untuk
mempertahankan fungsi tiroid janin normal. Saat lahir, sekitar 30% T4 dalam darah
tali pusat berasal dari ibu bayi.
T3 adalah hormon tiroid aktif, dan sekitar 80% T3 dihasilkan dari proses deodinasi T4
di hati, otot, dan jaringan lain. Pengikatan T3 ke reseptor hormon tiroid di berbagai
jaringan target perifer penting untuk regulasi metabolisme tubuh. Sekitar 99,97% T4
dan 99,7% T3 terikat protein, terutama dengan globulin pengikat hormon tiroid
(TBG), dan dalam jumlah yang lebih sedikit, berikatan dengan albumin dan
transthyretin (yang terakhir hanya untuk T4).
Saat awal kehamilan, terjadi peningkatan kadar estradiol ibu menghasilkan
peningkatan proses sialasi dan glikosilasi TBG di hati. Hal ini kemudian menurunkan
metabolisme perifer dari TBG sekitar 1,5-2 kali lipat dan meningkatkan kadar TBG
darah apabila dibandingkan dengan wanita eutiroid. Hal ini pula akan memicu
terbentuknya kebutuhan akan T3 dan T4 selama kehamilan. Alasan lain dari
peningkatan hormon tiroid selama kehamilan adalah karena peningkatan degradasi T3
dan T4 oleh cincin bagian dalam dari deiodenase tipe 3 yang banyak di ekpspresikan
di plasenta, korion, dan amnion untuk membentuk iodotironin yang tidak aktif
(reverse T3). Semakin besar distribusi T4 skarena peningkatan volume plasma selama
kehamilan (fisiologi hamil), semakin sedikit pula transfer T4 dari ibu ke janin via
plasenta, dan ada pula efek dari hormon HCG selama kehamilan.

hCG darah adalah suatu glikoprotein yang diproduksi terutama oleh plasenta dan
mencapai puncaknya pada akhir trimester pertama kehamilan. Hormon ini dapat
mengikat reseptor TSH pada membran sel tiroid dan merupakan stimulator yang
lemah, menghasilkan peningkatan sekresi T4 dan T3 dan penekanan parsial TSH
serum. Karena efek hCG, kadar TSH serum menurun selama kehamilan. Konsentrasi
hCG serum yang lebih tinggi terlihat pada kehamilan kehamilan ganda dikaitkan
dengan tingkat penekanan TSH yang lebih besar; konsentrasi TSH serum ibu lebih
rendah pada kehamilan kembar, dibandingkan dengan kehamilan tunggal, dan bahkan
lebih rendah pada kehamilan triplet atau quadruplet. Satu laporan menunjukkan
bahwa wanita dengan konsentrasi TSH yang lebih rendah pada awal kehamilan lebih
rentan terhadap penekanan TSH oleh hCG.
Pendapat ahli telah menganjurkan rekomendasi batas nilai TSH selama kehamilan:
- 0,1–2,5 mIU / L (trimester pertama),
- 0,2-0,3 mIU / L (trimester kedua), dan
- 0,3–3,0 mIU / L (trimester ketiga).
Pengukuran konsentrasi T4 bebas serum dapat dikombinasikan dengan penilaian TSH
untuk menilai fungsi tiroid. Namun, selama trimester pertama kehamilan, kadar T4
bebas yang diukur dengan immunoassay analog mungkin tidak dapat diandalkan,
karena pengukuran menggunakan 2 tes yang berbeda tidak dapat direproduksi dalam
penelitian terbaru. Demikian pula, tidak ada rentang referensi kehamilan khusus
trimester untuk tes T4 bebas, dan tes komersial yang tersedia dapat underestimated
atau melebih-lebihkan data konsentrasi T4 bebas pada wanita hamil.

Berbagai penyebab hipotiroid dirangkum pada tabel berikut ini :


Penyebab hypotiroid
Hipotiroidisme primer
- Tiroiditis hasimono
- Tiroiditis subakut
- Defisiensi iodine endemik
- Tiroiditis supuratif
- Tiroidektomi sebelumnya
- Radioablasio sebelumnya
- Obat obatan (amiodaron, litium)
Hpotiroidisme sekunder
- Tumor pada pituitari atau hipotalamus
- Operasi
- Radiasi
- Sindrom sheehan
- Hypophysistis limphotic
Hipotiroidisme subklinis
Hipotiroidisme terisolasi

II.1.2 Hipotiroid Maternal dan Komplikasinya9,10


Hipotiroid pada maternal terjadi sekitar 2.5% kasus di amerika serikat pada semua ibu
hamil. Pada suatu analisis obsrervasional dimana hampir 9000 wanita amerika serikan
dengan kehamilan tunggal, 2.2% dari wanita tersebut memiliki nilai TSH ≥6mIU/liter
dan 0.4% wanita tersebut memiliki TSH ≥10 mIU/liter antara 15-18 usia kehamilan.
Terdapat tiga bentuk hipotiroid pada kehamilan :
- Overt hypotiroidisme : peningkatan kadar TSH darah dengan FT4 yang turun
jumlahnya
- Hypotiroidisme subklinis : peningkatan kadar TSH darah dengan FT4 normal
- Hypothyroxinemia terisolasi : TSH darah normal dan FT4 darah rendah
Hubungan antara overt hypotiroidisme maternal, khususnya pada awal kehamilan, dan
efek buruk terhadap kehamilan sering kali diteliti hingga kini. Pada sebuah studi yang
meneliti wanita usia kehamilan trisemester kedua, prevalensi kematian janin adalah 4
kali lipatnya pada ibu dengan kadar TSH ≥6mIU/liter, dibandingkan dengan ibu yang
kadar TSH nya <6 mIU/liter. Pada wanita dengan TSH>10mIU/liter, prevalensi
kematian janin adalah 8.1.%. selain kematian janin, overt hypotiroidisme pada ibu
dapat meningkatkan resiko eklamsia, preeklamsia, dan hipertensi pada kehamilan,
kelahiran prematur, lahir sungsang, dan berat bayi lahir rendah. Hypotiroidisme juga
meningkatkan resiko abortus spontan.

II.1.3 Antibodi Thyroid Maternal dan Komplikasi Obstetri


Antibodi tiroid sering kali positif pada ibu hamil dan mungkin berkaitan dengan
disfungsi tiroid. Antibodi anti-thyroglobulin darah dan antiboid TPO (thyroid
peroksidase), ditemukan pada sekitar 10-11% populasi amerika, dan paling sering
ditemukan pada ibu hamil. Studi menemukan bahwa antibodi ini ada pada 6% wanita
hamil sebelum memasuki usia kehamilan 20 minggu. Adanya hubungan antara
antibodi tiroid dan abortus masih belum jelas. Hal ini mungkin terkait dengan efek
langsung dari antibodi anti-tiroid, atau antibodi anti tiroid yang bekerja sebagai
penanda penyebab sindrom autoimun lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa
antibodi ini mengaktivasi sistem imun dan menyerang unit fetoplasenta mengingat
saat kehamilan, terjadi perubahan sistem imun yang utamanya dicirikan dengan
adanya pergeseran limfosit sel Th1 yang bergeser ke limfosit sel Th2.

II.2 Abortus
II.2.1 Definisi3,4
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya
dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Terdapat dua jenis abortus,
iaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan didefinisikan
sebagai abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis.Dengan kata
lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage). Sedangkan abortus yang
terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut sebagai abortus provokatus.

II.2.2 Epidemiologi1,2,7
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%.Namun demikian,
frekuensi seluruh keguguran sukar ditentukan karena abortus buatan buatan banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi. Juga karena sebagian
keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak
datang ke dokter atau Rumah Sakit.
- Makin tua umur, abortus makin sering terjadi. Demikian juga dengan semakin
banyak anak, abortus juga akan semakin sering terjadi. Semakin tua umur
kehamilan, kemungkinan abortus makin kecil
- Wanita < 20 tahun  abortus 12%
Wanita > 40 tahun  abortus 26%

II.2.3 Etiologi5
Pada trisemester pertama, penyebab embrionik dari aborsi spontan adalah keguguran
dengan porsi 80-90% dari seluruh kejadian abortus.
Keterangan gambar 1: usg transvagina kedua yang dilakukan 1 minggu setelah
pemeriksaan pertama gagal menemukan adanya perkembangan janin. Pemeriksaan ini
mengkonfirmasi diagnosis dari kehamilan embrionik.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa kerjadian abortus mungkin karena reaksi


imflamasi yang terjadi pada kehamilan normal dan mungkin mengangu sehingga
sebabkan abortus. Abnormalitas genetik pada embrio (abnormalitas kromosomal)
merupakan penyebab tersering dari aborsi spontan dan berperan dalam 50-65%
penyebab keguguran. Anomali tunggal kromosom yang paling sering adaalah
kariotipe 45,X, dengan insidensi 14.6%. trisomi adalah kelompok terbesar dari
anomali kromosomal dan merupakan setengah dari semua jenis anomali yang
berkaitan dengan keguguran. Trisomi 16 lah yang paling sering ditemukan. Sekitar
20% abnormalitas genetik termasuk triploidiea. Faktor teratogenik dan mutagenik
juga memainkan peran penting dalam kejadian aborsi sponan, namun kuantifikasinya
sulit. Penyebab iatrogenik termasuk sindrom asherman.
Penyebab maternal dari abortus spontan adalah :
- Genetik : usia ibu berhubungan langsung dengan resiko aneuploidi (>30%
orang orang berusia 40 tahun). Pasangan dengan abortus berulang memiliki
insidensi sebesar 2-3% untuk didapatkannya anomali kromosomal parental
(translokasi)
- Abnormalitas struktural dari traktus reproduktif termasuk : defek uterine
kongenital (khususnya septum uterine), fibroid, inkompeten servikal
Faktor maternal akut termasuk :
- Defisiensi korpus luteum
- Infeksi aktif (virus rubella, sitomegalovirus, infeksi listeria, toksoplasomosis,
malaria,bruselia, HIV, dengue fever, influenza, infeksi vagina misalnya
bakterialis vaginosis).
Faktor kesehatan maternal kronik termasuk :
- Sindrom ovarium polikistik
- Diabetes melitus tak terkontrol
- Penyakit ginjal
- SLE
- Penyakit tiroid yang tidak diobati : sebuah penelitian metanaalisis
mengevaluasi hubungan antara autoantibodi tiroid dan keguguran dengan
kelahiran prematur pada wanita dengan fungsi tiroid yang normal dan
menemukan adanya hubungan yang kuat antara autoantibodi tiroid maternal
dengan keguguran serta kelahiran prematur. Bukti mengisyaratkan bahwa
pengobatan dengan levothyroxine mungkin dapat meningkatkan resikonya.
- Hipertensi berat
- Sindrom antifosfolipid
Faktor eksogen termasuk diantaranya :
- Merokok
- Alkohol
- Kokaine
- Kafein dosis tinggi
Faktor resiko independen untuk keguguran spontan antara lain :
- Usia lanjut
- Usia ekstrem
- Tekanan/stres
- Usia orang tua yang tidak muda
Gejala dari perdarahan pervaginam namun tidak diserta nyeri perut berkaitan dengan
peningkatan resiko keguguran. Satu jurnal menyatakan bahwa keguguran dapat terjadi
pada sekitar 50% pasien dengan gejala aborsi mengancam. Paparan NSAID saat hamil
mungkin dapat meningkatkan resiko keguguran. Obesitas juga dapat meningkatkan
resiko keguguran spontan, dengan resiko paling tinggi saat dua bulan pertama
kehamilan. Infeksi bakteri vagina juga meningkatan resiko keguguran di awal
kehamilan. Sebuah penelitian multisenter yang meneliti 418 wanita hamil dimana 74
nya alami keguguran karena bakterialis vaginosis.
II.2.4 Patogenesis2,3,7
Pada permulaan, terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitar, jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan
fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut
blighted ovum. Pada kehamilan dibawah 8 minggu hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya, karena vili korealis belum menembus desidua terlalu dalam sedangkan
pada kehamilan 8-14 minngu telah masuk sedikit lebih dalam sehingga sebagian
keluar dan sebagian lagi akan tertinggal karena terjadi banyak perdarahan.
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan bisa terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga
apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang
akan membentuk fetus compressus. Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat
kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena
vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14
minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian
lagi akan tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang
dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.

II.2.5 Klasifikasi5
Abortus dapat dibagi atas dua golongan :
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis ataupun
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.
2. Abortus Provakatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan mengunakan obat-obatan ataupun alat-
alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
a) Abortus Medisinalis
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan
dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
b) Abortus Kriminalis atau tidak aman
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.

II.2.6 Abortus Spontan5,6,7


Aborsi spontan adalah proses yang dapat dibagi menjadi 4 tahap, dimulai dari
mengancam, inevitable (tak terhindarkan), inkomplit, dan komplit. Keempat tahap
aborsi membentuk kontinuum. Kombinasi antara stres oksidatif, lingkungan yang
hipoksik, dan defek plasenta mungkin dapat meningkatkan konsentrasi IMA (iskemia-
modified albumin) di serum, yang nantinya berperan dalam patofisiologi abortus.

Abortus mengancam
Abortus mengancam mengandung setiap adanya perdarahan pada vagina selama awal
kehamilan tanpa adanya dilatasi serviks atau perubahan pada konsistensi servikal.
Biasanya tidak nyeri, meskipun terkadang ada kram ringan. Apabila terjadi keram
yang lebih berat mungkin berkaitan dan nantinya dapat sebabkan abortus yang tak
dapat dihindari (inevitable). Aborsi mengancam paling sering terjadi pada trisemester
pertamal sekitar 25-30% dari semua kehamilan memiliki beberapa perdarahan selama
kehamilan. Kurang dari setengah nantinya dapat menjadi aborsi komplit. Saat
pemeriksaan, dapat ditemukan adanya darah atau discharge kecoklatan di vagina.
Serviks tidak nyeri dan os servikalis masih menutup. Tidak ada jaringan janin atau
membran yang keluar atau lolos ke vagina. Ultrasound menujukkan masih
berlangsungnya proses kehamilan di intrauterine. Jika ultrasound tidak dilakukan
sebelumnya, penting untuk kita melakukan pemeriksaan dalam rangka menyingkirkan
kehamilan ektopik, dengan gejala yang mirip. Jika kavitas uterine kosong saat
dilakukan pemeriksaan ultrasound, penting untuk menilai kadar hCG (human corionic
gonadotropin) dalam menentukan apakah zona diskriminasi telah terlewati. Zona
diskriminasi adalah kadar hCG dimana kehamilan intrauterine normal,singleton, dan
konsisten terlihat menggunakan ultrasound. Zona diskriminasi mungkin beragam,
tergantung pada jumlah faktor yang ada, termasuk pemeriksaan jenis hCG dan
rujukan kalibrasi standar yang digunakan, resolusi ultrasoundnya, kemampuan dan
pengalaman sonografer, maupun faktor pasien itu sendiri (obesitas, leiomyoma, aksis
uterine, kehamilan multiple). Juga, zona diskriminasi bervariasi tergantung pada
ultrasound yang dipakai secara per abdomen atau per vagina. Oleh kareana itu, zona
diskriminasi yang universal termasuk sulit dan perlu diperhitungkan pada masing
masing tempat. Beberapa penelitian merekomendasikan bahwa kantung gestasional
harus divisualisasikan pada 5,5 minggu kehamilan, kantung gestasional harus
divisualisasikan dengan kadar hCG sebesar 1500-2400 mIU/mL untuk ultrasound
transvagina atau hCG sebesar 3000 mIU/mL untuk ultrasound transabdominal. Jika
kadar hCG lebih tinggi dari pada zona diskriminasi dan tidak ada kantung kehamilan
(gestasional sac) yang terlihat di uterus, maka dapat dianggap sebagai kehamilan
ektopik. Kehamilan multiple adalah pengecualian dan mungkin memiliki kadar hCG
yang lebih tinggi pada saat awal kehamilan karena akan lebih banyak hCG yang
diproduksi oleh trofoblas dari implantasi multiple. Oleh karena itu, kantung
kehamilan mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan ultrasund kecuai bila kadar
hCGnya lebih tinggi dari pada zona diskriminasi. Meskipun pada kehamilan multiple,
kantung gestasional/kehamilan harusnya dapat terlihat sekitar usia 6 minggu
kehamilan. Dokter harus peka terhadap kehamilan ektopik jika menemukan adanya
kadar hCG yang lebih tinggi dari pada zona diskriminasi dan uterus biasanya akan
tampak kosong pada pemeriksaan ultrasound.

Abortus inevitabel (yang tidak dapat dihindarkan)


Abortus yang tidak dapat dihindarkan pada awal kehamilan dintandai dengan
perdarahan dari vagina dan ada dilatasi pada serviks. Biasanya, perdarahan pervagina
lebih buruk dari pada abortus mengancam dan nyeri perut. Tidak ada jaringan yang
pasase lewat vagina. Pada pemeriksaan ultrasound, produk konsepsi berlokasi di
segmen uterine paling bawah atau kanalis servikalis.

Abortus inkomplit
Abortus inkomplit pada kehamilan berkaitan dengan perdarahan pervaginam, dilatasi
pada kanalis servikalis, dan pasase produk konsepsi. Biasanya nyeri perut/kram akan
intens, dan perdarahan vaginanya berat. pasien mungkin akan mengeluhkan adanya
pasase jaringan atau pemeriksa dapat melihat adanya bukti pasase jaringan di vagina.
Pemeriksaan ultrasound menunjukkan beberapa produk konsepsi yang masih tersisa
di uterus.
Abortus komplit
Disebut juga sebagai keguguran komplit. Biasanya terdapat riwayat perdarahan
pervagina, nyeri perut, dan pasase jaringan. Setelah jaringan keluar, pasien
mengatakan bahwa nyeri perutnya berangsur hilang dan perdarahan pervaginannya
semakin berkurang. Pemeriksa akan menemukan bekas darah divagina, servikal os
akan tertutup, dan tidak ada nyeri pada serviks, uterus, adnexa, serta abdomen.
Pemeriksaan ultrasound menunjukkan uterus yang terlihat kosong.

Missed abortion
Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih

II.2.7 Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan abortus komplit spontan biasanya memiliki riwayat perdarahan
pervaginam, nyeri perut, dan pasase jaringan. Setelah jaringan keluar, perdarahan
pervaginam dan nyeri perutnya akan berkurang. Pertimbangkan usia reproduksi
wanita dengan perdarahan pervaginam yang berkaitan dengan kehamilan sampai
terbukti. Gejala lain seperti demam, menggigil, atau yang lebih berhubungan dengan
infeksi, biasanya disebut juga sebagai septik abortus. Septik abortus membutuhkan
penanganan segera karena dapat mengancam jiwa.

Perdarahan pervaginam biasanya berat


Kuantifikasi jumlah darah sangatlah penting karena perdarahan yang mengancam jiwa
bisa saja terjadi. Pasien mungkin mampu mengkuantifikasi jumlah darah yang keluar
berdasarkan tampon/pads yang digunakan selang beberapa waktu dan
memperkirakannya. Apabila terdapat gumpalan darah dimana hal ini mengisyaratkan
bahwa telah terjadi perdarahan yang berat. adanya gumpalan darah mungkin bisa
dibingungkan dengan pasase jaringan janin lewat vagina. Pemeriksaan material yang
pasase sangat membantu mengklarifikasi apakah material tersebut gumpalan darah
atau jaringan janin. Jika jaringan, maka tipe abortus dapat langsung diklasifikasikan.
Jika jaringan dievaluasi dan tampak komplit, maka diagnosis abortus komplit dapat
langsung ditegakkan.
Nyeri perut berhubungan dengan abortus yang sedang berlangsung dan nyeri perut
yang berkurang berhubungan dengan abortus yang telah selesai. Nyeri biasanya ada di
area suprapubik, namun biasanya jarang yang mengeluhkan nyeri pada satu ada kedua
kuadran bawah perut. Nyeri biasanya radiasi ke daerah belakang punggung, bokong,
genitalia, dan perineum. Jika nyeri hanya terjadi pada satu sisi saja, pertimbangkan
kehamilan ektopik atau ruptur kista ovarium.
Pemeriksaan Fisik
Pasien yang hamil dan alami perdarahan pervaginam perlu dievaluasi dengan cepat.
Pertimbangkan stabilitas hemodinamik pasien merupakan langkah pertamanya,
kemudian :
- Periksa tanda vital ortostatik
- Resusitasi cairan awal pada kasus hipotensi ortostatik
- Lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen dan pelvis
Pemeriksaan abdomen mungkin dapat membantu menentukan apakah terdapat
keadaan akut abdomen. Catat beberapa hal penting berikut :
- Pada abortus komplit, abdomen akan benign, tidak distensi, tidak rebound,
suara usus normal, tidak ada hepatosplenomegali, dan nyeri suprapubik ringan.
- Biasanya uterus tidak teraba dari abdomen atau hanya sedikit teraba di atas
simfisis pubis pada trisemester pertama kehamilan. Uterus dapat membesar
karena patologi lain (leiomyoma).
- Jika terdapat nyeri rebound, atau perut yang distensi, biasanya tidak berkaitan
dengan abortus komplit. Pertimbangkan diagnosis kehamilan ektopik jika ada
dan jika terdapat nyeri rebound, kemudian berikan pasien resusitasi cairan
yang agresif melalui 2 line intravena, hitung kadar hCG, lakukan pemeriksaan
usg (bila pasien sudah stabil) dan lakukan laparoskopi emergensi atau
laparotomi ekplorasi emergensi.
pada kasus dimana terjadi abortus komplit, pemeriksaan pelvik mungkin
menunjukkan adanya darah di perineum atau vagina namun dengan perdarahan yang
terbatas. Catat beberapa hal berikut :
- Nyeri saat serviks digerakkan biasanya tidak ada
- Kanal serviks tertutup
- Uterus lebih kecil dari tanggal kehamilan, dan tidak ada nyeri atau nyerinya
minimal sekali
- Adnexa tidak nyeri atau nyeri minimal. Biasanya tidak ada massa yang
ditemukan, kecuali corpus luteum yang masih teraba.
Kesimpulannya, pemeriksaan pelvis yang perlu dicatat antara lain :
- Sumber perdarahan (os servikalis)
- Intensitas perdarahan (aktif, berat, bekuan darah)
- Adanya pasase jaringan
- Nyeri gerak serviks (meningkatkan kecurigaan ke arah kehamilan ektopik)
- Tertutupnya os servikalis untuk abortus komplit atau abortus yang mengancam
(jika terbuka, pertimbangkan abortus yang tak dapat dihindari/inevitable atau
abortus inkomplit)
- Ukuran uterine dan nyeri
- Massa pada adnexa (curiga ke arah kehamilan ektopik).

Tabel 1. Pemeriksaan fisik pada abortus

Pemeriksaan Obstetrik dan Ginekologi


Manuver leopold, denyut jantung janin, inspeksi ostium serviks
Pemeriksaan Penunjang
- Darah Perifer Lengkap: kadar Hb untuk menilai anemia, leukosit, dan laju
endap darah untuk abortus septik
- Pemeriksaan kehamilan: kadar β-hCG untuk memeriksan kehamilan
- USG: melihat kantung gestasi, embrio, denyut jantung, dan
sebagainya

II.2.8 Gejala Klinis3,4,5


Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam )
Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan :
- Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan
janin masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan trimester pertama
- Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari.
- Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai
perdarahan.
- Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup
Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin
kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila
hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila
pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam.
- USG: untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan
plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan juga ukuran
biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan
berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan
disamping ada atau tidaknya pembukaan kanalis servikalis.

Gambar 2. Abortus imminens


Abortus Insipien (Inevitable abortion, Abortus sedang berlangsung)
ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Ditandai dengan adanya :
- robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks
- terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi
- perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.
- nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.
Pemeriksaan penunjang:
- tes urin kehamilan masih positif
- USG: pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak
janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak
normal. Biasanya terlihat penipisan serviks uteri atau pembukaannya.
Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Gambar 3. Abortus insipien


Abortus Inkomplitus
ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
- Gejala Klinis :

- Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas

- Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel


(darah beku).
- Sudah ada keluar fetus atau jaringan

- Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi


didapati kanalis servikalis terbuka, kadang-kadang dapat diraba
sisa jaringan pada kanalis servikalis atau kavum uteri, serta
uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.
Pemeriksaan penunjang:
- USG: hanya dilakukan bila ragu dengan diagnosis secara klinis.
Yang didapatkan dalam USG adalah besar uterus sudah lebih
kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit
dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang
bentuknya tidak beraturan.

Gambar 4. Abortus inkomplitus


Abortus Kompletus
ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah
keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong.
Tanda dan Gejala
- Serviks menutup.

- Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.

- Gejala kehamilan tidak ada.

- Uji kehamilan negatif.

- Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.


Pemeriksaan penunjang:
a) tes urin kehamilan masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus
b) USG: biasanya tidak diperlukan bila pemeriksaan klinis sudah memadai.
Gambar 5. Abortus komplitus

Missed Abortion
ialah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil
konsepsi tertahan dalam uterus 8 minggu atau lebih
Gejala Klinis
- Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea, dapat disertai mual
dan muntah
- Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak bertambah tinggi.

- Mamae menjadi mengecil

- Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi negative


pada 2-3 minggu setelah fetus mati.
- Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit

- Pasien merasa perutnya dingin dan kosong


Pemeriksaan penunjang:
- Tes urin kehamilan biasanya negative setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan.
- USG: didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan.
- Pemeriksaan koagulasi perlu dilakukan sebelum tindakan evakuasi dan kuretase
bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu karena kemungkinan akan
terjadi gangguan pembekuan darah.
Gambar 6. Missed abortion
Abortus Habitualis
ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi
imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphosite trophoblast cross
reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan
terjadi abortus. Salah satu penyebab lain yang sering dijumpai ialah inkompetensia
serviks, yaitu keadaan dimana serviks uteri tidak dapat menerima beban untuk tetap
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.
Diagnosis:
- Dapat ditegakkan dengan anamnesis cermat.

- Pemeriksaan dalam/inspekulo: dinilai diameter kanalis servikalis


dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm.
Pemeriksaan :
a. Histerosalfingografi, untuk mengetahui adanya mioma uterus
submukosa atau anomali congenital.
b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah
ada atau tidak gangguan glandula thyroidea
c. Psiko analisis
Abortus Infeksious
ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital
Diagnosis :
- Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang
telah ditolong di luar rumah sakit.
- Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan,
perdarahan, dan sebagainya.
- tanda – tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5
derajat Celcius, kenaikan leukosit dan discharge berbau
pervaginam, uterus besar dan lembek disertai nyeri tekan

Septic Abortion
ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum. Diagnosis septic abortion ditegakan jika didapatkan
tanda – tanda sepsis, seperti nadi cepat dan lemah, syok dan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan jenis antibiotika
ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji
kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada tanda perforasi atau akut abdomen.

diagram 1. Diagnosis aborsi spontan5


II.2.9 Penatalaksanaan3,4
Abortus Imminens
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus, pasien diharuskan tirah
baring total dan pasien dilarang melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun
hubungan seksual kurang lebih 2 minggu. Bisa diberikan spasmolitik untuk
mencegah kontraksi uerus atau progessteron untuk mencegah terjadinya abortus. Jika
perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan
dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada perdarahan yang terus berlangsung,
kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan
dengan segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar
dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.
Abortus insipiens
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian
persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oksitosin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.
Abortus inkomplit
Jika perdarahan banyak evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam
ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, uterotonika dan antibiotik per oral diberikan.
Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat adanya
perdarahan yang banyak perlu diteruskan. Apabila terdapat anemia sedang,
tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat
diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pasca
keguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
Abortus septik/infeksius
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan
Penisillin 4x1 juta unit atau ampicillin 4x1 gram ditambah gentamisin 2x80mg dan
metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal
6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus
harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik
harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian
tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah
kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi
kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus
dibuat secepatnya jika indikasi.
Missed Abortion
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase dalam sekali
tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya
merasa sedih dan gelisah. Pada umur kehamilan < 12 minggu tindakan evakuasi
dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase serviks
memungkinkan. Bila umur kehamilan > 12 minggu atau < 12 minggu dengan
keadaan serviks masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu
untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara
yang dapat dilakukan adalah pemberian infus iv cairan oksitosis dimulai dari dosis
10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% dengan tetesan 20 tetes permenit dan dapat
diulangi sampai total 50 unit. Jika gagal, pasien diistirahatkan 1 hari dan
kemudian diinduksi ulang biasanya maksimal 3 kali pengulangan. Setelah induksi
berhasil dilakukan kuretase hingga bersih.
Abortus Habitualis
Diagnosis abortus habitualis ditegakkan dengan adanya abortus spontan yang
terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Pada pemeriksaan dalam/inspekulo dapat
dinilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang menonjol
pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk
itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil
seawal mungkin. Tata laksana yang dilakukan adalah fiksasi serviks agar dapat
menerima beban dengan berkembanganya kehamilan. Operasi dilakukan pada
umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara Shirodkar atau McDonald dengan
melingkar kanalis servikalis dengan benang sutera/merselene yang tebal dan simpul
baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.

Gambar 7: Cerclage tipe jahitan McDonald (dengan jahitan seperti dompet, tidak ada
diseksi dan terletak pada os serviks eksterna) dan Shirodkar (dengan jahitan tunggal,
memerlukan diseksi dan letaknya berdekatan os serviks interna)
Gambar 9. Algorithm for the management of spontaneous pregnancy loss. (hCG =
human chorionic gonadotropin.)8

Pemantauan pasca abortus7,8


Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa
terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui
secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah
kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek
samping pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah.Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau
infeksi.Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari.Pasien dianjurkan kembali
ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah
perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk
mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien
menandatangani surat persetujuan tindakan.
II.2.9 Diagnosis banding1,2
- kehamilan ektopik tertanggu
- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil
- abortus mola hidatidosa
- polip endoserviks
- karsinoma serviks

II.2.10 Komplikasi5,6,7
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan.Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus
bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan
serviks, dan juga koagulopati.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
3) Syok.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat.Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi
juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
4) Infeksi.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas padsa desidua.Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme
yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli,
Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang
dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
5) Efek anesthesia.
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering
digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak
disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti
konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.
6) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga
DIC.Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi
Terdapat hubungan jangka panjang antara abortus dengan aterosklerosis, khususnya
pada wanita yang berusia lebih tua dari 35 tahun. Wanita yang alami keguguran
memiliki peningkatan resiko sebesar 13% untuk alami infark miokard, 16%
peningkatan resiko infark serebrovaskular, dan 20% peningkatan resiko hipertensi
relatif terhadap wanita yang tidak alami keguguran. Aborsi komplit mungkin dapat
menimbulkan komplikasi berupa infeksi atau akumulasi gumpalan darah di kavitas
uterine tanpa adanya ekspulsif karena adanya atonia uteri, meskipun kedua jenis
komplikasi ini termasuk jarang terjadi

II.2.11 Prognosis3,5
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya.Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar
40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi
spontan yang tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Indanwati, R., & Purwaka, B. T. (2013). Perbandingan Konsentrasi


Progesterone-Induced Blocking Factor (PIBF) Urin pada Wanita Hamil
Usia. Majalah Obstetri dan Ginekologi , 1-6

2. Kementerian Kesehatan RI. (2014, Desember 22). Situasi Kesehatan


Ibu.Dipetik 25 November, 2018, dari Kementerian Kesehatan
RI:http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
ibu.pdf

3. Hadijanto, B. (2008). Perdarahan Pada Kehamilan Muda. Dalam S.


Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (hal. 459-491). Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

4. Tanto, C., & Rayka, I. P. (2016). Perdarahan Pada kehamilan Muda. Dalam C.
Tanto, Kapita Selekta Kedokteran (hal. 422-425). Jakarta: Media
Aesculaptus.

5. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed november
2019

6. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics,


22nd edition. Mc-Graw Hill, 2014

7. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and


treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill

8. Ware Branch, M.D. Recurrent Miscarriage. N Engl J Med 2010; 363: 1740-
1747. Available at http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1005330.
Accessed on 25 april 2019

9. Angela M leung MD 2012, the thyroid function in pregnancy J Trace Elem


Med Biol. 2012 June ; 26(0): 137–140. doi:10.1016/j.jtemb.2012.03.004.
diakses pada 26 april 2019

10. Ina kusnani, 2019 HIPOTIROIDISME PADA IBU HAMIL DI DAERAH


REPLETE DAN NON-REPLETE GONDOK DI KABUPATEN
MAGELANG, research gate,
https://www.researchgate.net/publication/313840503

Anda mungkin juga menyukai