Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

HEPATOMA

Disusun Oleh:
dr. Heri setyawan

Pembimbing:
dr. Saryana
dr. Suharto. Sp.PD

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT AMAL SEHAT WONOGIRI

DESEMBER 2021

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I. STATUS PASIEN.......................................................................................1
A. Identitas Pasien.............................................................................................1
B. Anamnesis.....................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................1
D. Pemeriksaan Penunjang................................................................................3
E. Diagnosis Kerja.............................................................................................4
F. Penatalaksanaan............................................................................................4
G. Follow Up 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Hepatomegali..................................................................................................5
2.1.1 Anatomi.......................................................................................................5
2.1.2 Fisiologi Hepar............................................................................................6
2.1.3 Definisi Hepatomegali.................................................................................7
2.1.4 Etiologi Hepatomegali.................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi ................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi klinis........................................................................................8
2.1.7 Komplikasi..................................................................................................9
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik.....................................................................................9
2.2 Hepatoma......................................................................................................12
2.2.1 Definisi......................................................................................................12
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................12
2.2.3 Etiologi......................................................................................................13
2.2.4 Patofisiologi...............................................................................................16
2.2.5 Manifestasi klinis......................................................................................19
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................19
2.2.7 Tatalaksana................................................................................................20
2.2.8 Komplikasi ...............................................................................................23
2.2.9 Prognosis...................................................................................................24
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................25
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................26
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn S

Usia : 39 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Sungai asam, Pasar Jambi

Tanggal Masuk : 11 Desember 2021, Jam 01.00 WIB

Unit : IGD

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD diantar keluarga karena pasien mengeluhkan
muntah sejak 1 hari SMRS muntah sebanyak 4 kali. Pasien juga
mengeluh sesak, perut begah, lemas dan terasa benjolan di perut
pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tumor liver
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki penyakit serupa dengan pasien
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), minum-minuman beralkohol dan obat-obatan warung
disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg

1
Denyut Nadi : 98 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 37 ºC
Berat Badan :-

d). Status Generalis

- Keadaan Umum: Composmentis (GCS : E4V5M6)


- Kesan Gizi : Kurang

a. Kepala
1) Bentuk : Mesocephal
2) Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Mata
cowong (+)
3) Hidung: Sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
4) Telinga: Simetris (+), Discharge (-)
5) Mulut : Simetris (+), kering (+), sianosis (-)

b. Leher
Trachea letak tengah, tidak ada peningkatan, tidak ada
pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

c. Thorax dan Pulmo


1) Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dinding
dada kanan dan kiri simetris, tidak ada ketinggalan gerak,
tidak ada retraksi dinding dada.
2) Palpasi : vokal fremitus paru kanan sama dengan paru
kiri, tidak ada krepitasi, tidak terdapat nyeri tekan pada
dada.
3) Perkusi : suara sonor pada seluruh lapang paru.
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler pada paru-paru kanan
dan kiri, tidak ditemukan wheezing.

2
d. Cor
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : batas jantung melebar ke caudolateral
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > II murni , irama regular,
murmur (-), gallop (-).

e. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, tidak tampak distensi, tidak ada jejas
2) Auskultasi : Bising usus normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba massa abdomen di
kuadran atas, teraba keras
4) Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

f. Genitalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki

g. Ekstremitas : akral hangat, ditemukan edema pada kedua


ekstremitas inferior, CRT < 2 detik.

E. Pemeriksaan Penunjang
a). Laboratorium:
Darah Rutin
Hemoglobin : 9,5 g/dl (11–18)
Hematokrit : 29,4 % (35-54)
MCV : 92,9 fL (80-100)
MCH : 30,1 pg (27-34)
MCHC : 32.4 g/dl (32-36)
Faal Ginjal
Ureum : 125 (10-50)
Kreatinin : 2,10 (0,80-1,30)

3
Faal Hati
SGOT : 570 (<35)
SGPT : 165 (<41)
GDS Stik : 88 (70-140)
HbsAg : Positif (negatif)

D. Diagnosis Kerja
Hepatomegali susp Hepatoma

E. Penatalaksanaan

• Diet hepar 1700 kkal

• Oksigen 2-3 lpm NK

• Inf. Asering 20 tpm

• Inj. Pantoprazole 1 amp/24 jam

• Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam

• Inj. Norages 500 cc/8 jam

• Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam

• Sucralfat syr 4x10 cc

• Curcuma 2 x 1 tab

Plan:
USG abdomen
Lab Ureum, Kreatinin

G. Follow Up
Pasien + jam 10 pagi

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatomegali
2.1.1 Anatomi
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah
kanan atas rongga abdomen.1 Pada kondisi hidup hati berwarna merah
tua karena kaya akan persediaan darah.1 Hati merupakan kelenjar
terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg.1
Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan
hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma sinistra.1 Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni
lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra, dan lobus qaudatus.
Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis, disebut dengan
kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh peritoneum. Darah
arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan
dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing
lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-
lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria
hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus. 2
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang
berjalan diantara lembaran sel hati.2

6
Gambar 1. Anatomi Hepar 3

2.1.2 Fisiologi Hepar


Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem
venous usus dengan membawa nutrien yang diserap di dalam saluran
cerna ke hati. Hati melaksanakan berbagai fungsi metabolik. Sebagai
contoh, pada saat puasa hati akan menghasilkan sebagian besar
glukosa melalui glukoneogenesis serta glikogenolisis, melakukan
detoksifikasi, menyimpan glikogen dan memproduksi getah empedu
disamping berbagai protein serta lipid.2

Hati mempunyai beberapa fungsi yaitu: 3

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan


glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak
senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme
karbohidrat.

7
b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:


mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid
dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam


amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi
beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam
amino.

d. Lain-lain

Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat


penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam
bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk
koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

2.1.3 Definisi Hepatomegali


Hepatomegali (Pembesaran Hati) adalah pembesaran organ hati
yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi
virus hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty
liver), penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati
(hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis).4

2.1.4 Etiologi Hepatomegali


a. Alkoholisme
b. Hepatitis A
c. Hepatitis B
d. Gagal jantung kongestif (CHF, congestive heart failure)

8
e. Leukemia
f. Neuroblastoma 4

2.1.5 Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok, jamur, kelebihan zat
dan infeksi virus hepatitis B serta alcohol yang mengakibatkan
sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik
yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel
hepardan mengakibatkan pembesaran hati. Hepatomegali dapat
mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan
obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang
mengakibatkan menurunnyaproduksi albumin dalam darah
(hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis meningkatkan
tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel
keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya
vena porta juga dapat mengakibatkan ansietas. Hepatomegali juga
dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga
mengakibatkan nekrosis jaringan.5 Hepatomegali dapat
mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru, sehingga
mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator
radang yang merangsang nyeri.5

2.1.6 Manifestasi Klinis

Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan


gejala. Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa
tidak nyaman di perut atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi
secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila diraba. Tandadan gejala yang
lain berupa: 5

a. Umumnya tanpa keluhan


b. Pembesaran perut
c. Nyeri perut pada epigastrium/perut kanan atas

9
d. Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
e. Ikterus

2.1.7 Komplikasi
Pasien yang heparnya rusak karena pembentukan jaringan
parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit gejala atau gambaran dari
hepatomegali. Beberapa diantaranya mungkin juga mengalami
komplikasi, yaitu:6

a. Hipertensi portal dengan pembesaran limpa


b. Asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
c. Gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma
hepatorenalis)
d. Kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum)
e. Kanker hati (hepatoma)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostika

Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut


selama pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya
disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah
atau penyumbatan awal dari saluran empedu. Hati akan teraba keras
dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya adalah sirosis. Benjolan
yang nyata biasanya diduga suatu kanker. Pemeriksaan lainnya yang
bisa dilakukan untuk membantu menentukan penyebab membesarnya
hati adalah: 7

a. Rontgen perut
b. CT scan perut
c. Tes fungsi hati.

10
Tabel 1. Uji Bilirubin

Uji Normal Makna klinis


Bilirubin serum Meningkat bila terjadi gangguan
0,1-0,3 mg/dl
terkonjugasi ekskresi bilirubin terkonjugasi.
Bilirubin serum
0,2-0,7 mg/dl Meningkat pada hemolitik.
tak terkonjugasi
Bilirubin serum Meningkat pada penyakit
0,3-1,0 mg/dl
total hepatoseluler.
Mengesankan adanya obstruksi pada
Bilirubin urine 0
sel hati

Tujuan dilakukannya uji fungsi hati adalah untuk:8

 Mendeteksi dan memantau perkembangan penyakit liver, seperti


hepatitis
 Menilai efektivitas pengobatan dan memantau efek samping yang
mungkin terjadi
 Memeriksa seberapa parah kerusakan yang terjadi pada hati,
misalnya akibat sirosis

Perlu diketahui, patokan nilai fungsi hati yang normal dapat berbeda pada
setiap pasien, tergantung usia dan jenis kelamin pasien. Berikut ini adalah
patokan nilai fungsi hati yang normal pada pria dewasa: 8

Albumin 3,5–5,0 gram per desiliter

Bilirubin 0,1–1,2 miligram per desiliter

Protein total 6,3–7,9 gram per desiliter

Alanine  transaminase 7–55 unit per liter

Aspartate transaminase 8–48 unit per liter

Alkaline phosphatase 40–129 unit per liter

Gamma-glutamyltransferase 8–61 unit per liter

L-lactate dehydrogenase 122–222 unit per liter

11
Protrombin time 9,4–12,5 detik

12
2.2 Hepatoma
2.2.1 Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati
primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer
lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan
hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut
juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular
(KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati.9

Gambar 2. Karsinoma hepatoseluler 9

2.2.2 Epidemiologi
Secara global, insiden kanker hepar adalah 10,1 per 100.000 orang.
Kanker hepar berkontribusi sebesar 5,7% dari seluruh tipe kanker di
dunia. Pada tahun 2018, sudah dilaporkan terdapat 840.000 kasus
kanker hepar baru di. negara Mongolia yang merupakan negara
dengan insiden kanker hepar tertinggi (93,7 per 100.000 orang),
diikuti oleh Mesir (32,2 per 100.000 orang).10
Pada berbagai macam literatur menyebutkan bahwa angka kejadian
pada lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.11 Rasio
angka kejadian ini bervariasi di berbagai negara yaitu berkisar antara
2:1 sampai 5:1 atau bahkan lebih.12

13
Di indonesia kanker hepar menduduki posisi ke – 5 dengan
pravelensi mencapai 18.121 orang pada tahun 2012.13

2.2.3 Etiologi
a. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya
hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan angka kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat
terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi
HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas.
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-
HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan
secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu
atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan
pajanan agen onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan
terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.14

b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV
merupakan faktor resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah
menjadi penyebab paling umum karsinoma hepatoseluler di Jepang
dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya insiden
karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus
karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV.
Sekitar 5-30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang
menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30%
berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun
berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma

14
hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30
tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan HCV
kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV
kronis dapat mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara
signifikan. 14

c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di
dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma.
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat dikaitkan dengan
alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun,
3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma.
Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati.
Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya
telah menderita hepatoma. 14

d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang
diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan
diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Aflatoksin B1
ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak berhubungan
dengan makanan berjamur.1 Pertumbuhan jamur yang
menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C,
terutama pada makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia
terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan aflatoksin seperti
kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi rambat
rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan
AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53.
Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker

15
menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam
diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma. 14

e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka
mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada kelompok individu
dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m2 )
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya
normal. Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi hepatoma.
14

f. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik
untuk penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui
terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi
kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak
penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang
melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM
menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM
lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi
hepatoma kelompok bukan DM. 14

g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan
mutagenik, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7

16
botol per hari) selama lebih dari 10 tahun meningkatkan
risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit
bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol.
Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati
dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC.
Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga
meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau
anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik
alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. 14

2.2.4 Patofisiologi
Sekitar 80-90% kanker hepar primer berasal dari sel parenkim
(karsinoma hepatoselular); bentuk sisa dalam saluran empedu
(kolangiokarsinoma). Tanpa memperheparkan asalnya, kemajuan
semua penyakit bersifat sama. Beberapa faktor etiologi telah
diidentifikasi. Sebagian besar kanker hepar primer di Amerika Serikat
berhubungan dengan sirosis alkoholik, HBV, dan HCV. Patofisiologi
yang mendasari kanker hepar primer adalah kerusakan pada DNA
hepatoselular. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh integrasi HBV
atau HCV kedalam DNA atau oleh siklus berulang nekrosis dan
regenerasi sel yang memfasilitasi mutasi DNA. HBV dan aflotoksin
merusak gen supresor tumor spesifik. Tumor dapat terbatas pada satu
area spesifik, dapat muncul sebagai nodula diseluruh bagian hepar,
atau dapat berkembang sebagai infiltasi permukaan. Tumor
memengaruhi fungsi hepar normal, menyebabkan obstruksi empedu
dan jaundis, hipertensi portal, serta gangguan metabolik
(hipoalbuminemia, hipoglikemia dan gangguan pendarahan). Tumor
juga dapat menyekresi produk empedu dan menghasilkan hormon
(sindrom paraneoplastik) yang dapat menyebabkan polisitemia,
hipoglikemia dan hiperkalsemia. Tumor biasanya tumbuh secara cepat
dan bermetastasis sejak dini.15
Hepatocelullar carcinoma adalah tumor ganas asal hepatocelular
yang berkembang pada pasien dengan resiko seperti hepatitis virus,

17
penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hepar metabolik. Penyakit ini
juga dapat terjadi (jarang) pada pasien dengan parenkrim hepar yang
normal. HCC dapat mengalami perdarahan dan nikrosis karena kurang
nya sroma fibrosa. Invasu vaskular, terutama dari sistem fortal. Invasi
sistem biller kurang umum. Agresif HCC dapat menyebabkan ruftur
(pecah) dan hemoperitonrum hepatika. Ada tiga pola pertumbuhan
yang ditunjukan oleh HCC : 16
A. Masa Soliter
B. Mulifokal dan pola nodular
C. Multipel difus dengan pola nodular
Secara mikroskopis, sel sel HCC menyerupai hepatosit
normal dan dapat membingungkan dengan adenoma sel hepar. Tumor
yang lebih berbeda dapat menghasilkan empedu. HCC dapat
menghasilkan alfa-fetoprotein (AFP), serta protein serum lainnya.
Kondisi hepatoma memberikan berbagai masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan
keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan
kondisi penurunan fungsi hepar, respons dari hipertensi portal, dan
respons dari intervensi medis.16

18
Gambar 3. Patofisiologi Hepatoma

19
2.2.5 Manifestasi klinis
a. Gangguan nutrisi
b. Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
c. Kehilangan kekuatan
d. Anoreksia
e. Anemia
f. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang
cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.16

2.2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Darah Pemeriksaan bilirubin total, aspartat


arninotransferuse (AST), fosfatase alkali, albumin, dan waktu
prothrombin menujukkan hasil yang konsisten dengan sirosis. 17

2. Alpha-fetoprotein (AFP meningkat pada 75% kasus). 17

3. Radiografi

a) Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru. 17

b) Computed tomography (CT scan)

Dilakukan untuk tersangka Hepatocellular carcinoma karena


meningkatnya AFP. Setiap tes memiliki 70-85% kesempatan untuk
menemukan lesi soliter, CT scan Konvensional meningkatlan jumlah
nodul tumor yang terdeteksi. Sayangnya dalam sitosis nodular hepar,
kepekaan CT scan untuk mendeteksi Hepatorellular carcinoma rendah.
CT scan memiliki manfaat tambahan dalam mendeteksi penyakit
ekstrahepatik, terutama limfadenopati. 17

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dapat mendeteksilesi lebih kecil dan juga dapat digunakan untuk


menentukkan aliran dalam vena portal. Sensitivitas MRI secara

20
keseluruhan dianggap mirip dengan triphiasic CT scan. Namun, pada
pasien dengan sirosis nodular hepar, MRI telah terbukti memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik Biaya tinggi dan
membatasi akses ke MRI membuatnya digunakan secara luas terbatas.
17

4. Ultrasonography (USG)

Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hepar.


Sensitivitas USG untuk mendeteksi nodul kecil rendah. 17

5. Biopsi

Biopsi sering diperlukan untuk membuat diagnosis. Secara umum, biopsi


lebih disukai dari biopsi jarum halus. Biopsi umumnya diperoleh melalui
perkutaneus di bawah bimbingan ultrasonographic atau CT. Sebelum
mendapatkan biopsi, paracentesis volume besar mungkin berguna pada
pasien dengan asites masif selain itu, transfusi trombosit mungkin
diperlukan pada pasien dengan sirosis dengan trombositopenia berat.17

2.2.7 Tatalaksana

1. Pembedahaan

a. Tujuan terapi bersifat kuratif


b. Indikasi pembedahan adalah nodul kecil, tunggal dan tanpa
peningkatan tekanan portal
c. Reseksi hepar merupakan terapi pilihan untuk KHS yang non sirotik
d. Sekitar 5-15 % pasien KHS yang memenuhi syarat
e. Hepatektomi kanan resiko > kiri
f. Angka rekurensi setelah 5 tahun > 70%
g. Angka mortalitas 2-3 % apabila memenuhi kriteia berikut :
1) Satu modul ukuran < 2 cm
2) Child – Pugh A-B
3) Tidak didapatkan hipertasi portal dan peningkatan kadar bilirubin.17

21
2. Trasnplantasi Hepar

a. Tujuan terapi adalah kuratif


b. Efektif apabila jumlah nodul tunggal & ukuran nodul < 5cm atau
jumlah nodul.17

3. Ablasi perkutan

a. Ablasi perkutan menggunakan metode radio frequency atau


percutaneous ethanol injection (PEI)
b. Tujuan terapi adalah kuratif dengan cara membuat nekrosis nodul
c. Di Jepang metode ablasio merupakan opsi terapi pertama
d. Medote PEI adalah menginjeksikan ethanol langsung kedalam
tumor.
e. Tumor berukuran < 3cm mengalami nerrosis pada 70-80% kasus dan
hampir 100% bila ukuran tumor < 2cm
f. RF lebih efekif dibandingkan PEI khususnya untuk tumor yang
berukuran > 2cm f. Rekurensi berkisar 8-14% pada 2-3 tahun pasca
tindakan RF dibandingkan PEI antara 22-34%.17

4. Kemoembolisasi / TACE
Transcatheter arterial embolization (TAE) adalah membuat obstruksi
arteri hepatika melalui prosedur angiografi dengan memasukkan zat yang
membuat embolisasi (gealfoam, polyvinyl alkohol, starch micropheres).
Transarterial chemoembolization (TACE) merupakan tindakan TAE
yang dikombinasikan dengan memasukkan obat kemoterapi. Tujuan
TACE/TAE adalah memberikan obat kemoterapi atau embolisasi agar sel
sel kanker ngalami nekrosis. 18
a. Mengindikasi TACE
b. Tidak adanya tumor ekstrahepatal
c. Volume KHS <50% (perbandingan antara volume tumor
dibandingkan volume hepar total)
d. Tidak adanya thrombosis di vena portal
e. Transaminase < 300/uL

22
f. Permofmance status
g. Trombosit > 35.000/uL
h. Tidak ada asites refrakter
i. Kreatinin< 2mg/dl.

A. Prosedur kemoterapi dan embolisasi

Prosedur TACE disebuah rumah sakit pendidikan:

1. Kateter Yoshiro dimasukkan ke trunkus iliakus, mikro kateter


diletakkan diarteria hepatika, kemudian dilakukan flushing dengan
NaCl 2500 heparin
2. Kontras sebanyak 3cc dimasukkan, akan tampak gambaran kontras
mengisi arteri hepatika dan cabang cabangnya
3. Embolan lipiodollampul dimasukkan melalui kateter dan diikuti dengan
pemberian epirubicin 50mg/m2 luaspermukaan tubuh diberikan melalui
infus drip selama 30 menit
4. Terapi diulang setiap 6-12 minggu sesuai dengan respon tumor
5. Dari 162 pasien sirosis dengan KHS berukuran 6cm yang tidak me
mungkinkan dilakukan reseksi atau terapi ablasi perkutan dilakukan
TACE menggunakanepirubin yang diikuti dengan lipiodol, memberikan
respon yang efektif (nekrosis tumor sempurna dicapai 58 nekrosis masif
10 dan nekrosis parsial 11%). 19

B. Komplikasi TACE
Hal berikut harus diperheparkan dan dievaluasi pasca pemberian TACE
1. Sindrom pasca embolisasi (mual, muntah, nyeri perut dan demam)
2. Perdarahan
3. Abses hepar
4. Dekompensasi hepatitis akut
5. Emboli paru serebral. 19

C. Respon klinis dinilai melalui CTscan:

23
1. Respon komplit: tidak adanya penyangatan kontras pada fase arterial
2. Respon masif: nekrosis terjadi pada 90-99% lesi
3. Parsial respon nekrosis teriadi pada 50-89% lesi
4. Respon buruk apabila nekrosis yang terjadi 50%
5. Evaluasi dilakukan secara klinis dan CT scan 4-6 minggu setelah
pemberian kemoterapi embolisasi. 19
6. Sorafenib
1. Sorafenib merupakan obat yang menghambat proliferasi sel tumor dan
angiogenesis serta meningkatkan apoptosis
2. Indikasi sorafenib adalah pasien dengan KHS stadium lanjut
3. Dosis 2x400mg (Nexapar) dan dosis diberikan 2x200mh apabila terjadi
efek samping
4. Respon terapi- harapan hidup 3 bulan lebih lama dibandingkan placebo
5. Sorefenid diberikan selama pasien mendapatkan respon klinis dan
dihentikan apabila terjadi reaksi toksisitas yang dapat ditoleransi pasien
6. Efek samping obat berupa gastrointestinal (anoreksi, mual, muntah)
gangguan kulit (alopesia, kulit kering, pruritas dan rash) gangguan fungsi
hepar.19

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi dan Penanganan Komplikasi yang sering terjadi pada


sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati
hepatica dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu
keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hepar,
hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi
darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. Terjadinya
gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hepar ini baru dikenal pada
akhir abad 19 dan pertama kali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs.
Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan, masih
banyak kegagalan yang terjadi pada penderita penyakit kanker hepar
sehinggga menimbulkan kematian.14

24
2.2.9 Prognosis

Prognosis keseluruhan untuk kelangsungan hidup buruk, dengan


tingkat kelangsungan hidup relatif 5 tahun sebesar 18,4%. Berdasarkan
stadium, bertahan hidup hingga 5 tahun adalah 32,6% pada pasien yang
didiagnosis dengan penyakit lokal, 10,8% dengan penyakit regional, dan
2,4% dengan penyakit jauh.14

25
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis pasien memiliki riwayat tumor liver


dengan keluhan gejala gangguan hepar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya anemia ditandai konjungtiva anemis (+/+), pembesaran hepar
(hepatomegali), Nyeri tekan (+), teraba massa abdomen di kuadran atas,
teraba keras. Pemeriksaan penunjang ditemukan hemoglobin dan hematokrit
yang rendah. Faal ginjal yaitu ureum dan kreatinin meningkat dan juga faal
hepar yaitu SGOT dan SGPT meningkat, HbsAg reaktif (+).

Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler tumor ganas hati primer.


Pasien terdiagnosis hepatoma kemungkinan dikarenakan adanya riwayat
hepatitis B, yang dapat diketahui faktor resiko hepatoma ataupun keganasan
hepar karena salah satunya komplikasi dari penyakit hepatitis.

Terapi yang diberikan saat di IGD hanya sebagai terapi awal untuk
menghilangkan keluhan muntah dan keluhan lainnya. Perlunya tindakan
pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap dan terapi yang tepat.
Sayangnya pasien tidak lama meninggal dunia. Dapat disimpulkan bahwa
hepatoma memiliki prognosis yang buruk, berdasarkan beberapa literatur
tingkat kelangsungan hidup penderita hepatoma yang bertahan hidup hingga
5 tahun sebesar 18,4%.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter, and Carlos A. G. Machado. 2019. Netter's Clinical Anatomy.


4th edition. Philadelphia, PA: Elsevier
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2016. 12th ed.
Elsevier. 641-644, 666.
3. Medications. American Liver Foundation.
https://www.liverfoundation.org/for-patients/about-the-liver/health
wellness/medications/. Accessed Dec. 15, 2021.
4. Kasper DL, et al., eds. Approach to the patient with liver disease. In:
Harrison's Principles of Internal Medicine. 2015. New York, N.Y.:
McGraw-Hill Education; 19th ed.
5. Curry MP, et al. 2018. Hepatomegaly: Differential diagnosis and
evaluation. https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed
Dec. 15, 2021
6. Hammer GD, et al., eds. Liver disease. In: Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 7th ed. New York,
N.Y.: McGraw-Hill; 2013. http://accessmedicine.mhmedical.com.
Accessed Dec. 15, 2021
7. Jameson JL, et al., eds. 2018. Approach to the patient with liver
disease. In: Harrison's Principles of Internal Medicine. 20th ed. The
McGraw-Hill Companies. https://accessmedicine.mhmedical.com.
Accessed Dec. 15, 2021
8. The progression of liver disease. American Liver Foundation.
https://liverfoundation.org/for-patients/about-the-liver/the-
progression-of-liver-disease/. Accessed Dec. 15, 2021
9. International Agency for Research on Cancer. Liver. World Health
Organization. Available at
http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/11-Liver-fact
sheet.pdf. 2020; Accessed: January 30, 2021.
10. Bamia C, Stuver S, Mucci L. Cancer of the Liver and Biliary Tract.
Adami HO, Hunter DJ, Lagiou P, Mucci L, eds. In: Textbook of

27
Cancer Epidemiology. 3rd ed. New York, NY: Oxford University
Press; 2018. 277-308.
11. Cancer Stat Facts: Liver and Intrahepatic Bile Duct Cancer.
Surveillance, Epidemiology, and End Results Program. Available at
https://seer.cancer.gov/statfacts/html/livibd.html. Accessed: January
30, 2021.
12. International Agency for Research on Cancer. Liver. World Health
Organization. Available at
http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/11-Liver-fact-
sheet.pdf. 2020; Accessed: December 16, 2021.
13. Murti, Sinta dkk. Insidensi dan Karakteristik Karsinoma
Hepatoseluler di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 2021
14. Fong Y, Dupuy DE, Feng M, Abou-Alfa G. Cancer of the Liver.
DeVita VT Jr, Lawrence TS, Rosenberg SA, eds. In: DeVita,
Hellman, and Rosenberg's Cancer: Principles & Practice of
Oncology. 11th ed. Philadelphia PA: Wolters Kluwer; 2018.
15. Ghouri Y, Mian I, Blechacz B. Cancer review: Cholangiocarcinoma.
J Carcinog. 2015;14(1).
16. Zhang X, Zhang H, Ye L. Effects of hepatitis B virus X protein on
the development of liver cancer. J Lab Clin Med. 2006 Feb.
147(2):58-66
17. Schwartz JM, Carithers RL, Sirlin CB. Clinical features and
diagnosis of hepatocellular carcinoma. UpToDate. 2019.
18. Poh Seng Tan. Hepatocellular carcinoma. Epocrates. 2019
https://online.epocrates.com/diseases/36911/Hepatocellular-
carcinoma/Key-Highlights
19. [Guideline] NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:
Hepatobiliary Cancers. National Comprehensive Cancer Network.
Available at
https://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/hepatobiliary.
pdf. Version 4.2019 — December 20, 2019; Accessed: Dec 17, 2021

28

Anda mungkin juga menyukai