Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

PEMBIMBING :
dr. Anthony Heryanto, Sp.B
dr. Marisa Skolastika
dr. Fenny Shuriana

DISUSUN OLEH:
dr. Fahmi Fathul Rahman
dr. Luthfan Dio Satria Bachri
dr. Rizky Harsya Maulana
dr. R. Siti Farahnur Syaiful Rhamadani
dr. Tarida Putri Rahmadani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE DUA TAHUN 2020
RS KARTIKA CIBADAK
KABUPATEN SUKABUMI
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang mengenai
“Appendisitis Akut”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat dalam menjalani Program Internsip Dokter Indonesia .
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan adanya
bantuan moril dari berbagai pihak, sehingga dengan hormat penulis menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Anthony Heryanto, Sp.B, dr. Marisa Skolastika,
dan dr Fenny Shuriana selaku dokter pembimbing.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik komentar yang bersifat membangun diharapkan dapat dijadikan
perbaikan di masa datang. Penulis berharap semoga laporan kasus ini memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 9
A. ANATOMI................................................................................ 8
B. FISIOLOGI................................................................................ 10
C. ETIOLOGI................................................................................. 10
D. PATOGENESIS........................................................................ 11
E. DIAGNOSIS.............................................................................. 12
F. DIAGNOSIS BANDING........................................................... 19
G. TATALAKSANA..................................................................... 20
H. KOMPLIKASI.......................................................................... 23
BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing adalah sebuah organ berbentuk tabung,
dengan panjang kira-kira 10 cm (3-10 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.1

Appendisitis adalah peradangan pada appendix vermiformis dan merupakan


penyebab akut abdomen paling sering.2 sedangkan batasan appendicitis akut adalah
appendicitis yang terjadi dengan onset akut yang memerlukan intervensi bedah
ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal dan
nyeri alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan demam dan disertai dengan
leukositosis.3

Apendisitis akut membutuhkan tindakan operasi secara emergensi. Apendisitis


mengenai 7% orang penduduk Ameriksa Serikat dengan isidensi 1,1 orang dari 1000
penduduk per tahunnya. Appendisitis akut dapat mengenai di berbagai usia tetapi
kemungkinan terkena apendisitis meningkat sesuai dengan usia. Di benua Asia dan
Afrika diperkirakan memiliki insidensi dan prevalensi apendisitis yang lebih rendah
karena pola makan orang Asia dan Afrika yang memiliki kandungan serat yang
tinggi.4

Berdasarkan pendahuluan diatas penulis tertarik untuk membuat laporan kasus


tentang Appendisitis Akut.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. LM

Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Cibadak

Waktu Pemeriksaan : 22 Oktober 2020

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
18 jam SMRS. Nyeri bersifat terus menerus dan sangat mengganggu pasien.
Awalnya pasien sempat merasakan nyeri di sekitar ulu hati 1 hari sebelumnya
kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah. Selain itu pasien mengeluh
mual (+) disertai demam (+), muntah disangkal, Semenjak sakit, pasien tidak
nafsu makan dan mulut terasa pahit. BAB cair (+) 2 kali, lendir (-), darah (-),
BAK (+) normal, flatus (+). HPHT : 19 September 2020. Riwayat mens
teratur.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah berobat sebelumnya ke klinik terdekat dari rumahnya.


Menurut pasien, pasien diberikan obat lambung dan penghilang rasa nyeri

2
namun keluhan tidak membaik sehingga pasien datang ke IGD RS Kartika
Cibadak.

Riwayat Penyakit Dahulu :-

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Alergi :-

Riwayat Psikososial :-

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Pasien Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 84 x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Suhu Tubuh : 37,3 oC

Berat Badan : 55 kg

Tinggi Badan : 152 cm

Status Gizi : IMT 23,8 (Overweight)

Status Generalis :

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam


terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : CA-/-, SI -/-, cekung -/-, pupil bulat, isokor ø3mm/3mm,


edema palpebra -/- , refleks cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum nasi (-), sekret -/-

3
Mulut : Sianosis (-), lembab, letak uvula di tengah, faring hiperemis (-
), tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax :

Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris,

Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan, tidak semakin


besar ataupun kecil.

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi :

Cor :S1 S2 reguler, Murmur(-), Gallop (-),

Pulmo: Ves +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen:

Inspeksi: Supel, cembung, distensi (-), ascites (-), spider navy


(-)

Auskultasi : Bising usus (+), Metallic sound (-)

Perkusi : Nyeri ketok pada sekitar regio lumbal dan iliaka


kanan.

Palpasi : Nyeri tekan titik Mcburney (+), Nyeri lepas (+) Psoas
sign (+), Obturator sign (+), Blumberg sign (+),
Rovsing sign (+)

Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2 detik, Sianosis -/-/-/-, Edema -/-/-/-

Inguinal - genitalia - anus : Tidak diperiksa

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

4
Hemoglobin : 12,6 g/dL (N: 12,0-14,0 g/dL)

Hematokrit : 36 % (N: 36,0-46,0 %)

Jumlah Leukosit : 35.900 /uL (N: 4.500-11.000 /uL)

Jumlah Trombosit : 202.000/uL (N: 150.000-350.000/uL)

Hitung Jenis

Basofil : 0% (N: 0-1%)

Eosinofil : 2% (N: 1-3%)

Batang :2% (N: 2-6%)

Segmen : 80% (N: 50-70%)

Limfosit : 10% (N: 20-40%)

Monosit : 6% (N: 2-8%)

Hemostasis

Masa Pendarahan : 1 menit (N: <3 menit)

Masa Pembekuan : 7 menit (N: 5-11 menit)

GDS: 79 mg/dL (N: 70-180 mg/dL)

HBsAg : Non Reaktif

Rapid Test Covid-19 : Non Reaktif

Alvarado Score : 8

Widal :

Typhi O 1/320

Paratyphi BO 1/320

Paratyphi CO 1/160

Typhi H 1/320

5
Paratyphi AH 1/160

Paratyphi CH 1/160

E. DIAGNOSIS KERJA

Appendisitis Akut + Typhoid Fever

F. ANJURAN PENATALAKSANAAN

Kuratif :

Non medikamentosa :

 Advice dr. Anthony, SpB: Apendiktomi

Medikamentosa :

 Tatalaksana IGD : Ranitidin 50mg iv, Ondansentron 4mg iv

 Advice dr. Anthony, SpB :

o Ketoroloac 30mg /8 jam iv

o Ceftriaxon 1 gr/12 jam iv

G. PROGNOSIS : Dubia ad Bonam

H. EDUKASI :

a. Penyakit yang diderita adalah penyakit yang tidak menular dan penyakit
yang lebih baik segera dilakukan tindakan apendiktomi

b. Menjelaskan kepada pasien gejala - gejala apendisitis

c. Menganjurkan kepada pasien untuk segera dilakukan tindakan apendiktomi


dan menjelaskan resiko operasi.

6
FOLLOW UP

23/10/2020 :

Instruksi Post OP:

1. Ceftriaxone 1g/12 jam iv

2. Metronidazol 500 mg/8 jam

3. Ondansentron 8mg/12 jam iv

4. Omeprazole 40mg/12 jam iv

5. Infus RL : Frutolit 3:1 20 tpm

6. Diet cair per oral

24/10/2020 :

S: Post op (H+1), nyeri bekas operasi

O: Rembes luka (-), BU (+) normal

A: Post appendiktomi + Typhoid Fever

P : Ceftriaxone 2x1g iv

Omeprazole 2x40mg iv

Ketorolac 3x30 mg iv

Diet bubur saring

Bedrest

Konsul SpPD

7
Jawaban konsul SpPD :

Meropenem 3x1 iv drip dalam NaCl 100 cc dalam 30 menit

Omeprazole 2x1 iv

Episan syr 3x1 cth

25/10/2020

S: Post op (H+2), terpasang DC, flatus (+), nyeri luka (+), demam (-)

O: Kes: CM

TD: 120/80; RR: 20

N: 80; S: 36,5C

Thorax :

Cor :S1 S2 reguler, Murmur(-), Gallop (-),

Pulmo: Ves +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen:

Supel, BU (+) normal, rembes luka (-)

Extremitas : akral hangat, CRT <2 detik

A: Post apendiktomi H+2 + Typhoid Fever

P : Advice dr. Anthony, SpB:

Cefixime 2x1 No. X

Paracetamol 650 mg 3x1 No. X

Vit B comp 2x1 No. X

Dulcolax 1x1 No. V

Aff DC

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, dengan panjang kira-kira 10


cm (6-10cm), dan diameter luar 3-8 mm dan diameter lumen berkisar antara 1-3
mm.1,5 Dasar melekat pada caecum dan ujung lainnya bebas. Diliputi oleh
peritoneum. Mempunyai mesenterium sendiri yang disebut mesoappendix yang
berisi vena, arteri appendicularis dan saraf-saraf.1,5 Apendiks vermiformis
diperdarahi oleh cabang appendicular dari arteri ileocolica. Arteri ini berasal dari
posterior dan memasuki ileum terminal dan memasuki meso apendiks. 5

Secara histologis apendiks vermiformis terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan
serosa, yang merupakan ekstensi dari peritoneum, lapisan muscularis, dan lapisan
submukosa dan mukosa. Organ limfoid berasal dari lapisan submucosa dan dapat
sampai ke lapisan muscularis.5

Lokasi di region iliaca dextra dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior


pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior
superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney. Posisi ujung apendiks
vermiformis yang umum.1

1. tergantung ke bawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis


dekstra.(tersering)
2. melengkung di belakang caecum. (tersering)
3. menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum.
4. di depan atau dibelakang pars terminalis ileum.

9
Gambar 2.1 Variasi letak Apendiks Vermiformis1

Gambar 2.2 Variasi letak Apendiks Vermiformis

B. FISIOLOGI

10
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.1

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.1

C. ETIOLOGI

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix

sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.

Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang

paling sering adalah fecalith. Fecalith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan

appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:

1. Hiperplasia folikel limfoid

2. Carcinoid atau tumor lainnya

3. Kadang parasit

Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi

mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa, dan lain-lain. 1,5,6

11
D. PATOGENESIS

Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan di mukosa dan kemudian

melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.

Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup

apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikuler atau yang dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.1

Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, akan tetapi

paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses

peradangan. Obstruksi proksimal pada lumen apendiks dapat menyebabkan

obstruksi closed-loop , dalam hal ini apendiks tetap mensekresikan mukus yang

dapat mengakibatkan distensi apendiks. Distensi dari apendiks dapat menstimulasi

nervus pada bagian viseral sehingga menyebabkan nyeri pada bagian epigastrium.

Distensi juga dapat mengakibatkan bertambahnya peristaltik yang dapat

menyebabkan perut terasa nyeri, mual dan muntah. Hal ini lama kelamaan dapat

menyebabkan peningkatan tekanan di dalam apendiks, tekanan vena meningkat

dan menyebabkan oklusi kapiler dan vena, tetapi sirkulasi di arteriol tetap

berlangsung, sehingga menyebabkan pembengkakan dan vaskular kongesti.5,6

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin

bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.5,6

Proses inflamasi akan menyebar sampai ke lapisan Serosa dari apendiks dan

pada akhirnya sampai ke lapisan parietal dari peritoneum. Penyebaran ini yang

memunculkan gejala nyeri yang berpindah dari nyeri periumbilikal menjadi nyeri

12
perut kanan bawah. Mukosa dari apendiks rentan rusak akibat kekurangan aliran

darah sehingga obstruksi aliran pembuluh darah ke apendiks akan menyebabkan

apendiks lebih mudah pecah atau hancur. Selain itu invasi bakteri juga terjadi jauh

lebih mudah karena pertahanan mukosa apendiks yang sudah menurun akibat

kurangnya aliran darah. Proses infark ini, invasi bakteri, dan distensi yang terjadi

pada apendiks dapat menyebabkan pecahnya apendiks vermiformis. Walaupun

terkadang dapat ditemui kejadian bahwa apendisitis akut mengalami perbaikan

dengan sendirinya.5,6

E. DIAGNOSIS

1. ANAMNESIS

Pada anamnesis apendisitis akut pasien awalnya akan mengeluh nyeri

perut sekitar umbilikus tetapi pada akhirnya akan berpindah atau terlokalisir

pada perut kanan bawah dan nyerinya dirasakan terus menerus tidak hilang

dengan perubahan posisi, pasien juga dapat mengeluh gejala-gejala gastro

intestinal seperti mual, anoreksia, muntah. Selain itu pasien juga mengeluh

demam yang disebabkan oleh proses peradangan. 1,2,5,6

Gejala yang muncul juga bergantung dengan letak anatomis dari apendiks

itu sendiri. Pada pasien dengan posisi apendiks retrocaecal ditemukan bahwa

gejala abdomen lebih ringan dan justru nyerinya lebih terasa pada pinggang

atau pinggul. Pada pasien dengan posisi apendiks yang menggantung pada

pelvis bahkan dapat tidak menunjukkan gejala apapun5

13
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado

dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan skor >6.

Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan

pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis5


Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-3: kemungkinan Appendicitis kecil
4-6 : Diperlukan Pemeriksaan Penunjang Tambahan
7-10 : Kemungkinan besar apendisitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.

14
2. PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan apendisitis akut pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

peningkatan suhu tubuh lebih dari 1oC, dan peningkatan frekuensi nadi yang

dapat ditemukan atau tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan beberapa tanda-tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis

akut, yaitu adalah: 1,2,5,6

a. Nyeri Tekan (Tenderness): Hal ini merupakan tanda yang

paling sering ditemukan pada pasien apendisitis akut. Nyeri

tekan berada pada titik Mc. Burney. (1/3 distal antara umbilicus

dan spina iliaka anterior superior kanan.)

b. Nyeri Lepas (Rebound Tenderness): hal ini disebabkan oleh

terjadinya iritasi atau peradangan pada peritonitis di sekitar

apendiks.

c. Tanda Rovsing: Nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi

kuadran kiri bawah, hal ini terjadi karena terjadi iritasi pada

peritoneum. Tetapi tanda ini tidak spesifik terjadi.

d. Tanda Blumberg: Nyeri perut kanan bawah saat palpasi

kuadran kiri bawah di lepas.

e. Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi

sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara

ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi

15
iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau

abscess.

Gambar 3 . Cara melakukan Psoas sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks

yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak

dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

f. Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang,

kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke

medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M.

obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-

masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendiks yang

telah mengalami radang atau perforasi.

Gambar 5. Cara melakukan Obturator sign

16
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang

terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan

otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.

g. Tanda Dunphy: peningkatan nyeri yang dirasakan saat pasien

batuk.

h. Colok Dubur (Rectal Toucher): Pada Rectal Toucher

ditemukan nyeri pada jam 11. 1,2,5,6

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium: Pada apendisitis akut dapat ditemukan leukositosis

dengan kisaran (11.000-18.000/uL), dan dapat disetai dengan

peningkatan neutrophil. Selain itu urinalisis juga dapat dilakukan,

untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada saluran kemih. Pada

pasien wanita produktif pemeriksaan tes kehamilan juga harus

dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kehamilan

ektopik terganggu.2,6

b. Ultrasonografi: Pemeriksaan ultrasonografi pada pasien apendisitis

bukan menjadi gold standar, tetapi dapat menjadi suatu pilihan

pemeriksaan. Pada USG yang dapat ditemukan adalah

i. Aperistaltik, nonkompresibel dan apendiks yang berdilatasi

(>6mm diameter)

ii. Apendikolith

iii. Distensi Dinding apendiks

17
iv. Gambaran echogenic pericaecal

v. Hiperekoik apendiks.

vi. Cairan periapendicecal7

Gambar 6: Ultrasonografi Apendiks7

c. Apendikogram: Menrupakan salah satu pemeriksaan yang dapat

dilakukan pada apendisitis akut, pemeriksaan ini dilakukan dengan

kontras barium sulfat, pada apendisitis kontras barium tidak dapat

mengisi apendiks sehingga tampak gambaran radio lusen pada

daerah apendiks.

d. Kolonoskopi: pemeriksaan ini dapat menjadi salah satu pilihan

untuk mendiagnosis apendisitis apabila manifestasi klinis tidak

khas pada apendisitis akut, dan pemeriksaan penunjang yang lain

juga tidak menggambarkan gambaran apendisitispemeriksaan ini

18
dapat menjadi salah satu pilihan untuk mendiagnosis apendisitis

apabila manifestasi klinis tidak khas pada apendisitis akut, dan

pemeriksaan penunjang yang lain juga tidak menggambarkan

gambaran Apendisitis8

Gambar 7: Kolonoskopi8

e. CT-Scan: Merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada apendisitis, selain dapat mendeteksi apendisitis ct-

scan abdomen juga dapat memperlihatkan gambaran kelainan lain

yang terjadi pada abdomen.

F. DIAGNOSIS BANDING

1. Gastroenteritis, pada gastroenteritis mual, muntah dan diare mendahului

rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

19
Sering dijumpai hiperperistaltis. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan dengan apendisitis akut.1

2. Demam Dengue, pada demam dengue gejala awal mirip dengan apendisitis

akut, hanya saja nyeri perut tidak sehebat pada apendisitis akut. Pada

pemeriksaan fisik juga ditemukan rumple leede positif, trombositopenia,

dan peningkatan hematocrit.

3. Kehamilan Ektopik Terganggu, pada wanita usia produktif KET perlu

dicurigai pada pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, pada

anamnesis dapat ditemukan riwayat haid terakhir. Pada KET atau rupture

tuba dapat terjadi nyeri difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok

hipovolemik.1

G. TATALAKSANA

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat adalah dilakukan
apendektomi.1 Penatalaksanaan non bedah pada pasien penderita apendisitis tidaklah
disarankan karena menunjukkan angka kekambuhan yang cukup tinggi.5
Penatalaksanaan non bedah dipertimbangkan apabila tatalaksana bedah tidak tersedia
seperti saat berada di daerah terpencil.5

Teknik operasi Appendectomy

A. Open Appendectomy

1. General anastesia

2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

20
3. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

4. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke

medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis

karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan.5,6

sayatan M.rectus abd.


ditarik ke medial
M.rectus abd.

2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

21
Gambar 7. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy

B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana

diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek

Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan

wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut

ginekologi dari Appendisitis akut sangat mudah dengan menggunakan laparoskop. 5,6

H. KOMPLIKASI

1. Masa Periapendikular, Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus

halus. Pada masa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum

sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika

perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, masa

periapendikular yang masih bebas sebaiknya segera dioperasi.1

2. Apendisitis Perforata, adanya fekalit dalam lumen usus dan keterlambatan

diagnosis, merupakan factor yang berperan dalam terjadinya perforasi

22
apendiks. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang

tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan

anatomi berupa penyempitan lumen, dan arteriosclerosis. Perforasi apendiks

akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,

nyeri semakin hebat di seluruh perut, disertai dengan pungtum maksimum di

daerah iliaka kanan, peristaltis usus dapat menurun hingga menghilang akibat

adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang

menyebar terlokaliisasi di suatu tempat, paling sering di region pelvis dan

subdiagfragma. Adanya masa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus

dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya

kantung nanah. Abses subdiagfragma harus dibedakan dengan abses hati,

pneumonia basal, atau efusi pleura.1

23
BAB IV

ANALISIS KASUS

A. ANAMNESIS DAN GEJALA

Keluhan Utama : Nyeri Perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
18 jam SMRS. Nyeri bersifat terus menerus dan sangat mengganggu pasien.
Awalnya pasien sempat merasakan nyeri di sekitar ulu hati 1 hari sebelumnya
kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah. Selain itu pasien mengeluh
mual (+) disertai demam (+), muntah disangkal, Semenjak sakit, pasien tidak
nafsu makan dan mulut terasa pahit. BAB cair (+) 2 kali, lendir (-), darah (-),
BAK (+) normal, flatus (+). HPHT : 19 September 2020. Riwayat mens
teratur.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah berobat sebelumnya ke klinik terdekat dari rumahnya.


Menurut pasien, pasien diberikan obat lambung dan penghilang rasa nyeri
namun keluhan tidak membaik sehingga pasien datang ke IGD RS Kartika
Cibadak.

Teori:

Pada anamnesis apendisitis akut pasien awalnya akan mengeluh nyeri perut
sekitar umbilikus tetapi pada akhirnya akan berpindah atau terlokalisir pada
perut kanan bawah dan nyerinya dirasakan terus menerus tidak hilang dengan
perubahan posisi, pasien juga dapat mengeluh gejala-gejala gastro intestinal
seperti mual, anoreksia, muntah. Selain itu pasien juga mengeluh demam yang
disebabkan oleh proses peradangan.5

24
Pembahasan :

Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri alih yang bermula dari sekitar
umbilikus lalu terlokalisir ke perut kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh
obstruksi dan distensi apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral
dan membuat nyeri alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 –
T10). Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus yang seiring dengan berjalannya waktu akan berlokasi pada
abdomen kanan bawah. (Finlay dan Doherty, 2002; Keshav, 2004). Ketika
inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian luar apendiks,
serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa informasi spasial tepat
ke korteks somatosensori dan setelah peritoneum parietal terlibat, nyeri yang
dihasilkan lebih intens, konstan, dan nyeri somatik akan terlokalisasi di fossa
iliaka kanan, di daerah apendiks yang mengalami inflamasi tersebut (Keshav,
2004; Bhasin et al., 2007).

Kemudian pada kasus, pasien mengalami gejala demam subfebris dan


penurunan nafsu makan hal tersebut dapat dijelaskan secara teori bahwa
apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan (<38,5C). Dengan
berlanjutnya sekresi cairan musinosa fungsional, terjadilah peningkatan
tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena drainase. Hal ini
mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera diikuti oleh mual dan
muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia, tujuh puluh persen menjadi
mual dan muntah, dan sepuluh persen diare (Finlay dan Doherty, 2002;
Crawford dan Kumar, 2007).

B. PEMERIKSAAN FISIK DAN TANDA

Keadaan Umum : Pasien Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

25
Frekuensi Nadi : 84 x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Suhu Tubuh : 37,3 oC

Berat Badan : 55 kg

Tinggi Badan : 152 cm

Status Gizi : IMT 23,8 (Overweight)

Status Lokalis :

Abdomen:

Inspeksi: Supel, cembung, distensi (-), ascites (-), spider navy -

Auskultasi : Bising usus (+), Metallic sound (-)

Perkusi : Nyeri ketok pada sekitar regio lumbal dan iliaka


kanan.

Palpasi : Nyeri tekan titik Mcburney (+), Nyeri lepas (+) Psoas
sign (+), Obturator sign (+), Blumberg sign (+),
Rovsing sign (+)

Teori:

Pasien dengan apendisitis akut pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

peningkatan suhu tubuh lebih dari 1oC, dan peningkatan frekuensi nadi yang

dapat ditemukan atau tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan beberapa tanda-tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis

akut, yaitu adalah: 1,2,5,6

a. Nyeri Tekan (Tenderness): Hal ini merupakan tanda yang paling

sering ditemukan pada pasien apendisitis akut. Nyeri tekan berada

26
pada titik Mc. Burney. (1/3 distal antara umbilicus dan spina iliaka

anterior superior kanan.)

b. Nyeri Lepas (Rebound Tenderness): hal ini disebabkan oleh

terjadinya iritasi atau peradangan pada peritonitis di sekitar

apendiks.

c. Tanda Rovsing: Nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi

kuadran kiri bawah, hal ini terjadi karena terjadi iritasi pada

peritoneum. Tetapi tanda ini tidak spesifik terjadi.

d. Tanda Blumberg: Nyeri perut kanan bawah saat palpasi

kuadran kiri bawah di lepas.

e. Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi

sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara

ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi

iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau

abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks

yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak

dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

f. Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang,

kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke

medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M.

obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-

masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendiks yang

telah mengalami radang atau perforasi.

27
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang

terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan

otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.

Pembahasan:

Pada pasien ini ditemukan pemeriksaan fisik yang sesuai mengarah ke


diagnosis appendisitis. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan
titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis. Pemeriksaan rectal toucher tidak
dilakukan pada pasien ini.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN SKORING

Hemoglobin : 12,6 g/dL (N: 12,0-14,0 g/dL)

Hematokrit : 36 % (N: 36,0-46,0 %)

Jumlah Leukosit : 35.900 /uL (N: 4.500-11.000 /uL)

Jumlah Trombosit : 202.000/uL (N: 150.000-350.000/uL)

Hitung Jenis

Basofil : 0% (N: 0-1%)

Eosinofil : 2% (N: 1-3%)

Batang : 2% (N: 2-6%)

Segmen : 80% (N: 50-70%)

Limfosit : 10% (N: 20-40%)

Monosit : 6% (N: 2-8%)

Alvarado Score :8

(Migration of pain, Anorexia, Nausea, Tenderness in right lower quadrant,


Rebound pain, Leucocytosis)

28
Widal :

Typhi O 1/320

Paratyphi BO 1/320

Paratyphi CO 1/160

Typhi H 1/320

Paratyphi AH 1/160

Paratyphi CH 1/160

Teori :

Pada apendisitis akut dapat ditemukan leukositosis dengan kisaran (11.000-


18.000/uL), dan dapat disertai dengan peningkatan neutrophil.2,6

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis5


Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-3: kemungkinan Appendicitis kecil
4-6 : Diperlukan Pemeriksaan Penunjang Tambahan
7-10 : Kemungkinan besar apendisitis

29
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Pembahasan :

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini ditemukan leukosit tinggi


(35.900 /uL) dan neutrofil sebanyak 82%. Jumlah leukosit yang sangat tinggi
(>18.000/uL) dapat menandakan infeksi akut yang mengarahkan
kemungkinan terjadinya perforasi atau peritonitis.

D. TATALAKSANA

Pasien sempat berobat ke klinik sebelumnya dan diberikan obat lambung


dan pereda nyeri namun keluhan tidak membaik sehingga pasien datang ke
IGD RSKC untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yang hasilnya
mengarah ke arah appendisitis akut.

Teori:

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat adalah
dilakukan apendektomi.1 Penatalaksanaan non bedah pada pasien penderita
apendisitis tidaklah disarankan karena menunjukkan angka kekambuhan
yang cukup tinggi.5 Penatalaksanaan non bedah dipertimbangkan apabila
tatalaksana bedah tidak tersedia seperti saat berada di daerah terpencil.5

Pembahasan:

Pasien tidaklah berada di daerah terpencil yang tidak ada akses terhadap
tindakan pembedahan. Mengingat tatalaksana medikamentosa terhadap
apendisitis di kemudian hari akan tetap memiliki tingkat kekambuhan yang
tinggi, tindakan pembedahan seharusnya menjadi prioritas utama.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 755-762

2. Anindhita, A., Arifputra, A., Tanto, C., Apendisitis: eds. 2014. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 213.

3. Dorland W.A. Newman. 2000. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 29th

ed. Terjemahan : Huriawati Hartanto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. p.142.

4. Craig, Sandy. 2018. "Epidemiology" in Appendicitis. North Carolina.

https://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a6. Diakses 1 Juni

2020.

5. Brunicardi, FC. et al, 2015. Schwartz’s Principles of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill

education, New York, United Stated, 1241-59

6. Brunicardi, FC. et al, 2006. Schwartz’s Manual of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill

education, New York, United Stated, 784-799

7. https://radiopaedia.org/articles/appendicitis diunduh 1 Juli 2017

8. Chang, HS. Yang, SK. Myung, SJ. Jung, HY. Et al: The role of colonoscopy

in the diagnosis of appendicitis in patients with atypical presentations.

Gasrointest Endosc.2002;56:343-348.

31

Anda mungkin juga menyukai