HEPATOMA
Disusun Oleh:
dr. Heri setyawan
Pembimbing:
dr. Saryana
dr. Suharto. Sp.PD
DESEMBER 2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I. STATUS PASIEN.......................................................................................1
A. Identitas Pasien.............................................................................................1
B. Anamnesis.....................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................1
D. Pemeriksaan Penunjang................................................................................3
E. Diagnosis Kerja.............................................................................................4
F. Penatalaksanaan............................................................................................4
G. Follow Up 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Hepatomegali..................................................................................................5
2.1.1 Anatomi.......................................................................................................5
2.1.2 Fisiologi Hepar............................................................................................6
2.1.3 Definisi Hepatomegali.................................................................................7
2.1.4 Etiologi Hepatomegali.................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi ................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi klinis........................................................................................8
2.1.7 Komplikasi..................................................................................................9
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik.....................................................................................9
2.2 Hepatoma......................................................................................................12
2.2.1 Definisi......................................................................................................12
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................12
2.2.3 Etiologi......................................................................................................13
2.2.4 Patofisiologi...............................................................................................16
2.2.5 Manifestasi klinis......................................................................................19
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................19
2.2.7 Tatalaksana................................................................................................20
2.2.8 Komplikasi ...............................................................................................23
2.2.9 Prognosis...................................................................................................24
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................25
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................26
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Usia : 39 tahun
Agama : Islam
Unit : IGD
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD diantar keluarga karena pasien mengeluhkan
muntah sejak 1 hari SMRS muntah sebanyak 4 kali. Pasien juga
mengeluh sesak, perut begah, lemas dan terasa benjolan di perut
pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tumor liver
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki penyakit serupa dengan pasien
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), minum-minuman beralkohol dan obat-obatan warung
disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
1
Denyut Nadi : 98 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 37 ºC
Berat Badan :-
a. Kepala
1) Bentuk : Mesocephal
2) Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Mata
cowong (+)
3) Hidung: Sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
4) Telinga: Simetris (+), Discharge (-)
5) Mulut : Simetris (+), kering (+), sianosis (-)
b. Leher
Trachea letak tengah, tidak ada peningkatan, tidak ada
pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
2
d. Cor
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : batas jantung melebar ke caudolateral
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > II murni , irama regular,
murmur (-), gallop (-).
e. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, tidak tampak distensi, tidak ada jejas
2) Auskultasi : Bising usus normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba massa abdomen di
kuadran atas, teraba keras
4) Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
f. Genitalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki
E. Pemeriksaan Penunjang
a). Laboratorium:
Darah Rutin
Hemoglobin : 9,5 g/dl (11–18)
Hematokrit : 29,4 % (35-54)
MCV : 92,9 fL (80-100)
MCH : 30,1 pg (27-34)
MCHC : 32.4 g/dl (32-36)
Faal Ginjal
Ureum : 125 (10-50)
Kreatinin : 2,10 (0,80-1,30)
3
Faal Hati
SGOT : 570 (<35)
SGPT : 165 (<41)
GDS Stik : 88 (70-140)
HbsAg : Positif (negatif)
D. Diagnosis Kerja
Hepatomegali susp Hepatoma
E. Penatalaksanaan
• Curcuma 2 x 1 tab
Plan:
USG abdomen
Lab Ureum, Kreatinin
G. Follow Up
Pasien + jam 10 pagi
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepatomegali
2.1.1 Anatomi
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah
kanan atas rongga abdomen.1 Pada kondisi hidup hati berwarna merah
tua karena kaya akan persediaan darah.1 Hati merupakan kelenjar
terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg.1
Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan
hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma sinistra.1 Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni
lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra, dan lobus qaudatus.
Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis, disebut dengan
kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh peritoneum. Darah
arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan
dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing
lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-
lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria
hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus. 2
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang
berjalan diantara lembaran sel hati.2
6
Gambar 1. Anatomi Hepar 3
a. Metabolisme karbohidrat
7
b. Metabolisme lemak
c. Metabolisme protein
d. Lain-lain
8
e. Leukemia
f. Neuroblastoma 4
2.1.5 Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok, jamur, kelebihan zat
dan infeksi virus hepatitis B serta alcohol yang mengakibatkan
sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik
yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel
hepardan mengakibatkan pembesaran hati. Hepatomegali dapat
mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan
obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang
mengakibatkan menurunnyaproduksi albumin dalam darah
(hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis meningkatkan
tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel
keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya
vena porta juga dapat mengakibatkan ansietas. Hepatomegali juga
dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga
mengakibatkan nekrosis jaringan.5 Hepatomegali dapat
mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru, sehingga
mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator
radang yang merangsang nyeri.5
9
d. Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
e. Ikterus
2.1.7 Komplikasi
Pasien yang heparnya rusak karena pembentukan jaringan
parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit gejala atau gambaran dari
hepatomegali. Beberapa diantaranya mungkin juga mengalami
komplikasi, yaitu:6
a. Rontgen perut
b. CT scan perut
c. Tes fungsi hati.
10
Tabel 1. Uji Bilirubin
Perlu diketahui, patokan nilai fungsi hati yang normal dapat berbeda pada
setiap pasien, tergantung usia dan jenis kelamin pasien. Berikut ini adalah
patokan nilai fungsi hati yang normal pada pria dewasa: 8
11
Protrombin time 9,4–12,5 detik
12
2.2 Hepatoma
2.2.1 Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati
primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer
lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan
hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut
juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular
(KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati.9
2.2.2 Epidemiologi
Secara global, insiden kanker hepar adalah 10,1 per 100.000 orang.
Kanker hepar berkontribusi sebesar 5,7% dari seluruh tipe kanker di
dunia. Pada tahun 2018, sudah dilaporkan terdapat 840.000 kasus
kanker hepar baru di. negara Mongolia yang merupakan negara
dengan insiden kanker hepar tertinggi (93,7 per 100.000 orang),
diikuti oleh Mesir (32,2 per 100.000 orang).10
Pada berbagai macam literatur menyebutkan bahwa angka kejadian
pada lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.11 Rasio
angka kejadian ini bervariasi di berbagai negara yaitu berkisar antara
2:1 sampai 5:1 atau bahkan lebih.12
13
Di indonesia kanker hepar menduduki posisi ke – 5 dengan
pravelensi mencapai 18.121 orang pada tahun 2012.13
2.2.3 Etiologi
a. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya
hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan angka kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat
terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi
HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas.
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-
HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan
secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu
atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan
pajanan agen onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan
terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.14
b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV
merupakan faktor resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah
menjadi penyebab paling umum karsinoma hepatoseluler di Jepang
dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya insiden
karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus
karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV.
Sekitar 5-30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang
menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30%
berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun
berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma
14
hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30
tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan HCV
kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV
kronis dapat mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara
signifikan. 14
c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di
dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma.
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat dikaitkan dengan
alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun,
3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma.
Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati.
Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya
telah menderita hepatoma. 14
d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang
diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan
diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Aflatoksin B1
ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak berhubungan
dengan makanan berjamur.1 Pertumbuhan jamur yang
menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C,
terutama pada makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia
terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan aflatoksin seperti
kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi rambat
rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan
AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53.
Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker
15
menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam
diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma. 14
e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka
mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada kelompok individu
dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m2 )
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya
normal. Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi hepatoma.
14
f. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik
untuk penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui
terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi
kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak
penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang
melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM
menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM
lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi
hepatoma kelompok bukan DM. 14
g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan
mutagenik, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7
16
botol per hari) selama lebih dari 10 tahun meningkatkan
risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit
bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol.
Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati
dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC.
Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga
meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau
anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik
alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. 14
2.2.4 Patofisiologi
Sekitar 80-90% kanker hepar primer berasal dari sel parenkim
(karsinoma hepatoselular); bentuk sisa dalam saluran empedu
(kolangiokarsinoma). Tanpa memperheparkan asalnya, kemajuan
semua penyakit bersifat sama. Beberapa faktor etiologi telah
diidentifikasi. Sebagian besar kanker hepar primer di Amerika Serikat
berhubungan dengan sirosis alkoholik, HBV, dan HCV. Patofisiologi
yang mendasari kanker hepar primer adalah kerusakan pada DNA
hepatoselular. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh integrasi HBV
atau HCV kedalam DNA atau oleh siklus berulang nekrosis dan
regenerasi sel yang memfasilitasi mutasi DNA. HBV dan aflotoksin
merusak gen supresor tumor spesifik. Tumor dapat terbatas pada satu
area spesifik, dapat muncul sebagai nodula diseluruh bagian hepar,
atau dapat berkembang sebagai infiltasi permukaan. Tumor
memengaruhi fungsi hepar normal, menyebabkan obstruksi empedu
dan jaundis, hipertensi portal, serta gangguan metabolik
(hipoalbuminemia, hipoglikemia dan gangguan pendarahan). Tumor
juga dapat menyekresi produk empedu dan menghasilkan hormon
(sindrom paraneoplastik) yang dapat menyebabkan polisitemia,
hipoglikemia dan hiperkalsemia. Tumor biasanya tumbuh secara cepat
dan bermetastasis sejak dini.15
Hepatocelullar carcinoma adalah tumor ganas asal hepatocelular
yang berkembang pada pasien dengan resiko seperti hepatitis virus,
17
penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hepar metabolik. Penyakit ini
juga dapat terjadi (jarang) pada pasien dengan parenkrim hepar yang
normal. HCC dapat mengalami perdarahan dan nikrosis karena kurang
nya sroma fibrosa. Invasu vaskular, terutama dari sistem fortal. Invasi
sistem biller kurang umum. Agresif HCC dapat menyebabkan ruftur
(pecah) dan hemoperitonrum hepatika. Ada tiga pola pertumbuhan
yang ditunjukan oleh HCC : 16
A. Masa Soliter
B. Mulifokal dan pola nodular
C. Multipel difus dengan pola nodular
Secara mikroskopis, sel sel HCC menyerupai hepatosit
normal dan dapat membingungkan dengan adenoma sel hepar. Tumor
yang lebih berbeda dapat menghasilkan empedu. HCC dapat
menghasilkan alfa-fetoprotein (AFP), serta protein serum lainnya.
Kondisi hepatoma memberikan berbagai masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan
keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan
kondisi penurunan fungsi hepar, respons dari hipertensi portal, dan
respons dari intervensi medis.16
18
Gambar 3. Patofisiologi Hepatoma
19
2.2.5 Manifestasi klinis
a. Gangguan nutrisi
b. Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
c. Kehilangan kekuatan
d. Anoreksia
e. Anemia
f. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang
cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.16
1. Pemeriksaan laboratorium
3. Radiografi
20
keseluruhan dianggap mirip dengan triphiasic CT scan. Namun, pada
pasien dengan sirosis nodular hepar, MRI telah terbukti memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik Biaya tinggi dan
membatasi akses ke MRI membuatnya digunakan secara luas terbatas.
17
4. Ultrasonography (USG)
5. Biopsi
2.2.7 Tatalaksana
1. Pembedahaan
21
2. Trasnplantasi Hepar
3. Ablasi perkutan
4. Kemoembolisasi / TACE
Transcatheter arterial embolization (TAE) adalah membuat obstruksi
arteri hepatika melalui prosedur angiografi dengan memasukkan zat yang
membuat embolisasi (gealfoam, polyvinyl alkohol, starch micropheres).
Transarterial chemoembolization (TACE) merupakan tindakan TAE
yang dikombinasikan dengan memasukkan obat kemoterapi. Tujuan
TACE/TAE adalah memberikan obat kemoterapi atau embolisasi agar sel
sel kanker ngalami nekrosis. 18
a. Mengindikasi TACE
b. Tidak adanya tumor ekstrahepatal
c. Volume KHS <50% (perbandingan antara volume tumor
dibandingkan volume hepar total)
d. Tidak adanya thrombosis di vena portal
e. Transaminase < 300/uL
22
f. Permofmance status
g. Trombosit > 35.000/uL
h. Tidak ada asites refrakter
i. Kreatinin< 2mg/dl.
B. Komplikasi TACE
Hal berikut harus diperheparkan dan dievaluasi pasca pemberian TACE
1. Sindrom pasca embolisasi (mual, muntah, nyeri perut dan demam)
2. Perdarahan
3. Abses hepar
4. Dekompensasi hepatitis akut
5. Emboli paru serebral. 19
23
1. Respon komplit: tidak adanya penyangatan kontras pada fase arterial
2. Respon masif: nekrosis terjadi pada 90-99% lesi
3. Parsial respon nekrosis teriadi pada 50-89% lesi
4. Respon buruk apabila nekrosis yang terjadi 50%
5. Evaluasi dilakukan secara klinis dan CT scan 4-6 minggu setelah
pemberian kemoterapi embolisasi. 19
6. Sorafenib
1. Sorafenib merupakan obat yang menghambat proliferasi sel tumor dan
angiogenesis serta meningkatkan apoptosis
2. Indikasi sorafenib adalah pasien dengan KHS stadium lanjut
3. Dosis 2x400mg (Nexapar) dan dosis diberikan 2x200mh apabila terjadi
efek samping
4. Respon terapi- harapan hidup 3 bulan lebih lama dibandingkan placebo
5. Sorefenid diberikan selama pasien mendapatkan respon klinis dan
dihentikan apabila terjadi reaksi toksisitas yang dapat ditoleransi pasien
6. Efek samping obat berupa gastrointestinal (anoreksi, mual, muntah)
gangguan kulit (alopesia, kulit kering, pruritas dan rash) gangguan fungsi
hepar.19
2.2.8 Komplikasi
24
2.2.9 Prognosis
25
BAB III
PEMBAHASAN
Terapi yang diberikan saat di IGD hanya sebagai terapi awal untuk
menghilangkan keluhan muntah dan keluhan lainnya. Perlunya tindakan
pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap dan terapi yang tepat.
Sayangnya pasien tidak lama meninggal dunia. Dapat disimpulkan bahwa
hepatoma memiliki prognosis yang buruk, berdasarkan beberapa literatur
tingkat kelangsungan hidup penderita hepatoma yang bertahan hidup hingga
5 tahun sebesar 18,4%.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Cancer Epidemiology. 3rd ed. New York, NY: Oxford University
Press; 2018. 277-308.
11. Cancer Stat Facts: Liver and Intrahepatic Bile Duct Cancer.
Surveillance, Epidemiology, and End Results Program. Available at
https://seer.cancer.gov/statfacts/html/livibd.html. Accessed: January
30, 2021.
12. International Agency for Research on Cancer. Liver. World Health
Organization. Available at
http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/11-Liver-fact-
sheet.pdf. 2020; Accessed: December 16, 2021.
13. Murti, Sinta dkk. Insidensi dan Karakteristik Karsinoma
Hepatoseluler di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 2021
14. Fong Y, Dupuy DE, Feng M, Abou-Alfa G. Cancer of the Liver.
DeVita VT Jr, Lawrence TS, Rosenberg SA, eds. In: DeVita,
Hellman, and Rosenberg's Cancer: Principles & Practice of
Oncology. 11th ed. Philadelphia PA: Wolters Kluwer; 2018.
15. Ghouri Y, Mian I, Blechacz B. Cancer review: Cholangiocarcinoma.
J Carcinog. 2015;14(1).
16. Zhang X, Zhang H, Ye L. Effects of hepatitis B virus X protein on
the development of liver cancer. J Lab Clin Med. 2006 Feb.
147(2):58-66
17. Schwartz JM, Carithers RL, Sirlin CB. Clinical features and
diagnosis of hepatocellular carcinoma. UpToDate. 2019.
18. Poh Seng Tan. Hepatocellular carcinoma. Epocrates. 2019
https://online.epocrates.com/diseases/36911/Hepatocellular-
carcinoma/Key-Highlights
19. [Guideline] NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:
Hepatobiliary Cancers. National Comprehensive Cancer Network.
Available at
https://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/hepatobiliary.
pdf. Version 4.2019 — December 20, 2019; Accessed: Dec 17, 2021
28