STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Usia : 70 tahun
Alamat : Jalan H. Raiman No. 26, Kramat Jati, Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ruang Rawat : Flamboyan
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Kristen
Tanggal Masuk RS : 22 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2019
Keluhan Utama : Muntah darah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan : BAB berwarna hitam, mual (+), lemas (+), gemetaran (+)
keringat dingin (+)
Riwayat Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien.
Status Generalis:
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis GCS: 15 E: 4 V: 5 M: 6
3. Tekanan darah : 110/50 mmHg
4. Nadi : 72x/menit
5. Suhu : 36,7 derajat celcius
6. Pernapasan : 16x/menit
7. Status Gizi:
- Berat badan : 60 kg
- Tinggi badan : 162 cm
- IMT : 23,07 (Berat badan normal)
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 September 2019
Kepala
1. Bentuk : Normocephal
2. Posisi : Simetris
3. Wajah : Tidak sembab
Mata
1. Exophtalmus : Tidak ada
2. Enophtalmus : Tidak ada
3. Edema periorbita : -/-
4. Kongtiva anemis : -/-
5. Sklera ikterik : +/+
6. Pupil : isokor
7. Refleks cahaya : Langsung (+/+) Tidak langsung (+/+)
Hidung
1. Bentuk : Normal
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum : Tidak ada deviasi
4. Sekret : Tidak ditemukan
Telinga
1. Bentuk & ukuran : Normal
2. Darah & cairan : Tidak ditemukan
3. Nyeri tekan tragus : -/-
4. Pendengaran : Normal
Mulut
1. Labium oris : Normal, tidak tampak massa/benjolan
2. Commissura Labiorum Oris : Simetris, tidak ditemukan deviasi
3. Philtrum : Berada di tengah
4. Vestibulum oris : Tampak gigi beraturan & utuh
5. Cavum oris : Lidah bentuk normal, tidak ditemukan
deviasi
6. Pallatum molle : Tidak hiperemis, tidak tampak massa
7. Fossa bucalis : Tidak ditemukan massa
8. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
9. Tonsila palatina : T1/T1, tidak hiperemis
Kulit
1. Warna : Kuning langsat
2. Efloresensi dan jaringan parut :Dalam batas normal
3. Pigmentasi : Dalam batas normal
4. Turgor : Baik
5. Ikterus :-
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Tidak ada
8. Pertumbuhan rambut : Dalam batas normal
Leher
1. Bentuk : Bentuk normal, tidak tampak hiperemis, tidak
tampak massa
2. Kelenjar tiroid : Tidak tampak pembesaran
3. Kelenjar limfe : Tidak tampak pembesaran
Paru-Paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan
statis dan dinamis. Tidak tampak hematoma,
sikatrik, dan benjolan.
2. Palpasi : Fremitus taktil dan vocal dada kanan dan kiri normal.
Nyeri tekan (-), Teraba Massa (-).
3. Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing
-/-
Jantung
1. Inspeksi : Iktus kordis terlihat di bawah papilla mamae
2. Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula
sinitra
3. Perkusi
- Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : ICS 5 linea mid clavicularis sinistra
- Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
4. Auskultasi :Bunyi jantung I/II reguler teratur, gallop (-), murmur
(-)
Abdomen
1. Inspkesi : Perut datar simetris, tidak ada sikatrik.
2. Aukultasi : Bising usus (+) normal
3. Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba
massa. Tidak teraba pembesaran hepar dan lien, tes undulasi (-)
4. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullnes (-)
Ekstremitas
1. Akral lembab pada ektermitas atas dan bawah dextra sinistra
2. Edema (-)
3. Capillary Refill Time < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium pada tanggal 22 September 2019 di IGD RSUD Pasar Rebo
KIMIA KLINIK pada tanggal 22 September 2019 di IGD RSUD Pasar Rebo
SGOT (AST) 19 U/L < 37
SGPT (ALT) 25 U/L < 41
Ureum Darah H 77 mg/L 20 – 40
Kreatinin Darah 1.36 mg/L 0.35 – 0.93
EGFR 55.1 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah H 351 mg/dL < 200
Sewaktu
Interpretasi:
Diagnosis klinik : Hematemesis - melena
Hasil:
Esofagus:
Tampak mucosal breaks di LES (post ngt). Z line intak. Slidding hernia (-)
Gaster:
Mukosa Corpus, Cardia, Fundus hiperemis. Antrum hiperemis dan erosive
tampak multiple healing ulkus tertutup fibrin. Pilorik di tengah.
Duodenum:
Mukosa bulbus dan pars desenden dalam batas normal.
Informasi tambahan:
Tak tampak sumber perdarahan aktif.
Kesimpulan:
Esofagitis gr A (LA)
Multiple ulkus gaster
Saran:
Biopsi
PPI
Sukralfat
Rebamipide.
Resume
Seorang pasien laki-laki berusia 70 tahun datang dengan keluhan
hematemesis dan melena sejak 1 jam smrs. Muntah darah sebanyak kurang lebih
400 cc, berwarna merah kecoklatan dan BAB berdarah berwarna hitam, berkeringat
dingin. Nyeri perut dan demam disangkal. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 9,4 Hematokrit 28% dan
Eritrosit 3.4 juta/microliter. Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran
multiple ulkus pada gaster. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung coroner dan
diabetes mellitus saat ini pasien mengkonsumsi obat-obatan berupa miniaspi,
bisoprolol, metformin, aptorvastatin.
Diagnosis Kerja
Ulkus Gaster
Diagnosis Banding
Ulkus duodenum
Ulkus peptikum
Dispepsia fungsional
Tumor lambung atau saluran cerna atas proksimal
Penyakit pankreatobiliar
GERD
Chron’s disease
Penatalaksanaan
Terapi Non-Farmakologi
Tirah Baring
Pemasangan NGT Spooling / 6 jam
Terapi Farmakologi
Injeksi Ranitidine 1 amp
Vitamin K 1 amp
Asam Traneksamat 1 amp
Nacl 0,9%/8 jam
Omeprazole 3x40 mg
Ondansetron 3x4 mg
Stop miniaspi
Prognosis
Ad vitam :Dubia ad Bonam
Ad Functionam :Dubia ad Bonam
Ad Sanactionam :Dubia ad Bonam
Follow Up
23 September 2019
(Flamboyan)
S/
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB berdarah (-)
- Demam (-)
- Sakit kepala (-)
- Berdebar-debar (-)
- Keringat dingin (-)
- Nyeri perut (-)
O/
Status generalis
- KU: Sedang
- GCS 15, Composmentis
- TD : 118/80 mmHG
- Suhu: 36,9ºC
- HR: 100x/menit
- RR: 16 x/menit
- Jantung : BJ I-II Reguler M (-) G (-)
- Paru: Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
A/
- Ulkus gaster
- P/ Simvastatin 1x20 mg
- Nitrokaf 2x2 mg
- Concor 1x2,5 mg
- Sucralfat 3x1
- Rebamipide 3x1
- Omeprazol 3x 40 mg
- Ondancetron 3x4 mg
- Novorapid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS GASTER
1. Anatomi Gaster
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di
bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria
kiri pada regio abdomen (Tortora & Derrickson, 2009). Secara anatomik,
lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan (body),
antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil yang berada
pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak
sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah
yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan
bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat.
Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan
duodenum dan mengandung spinkter pilorik (Schmitz & Martin, 2008).
2. Definisi
Ulkus gaster atau tukak lambung adalah suatu penyakit terkait asam
lambung yang dapat menyebabkan luka hingga bagian muskularis mukosa
lambung. Tukak lambung merupakan salah satu penyakit yang mengganggu sistem
gastrointestinal. Tukak lambung disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan
antara mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa lambung dengan asam
lambung dan pepsin.
Ulkus gaster merupakan suatu gambaran bulat atau semi bulan atau oval,
ukuran >5 mm dengan kedalaman sub mucosal pada mukosa lambung akibat
terputusnya kontinuitas atau integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan
luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi
debris.
3. Epidemiologi
4. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya ulkus gaster, yaitu:
1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi asam lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan
20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang
mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini
diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum
meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori
lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanismerefleks
lokal yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun
bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri
tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada
epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun
dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan
jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami
inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului
oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan
asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang
dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat
ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan
gejala setelahnya.
7. Faktor Resiko
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas,
komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications
(seperti kortikosteroid) atau antikoagulan yang meningkatkan risiko
pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel) berisiko besar menyebabkan
tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat
meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan
makanan rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan menyebabkan
dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum
diketahui secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellison’s syndrome (ZES)
8. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat
keparahan dan komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa sakit
epigastrik, dan dapat juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas.
Pada tukak duodenal, rasa sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam setelah makan.
Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit langsung terasa ketika makanan masuk.
Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut
terasa penuh, kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul 24.00 –
03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga
beberapa minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan
berminggu-minggu hingga bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa sakit
tukak bervariasi pada setiap individu, dan dapat terjadi musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.
9. Algoritma Terapi
10. Diagnosis
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik.
Diagnosis infeksi HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan untuk
tukak peptik selain akibat infeksi HP lebih sederhana.
Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun
nonendoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi dari
lambung untuk uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease. Uji histologi
dilakukan untuk mengetahui klasifikasi keparahan gastritis, sedangkan kultur
dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai dan atau adanya resistensi
antibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan untuk mendeteksi adanya HP.
Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi, urea
breath test (UBT), dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi antibodi yang
dihasilkan akibat infeksi HP. UBT didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana
pasien akan menghirup urea – yang kemudian diuraikan menjadi amonia dan
bikarbonat. Bikarbonat yang dihasilkan akan terabsorpsi ke dalam darah dan
diekskresikan melalui nafas. Jumlah bikarbonat yang dihasilkan kemudian
dihitung. Stool antigen test dilakukan untuk mendeteksi antigen HP pada feses.
Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat dilakukan
dengan radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai prosedur
diagnostik awal pada pasien yang suspek tukak peptik karena metode ini lebih
murah dan lebih aman. Tetapi, jika terjadi komplikasi atau jika diinginkan diagnosis
yang akurat, dapat dilakukan endoskopi bagian atas.
Uji laboratorium
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini
antara lain studi sekresi asaml ambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai
hematokritdan hemoglobin (umumnya rendah).
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu ditentuka
penatalaksanaan terapi yang meliputi sasaran terapi, tujuan terapi, dan strategi
terapi.
11. Tata Laksana
b. Farmakologi
1) Antasida
Antasida meningkatkan pH lumen lambung, sehingga
dapat menetralkan asam lambung serta meningkatkan
kecepatan pengosongan lambung. Antasida yang mengandung
magnesium, tidak larut dalam air dan bekerja cukup cepat.
Magnesium mempunyai efek laksatif dan bisa menyebabkan
diare, sedangkan preparat antasida yang mengandung
aluminium, bekerja relatif lambat dan menyebabkan
konstipasi. Kombinasi antara magnesium dan aluminium dapat
digunakan untuk meminimalkan efek pada motilitas (Neal,
2007).
2) PPI (Pump Proton Inhibitor)
Inhibitor pompa proton (PPI) adalah penekan sekresi lambung yang
paling potensial. Contohnya seperti omeprazole, esomeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan pantoprazole (Truter, 2009). Obat-obat
golongan PPI dapat menghambat sekresi asam lambung dengan cara
memblok H + / K + ATPase (Adenosine Triphosphatase) yang terdapat
di sel parietal lambung. Obat-obat tersebut dapat digunakan untuk terapi
eradikasi H. pylori yang dikombinasikan dengan antibiotik
Selain itu juga dapat digunakan untuk terapi tukak peptik yang disebabkan NSAID
(BNF 58, 2009).
Penggunaan pantoprazole intravena setelah terapi endoskopi pada
perdarahan tukak peptik dapat menurunkan angka kejadian perdarahan ulang,
tindakan operasi, dan mengurangi lama waktu rawat inap di rumah sakit (Wang et al.,
2009).
3) Antagonis reseptor H2 histamin
Obat-obat golongan ini memblok kerja histamin pada sel parietal
dan mengurangi sekresi asam, sekaligus mengurangi nyeri akibat ulkus
peptikum dan meningkatkan kecepatan penyembuhan tukak. Contoh obat-
obatnya seperti simetidin dan ranitidin (Neal, 2007).
4) Sukralfat
Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi ulkus
epitel dari zat ulcerogenic, seperti asam lambung, pepsin dan empedu. Hal
ini juga secara langsung mengadsorbsi empedu dan pepsin (Truter, 2009).
Sulkrafat mengalami polimerisasi pada pH < 4 untuk menghasilkan gel
yang sangat lengket dan melekat kuat pada dasar ulkus (Neal, 2007).
5) Analog Prostaglandin
Misoprostol merupakan golongan analog prostaglandin yang
memiliki mekanisme kerja menjaga mukosa lambung dengan cara
menghambat sekresi asam lambung (Avunduk, 2008). Penggunaan
misoprostol tidak direkomendasikan untuk anak-anak dan
dikontraindikasikan terhadap wanita hamil, karena dapat menimbulkan
kontraksi otot uterus yang dapat menyebabkan keguguran (Lacy et al.,
2010).
6) Bismuth subsitrat
Bismuth subsitrat dapat melindungi ulkus dari asam lambung,
pepsin dan empedu dengan membentuk lapisan di dasar ulkus. Obat ini
lebih efektif dibandingkan dengan antagonis reseptor H2 histamin dan agen
penyembuhan tukak lainnya (Truter, 2009).
c. Terapi yang disebabkan H. pylory
Eradikasi H. pylory menurunkan sekresi HCl secara signifikan dan
menyembuhkan tukak dalam durasi jangka panjang (Neal, 2007).
Kombinasi obat yang direkomendasikan yaitu klaritromisin, misalnya
lansoprazole 30 mg, amoksisilin 1 g, dan klaritomisin 500 mg diminum
bersamaan 2x sehari selama 10 atau 14 hari (Lacy et al., 2010). Jika
klaritomisin tidak dapat digunakan, maka dapat menggunakan amoksisilin,
metronidazol, dan omeprazol (Neal, 2007).
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan first-line therapy [PPI
(rabeprazole 20 mg, lansoprazole 60 mg, atau omeprazole 40 mg) +
amoksisilin 1500 mg + klaritromisin 400 atau 800 mg perhari] pada
eradikasi H. pylory dapat menyembuhkan tukak. Meskipun klaritromisin
800 mg lebih efektif dibandingkan dengan klaritromisin 400 mg, namun
tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kedua dosis pada obat tersebut
(Kawai et al., 2014).
Terapi kombinasi menggunakan dua jenis antibiotik dengan PPI
atau bismuth diperlukan untuk mencapai hasil eradikasi yang adekuat dan
untuk menurunkan angka kegagalan terapi akibat resistensi antibiotik.
Dianjurkan untuk menggunakan amoksisilin sebagai terapi pilihan
pertama, dan menggunakan metronidazol pada pasien yang alergi terhadap
penisilin. Jika terapi tripel tersebut gagal, maka disarankan memberikan
terapi kuadrupel, yaitu: PPI 2x sehari, bismut subsalisilat 4x2 tablet,
metronidazol 4x250 mg, tetrasiklin 4x500 mg. Untuk daerah yang
resistensi tinggi terhadap metronidazol, maka dapat diganti dengan
regimen PPI + bismuth + tetrasiklin + amoksisilin. Bila bismuth tidak
tersedia diganti dengan triple drugs (Sanusi, 2011).
d. Terapi yang disebabkan NSAID
Terapi H2 reseptor antagonis maupun PPI dapat memberikan respon
yang cepat jika penggunaan NSAID pada pasien tukak peptik dihentikan
(Sanusi, 2011). Penggunaan obat-obat NSAID dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan luka pada mukosa lambung, dispepsia, dan perdarahan
pada lambung (Selak, 2010).
Jika penggunaan NSAID dihentikan, maka diberikan terapi standar
regimen H2 reseptor antagonis atau PPI atau sukralfat. Tetapi jika penggunaan
Perdarahan aktif yang tidak dapat dikontrol dengan terapi endoskopi. Terapi pembedahan
sering diperlukan pada tukak peptik akut yang mengalami perdarahan awal selama 48 jam
Pasien yang menunjukkan gejala
Menghentikan Terapi HP
NSAID. Jika tidak, Tes untuk HP Pertimbangan
mengurangi dosis etiologi lain untuk
gejala seperti
Tidak Ya Positif Negatif GERD, NUD
Gejala Gejala
berubah tetap Melanjutkan
Tes Serologi Terapi dasar Menggunakan
NSAID atau
PPI regimen NSAID
Tidak ada diganti
terapi dengan eradikasi HP dengan
lanjutan H2RA Negatif Tidak COX-2
atau PPI melanjutkan inhibitor
Positif NSAID
Tanda/gejal Terapi
Tidak ada dengan PPI
Gejala a 1-2 minggu Terapi
terapi Tidak diikuti
tetap setelah dengan
lanjutan dengan
terapi PPI
koterapi PPI
Ya atau
Melanjutkan H2RA atau PPI
misoprostol
Mempertimbangkan penggunaan
NSAID, resistensi antibiotik,
ketidakpatuhan dan diagnosis
lainnya
Algoritme untuk evaluasi dan manajemen terapi pada pasien dispepsia atau tukak
peptic
12. Komplikasi
23
peritonitis. Perforasi terjadi pada 5% pasien tukak peptik. Diagnosis
dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan
sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma.
24
DAFTAR PUSTAKA
25