Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

FIXED DRUG ERUPTION

Disusun Oleh :
Retno Suparihastuti FK UPN (111.022.11.10)

Moderator :
dr. Samuel L Simon, Sp. KK

Tanggal Presentasi : 20 Juni 2013

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
Periode 27 Mei 29 Juni 2013
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS II/D
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. A/15 RT010/01, Kebun Jeruk, Jakarta Selatan
No. RM : 09.91.37

II. ANAMNESA
Anamnesa : Dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 19 Juni 2013.
Keluhan utama : Adanya bercak kemerahan di daerah punggung kaki kanan
Keluhan tambahan : Rasa panas dan gatal pada daerah punggung kaki, lengan kanan atas dan
punggung
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh timbul bercak berwarna kemerahan pada daerah punggung kaki kanan
serta lengan atas dan punggung 3 hari sebelum ke poli. Bercak kemerahan muncul tiba-tiba
bermula dari daerah punggung kaki kanan lalu meluas hingga ke lengan atas serta punggung.
Bercak kemerahan disertai dengan adanya rasa gatal dan panas. Gatal dirasakan terus menerus
sehingga pasien menggaruknya dengan menggunakan alkohol. Keluhan dirasakan 1 hari setelah
pasien meminum obat alupurinol karena keluhan nyeri sendi yang dialami pasien sejak 2 tahun
lalu.
1 hari sebelum ke poli, pasien merasa gatal bertambah hebat dan meluas hingga ke daerah
punggung. Sebelumnya pasien pernah merasakan keluhan serupa sekitar beberapa bulan yang
lalu pada lokasi yang sama setiap minum obat namun pasien tidak mengetahui jenis obat yang
sering menimbulkan rasa gatal dan timbul kemerahan. Riwayat asma pada pasien disangkal.
Riwayat alergi makanan disangkal.
Riwayat penyakit dahulu : reumatoid arthtritis
Riwayat penyakit keluarga : riwayat asma disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat belum diketahui

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis.
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : tidak dilakukan
Frekuensi nadi : 88 x/inenit, reguler, isi cukup
Pernapasan : 16 x/menlt, reguler, dalam
Suhu : afebris

Kepala : normochepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sclera ikterik -/-.
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, Bising jantung tak ada.
Paru : Vesikuler, Wheezing -/-, Ronkhi -/-
Abdomen : Datar, Supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tak teraba.
Extremitas : Edema ( - )
KGB : tidak teraba perbesaran KGB

Status Dermatologikus
Lokasi : regio punggung, punggung kaki bagian medial dekstra-sinistra, tungkai bawah dekstra-
sinistra
Effloresensi : tampak plak eritematosa pada daerah punggung, punggung kaki bagian medial
dekstra-sinistra, lengan, tungkai bawah dekstra-sinistra bentuk bulat ukuran plakat dengan batas
tegas dan disertai dengan adanya hiperpigmentasi pada bagian tengah.
Gambar 1. Bercak kemerahan pada punggung Gambar 2. Bercak kemerahan tungkai bawah

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada

V. RESUME
Pasien Tn. S, usia 35 tahun datang dengan keluhan bercak berwarna kemerahan pada
daerah punggung kaki kanan serta lengan atas dan punggung 3 hari sebelum ke poli.
Bercak kemerahan disertai dengan adanya rasa gatal dan panas. Keluhan dirasakan 1 hari
setelah pasien meminum obat alupurinol karena keluhan nyeri sendi yang dialami pasien.
1 hari sebelum ke poli, pasien merasa gatal bertambah hebat dan meluas hingga ke daerah
punggung. Sebelumnya pasien pernah merasakan keluhan serupa sekitar beberapa bulan
yang lalu pada lokasi yang sama setiap minum obat namun pasien tidak mengetahui jenis
obat yang sering menimbulkan rasa gatal dan timbul kemerahan
Pemeriksaan fisik : Status generalis dalam batas normal
Status Dermatologikus :
Lokasi : regio punggung, punggung kaki bagian medial dekstra-sinistra, tungkai bawah
dekstra- sinistra
Effloresensi : tampak plak eritematosa pada bagian punggung, punggung kaki bagian
medial dekstra-sinistra, lengan, tungkai bawah dekstra- sinistra bentuk bulat ukuran
plakat dengan batas tegas dan disertai dengan adanya hiperpigmentasi pada bagian
tengah.

VI. DIAGNOSA KERJA


Fixed Drug Eruption

VII. DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Tidak ada

IX. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
1. Menghentikan penggunaan obat penyebab.
2. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering dan jaga kebersihan diri.
3. Jangan menggaruk terlalu dalam bila dirasa gatal

Medikamentosa :
Sistemik
a) Kortrikosteroid: tablet prednison 3 x 10 mg sehari
b) Cetirizine 1x10mg
X. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad funcionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
FIXED DRUG ERUPTION

Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan dokter dalam
resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk campuran jamujamuan. Yang dimaksud dengan
obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan. Reaksi
simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain ginjal, hati, paru, sumsum tulang dan
reaksi terhadap kulit adalah manifestasi yang tersering.
Fixed drug eruption atau erupsi obat fikstum adalah reaksi rekuren yang kurang
dipahami, mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas terhadap senyawa tertentu. Reaksi
timbul dalam pola asimetris pada tempat yang sama setiap mendapat obat penyebab. Tidak jelas
mengapa reaksi ini setempat. Rasa gatal atau terbakar sering mendahului terjadinya serangan.2,3,4
Fixed drug eruption merupakan salah satu bagian dari erupsi obat alergi. Fixed drug
eruption (FDE) merupakan reaksi hipersensitivitas yang ditandai oleh satu atau lebih makula
yang berbatas jelas, berbentuk bulat atau oval dengan ukuran lesi bervariasi dari beberapa
millimeter sampai beberapa sentimeter, juga dijumpai adanya plak, bula, erosi, yang disebabkan
obat khusus atau bahan kimia yang timbul pada tempat yang sama sehingga terjadi erupsi obat
yang berulang.1-6

SINONIM
Sinonim dari FIXED DRUG ERUPTION adalah erupsi obat fikstum.

ETIOLOGI
Fixed drug eruption disebabkan oleh obatobatan seperti antibiotik, analgetik, barbiturate,
phenolphthalein (obat pencahar), salisilat, pil kontrasepsi, kina. Pada beberapa kasus ditemukan
penyebabnya adalah makanan dan pewarna makanan.5
Etiologinya antara lain :

Antibiotik yaitu tetrasiklin, sulfonamide, penisiline, ampisilin, amoksisilin, eritomisin,
trimetroprim,mertronidazol.

Anti inflamasi yaitu NSAIDs, seperti: phenilbutason, phenacetin

Psychoactive agents yaitu barbiturate, opiate, benzodiazepine, fenobarbital

Pil kontrasepsi oral

Kina

Makanan, yaitu kacang polong, buncis

Pewarna makanan.5-7

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10% fixed drug eruption terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda pernah
dilaporkan adalah 8 bulan dan usia tertua adalah 87 tahun. Kajian dari NOEGROHOWATI
(1999) mendapatkan fixed drug eruption (63%), sebagai manifestasi klinis dari erupsi alergi obat
terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak, disusul dengan erupsi eksematosa (3%) dan urtikaria
(12%). Jumlah kasus terus bertambah seiring meningkatnya usia, hal tersebut mungkin
disebabkan pajanan obat yang terus bertambah. Fixed drug eruption dapat mengenai pria dan
wanita. Usia rata-rata dijumpai pada pria 30 tahun dan wanita 31 tahun.

PATOGENESIS
Walaupun mekanisme sesungguhnya belum diketahui, namun berbagai penyebab terjdinya reaksi
obat secara umum adalah reaksi imunitas tubuh, antara lain:
Hipersensitivitas tipe I, II, III, IV yang ditemukan oleh COOMB dan GELL1-2
TIPE I (Reaksi cepat, reaksi anafilaktik), reaksi ini penting dan sering dijumpai. Pajanan
pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan tetapi pajanan
selanjutnya dapat menimbulkan reaksi. Antibody yang terbentuk ialah IgE yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pemberian obat yang sama
menimbulkan degranulasi sel mast dan basofil, dilepaskan bermacam mediator
(histamine, serotonin, bradikinin, heparin). Mediator ini mengakibatkan efek seperti
urtikaria, angioderma, shok anafilaktik.
Tipe II (reaksi sitotoksik) disebabkan oleh obat yang memerlukan penggabungan IgG dan
IgM di permukan sel. Gabungan obat membentuk antibody-komplemen yang terfiksasi
pada sel sasaran (eritrosit, leukosit, trombosit) juga mengakibatkan lisis sel, sehingga
disebut juga reaksi sitolisis atau sitotoksik. Contohnya penisilin, sefalosporin,
streptomisin, sulfonamide, isoniazid.
Tipe III (reaksi kompleks imun), ditandai oleh pembentukan komplek antigen- antibody
dalam sirkulasi darah dan mengaktifkan komplemen yang melepaskan mediator
diantaranya enzim-enzim yang merusak jaringan. Komplek imun akan beredar dalam
sirkulasi dan dideposit dalam sel sasaran, contoh penisiline, eritromisin, sulfonamide,
salisilat, isoniazid.
Tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat) melepaskan limfosit dan sel Langherhans
yang mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T mengadakan reaksi dengan
antigen, disebut tipe lambat yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen,
contoh dermatitis kontak alergik.

Penilitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa pada lesi fixed drug eruption terjadi
peningkatan kadar histamine dan komplemen yang sangat bermakna (200-640 nMol/L). Keadaan
ini diduga sebagai penyebab timbulnya rekasi eritema, lepuh dan ras gatal.6
Visa dkk (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui sel imunokompeten pada fixed
drug eruption dengan teknik imunoperoksidase. Ternyata 60-80% sel infiltrate pada fixed drug
eruption adalah sel limfosit T (T4 dan T8). Terlihat pula peningkatan sel mast sebesar 5-10%
serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T (limfosit aktif) yang ada di dermis. Keadaan ini sama
dengan lesi pada hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit T yang menetap dilesi kulit berperan
dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat yang sama. Keratosit
pada lesi kulit menunjukkna peningkatan ekspresi ICAM 1 dan HLA DR dan peningkatan
ekspresi ICAM 1 ini menjelaskan migrasi limfosit T ke sel epidermis dan mengakibatkan
kerusakan.6
Visa dkk juga menyatakan bahwa mekanisme imunologi bukan satu-satunya penyebab
kelainan ini, akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya fixed drug eruption. Keadaan
ini dapat dibuktikan dengan terjadinya kasus fixed drug eruption dalam satu keluarga yang
menunjukkan kesamaan pada HLA B12.

GAMBARAN KLINIS
Fixed drug eruption dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat
secara oral. Lesi makula oval atau bulat, bewarna merah atau ke unguan, berbatas tegas, seiring
waktu, lesi bisa menjadi bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi
bervariasi, mulai dari lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tetapi jika penderita
meminum obat yang sama maka lesi yang sama akan timbul kembali disertai lesi yang baru.
Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama menjelaskan
arti kata fixed pada nama penyakit tersebut. Pada kelainan ini biasa terdapat hanya satu lesi
atau bisa juga timbul dibanyak tempat. Mungkin hanya tampak erosi bila bulanya pecah. Lesi
biasanya menyembuh sebagai makula hiperpigmentasi persisten.1-6
Sebagai tempat predileksi lesi dapat dijumpai di kulit dan membran mukosa yaitu di
bibir, badan, punggung, lengan, tangan, kaki, dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan
genital. Lesi fixed drug eruption yang dijumpai pada penis sering disangka sebagai penyakit
kelamin.1-7
Gejala lokal meliputi rasa gatal dan rasa terbakar , jarang di jumpai gejala sistemik. Tidak
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada fixed drug eruption jika
menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang menetap pada
jangka waktu yang lama.1-7

HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi fixed drug eruption menyerupai eritema multiforme. Seperti
pada eritema multiforme reaksi dapat terjadi di dermis atau epidermis atau keduanya. Yang
paling sering terjadi adalah yang melibatkan dermis dan epidermis. Pada tahap awal pemeriksaan
histopatologi menggambarkan adanya bula subepidermal dengan hidropik sel basal epidermis.
Dapat juga dijumpai diskeratosis keratosit dengan sitoplasma eosinofilik dan inti yang piknotik
di epidermis. Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofag pada dermis bagian atas dan
terdapat peningkatan jumlah melanin pada lapisan basal epidermis.3,6

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa yang jelas dan gambaran klinis yang khas. Riwayat
perjalanan penyakit yang rinci, termasuk pola gejala klinis, macam obat, dosis, waktu dan lama
pajanan serta riwayat alergi obat sebelumnya penting untuk menegakkan diagnosis. Selain itu
juga tanyakan riwayat rekurensi lesi pada tempat yang sama tiap kali obat diberikan.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Biopsi kulit
3. Uji tempel obat
4. Uji provokasi oral
DIAGNOSA BANDING
1. Eritema multiforme
2. Multiple erosis: sindrom stevens-jonson, nekrosis epidermal toksin
3. Erupsi obat
4. Pemfigoid bulosa
5. Herpes simpleks

PENATALAKSANAAN2
UMUM:
1. Tekankan pada pasien untuk menghindari secara total obat atau hal yang menjadi penyebab.
2. Jangan menggaruk luka.

KHUSUS :
TOPIKAL:
Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka dengan larutan NaCl 0,9% yang
dilakukan 2-3 kali sehari. Jika lesi kering dapat diberi krim hidrokortison 1% atau 2,5%. Lesi
hiperpigmentasi tidak perlu di obati karena menghilang dalam jangka waktu yang lama 4-6

SISTEMIK:
Pemberian kortikosteroid biasanya tidak diperlukan. Untuk keluhan rasa gatal pada
malam hari yang kadang mengganggu istirahat pasien, maka dapat diberikan antihistamin
generasi lama yang mepunyai efek sedasi, contohnya Chlorpheniramin Maleat 1 x 10 mg,
diminum malam hari.2-3

PROGNOSA
Prognosis dari fixed drug eruption baik, bila penyebabnya dapat diketahui dan segera di
singkirkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Erupsi Obat. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; p: 154-58
2. Abdullah B. Erupsi Obat Fikstum. Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah
Sakit. EGC : Jakarta. 2007; p:138-140
3. Fixed Drug Eruption. http://emedicine.medscape.com/article/article dermatologi/fixed-
drug eruption. Diunduh 19 Juni 2013.
4. Beth G. Goldstein, et all. Tatalaksana Erupsi Obat. Dermatologi Praktis. Hipokrates.
Jakarta. Hal 93-94
5. Thomas B, et all. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Third edition. 2005.
P: 586-589
6. Partogi, Donnna. Fixed Drug Eruption. USU e-repository. FKUSU Medan. 2009. hal 1-
10
7. Fixed Drug Eruption. http://dermnetnz.org/reaction/fixed -drug-eruption.html. diunduh
19 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai