Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

TUMOR SIGMOID

DISUSUN OLEH:
Ahmad Mukhtar Labib
1102015011

PEMBIMBING:
dr. Aladin Sampara Johan, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
21 DESEMBER 2020 – 31 JANUARI 2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................3
ILUSTRASI KASUS.....................................................................................................3
1.1. IDENTITAS PASIEN.....................................................................................3
1.2. ANAMNESIS.................................................................................................3
1.3. PEMERIKSAAN FISIK.................................................................................5
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................8
1.5. DIAGNOSIS KERJA....................................................................................12
1.6. PENATALAKSANAAN..............................................................................13
1.7. PROGNOSIS................................................................................................13
BAB II.........................................................................................................................14
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................14
2.1. ANATOMI KOLOREKTAL........................................................................14
2.2. DEFINISI......................................................................................................20
2.3. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................21
2.4. ETIOLOGI....................................................................................................21
2.5. KLASIFIKASI..............................................................................................27
2.6. PATOFISIOLOGI.........................................................................................30
2.7. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................31
2.8. DIAGNOSIS.................................................................................................32
2.9. TATALAKSANA.........................................................................................40
2.10. KOMPLIKASI.............................................................................................46
2.11. PROGNOSIS................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................48

2
BAB I

ILUSTRASI KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Harun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 16 Maret 1983 (37 Tahun)
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Alamat : KP. Jati Buni Asih, Cikarang Kota
Tanggal pemeriksaan : 26 Desember 2020

1.2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sulit BAB sejak 4 bulan SMRS

B. Keluhan Tambahan
Perut kembung, tidak bisa kentut, mual muntah, nyeri perut

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan sulit
BAB sejak 4 bulan SMRS. Pasien mengatakan BAB 1-2 kali dalam seminggu,
tidak terdapat darah, konsistensi padat, bentuk seperti BAB biasanya,
berwarna kuning kecoklatan dan bau seperti tinja pada biasanya.
Pasien juga mengeluhkan terdapat perut kembung dan tidak bisa
kentut bersamaan dengan sulit BAB. Terdapat mual dan muntah hanya 1-2
kali per hari berupa makanan yang dikonsumsi sejak 1 minggu SMRS, tidak
ada muntah darah. Pasien mengatakan terdapat nyeri di seluruh perut 1
minggu SMRS terus menerus. Terdapat penurunan berat badan sebanyak 30
Kg dan penurunan nafsu makan dalam kurun waktu 4 bulan.

3
BAK tidak ada kelainan. Tidak didapatkan demam dan sesak napas.
Pasien sebelumnya sudah datang ke RS Ridhoka Salma pada tanggal 21
Desember 2020 dan diberikan terapi awal serta dilakukan pemeriksan rontgen
thorax, abdomen 3 posisi dan kolonoskopi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


- Penyakit serupa (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga


- Penyakit serupa (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)

F. Riwayat Kebiasaan
- Merokok (-)
- Alkohol (-)
- Makan daging merah (-)

4
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum:
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
2. Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 (GCS: 15)
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 135/85 mmHg
Heart Rate : 100 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Saturasi O2 : 99 %

B. Pemeriksaan Khusus:
1. Kulit
Turgor kulit elastis, terdapat jaundice, tidak ada lesi pada kulit.
2. Kepala
Normocephal, rambut tidak mudah dicabut.
3. Mata
Konjungtiva anemis +/+
Sklera ikterik +/+
Refleks cahaya langsung +/+, Pupil Isokor
4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan bentuk dan tidak ada sekret yang keluar dari
liang telinga (discharge -)
5. Hidung
 Tidak ada pernafasan cuping hidung.
 Tidak ditemukan kelainan bentuk pada hidung
 Discharge (-)
 Epistaksis (-)

5
6. Mulut
 Bibir tidak sianosis dan kering
 Lidah kering (-)
 Uvula ditengah
 Faring tidak hiperemis
 Tonsil T1-T1 tenang

7. Leher
 Trakea terletak di medial
 Jugular Vein Pressure (JVP) R+0
 Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar getah bening

8. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : Normochest, dada simetris normal kanan
kiri pada gerakan statis dan dinamis.
Retraksi intercostal (-)
 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan
kiri pada kedua lapang paru. Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Peranjakan Paru – Hepar terdapat dua jari dari
batas Paru - Hepar linea midclavicularis ICS 6
 Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

b. Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada 1 jari
medial linea midclavikularis sinistra ICS 5

6
 Perkusi :
o Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra ICS 5
o Batas jantung kiri : Pada 1 jari medial dari linea
midclavicularis sinistra ICS 5
o Batas pingang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS 3
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-), Gallop (-)

9. Abdomen
 Inspeksi : Distensi abdomen (+), asites (-), sikatrik (-),
caput medusae (-), spider nevi (-).
 Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen
undulasi (-), Defans Muskular (-), Hepar
Tidak dapat dinilai, lien tidak dapat dinilai.
 Perkusi : Hipertimpani pada seluruh abdomen,
shifting dullnes (-)

10. Ekstremitas
Akral hangat, capillary refilll time (CRT) < 2 detik, tidak ada udem,
eritema palmaris (-).

11. Rectal Toucher


Tidak dilakukan karena keadaan pasien

7
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium

DARAH LENGKAP HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
Hemogloblin L 8.8 g/dL 13 – 18
Hematokrit L 26 % 40 – 54
Eritrosit L 3.83 10^6/μL 4.6 – 6.2
MCV L 69 fL 80 – 96
MCH L 23 pg/mL 28 – 33
MCHC 34 g/dL 33 – 36
Trombosit 372 103/μL 150 – 450
Leukosit 8.2 103/μL 5 – 10
Hitung Jenis
Basophil 0 % 0.0 – 1.0
Eosinophil L0 % 1.0 - 6.0
Neutrophil H 88 % 50 – 70
Limfosit L4 % 20 – 40
NLR H 22 <= 5.80
Monosit 8 % 2–9
LED H 51 mm/jam <10
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) H 73 U/L <38
SGPT (ALT) H 59 U/L <41
Ureum HH222 mg/dL 19 – 44
Kreatinin HH 7.3 mg/dL 0.67 – 1.17
eGFR L 8.5 mL/min/1.73 > 60
Protein Total L 5.3 g/dL 6.4 – 8.3
Albumin L 2.8 g/dL 3.5 – 5.2
Globulin 2.5 g/dL 2.5 – 3.9

8
Glukosa Sewaktu 105 mg/dL 80 - 170
Elektrolit
Na 136 mEq/L 136 – 146
K 4 mEq/L 3.5 – 5.0
Cl 98 mEq/L 98 – 106

B. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan BNO 3 Posisi

Hasil:

9
- Pre peritoneal fat line dextra et sinistra tampak tegas
- Udara Usus (+), distribusi merata dan tampak prominent
- Fecal material tampak prominent
- Tampak dilatasi sebagian sistema usus halus serta sebagian sistema colon
- Masih tampak gambaran udara intra-lumen minimal di proyeksi rectum
- Tampak gambaran multiple air-fluid level intra lumen sistema usus
- Tak tampak penebalan dinding usus, pneumatisasi intestinal, maupun tanda
udara bebas ekstra lumen sistema usus
- Renal outline & psoas line dextra et sinistra samar
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan:
Gambaran partial large bowel obstruction

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Kesan:
Bronchopneumonia
Besar Cor normal

Pemeriksaan Kolonoskopi

10
v

Hasil:

11
Skop masuk dari anus sampai sigmoid, pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan
karena lumen usus tertutup massa
- Anus: Tampak Hemoroid Eksterna dan Interna Grade II
- Rektum: Tak tampak kelainan
- Sigmoid: Tampak massa berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah pada
15 cm dari anus. Dilakukan 3 buah biopsi pada massa.
- Kolon Descenden, Kolon Transversum, Kolon Ascenden, Caecum dan
Ileum terminalis: Tak diperiksa

Kesimpulan:

Massa pada Sigmoid (Carcinoma?)

Hemoroid Interna Grade II

Saran Pemeriksaan:

Pemeriksaan Patologi Anatomi hasil biopsi

CT Scan Abdomen

1.5. DIAGNOSIS KERJA


 Ileus Obstruksi ec Tumor Sigmoid Susp. Malignansi TxNxM1 Metastase
Hepar
 Chronic Kidney Disease
 Anemia
 Hemoroid Eksterna dan Interna Grade II

12
1.6. PENATALAKSANAAN
Terapi Farmakologi

 IVFD Asering 1000 cc/24 jam


 Pasang NGT
 Pasang Dower Catheter
 Tramadol 50 mg x 3 Inj
 Metronidazole 500 mg x 3 Inj
 Transfusi PRC
 Octalbin 25%
 Konsultasi Dokter Penyakit Dalam
 Konsultasi Dokter Gizi

Terapi Bedah

 Sigmoidektomi

1.7. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad malam
 Quo ad functionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : ad malam

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI KOLOREKTAL

Kolon (usus besar) memiliki panjang 135 cm, dan terbagi menjadi sekum,
kolon asendens, kolon transversal, kolon desendens dan kolon sigmoid. Dinding
kolon terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan otot lingkaran dalam dan lapisan otot
longitudinal luar yang terpusat menjadi 3 strip longitudinal terpisah yaitu taeniae
coli.1

14
Ileum terminale bermuara ke sekum melalui invaginasi yang menebal yaitu
katup ileosekal. Sekum adalah segmen kolon bagian proksimal seperti kantung yang
luas, dengan diameter rata-rata 7,5 cm dan Panjang 10 cm. Meskipun dapat
membesar, pelebaran akut sekum dengan diameter lebih dari 12 cm yang dapat diukur
dengan foto polos abdomen, dapat menyebabkan nekrosis iskemik dan perforasi
dinding usus. Intervensi bedah mungkin diperlukan bila distensi sekum disebabkan
oleh obstruksi atau pseudo obstruksi.2
Apendiks memanjang dari sekum kurang lebih 3 cm di bawah katup ileosekal
sebagai saluran buntu yang memanjang 8 - 10 cm. Lokasi apendiks proksimal cukup
konstan, sedangkan ujungnya dapat ditemukan di berbagai posisi relatif terhadap
sekum dan ileum terminal. Paling umum, retrocecal (65%), diikuti oleh pelvis (31%),
subcecal (2.3%), preileal (1,0%), dan retroileal (0,4%). Secara klinis, apendiks
ditemukan di pertemuan taeniae coli.2
Kolon asendens mempunyai Panjang kira-kira 15 cm, berjalan ke atas menuju
liver di sisi kanan. Seperti kolon desendens permukaan posterior terfiksasi dengan
retroperitoneum, sedangkan permukaan lateral dan anterior adalah struktur
intraperitoneal. Garis putih Toldt menggambarkan gabungan dari mesenterium
dengan peritoneum posterior. Peritoneal halus ini berfungsi sebagai panduan bagi ahli
bedah untuk memobilisasi kolon dan mesenterium dari retroperitoneum.2
Panjang kolon transversa kira-kira 45 cm. Menggantung di antara hepatic dan
splenic fisura, sepenuhnya berada dalam peritoneum visceral. Ligamen Nephrocolic
melindungi fleksura hepatik dan langsung melapisi ginjal kanan, duodenum, dan
porta hepatis. Ligamentum Phrenocolic terletak di bagian ventral lien dan mengikat
flexura splenic kuadran kiri atas. Sudut flexura splenic lebih tinggi, lebih akut, dan
lebih dalam daripada di flexura hepatic. Bagian yang menempel Superior dari kolon
transversa adalah omentum, lapisan ganda visceral dan parietal peritoneum yang
menyatu (empat lapisan total) yang berisi jumlah lemak tersimpan yang bervariasi.
Secara klinis, hal ini berguna dalam mencegah perlengketan antar pembedahan luka
perut dan usus dan sering digunakan untuk menutupi isi intraperitoneal saat sayatan
ditutup.2

15
Kolon desendens terletak di bagian ventral dari ginjal kiri dan meluas ke
bawah dari flexura splenic sekitar 25 cm. Diameternya lebih kecil dari kolon
asendens. Di tepi panggul, ada transisi antara dinding yang relatif tipis menetap yaitu
kolon desendens dengan yang lebih tebal dan mobile yaitu kolon sigmoid. Kolon
sigmoid bervariasi panjangnya dari 15 - 50 cm (rata-rata, 38 cm) dan sangat mobile.
Ia berdiameter kecil, dengan otot pada mesenterium floppy yang panjang sering
membentuk lingkaran omega di panggul. Mesosigmoid sering menempel pada
dinding samping pelvis kiri, menghasilkan celah kecil di mesenterium dikenal sebagai
fossa intersigmoid. Lipatan mesenterika ini adalah petunjuk pembedahan untuk ureter
kiri.2
Rektum bersama dengan kolon sigmoid berfungsi sebagai penampung feses.
Beberapa menganggap sambungan rektosigmoid berada setingkat sacral promontory,
sedangkan yang lainnya mengangga sebagai titik di mana taeniae bertemu. Ahli
anatomi menganggap garis dentate sebagai bagian distal rektum, sedangkan ahli
bedah biasanya melihat penyatuan kolumnar ini dan epitel skuamosa seperti yang ada
di dalam lubang anus dan menganggap ujung rektum sebagai batas proksimal dari
kompleks sfingter anal.2
Rektum memiliki panjang 12 sampai 15 cm dan tidak memiliki taeniae coli
atau apendiks epiploic. Ini menempati kurva sakrum di panggul, dan permukaan
posterior hamper benar-benar ekstraperitoneal karena melekat pada soft presacral
jaringan dan dengan demikian berada di luar rongga peritoneum.1
Perbedaan khas disbanding usu halus yaitu diameter lebih besar ("tebal"
bukan "tipis"), lapisan otot longitudinal berkurang menjadi tiga pita. Pada lapisan
tersebut, Taenia libera dapat dilihat, sedangkan Taenia mesocolica menempel pada
Mesocolon transversum dan Taenia omentalis berhubungan dengan Omentum majus.
Terdapat Haustra dan Plica Semilunare, Haustra coli adalah sakulasi dinding usus
yang berhubungan dengan lipatan mukosa berbentuk sabit (Plicae semilunares) pada
permukaan dalam dan Appendices epiploicae yaitu proyeksi lemak dari jaringan
adiposa Tela subserosa.3

16
Vaskularisasi
Arteri

Caecum dan Appendix Vermiformis: Arteri ileocolica dengan R. ilealis ke


lieum terminale (anastomosis dengan A. ilealis terakhir) dan dengan R. colicus
(anastomosis dengan A. colica dextra). Kemudian arteri terbagi menjadi A. caecalis
anterior dan A. caecalis posterior pada kedua sisi Caecum dan menjadi A.
appendicularis yang berjalan pada Meso appendix untuk mendarahi Appendix
vermiformis.3
Colon ascendens dan colon tranversum A. Colica dextra dan A. Colica
Media (dari A. mesenterica superior) beranastomosis satu sama lain. A. colica media
berhubungan dengan A. colica sinistra. Anastomosis RIOLAN kadang-kadang
terdapat anastomosis dengan satu arkade pada flexura coli sinistra disebut
anastomosis DRUMMOND.3

17
Colon Descendens dan Colon Sigmoideum: A. Colica sinistra dan Aa.
sigmoideae dari A. mesenterica inferior. A. rectalis superior juga berasal dari A.
mesenterica inferior dan mendarahi rectum bagian atas.3

karena alasan perkembangan, flexura coli sinistra merupakan batas untuk


aliran neurovaskular. Mengacu pada arteri-arteri: A. mesenterica superior mendarahi
colon ascendens dan colon transversum sedangkan A. mesenterica inferior mendarahi
colon descendens dan rectum bagian atas.3

Vena
Nama dan perjalanan vena-vena usus sama seperti arterinya. vena-vena usus
memasuki salah satu dari tiga vena utama yang bermuara ke V. portae hepatis: V.
mesenterica superior bersatu dengan V. splenica di belakang Caput pancreatis untuk
membentuk V. portae hepatis. V. mesenterica inferior bermuara ke dalam V. splenica
(70%kasus) atau ke dalam V. mesenterica superior (30%).3
Berdasarkan perkembangan, flexura coli sinistra merupakan perba-tasan suplai
neurovaskular. Mengacu pada vena-vena: dari Colon ascendens dan Colon
transversum darah vena bermuara ke dalam V. mesenterica superior dan dari Colon
descendens dan Rectum bagian atas darah vena bermuara ke dalam V. mesenterica
inferior.3

Limfatik

18
Dari seluruh usus halus serta caecum, colon ascendens, dan colon
transversum, limfe bermuara ke dalam Nodi Lymphoidei mesenterici supeeriores
pada pangkal A. mesenterica superior dan selanjutnya melalui Truncus intestinalis ke
dalam Ductus thoracicus (hijau).3
Dari colon descendens, colon sigmoideum, dan rectum proximale, limfe
mencapai Nodi Lymphoidei mesenterici inferiores pada pangkal A. mesenterica
inferior (kuning) dan selanjutnya melalui kelenjar getah bening paraaorta
retroperitoneal (Nodi lymphoidei lumbales, abu-abu) ke dalam Trunci lumbales (abu-
abu).3
Berdasarkan perkembangan, Flexura coli sinistra adalah perbatasan untuk
suplai neurovaskular. Mengacu pada drainase limfatik: Nodi lymphoidei mesenterici
superiores adalah kelenjar getah bening regional untuk Colon ascendens dan Colon
transversum, sedangkan Nodi lymphoidei mesenterici inferiores untuk Colon
descendens.3

Inervasi

 Simpatis (penghambatan) mulai dari Tl 0-Tl 2 dan L l-L3


 Parasimpatis (stimulasi).

A. N. vagus mempersarafi kolon ascendens dan transversal.

B. N. sakral (S2-S4 yang disebut nervi erigentes) suplai kolon distal, yaitu flexura
Splenicus dan seterusnya.4

19
Fungsi Kolon

1. Absorbsi
Kandungan air dari feses berkurang menjadi 1000-1500 ml per hari. Dengan
demikian tinja menjadi padat. Demikian pula dengan natrium, kalium dan garam
empedu juga diserap. Asam amino dan asam lemak juga diserap perlahan di usus
besar.4
2. Sekresi
Kolon juga mengeluarkan K + dan C1-. Ini meningkat pada kolitis. Sekresi
klorida meningkat pada fibrosis kistik.4
3. Motilitas
Kolon memiliki 4 jenis motilitas. Propulsif, retropulsif, peristaltic banyak dan
refluks gastrokolik. Aktivitas retropulsif lebih banyak terjadi di kolon asendens,
ini
memungkinkan feses untuk 'berputar' lebih banyak dan lebih banyak lagi.
Kontraksi kuat ditemukan lebih banyak di kolon desendens.4
4. Recycling
Daur ulang berbagai nutrisi terjadi di usus besar. Contoh: karbohidrat, lemak
rantai pendek siklus asam dan urea.
• Butirat adalah produk utama fermentasi bakteri. Ini dibutuhkan terutama sebagai
bahan bakar untuk epitel kolon.
• Untuk mencapai hal ini, kolon sangat bergantung pada floranormal, terutama
untuk kemampuan degenerasi dan fermentasi.4

20
2.2. DEFINISI
Kanker kolorektal (KKR) disebabkan oleh kelainan pertumbuhan sel epitel
yang membentuk lapisan kolon atau rektum. Pertumbuhan kecil (dikenal sebagai
polip) bersifat jinak, meskipun beberapa memiliki potensi untuk berkembang dan
menjadi kanker. Diperkirakan dua pertiga dari polip kolorektal bersifat pra-
malignancy dan terkait dengan risiko kolorektal.5

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil
terakhir dari usus besar sebelum anus).6

2.3. EPIDEMIOLOGI
Menurut American Cancer Society, Pada tahun 2020 diperkirakan ada
104.610 kasus baru kanker kolon dan 43.340 kasus kanker rektal terdiagnosis di AS.
Meskipun mayoritas KKR orang dewasa berusia 50 tahun ke atas, 17.930 (12%)
didiagnosis pada individu yang lebih muda dari usia 50, setara dengan 49 kasus baru
per hari. Per 1 Januari 2019, ada 776.120 pria dan 768.650 wanita yang hidup di
Amerika Serikat dengan riwayat KKR. Sepertiga (35%) dari individu didiagnosis
dalam 5 tahun sebelumnya, dan lebih dari setengah (56%) berusia 65-84 tahun.7

Berdasarkan survei GLOBOCAN 2020, insidens KKR di indonesia


menempati urutan keempat (12,64%), keseluruhan laki-laki dan perempuan dari
100.000 penduduk) dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian
(6,7%) (dari 100.000 penduduk keseluruhan laki-laki dan perempuan).8

2.4. ETIOLOGI
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian
saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab
Familial Adenomatous polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa
resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun.9

21
Studi keganasan kolorektal secara global menyatakan bahwa kanker ini
memiliki proses karsinogenesis yang rumit dan melibatkan banyak faktor, yaitu
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Meski demikian, kanker kolorektal
sering dinyatakan termasuk dalam “environmental disease“ yaitu faktor eksternal
yang dapat maupun tidak dapat dimodifikasi sangat memegang peranan penting dan
telah diteliti akan pengaruhnya secara langsung dan tidak langsung terhadap kejadian
kanker ini pada populasi. Faktor lingkungan multipel tersebut kemudian akan beraksi
terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi
kanker kolorektal.10
Ada beberapa faktor risiko yang mungkin meningkatkan peluang individu
Berkembang menjadi kanker kolorektal:
1. Jenis Kelamin
Tingkat kejadian KKR pada pria 30% lebih tinggi dibandingkan pada wanita,
dengan perbedaan yang lebih besar untuk kanker rektal (60% lebih tinggi)
dibandingkan kanker kolono (20% lebih tinggi). wanita juga memiliki prevalensi
yang lebih rendah untuk terkena adenoma. Kesenjangan faktor resiko jenis
kelamin mungkin mencerminkan perbedaan dalam eksposur terhadap faktor risiko
(misalnya, merokok) dan hormone seks, serta interaksi kompleks di antara
keduanya pengaruh. Tingkat kejadian KKR pada pria dan wanita dengan usia <
45 tahun sebanding.7
2. Usia
Risiko KKR meningkat sebanding dengan usia. Untuk setiap kelompok usia 5
tahun berikutnya, kejadiannya meningkat sekitar dua kali lipat sampai usia 50,
dan setelah itu meningkat sekitar 30%. Pengecualiannya adalah usia 50-54 tahun
versus usia 55-59 tahun yang hanya ada perbedaan 15%.7
3. Ras
Di antara kelompok ras dan etnis yang didefinisikan secara luas, KKR
insidensi dan mortalitas tertinggi pada non-hispanik kulit hitam, diikuti oleh ras
Amerika Indian dan Alaska Natives (AIANs), dan insiden terendah di Asia /
Kepulauan Pasifik. Selama 2012-2016, tingkat insiden KKR pada orang kulit

22
hitam sekitar 20% lebih tinggi dari orang kulit putih non-Hispanik dan lebih
tinggi 50% dari Asia Pasifik. Angka kematian pada orang kulit hitam hamper
40% lebih tinggi daripada yang ada di kulit putih non-Hispanik dan dua kali lipat
yang ada di Asia Pacific.7
4. Riwayat Keluarga
Hingga 30% pasien KKR memiliki riwayat penyakit keluarga. orang tua,
saudara kandung, atau anak yang telah didiagnosis dengan KKR memiliki risiko 2
- 4 kali dibandingkan dengan orang tanpa riwayat keluarga ini, dengan risiko
lebih tinggi untuk diagnosis sebelum usia 50. Riwayat di antara kerabat jauh juga
meningkatkan risiko. Sebagian besar KKR dalam keluarga dianggap
mencerminkan interaksi antara faktor gaya hidup dan efek kumulatif dari variasi
genetik yang yang meningkatkan risiko penyakit.7
5. Sindrom Herediter
Sebuah studi terbaru menemukan bahwa 5% pasien KKR memiliki mutasi gen
yang diturunkan (mutasi germline) terkait dengan kondisi keturunan berisiko
tinggi yang diketahui, dan tambahan 5% memiliki mutasi yang cukup untuk
peningkatan resiko. Faktor risiko herediter yang paling umum adalah Lynch
syndrom, yang menyumbang sekitar 3%. Sindrom poliposis merupakan herediter
lainnya terkait dengan peningkatan risiko KKR yang umumnya adalah Familial
Adenomatous Polyposis (FAP), yang menyumbang sekitar 1%. Kira-kira 1% dari
pasien KKR dapat diwariskan mutasi pada gen kanker payudara BRCA1 dan /
atau BRCA2.7
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Risiko KKR juga meningkat di antara individu dengan riwayat jenis kanker
lain karena efek karsinogenik dari beberapa perawatan. Contohnya saat masa
anak-anak
penderita kanker, terutama mereka yang menerima pelvis atau perut atau seluruh
tubuh radioterapi atau obat tertentu. Chronic inflammatory bowel disease (IBD)
berlangsung seumur hidup, biasanya didiagnosis pada masa dewasa awal, yaitu
saluran gastrointestinal meradang dalam waktu lama waktu. Orang dengan IBD

23
memiliki risiko hampir dua kali lipat mengembangkan KKR dibandingkan
dengan orang normal pada umumnya.
Orang dengan diabetes tipe 2 (onset dewasa) sedikit meningkatkan risiko
KKR yang tampak lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Hasil dari studi
sebelumnya mengevaluasi hubungan antara infeksi H. pylori, bakteri yang sangat
terkait dengan risiko kanker Lambung, dan kejadian.7
7. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sangat terkait dengan penurunan risiko kanker kolon, bukan
kanker rektal. orang yang paling aktif secara fisik memiliki 25% risiko lebih dari
orang yang paling tidak aktif. Menjadi aktif secara fisik dari usia muda mungkin
memiliki risiko lebih rendah. Demikian pula, orang-orang yang paling tidak
banyak bergerak (misalnya, menghabiskan waktu paling banyak untuk menonton
TV) memiliki 25% hingga 50% peningkatan risiko kanker kolon.7
8. Obesitas dan Overweight
Berat badan berlebih bahkan meningkatkan risiko KKR di antara mereka yang
aktif secara fisik. Pria gemuk memiliki sekitar 50% risiko lebih tinggi terkena
kanker kolon dan risiko 25% lebih tinggi kanker rektal, sedangkan wanita gemuk
memiliki sekitar 10% peningkatan risiko kanker kolon dan tidak ada peningkatan
risiko kanker rektal. Risiko berlebih juga berhubungan dengan lebih tinggi lemak
perut, diukur dengan lingkar pinggang atau rasio pinggang-pinggul, dan lemak
yang disimpan di dalam rongga perut.7
9. Diet
Pola makan kemungkinan besar mempengaruhi risiko baik secara tidak
langsung, melalui kalori dan obesitas, dan langsung melalui pola makan-makanan
tertentu. Misalnya, pola makan memiliki pengaruh besar pada komposisi
mikrobioma usus, yang merupakan triliunan mikroorganisme, termasuk 1.000+
strain yang berbeda bakteri, yang menghuni usus besar. Tingkat tinggi bakteri
spesifik dalam mikrobioma berasosiasi dengan risiko KKR. Diet dengan jumlah
tertentu yang lebih banyak makanan, seperti karbohidrat, gula olahan, dan daging

24
merah, memiliki potensi lebih tinggi untuk meningkatkan peradangan dan
berhubungan dengan peningkatan KKR.7
Kebanyakan penelitian menemukan kalsium dari makanan olahan susu dan /
atau suplemen berkaitan dengan penurunan risiko pengembangan adenoma dan
KKR. Whole Grain/Fiber serat makanan menurunkan risiko KKR karena lebih
sedikit paparan karsinogen, lebih tinggi volume tinja dan waktu transit lebih cepat.
dua meta-analisis terbaru menemukan bahwa risiko KKR menurun sekitar 5%
untuk setiap 30 gram / hari asupan biji-bijian. Asupan folat, dikonsumsi melalui
diet atausuplemen tampaknya memiliki hubungan yang kompleks dengan risiko
KKR, berpotensi mendorong pertumbuhan tumor yang sudah ada sebelumnya,
sekaligus menghambat pembentukan baru tumor di jaringan sehat. Hasil dari
berbagai penelitian secara khusus mengevaluasi hubungan antara asupan buah dan
sayuran dan risiko KKR tidak konsisten. Efek perlindungan konsumsi buar dan
sayur kadar sedang dibandingkan dengan konsumsi rendah, dengan konsumsi
tinggi memberikan sedikit tambahan manfaat.7
Konsumsi daging merah dan / atau daging olahan meningkatkan risiko KKR,
dengan lebih kuat untuk kanker usus besar daripada kanker rektal dan untuk
daging olahan daripada daging merah. risiko CRC meningkat 18% untuk setiap 50
gram / hari daging olahan (kurang lebih 2 iris daging makan siang) dan 12% untuk
setiap 100 gram / hari daging merah (sedikit signifikan). Pada 2015, International
Agency for Research on Cancer mengklasifikasikan daging olahan sebagai
"karsinogenik bagi manusia" dan daging merah sebagai "mungkin karsinogenik
bagi manusia,” sebagian besar berdasarkan bukti terkait dengan risiko KKR.7
Mungkin terkait dengan unsur daging dan / atau karsinogen (zat penyebab
kanker) yang terbentuk selama memasak, mengawetkan, dan / atau merokok.
Kadar vitamin D dalam darah yang lebih tinggi mungkin memiliki risiko KKR
yang lebih rendah, meskipun penelitian temuan tetap tidak konsisten.7
10. Merokok
Pada November 2009, International Agency for Research on Cancer
melaporkan bahwa ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa merokok

25
menyebabkan KKR. Di Amerika Serikat, sekitar 12% KKR perokok yang saat ini
atau sebelumnya, dengan risiko KKR saat ini sekitar 50% lebih tinggi dari pada
yang tidak pernah merokok. Merokok juga dikaitkan dengan kelangsungan hidup
spesifik KKR yang lebih rendah, terutama bagi perokok aktif.7
11. Alkohol
Diperkirakan 13% KKR di Amerika Serikat dikaitkan dengan konsumsi
alkohol. Sebuah meta-analisis baru-baru ini melaporkan bahwa konsumsi alkohol
ringan hingga sedang (hingga dua minuman per hari) dikaitkan dengan risiko
yang sedikit lebih rendah (8%) dibandingkan tidak ada konsumsi / konsumsi
sesekali, padahal sangat minum banyak (lebih dari 3 minuman per hari) dikaitkan
dengan risiko 25% lebih tinggi. penelitian lain temukan risiko berlebih hanya
dengan satu minuman per hari, meningkat menjadi 44% untuk peminum berat.7
12. Obat-obatan
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) terdapat bukti ekstensif bahwa
penggunaan reguler jangka panjang aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid
lainnya menurunkan risiko KKR. Penurunan risiko tampaknya lebih kuat di
antara individu yang lebih muda dari usia 70 tahun dan tanpa kelebihan berat
badan. Pengguna Aspirin dengan KKR memiliki agresifitas tumor yang rendah
dan kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan pengguna non-
aspirin meskipun manfaat kelangsungan hidup mungkin terbatas untuk subtipe
tumor tertentu.7
Bukti yang muncul menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik oral mungkin
dikaitkan dengan peningkatan risiko KKR. Antibiotik dapat mempengaruhi risiko
dengan mengganggu keseimbangan mikrobioma usus. Bifosfonat oral, yang
digunakan untuk mengobati dan mencegah osteoporosis, dapat menurunkan risiko
KKR.7
13. Hormon
Bukti tentang hubungan antara hormone steroid, keduanya endogen (terjadi secara
alami di dalam tubuh) dan eksogen (misalnya, terapi penggantian hormon

26
dan kontrasepsi oral), dan KKR tidak konsisten. Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa tingkat estrogen alami lebih tinggi di antara wanita
pascamenopause berhubungan dengan mengurangi risiko KKR, sementara yang
lain tidak menemukan tidak berkaitan. Mengurangi risiko yang terkait dengan
terapi hormone pengganti tampaknya terbatas pada penggunaan kombinasi
formulasi estrogen dan progesteron. tudi terbaru tidak mendukung hubungan
antara penggunaan kontrasepsi oral dan risiko KKR.7

(Dekker E, et al. 2019. Colorectal Cancer. The Lancet, Vol. 394)

2.5. KLASIFIKASI
Beberapa lesi sinkron (lebih dari 1 keganasan pada saat diagnosis) ditemukan
di sekitar 5% dari pasien. Kolon juga merupakan salah satu lokasi kanker
metachronous (keganasan baru muncul setelah 6 bulan operasi kuratif). Lebih dari
95% adalah adenokarsinoma.

27
Karsinoma Kolon dapat berupa synchronous carcinoma, metachronous
carcinoma, dan familial colorectal carcinoma.4

A. Synchronous Carcinoma
Menurut Moertel, Kanker terjadi dalam waktu 6 bulan sejak kanker
primer pertama, atau dua atau lebih keganasan yang terdeteksi secara
histologis berbeda secara bersamaan atau lebih dari satu keganasan pada saat
diagnosis awal. Terjadi terutama pada kasus kolon dan saluran pencernaan
atas karena stimulus atau faktor etiologi keganasan mempengaruhi berbagai
bagian organ.
Kolon, kepala dan leher, esofagus adalah lokasi karsinoma sinkron.
Pada kasus karsinoma kolon dengan faktor etiologi tertentu seperti
familial polyposis coli, ulcerative colitis, herediter kanker non-poliposis,
seringkali karsinoma bersifat sinkron. Penting untuk melakukan kolonoskopi
lengkap bila pasien datang dengan karsinoma kolon karena dia mungkin
mengalami karsinoma sinkronis di tempat lain.4

B. Metachronous Carcinoma
Didefinisikan sebagai kanker yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah
reseksi satu keganasan. Beberapa contoh lokasi metachronous adalah
kolorektal, payudara, ginjal. Riwayat keluarga dengan kanker kolorektal
herediter, nonpolyposis (HNPCC atau sindrom Lynch), penyakit dominan
autosomal, juga bisa muncul dengan sinkronus atau kanker kolorektal
metachronous. Lebih sering terjadi pada wanita dan pada usia muda.
Berhubungan dengan abnormalitas genetik terkait perbaikan gen yang
bertanggung jawab terhadap ketidakcocokan DNA. Koeksistensi polip
adenomatosa juga merupakan faktor risiko untuk perkembangan lesi
metachronous. Setelah mengobati salah satu karsinoma, misalnya karsinoma
sigmoid, kolonoskopi tahunan dianjurkan. Jika polip terdeteksi, pasien harus

28
diberi tahu tentang polip dan potensi keganasannya. Mempunyai angka
kehidupan lebih baik.4

C. Familial Colorectal Carcinoma


Memiliki gen pembawa dan terjadi dalam satu keluarga. Keganasan
terjadi pada kelompok usia muda. Seringkali memang demikian sinkronis.
Lesi metachronous tidak jarang terjadi Kriteria tertentu telah ditetapkan untuk
diagnosis. Ketidakstabilan genetik adalah faktor utama yang bertanggung
jawab. ketidakstabilan bisa pada tingkat kromosom atau pada tingkat DNA.
Akibat dari duplikasi pembelahan sel, gen yang tidak cocok berkembang. Gen
ini tidak dapat diperbaiki dan merupakan predisposisi mutasi, menghasilkan
gen kanker.
Familial polyposis coli (FPC) menyumbang sekitar 1% kolorekta
kanker. Namun, kejadian keganasan adalah 100%. Sindrom Gardner dan
Turcot adalah varian dari FPC. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer
(HNPCC) menyumbang sekitar 5 sampai 10% dari kanker kolorektal. dan
memiliki kanker ekstrakolonik seperti endometrium, kanker ovarium dan
kandung kemih. Sindrom lainnya adalah Cronkhite Cana da sindroma. Ini
lebih sering terjadi pada wanita. Banyak polip berkembang di perut,
duodenum dan di kolon. Terdapat diare, pigmentasi, alopecia, penurunan berat
badan dan cachexia. Peluang menjadi keganasan sekitar 15%.4

Lesi Precancer
 Polip: Faktor lingkungan dan genetik mendukung perkembangan polip kolon
dan transformasinya menjadi keganasan. Insiden keganasan meningkat bila
polip lebih dari 1 cm, polip multipel atau datar.4

 Inflammatory Bowel Syndrome 4


- Kolitis ulserativa adalah kondisi prakanker yang pasti. Adanya displasia yang
didiagnosis dengan biopsi kolonoskopi merupakan indikasi untuk kolektomi.

29
- Crohn yang melibatkan kolon juga memiliki sedikit peningkatan risiko
mengembangkan karsinoma jika dibandingkan dengan ulseratif radang usus
besar.
- Kolitis Schistosomal: Risiko kanker kolorektal adalah meningkat pada pasien
dengan schistosomal lama radang kolon. Kasus yang sudah berlangsung lama
dikaitkan dengan ringan hingga derajat parah displasia epitel kolon. Jadi bisul
atau dapat terjadi polip semu. Perubahan displastik ini adalah dianggap
premalignant.
- Paparan radiasi: Biasanya ini adalah sekresi musin adenokarsinoma dengan
prognosis buruk.
- Ureterosigmoidostomy meningkatkan risiko kanker usus besar lebih dari 100-
500 kali.4

2.6. PATOFISIOLOGI

(Dekker E, et al. 2019. Colorectal Cancer. The Lancet, Vol. 394)

30
Kebanyakan kanker muncul dari polip. Proses ini dimulai dengan kripta yang
abnormal, berkembang menjadi neoplastis lesi prekursor (polip), dan akhirnya
berkembang menjad kanker kolorektal selama periode perkiraan 10–15 tahun. Sel
asal untuk sebagian besar kanker kolorektal saat ini dianggap sebagai sel induk atau
mirip sel induk. Sel induk kanker adalah hasil dari akumulasi progresif perubahan
genetik dan epigenetic yang menonaktifkan gen penekan tumor dan mengaktifkan
onkogen. Sel induk kanker berada di dasar kriptus kolon dan penting untuk inisiasi
dan pemeliharaan tumor. Investigasi mekanisme regulasi yang mengontrol
pertumbuhan kanker adalah area investigasi yang menjanjikan untuk agen terapeutik
dan pengobatan pencegahan.11
Secara global, ada dua lesi prekursor utama yang berbeda jalur adenoma-
karsinoma (juga disebut sebagai ketidakstabilan urutan kromosom) menyebabkan 70-
90% kanker kolorektal, dan jalur serrated neoplasia (10-20% kolorektal kanker).
Jalur ini mewakili kelipatan genetik dan epigenetic yang berbeda secara berurutan.
ketidakstabilan fenotipe kromosom biasanya berkembang mengikuti peristiwa
genomik yang diinisiasi oleh APC mutasi, diikuti dengan aktivasi RAS atau
hilangnya fungsi TP53.11
Sebaliknya, jalur serrated neoplasia adalah terkait dengan mutasi RAS dan
RAF, dan ketidakstabilan epigenetik yang ditandai dengan metilasi CpG fenotipe,
mengarah ke mikrosatelit kanker stabil dan tidak stabil. Studi genom lebih lanjut juga
telah diidentifikasi penanda baru dan subtipe fenotipik berdasarkan mutasi (misalnya,
adanya polimerase-ε atau POLE mutasi atau defisiensi ketidakcocokan perbaikann
[dMMR]) mengarah ke hipermutasi fenotipe.11

2.7. MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala kanker kolon bervariasi, tidak spesifik, dan tergantung pada
lokasi tumor serta luasnya penyempitan lumen yang disebabkan oleh kanker. Dalam 4
dekade terakhir, kejadian kanker di kolon asendens telah meningkat dibandingkan
dengan kanker di kolon desendens dan rektum. Ini merupakan pertimbangan penting

31
karena sekitar 40% dari semua kanker kolon terletak di proksimal area yang dapat
divisualisasikan oleh sigmoidoskop fleksibel.2
Kanker kolorektal dapat berdarah, menyebabkan darah merah muncul di tinja
(hematochezia). Pendarahan dari tumor kolon asendens dapat menghasilkan tinja
berwarna gelap (melena). Seringkali, perdarahan tidak bergejala dan hanya terdeteksi
oleh anemia yang ditemukan dengan pemeriksaan hemoglobin rutin. Anemia
defisiensi zat besi pada pria atau wanita non-menstruasi harus mengarah pada
pencarian sumber perdarahan dari saluran GI. Pendarahan sering dikaitkan dengan
kanker kolon, tetapi pada sekitar sepertiga pasien dengan kanker kolon yang terbukti,
kadar hemoglobin normal dan hasil tes tinja negatif untuk darah samar.2
Kanker yang terletak di kolon desendens seringkali bersifat konstriktif. Pasien
mungkin memperhatikan perubahan kebiasaan buang air besar, yang paling sering
dekeluhkan sebagai konstipasi yang meningkat. Kanker sigmoid dapat menyerupai
divertikulitis, dengan gejala nyeri, demam, dan gejala obstruktif. Setidaknya 20%
pasien dengan kanker sigmoid juga memiliki penyakit divertikular, membuat
diagnosis yang tepat terkadang sulit. Kanker sigmoid juga dapat menyebabkan fistula
kolovesikal atau kolovaginal. Fistula semacam itu lebih sering disebabkan oleh
divertikulitis, tetapi diagnosis yang benar harus ditegakkan karena pengobatan kanker
kolon secara substansial berbeda dari pengobatan divertikulitis.2
Kanker di kolon asendens lebih sering dimanifestasikan dengan melena,
kelelahan yang berhubungan dengan anemia, atau, jika tumor sudah lanjut, nyeri
perut. Meskipun gejala obstruktif biasanya dikaitkan dengan kanker kolon desendens,
kanker kolorektal stadium lanjut dapat menyebabkan perubahan kebiasaan buang air
besar dan gangguan usus.2

2.8. DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis kanker kolorektal dapat dilakukan secara
bertahap, antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium
klinik maupun laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang

32
berupa pencitraan seperti foto polos atau dengan kontras (barium enema),
kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan Ttransrectal Ultrasound juga diperlukan dalam
menegakkan diagnosis penyakit.9

A. Anamnesis
Sebagian besar penderita datang pada dokter dengan keluhan perubahan
kebiasaan defekasi: diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering ingin
defekasi namun tinja sedikit, perdarahan campur lendir. Kadang-kadang gejala
yang timbul menyerupai gejala penyakit disentri. Penyakit yang diduga disentri,
setelah pengobatan tidak ada perubahan, perlu dipertimbangkan karsinoma kolon
dan rektum terutama penderita umur dewasa dan umur lanjut. Anoreksia dan berat
badan semakin menurun merupakan salah satu simtom karsinoma kolon dan
rektum tingkat lanjut.9

Gejala yang biasa timbul akibat manifestasi klinik dari karsinoma kolorektal
dibagi menjadi 2, yaitu:
 Gejala subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan
perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang
memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin
memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali
menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan
darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang pria dewasa
mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker kolon harus
dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan.9
 Gejala Akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka

33
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada <
10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat
yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah.
Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang
air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak
mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi
nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis.9
Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah
artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan
fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan
yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang
muncul dari kanker kolon.9

B. Pemeriksaan Fisik
Pada Kanker Kolon asendens dan sekum 12:
Keadaan umum Pasien biasanya tampak pucat dan kurus.
- Inspeksi abdomen. abdomen mungkin umumnya distensi atau penuh di fosa iliaka
kanan. Massa mungkin terlihat pada pasien kurus.
- Palpasi. Fosa iliaka kanan seringkali nyeri tekan, dengan otot di atasnya. Sebuah
massa yang tidak teratur dapat dirasakan di fosa iliaka kanan atau daerah lumbar
kanan, yang mungkin terfiksasi atau bergerak bebas. Hepar mungkin teraba
membesar dan tidak beraturan.
- Perkusi. Massa biasanya tumpul pada perkusi.
- Auskultasi. Bunyi usus normal kecuali obstruksi atau peritonitis hadir.

Pada Kanker Kolon desendens dan rectum12


Keadaan umum terdapat penurunan berat badan mungkin terlihat.

34
- Inspeksi abdomen. Pada pasien kurus, mungkin terdapat bengkak di fossa iliaka
kiri. Pada Kolon, khususnya sekum, mungkin tampak buncit dengan feses.
Rabaan. tumor besar bisa teraba, seringkali di regio lumbar kiri atau fossa iliaka.
Bagian dari massa mungkin feses keras di atas tumor daripada di atas tumor itu
sendiri, dalam hal ini massa tidak dapat diidentifikasi. Massa empuk jika ada
sekitarnya peradangan atau abses perikolik yang terkait dengan perforasi. Hepar
mungkin teraba dengan permukaan tidak teratur dan tepi yang menonjol.
- Perkusi. Massa di fosa iliaka kiri akan tumpul saat perkusi.
- Auskultasi. Bising Usus terdengar keras terus menerus bernada tinggi suara
gurgling bisa terdengar selama serangan kolik, tetapi jika kolon mengalami
perforasi, menjadi menjadi diam dan lembut.
- Tumor di puncak lingkaran kolon sigmoid yang menjuntai ke dalam pelvis dapat
teraba pada pemeriksaan bimanual. Nodul sekunder dapat dirasakan di dalam
panggul, dan darah bisa terlihat di ujung jari. Rektal dan tumor rektosigmoid
harus terlihat kaku pada sigmoidoskopi. Tumor di kolon desendens bisa muncul
dengan peritonitis jika pasien mengabaikannya gejala. Dalam kasus seperti itu,
sakit perut parah umum berkembang disertai oleh tanda-tanda syok dengan
takikardia, hipotensi, distensi, nyeri tekan, hilangnya tumpul hepar dan bising
usus tidak ada. Dalam banyak kasus, peritonitis disebabkan oleh rupurnya sekum
yang membengkak, bukan ruptur di lokasi kanker.12
Colok dubur merupakan cara diagnostik sederhana. Pada pemeriksaan ini
dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina iskiadika
sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal
dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis
cavum douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm
merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga colok
dubur merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon.9

C. Pemeriksaan Penunjang

35
 Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya.
Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit,
dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan
hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil.
Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dan pemeriksaan tinja.9
Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma
kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya
karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran
darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.
Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan
adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan
faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna
pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.9

 Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi


Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah
terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun
reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan
diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh
karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.9

 Pemeriksaan Radiologi

36
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama
sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema.9

 Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5
cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan
keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada
barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.9
Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol
perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang
sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan
cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih
sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostic kolonoskopi,
perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan
perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.9

37
Ada banyak klasifikasi dan stadium untuk karsinoma usus besar / rectum yaitu:
1. Dukes Staging4
• Stadium A: Invasi tetapi tidak menembus muskularis propria.
• Stadium B: Mencapai muskularis propria tetapi tidak melibatkan kelenjar getah
bening.
• Stadium C: Kelenjar getah bening terlibat
Beberapa penulis menjelaskan stadium D untuk penyakit metastasis. Karena
belum dijelaskan oleh Duke, maka disebut modifikasi pementasan Dukes.

2. Astler-Coller's modifikasi Dukes' staging4


A Terbatas pada mukosa – nodus tidak ada
B 1 Perluasan ke muskularis propria-nodus tidak ada
B2 Perluasan ke seluruh dinding usus-nodus tidak ada
B3 Perluasan ke organ yang berdekatan-nodus tidak ada
C l Perluasan ke muskularis propria- nodus positif
C2 B2 + Kelenjar getah bening
C3 B3 + Kelenjar getah bening
D Metastasis jauh

38
3. Klasifikasi WHO berdasarkan histologi4
 Mayoritas adenocarcinoma-90%
 Mucinous adenocarcinoma-5-10%
 Signet ring cell carcinoma
 Small cell carcinoma
 Squamous cell carcinoma
 Undifferentiated carcinoma

4. TNM Staging4

39
D. Diagnosis Banding9

40
- Irritable bowel syndrome (IBS)
- Kolitis ulseratif
- Penyakit Crohn
- Fisura ani
- Penyakit diverticulum

2.9. TATALAKSANA
A. Prabedah
- Persiapan mekanis diperlukan untuk mengurangi bakteri di kolon. Ini mengurangi
insiden kebocoran anastomosis.
• Irigasi usus utuh dengan polietilen glikol oral ditemukan lebih unggul dari
enema. Ini adalah metode pilihan. Ini dicampur dengan 2liter air dan diberikan 12
jam sebelum operasi.
- Antibiotik: Antibiotik oral neomycin / metronidazole atau neomisin / eritromisin
diberikan pada sore hari dan malam sebelum operasi. Diberikansecara lokal dan
terutama untuk mengurangi infeksi luka. Antibiotik intravena seperti
ciprofloxacin dan metronidazole atau sefalosporin generasi ke-3 seperti
ceftriaxone diberikan satu jam sebelum operasi. Tujuan bakterinya adalah E. coli
dan Bacillus fragilis.
- Perbaikan kondisi umum dengan mengoreksi albumin jika perlu.
- Diet bebas lemak, diet rendah residu diberikan dua sampai tiga hari sebelum
operasi.
- Enoxaparin heparin fraksionasi profilaksis atau dalteparin diberikan secara
subkutan, untuk mencegah trombobsis vena dalam. Jika tidak, diberikan heparin
subkutan.4

B. Bedah
1. Karsinoma kolon asendens termasuk sekum: Jika dapat dioperasi, pengobatannya
adalah hemikolektomi radikal kanan. Struktur yang dihilangkan dalam operasi ini
adalah

41
• Terminal 6-8 cm ileum 1
• Sekum, apendiks, dan kolon asendens
• Sepertiga kolon transversal
• Lemak, fasia, limfatik, dan kelenjar getah bening seperti ileokolika node, node
pericolic, node di SMA asli.
• Jika pertumbuhan terfiksasi ke dinding perut posterior, pembuluh darah iliaka
paliatif ileotransversal dilakukan anastomosis (kolostomi ileotransversa).4
2. Reseksi karsinoma kolon transversal-'V '. Area yang disuplai oleh arteri kolik
tengah diangkat diikuti oleh ujung ke ujung anastomosis. Pasien mungkin perlu
dikeluarkan seluruh kolon transversal tergantung pada lesi.
• Saat lesi berada di fleksura hepatik atau di colon tranversal, pemanjangan
hemikolektomi kanan harus dilakukan.4

3. Hemikolektomi radikal karsinoma kolon kiri.


• Setengah dari kolon transversal dan kolon desendens diangkat diikuti oleh
anastomosis kolon transversal ke kolon sigmoid-Ini adalah area yang disuplai
oleh arteri kolik sinistra.4

4. Kolektomi radikal karsinoma kolon sigmoid diikuti oleh anastomosis dari kolon
yang turun ke rectum (anastomosis kolorektal). Atau dalam beberapa kasus,
hemikolektomi kiri mungkin harus dilakukan.4

42
5. Tumor kolon kiri dengan obstruksi usus
kolostomi transversal sementara dilakukan untuk mengalihkan masalah feses dan
untuk meringankan obstruksi usus. Reseksi tidak dilakukan karena banyak pasien
sudah lanjut usia dengan komorbiditas penyakit seperti diabetes, hipertensi,
penyakit jantung.4

6. Irigation and lavage on table


Posisi kateter diperiksa agar aman dengan sekum dan balonnya mengembang.
Jahitan, sebelumnya diterapkan ke dasar usus buntu diikat.
• Saline diirigasi dengan kecepatan 50 sampai 100 ml per jam. Penjepit proksimal
dibuka ke dalam wadah (cawan ginjal).
• Dibutuhkan sekitar satu jam atau lebih untuk irigasi usus secara keseluruhan.
• Ini dilakukan sampai cairan kembali bersih.4

43
C. Terapi Adjuvant
 Kemoterapi
Indikasi Postoperatif kemoterapi4:
Semua pasien node positif
Pada pasien node negatif jika:
- Lesi T4 mengenai permukaan mesothelial bebas
- Keterlibatan vena mikroskopis mayor
- Signe Cell Carcinoma
- CEA preoperasi tinggi
- Aneuploidi pada aliran sitometri
- Ketidakstabilan mikrosatelit
Regimen yang diberikan1
- 5 fluorourasil (5 FU) dengan asam folinat (leucoverin / LV) adalah yang paling
banyak biasa digunakan selama 6 bulan sebagai siklus bulanan. Asam folat
mempotensiasi aksi 5 FU.
- Levamisol 150 mg / hari selama 3 hari diberikan sekali dalam 15 hari untuk satu
tahun dengan infus 5 FU bulanan selama satu tahun.
- Irinotecan / 5 FU / LV — regim IFL juga digunakan.
- Asam folinat (LV) / 5 FU / oksaliplatin — regim FOLFOX juga digunakan. Ini
menjadi pengobatan pilihan.
- Irinotecan / oxaliplatin — Rezim IROX digunakan sebelumnya kanker kolon
metastatik yang tidak diobati.
- Capecitabine (xeloda) obat oral yang menghasilkan 5 FU pada tumor
- jaringan, menunjukkan respon yang jauh lebih besar daripada 5 rezim FU / LV.
- Uji coba fase II sedang berlangsung untuk capecitabine / oxaliplatin dan
capecitabine /regimen kombinasi irinotecan
- Infus 5FU ke vena portal selama dan segera setelah operasi telah menunjukkan
manfaat dalam hal hasil dan kekambuhan.
Dosis1
- Dosis 5 FU adalah 400 mg / m2 / hari IV × 5 hari sekali dalam 3-4 minggu

44
selama 6-12 bulan
- Dosis leucoverin adalah 20 mg / m2 / hari × 5 hari sekali dalam 3-4 minggu
selama 6 bulan
- Dosis levamisol adalah 150 mg / hari × 3 hari sekali dalam 2 minggu selama
satu tahun
- Manipitabine diberikan secara oral 1250 mg / m2 dua kali sehari

 Radioterapi
Adenokarsinoma kolon tidak merespon dengan baik terhadap radiasi. Secara rutin
tidak diberikan. Pembedahan tetap menjadi standar emas untuk karsinoma kolon.
Infiltrasi jaringan lunak ke dalam m. psoas atau dinding perut atau tumor rekuren
yang tidak dapat dioperasi merupakan indikasi untuk radioterapi.4

D. Pengelolaan Metastasis Hepar


CT scan dan PET scan dilakukan untuk mengevaluasi lokal / sistemik
penyakit. Asalkan tidak ada penyebaran sistemik, metastasis hepar harus
diperlakukan secara agresif. Pola kekambuhan pada karsinoma kolon lebih sering
jauh, yaitu mereka cenderung kambuh lebih sering di tempat yang jauh seperti
hepar dan paru-paru. Akibatnya, perawatan sistemik lebih diperlukan terapi yang
diarahkan pada hepar seperti kemoterapi arteri hepatic, infus / embolisasi,
frekuensi radio-ablasi, radioterapi harus digunakan pada pengobatan metastasis
hepar yang terisolasi.4
Indikasi untuk reseksi hati adalah4:
- Metastasis soliter atau metastasis terbatas pada satu lobus.
- <3 metastasis di kedua lobus
- Tidak adanya penyakit ekstrahepati

E. Kemopreventif Kanker Kolon

45
- Asam folat: Ini adalah vitamin penting dengan banyak fungsi. Jika asam folat
tidak ada, hipometilasi dapat terjadi. Sebagai hasil dari ekspresi berlebih dari
proto-onkogen tersebut karena K-ras dan c-Myc dapat terjadi. Kekurangan
asam folat menyebabkan ketidakseimbangan di nukleotida yang mengarah ke
DNA terputus dan mutasi. Jadi suplementasi asam folat harus diberikan pada
adenoma khususnya bila kadar dasar offolic asam rendah.4
- Makanan Berserat: Serat mengurangi waktu transit, serat itu mendilusi
karsinogen dan digunakan untuk perkembangan kanker. Selulosa,
hemiselulosa dan pektin. Serat juga menghasilkan rantai pendek dalam asam
lemak yang menyebabkan fermentasi oleh flora feses. Sehingga ph kolon
menjadi lebih asam yang pada gilirannya menghambat karsinogenesis.4
- Aspirin, kalsium, dan sulindac juga telah digunakan untuk mencegah kanker
berkembang menjadi adenoma.4

2.10. KOMPLIKASI
1. Obstruksi usus
2. Abses perikolik: Nyeri di lokasi tumor dan dapat menjalar ke punggung, tungkai
atau pinggul seperti pada perforasi sekum disebabkan oleh iritasi pada m. psoas atau
karena iritasi N. femoral.
3. Fistula feses
• Abses pericolic saat itu diinsisi atau drainage ke eksterior dapat menyebabkan
fistula feses jika ada keganasan.
• Mungkin karsinoma sekum menyebabkan apendisitis dan mungkin menghasilkan
fitula feses
4. Fistula internal: Kolovesikal, kolokolik, koloenterika bukan komplikasi keganasan
yang jarang terjadi. Diterapi dengan reseksi. Namun, penilaian pra operasi fistula
dengan investigasi harus dilakukan.4

46
2.11. PROGNOSIS
Tergantung pada1:
- Tumor sisi kiri memiliki prognosis yang lebih baik saat dini.
- Jenis — karsinoma koloid memiliki prognosis yang lebih buruk.
- Ukuran tumor.
- Status kelenjar getah bening: Jumlah kelenjar getah bening yang terlibat
memutuskan prognosis.
- Sekunder hati memiliki prognosis yang buruk.
- Usia pasien.
- Penyakit terkait seperti HIV.
- Stadium tumor.
- Adanya komplikasi, perforasi, peritonitis.
Secara keseluruhan, ini adalah keganasan yang dapat disembuhkan dengan operasi
yang tepat dan terapi adjuvan.

Kelangsungan hidup 5 tahun adalah1:


Stadium I - 90%.
Stadium II - 75%.
Stadium III - 50%.
Stadium IV - kurang dari 5%.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangalore, S. 2016. SRB’s Manual of Surgery 5th Edition. India: Jaypee


Brothers Medical Publishers
2. Townsend, C., Evers B., Beauchamp R., Mattox K. 2017. Sabiston Textbook
of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice 20 th Edition.
Philadelphia: Elsevier
3. Paulsen F., Waschke J. 2011. Sobotta Atlas of Human Anatomy General
Anatomy and Musculoskeletal System 15th Edition. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
4. Shenoy K., Shenoy A. 2018. Manipal Manual of Sugery 4 th Edition. India:
CBS Publishers and Distributors
5. Levin B et al. Gastroenterology. 2008; 134 (5): 1570-1595

48
6. Society AC. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Color Cancer
Facts Fig 2014; 1–32
7. American Cancer Society. Colorectal Cancer Facts & Figures 2020-2022.
Atlanta: American Cancer Society; 2020
8. World Health Organization (WHO). GLOBOCAN: Estimated cancer
incidence, mortality and prevalence worldwide in 2020. Diakses di:
globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets
9. Sayuti, M. 2019. Kanker Kolorektal. Jurnal Averrous Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh, 5(2): 76-88
10. Dwijayanthi M, et al. 2020. Karakteristik Pasien Kanker Kolorektal di Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Berdasarkan Data Demografi, Temuan
Klinis dan Gaya Hidup. Jurnal Medika Udayana, 9(6): 55-62
11. Dekker E, et al. 2019. Colorectal Cancer. The Lancet, Vol. 394
12. Burnand K, et al. Browse’s Introduction to Symptoms & Signs of Surgical
Disease 5th Edition. London: CRC Press

49

Anda mungkin juga menyukai