Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MANIFESTASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS


DI RONGGA MULUT

Pembimbing :
drg. Anny Rufaida, Sp.KG

Disusun Oleh :
Reza Rahma Tazkia
21904101039

LABORATORIUM KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISMA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan


rahmat dan hidayah-Mu penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini yang
berjudul:“ Manifestasi Penyakit Diabetes Mellitus di Rongga Mulut”.

Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi


pembahasan diabetes mellitus secara umum dan manifestasinya di rongga mulut
serta penatalaksanaan .
Dengan selesainya tugas referat ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini.

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki


penulis, masih banyak kekurang tepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

` Kepanjen, 23 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………...i
Daftar isi……………....................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ………………………………………………… 1
1.3 Tujuan................................................................................................ 1
1.4 Manfaat............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes mellitus................................................................................ 2
2.2. Klasifikasi......................................................................................... 2
2.3. Etiologi............................................................................................ 3
2.4. Komplikasi............................................................................................ 4
2.5. Diabetes mellitus tipe II.................................................................... 6
2.6. Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Gigi Dan Rongga Mulut……. 12
2.7. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus Pada Rongga Mulut……….… 14
2.8. Penatalaksaan ………………………………………………………. 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan
keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,
gangguan fungsi insulin atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik dapat mengakibatkan
timbulnya komplikasi pada DM yang disertai dengan kerusakan dan gangguan fungsi beberapa
organ tubuh khususnya pembuluh darah, syaraf, mata, jantung dan ginjal1.
Menurut studi epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi diabetes mellitus di berbagai penjuru dunia, badan kesehatan dunia
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes mellitus yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global (PERKENI, 2015). Menurut
International Diabetes Federation (2015) terdapat 415 juta orang mengalami diabetes mellitus di
dunia pada tahun 2015 dan tahun 2040 diperkirakan akan meningkat mencapai 642 juta orang.
Dari data yang didapatkan tersebut menunjukkan 193 juta kasus dengan diabetes mellitus tidak
terdiagnosis dan diabetes melitus menyebabkan kematian 5 juta jiwa pada tahun 2015. Indonesia
berada di posisi ke-7 di dunia dengan jumlah penderita dewasa sebanyak 10 juta jiwa (IDF,
2015). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukan jumlah kasus
diabetes mellitus di Indonesia tahun 2010 sebesar 8,43 juta orang dan di perkirakan akan
meningkat mencapai 21,25 juta di tahun 2035.
Pada diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi akut atau kronis yang menyerang
organ tubuh seperti mata, kulit, ginjal, pembuluh darah termasuk juga struktur dalam rongga
mulut. Hubungan antara diabetes melitus dan perubahan patologis dalam rongga mulut banyak
dibicarakan dalam kepustakaan. Gambaran yang khas penyakit ini dalam rongga mulut
dikemukakan pertama kali pada tahun 1928 oleh William, yang menyebutnya sebagai
periodontoklasia diabetika dan stomatitis diabetika dengan ciri khas berupa tanggalnya gigi
geligi dan hipertrofi gingiva. Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan peningkatan insidens
karies dentis dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal lainnya. Adanya

3
komplikasi diabetes melitus dalam rongga mulut ini menyebabkan seorang dokter gigi dapat
turut berperan serta dalam membantu mendiagnosis penyakit ini.2

1.2 Rumusan Masalah


Apa saja manifestasi klinis penyakit diabetes mellitus khususnya pada rongga mulut ?
1.3 Tujuan
Mengetahui macam-macam maniestasi klinis penyakit diabetes mellitus khususnya pada
rongga mulut.
1.4 Manfaat
Diharapkan referat ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan
dalam mengenali maniestasi klinis penyakit diabetes mellitus pada rongga mulut.

BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan
keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,
gangguan fungsi insulin atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik dapat mengakibatkan
timbulnya komplikasi pada DM yang disertai dengan kerusakan dan gangguan fungsi beberapa
organ tubuh khususnya pembuluh darah, syaraf, mata, jantung dan ginjal. Pada DM didapatkan
kadar gula darah puasa > 126 mg/dL atau glukosa darah sesaat > 200 mg/dL. Glukosa darah
puasa diartikan tidak adanya asupan kalori dalam waktu 8 jam. Peningkatan HbA1c lebih dari
6,5% termasuk ciri dari DM1.
2.2 Klasifikasi DM
Klasifikasi dari DM dibagi menjadi 4 kategori yaitu :

1. Diabetes mellitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes millitus (IDDM) yang ditandai
dengan kerusakan sel β pankreas menyebabkan kekurangan insulin total, sebagian
besar penyebab IDDM karena proses autoimun dan sebagian kecil oleh karena proses
non autoimun.
2. Diabetes mellitus tipe 2 atau non insulin dependent diabetes millitus (NIDDM)
ditandai dengan resistensi insulin dan defek insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2
terjadi penurunan kemampuan insulin berkerja di jaringan perifer dan disfungsi sel β
pankreas sehingga tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk tubuh dalam
mengkompensasi resistensi insulin. Penyebab tersering diabetes ini adalah keadaan
obesitas, umumnya di dapatkan pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi
gangguan pengikatan glukosa direseptornya tetapi sekresi insulin masih dalam batas
normal, sehingga penderita tidak tergantung akan insulin3.
3. Diabetes mellitus gestasional merupakan keadaan dengan peningkatan resistensi
insulin pada kehamilan, umumnya terjadi pada kehamilan trimester kedua atau ketiga.
Riwayat diabetes dan obesitas merupakan faktor resiko dari DM gestasional.
4. Didapatkan dengan tanda- tanda tidak spesifik atau karena penyebab lain. Penyebab
genetik (klinefelter syndrome), mengalami hiperglikemi akibat kelainan spesifik

5
(kelainan genetik fungsi sel β pankreas), endokrinopati (penyakit cushing’s dan
akromegali) dan penggunaan obat yang menghambat kerja insulin (β-adrenergik).

2.3 Etiologi DM
1. Faktor genetik

Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi ganggun pada peptida binding activity HLA
kelas II kromosom 6P21 yang menyebabkan terjadi kesalahan dalam imun respon
terhadap sel β pankreas4.

2. Faktor lingkungan

Infeksi dari Coxsackievirus B4 merupakan pemicu timbulnya DMT-1 dimana


partikel virus ini akan berikatan dengan coxsackievirus and adenovirus receptor (CAR) di
sel β pankreas dan menginisiasi destruksi sel β pankreas mengakibatkan penurunan
sekresi insulin4.

3. Obesitas

Pada keadaan obesitas diperlukan insulin dalam jumlah lebih besar untuk
pengaturan metabolisme dibandingkan dengan orang yang normal5.

4. Gaya hidup

Pola makan yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat dan
kurangnya aktivitas sehari-hari akan menimbulkan keadaan diabetes karena banyaknya
timbunan lemak yang meningkatkan metabolisme lemak memicu resistensi insulin5.

2.4 Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi pada diabetes mellitus yang tidak terkendali dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Bisa berupa komplikasi akut maupun komplikasi kronis. Komplikasi DM dapat
dibagi menjadi 2 kategori yaitu6 :

2.1.4.1 Komplikasi akut

1. Hipoglikemi

Hipoglikemi adalah keadaan komplikasi akut DM dimana kadar glukosa plasma < 50
mg/dl. Kadar yang terlalu rendah ini lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan gagguan asupan
glukosa yang terjadi beberapa menit sehingga menyebabkan gangguan dari sistem syaraf pusat

6
(SSP). Gejala yang terjadi adalah gangguan kognisi, gemetar, pusing dan dapat jatuh pada
keadaan koma7.

2. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan yang terjadi apabila didapatkan peningkatan kadar gula
darah secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah polifagia, polidipsi, pliuria, kelelahan yang
parah, dan pandangan kabur. Apabila keadaan ini berlangsung lama tanpa adanya penanganan
yang baik maka akan jatuh pada keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain adalah
keadaan ketoasidosis diabetik (KAD) dan Hiperosmolar non ketotik syndrome (HHNS).
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dimana didapatkan kadar gula darah > 300 mg/dl,
ketonemia, dan asidosis (Ph < 7,32 dan bikarbonat < 15 mEq/L). Pada penderita akan
didapatkan adanya tanda asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan tanda syok bahkan
dapat sampai koma. HHNS ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai dengan
adanya ketosis dan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan komplikasi (infeksi, pengobatan
dan penyakit penyerta).

2.1.4.2 Komplikasi Kronik

Komplikasi jangka panjang pada diabetes mellitus dapat terjadi pada semua tingkat sel dan
semua tingkat anatomik. Komplikasi yang menahun (glikotoksisitas) mengakibatkan komplikasi
DM dengan melalui 4 jalur yaitu pembentukan Advanced glycation end-product (AGE’s),
mekanisme Polyol-sorbitol pathway, mekanisme protein kinase-C (PKC) dan mekanisme
Hexosamine.

Keadaan hiperglikemia kronik mengakibatkan peningkatan jalur polyol, peningkatan


pembentukan protein glikasi non enzimatik serta peningkatan proses glikosilasi yang
menyebabkan stress oksidatif dan akhirnya menimbulkan komplikasi. Pada diabetes mellitus
komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular dan mikrovaskuler8.

1. Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah terjadinya sumbatan pada pembuluh darah kecil seperti
di mata yang dapat mengakibatkan penderita mengalami gangguan pengelihatan bahkan

7
kebutaan, di ginjal yang menyebabkan penderita mengalami gagal ginjal dan pada sistem
persyarafan yang dapat menyebabkan gangguan sensitivitas serta hantaran syaraf.

a. Penyakit ginjal (Diabetes Nefropati)


Pada diabetes mellitus sekitar 20-40% akan mengalami diabetes nefropatik
dimana terjadi perubahan pada struktur dan fungsi ginjal oleh karena kadar glukosa yang
meningkat. Manifestasi yang timbul adalah albuminuria persisten sebesar 20-299 mg/24
jam yang merupakan tanda awal nefropati diabetik, keadaan ini akan berlanjut pada
gagal ginjal kronik9.
b. Penyakit mata (Diabetes Retinopati)
Diabetes retinopati merupakan komplikasi mikrovaskuler yang mempengaruhi
retina, makula atau keduanya dan merupakan penyebab utama gangguan pengelihatan
pada penderita diabetes10
c. Gangguan sistem syaraf (Diabetes Neuropati)
Pada penderita diabetes jika dalam jangka waktu lama glukosa tidak dapat
diturunkan, maka akan menyebabkan kerusakan dan melemahnya dinding pembuluh
darah kapiler yang memberikan asupan makan pada sistem persyarafan keadaan ini
disebut dengan diabetes neuropati. Demielinisasi pada syaraf menyebabkan perlambatan
hantaran syaraf dan kurangnya sensitivitas10.
2. Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Kondisi diabetes mellitus menyebabkan kelainan fungsi pada jantung,
menyebabkan penurunan kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Selain itu lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya pembuluh darah arteri (aterosklerosis) dengan
resiko PJK atau stroke11.
b. Gangguan Saluran Pencernaan
Gangguan pada sistem gastrointestinal antara lain meliputi disfagia, nausea,
vomitus, diare, dan konstipasi12.
c. Gangguan Pembuluh darah kaki

8
Pada keadaan diabetes dapat terjadi penyumbatan pembuluh darah besar di
ekstremitas bawah yang mengakibatkan ganggren, selain itu karena adanya anastesi
fungsi syaraf sensorik juga menambah tingkat keparahan gangren13.
d. Gangguan Pembuluh darah otak
Komplikasi mikrovaskuler pada pembuluh darah otak dapat mengakibatkan
penyumbatan suplai darah ke otak, yang menyebabkan asupan oksigen ke otak
menurun dan menimbulkan beberapa gejala klinis11.

e. Komplikasi dental
Dihubungkan dengan kontrol glikemik yang buruk. Beberapa diantaranya adalah
penyakit periodontal, xerostomia dan infeksi.
2.5 Diabetes Mellitus Tipe II
2.5.1 Definisi
Tipe 2 diabetes mellitus adalah sindrom metabolik yang ditandai dengan kelainan di

metabolisme karbohidrat dan lemak. Penyebab diabetes tipe 2 adalah multifaktorial dan

mencakup baik unsur genetik dan lingkungan yang mempengaruhi fungsi sel β pankreas dan

sensitivitas insulin pada jaringan otot, hati, jaringan adiposa dan pancreas.

2.5.2 Etiopatogenesis
Resisntensi insulin berperan penting dalam patogenesis DM tipe 2. Manifestasi
klinis dari resistensi insulin seperti hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa dimana
terjadi ketidakmampuan insulin untuk merangsang penyerapan glukosa dalam jaringan
target insulin. Resistensi insulin dapat dikaitkan dengan terganggunya sensitivitas
jaringan terhadap insulin yang diperantarai glukosa yang berakibat munculnya respon
biologis. Secara fisiologis terdapat fungsi hormon lain yang mempengaruhi kerja insulin
yaitu Growth hormon (GH), IGF-1 dan insulin menyebabkan terjadinya proses metabolik
pada saat makan. GH disekresikan sebagai respon terhadap peningkatan dari insulin
sehingga tidak terjadi kondisi hipoglikemi akibat insulin. Selain GH terhdapat beberapa
hormon yang bersifat kontra regulator terhadap insulin yakni glukagon, katekolamin dan
glukokortikoid14.

9
Konsentrasi plasma bebas asam lemak yang meningkat biasanya terkait dengan
adanya insulin resisten, termasuk obesitas dan DMT 2. Mekanisme asam lemak berakibat
terhadap terjadinya resistensi insulin pada otot rangka. Peningkatan konsentrasi asam
lemak mengakibatkan peningkatan asetil KoA pada intra-mitochondrial/CoA dan rasio
NADH/NAD+, selanjutnya akan terjadi inaktivasi dari piruvat dehidrogenase. Hal ini
pada gilirannya menyebabkan peningkatan konsentrasi sitrat, menyebabkan
penghambatan fosfofruktokinase. Peningkatan konsentrasi glukosa-6-fosfat di intraseluler
akan menghambat aktivitas heksokinase II, sehingga akan meningkatkan konsentrasi
glukosa intraseluler dan penurunan pengambilan glukosa di otot.

Gambar 2.1Mekanisme asam lemak bebas menyebabkan resistensi


insulin pada otot rangka14
Asam lemak bebas menghambat beberapa enzim seperti piruvat dehidrogenase (PDH)
fosfofruktokinase (PFK) dan heksokinase II (HK)

Penurunan metabolisme asam lemak intraseluler menyebabkan peningkatan


diasilgliserol, lemak asil KoA, dan ceramides. Metabolit ini mengaktifkan serin/treonin
kinase cascade (diprakarsai oleh protein kinase C) menyebabkan fosforilasi serin/treonin
pada substrat reseptor insulin (IRS-1 dan IRS-2), yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan reseptor insulin untuk mengaktifkan PI 3-kinase. Sehingga transportasi
glukosa melalui glukosa transporter pada jaringan otot (GLUT-4) menjadi terganggu14,15

10
Gambar 2.2 Mekanisme asam lemak bebas menghambat translokasi
GLUT-414.
Asam lemak bebas memicu aktivasi cascade serin/threonine kinase untuk
memfosforilasi serin/ threonine pada substrat reseptor insulin (IRSI dan IRSII)

Defisiensi insulin dimulai dengan kompensasi massa sel β pankreas untuk


meningkatkan produksi insulin. Selanjutnya terjadi kehilangan sel β sebanyak 30-50%
yang menyebabkan penurunan sekresi insulin. Peningkatan kompensasi sel β dapat juga
dipengaruhi oleh aktivitas NEFA (Non-esterified fatty acids) dimana pada pajanan kronik
menyebabkan penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipoksisitas, kemudian akan
menginduksi apoptosis sel β pankreas dan induksi uncopling protein-2 (UCP-2) untuk
menurunkan membran potensial, sintesia ATP dan sekresi insulin16.
Mekanisme lain yang membahas mengenai kegagalan sel β pankreas dalam
mensekresi insulin adalah ditemukanya pengendapan amiloid di sel β pankreas. Amilin
merupakan komponen utama dari amiloid, secara normal amilin dihasilkan oleh sel β
pankreas dan di sekresikan bersama insulin. Pada tahapan awal DMT-2 terjadi peningkatan
insulin karena kompensasi terhadapa resistensi insulin, dalam hal ini sekresi amilin juga
meningkat menyebabkan pengendapan amiloid disekeliling sel β pankreas. Hal ini yang
menyebabkan sel β pankreas mengalami refrakter terhadap sinyal glukosa. Selain itu
amiloid memiliki sifat toksik pada sel β pankreas pada penderita DMT-2 fase lanjut16.

11
Gambar 2.3. Resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin pada DMT-214,15,16
Gaya hidup seperti konsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat, pola olahraga yang minimal akan mampu
menyebabkan kelainan pada reseptor insulin oleh karena fosforilasi serin/threonine pada reseptor insulin IRSI dan IRSII
yang menyebabkan penurunan PI3-kinase menimbulkan gangguan transportasi glukosa (GLUT-4). Selain itu asam lemak
bebas NEFA mampu menyebabkan penurunan membran potensial dan sintesa ATP yang menurunkan sekresi insulin.
Amiloid menyebabkan gangguan sinyal dan bersifat toksik β pankreas.

12
2.5.3 Tanda dan Gejala Umum
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari
oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah17,18 :
Keluhan Klasik :
o Penurunan berat badan (BB)
o Poliuria
o Polidipsia
o Polifagia
Keluhan lain
o Gangguan saraf tepi / kesemutan
o Gangguan penglihatan
o Gatal / Bisul
o Gangguan Ereksi
2.5.4 Diagnosa
Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) ditegakkan dengan tiga cara :

Tabel 2.1. Penegakan diagnosa19

No Kadar Glukosa Gejala


1. Kadar glukosa plasma sewaktu Gejala klasik DM :
>200 mg/dl (11,1 mmol/L) poliuria, polidipsi, polifagia dan
penurunan berat badan

2. Kadar glukosa plasma puasa Gejala klasik DM :


>126 mg/dL (7,0 mmol/L). poliuria, polidipsi, polifagia dan
penurunan berat badan

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)
200 mg/dL (11,1 mmol/L).
2.6
Kadar glukosa sewaktu : pasien tidak mendapatkan kalori sedikitanya 8
jam.
TTOG : beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang
dilarutkan air.
Hubungan Diabetes Mellitus dengan Kesehatan Gigi dan Rongga Mulut

13
Pada Diabetes Melitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek dan adanya angiopati
diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang sehingga bakteri anaerob mudah berkembang.
Karies gigi terjadi oleh karena bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat membentuk asam,
dimana pembentukan asam ini diikuti juga dengan pembentukan dextrn untuk mengikat senyawa
asam pada email gigi, sehingga pH menjadi rendah dapat menyebabkan pelarutan progresif
mineral enamel seperti kalsium secara perlahan dan membentuk fokus perlubangan.20
Pasien dengan Diabetes Mellitus lama yang tidak terkontrol akan berpengaruh pada
karies gigi, karena bertambahnya karbohidrat yang dapat difermentasikan di dalam saliva
penderita dan merupakan medium yang sesuai untuk pembentukan asam sehingga memudahkan
terjadinya karies.
Karena di mulut ada jutaan bakteri yang dibutuhkan (flora normal). Tetapi ada bakteri-
bakteri tertentu yang disebut bakteri periodonpatik, karena bakteri ini khas terdapat pada jaringan
periodontal atau disebut bakteri gram negatif yang anaerob (bakteri yang mampu hidup tanpa
oksigen).
Penderita Diabetes Melitus bila mengalami periodontitis lebih parah daripada orang yang
sehat, dikarenakan daya tahan tubuh penderita Diabetes Melitus lebih rendah dibandingkan
orang sehat. Sel-sel pertahanan tubuh (monocyt, neutrophil, dan makrofag) juga fungsinya
melemah.20
Pada saat mulut mengalami periodontitis sel-sel pertahanan tubuh akan mengeluarkan
TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor). Menurut lembaga kesehatan AS, Mayo Clinic, protein ini
berfungsi memobilisasi sel darah putih untuk melawan infeksi dan antigen lainnya. Sayangnya,
hal ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Karena tubuh jadi tidak mampu
memanfaatkan insulin yang diproduksi pankreas.
Pada diabetes mellitus juga akan menyebabkan penurunan ekspresi protein AQP-5 dan
NHE-1 sehingga menyebabkan disfungsi dari kelenjar saliva. Disfungsi ini menurunkan jumlah
sekresi saliva (Alpha Amylase) dan menyebabkan keadaan Xerosmia.

14
Xerostomia

Gambar 2.4 Hubungan diabetes dapat menyebabkan karies gigi, xerostomia dan
periodontitis20.

15
2.7 Manifetasi Klinis Diabetes Mellitus pada Rongga Mulut
A. Xerostomia (Mulut Kering)
Xerostomia berasal dari bahasa Yunani berarti “mulut kering” (xeros = kering dan stoma
= mulut). Xerostomia adalah keluhan subyektif pada pasien berupa adanya rasa kering dalam
rongga mulut akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau perubahan komposisi
saliva sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses mastikasi, mengecap, menelan, dan
berbicara. Penyebab terjadinya xerostomia adalah kerusakan kelenjar saliva, obat – obatan
(antihistamin, antidepresan, antihipertensi), keadaan fisiologis (olahraga berat, cemas ), penyakit
sistemik (diabetes melitus), usia.
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga
mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi
sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva
menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya
ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan
berkembang.
Pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak
buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah
saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan pada penderita untuk
mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan
air liur.21
B. Periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain
merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah
sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan
infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat.
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) pada penderita DM menyebabkan
komplikasi berupa mikrovaskuler yang ditandai dengan peningkatan AGE pada plasma dan
jaringan. Sekresi dan sintesis sitokin yang diperantarai oleh adanya infeksi periodontal,

16
memperkuat besarnya respon sitokin yang dimediasi AGEs atau sebaliknya. Advanced glycation
endproduct yang terbentuk dapat terjadi pada protein, lipid dan asam nukleat. Pembentukan AGE
pada protein, menyebabkan rantai silang antara polipeptida kolagen dan menangkap plasma non
glikosilasi atau protein interstitial. Pengendapan low density lipoprotein (LDL) terjadi pada
pembuluh darah besar dan deposit kolesterol di intima. Advanced glycation end-product
menyebabkan terbentuknya rantai silang kolagen tipe IV membran basalis, berakibat
melemahnya interaksi kolagen dan komponen matriks lain (laminin, proteoglikan), menghasilkan
jejas struktur dan fungsimembran basalis.22
Keadaan hiperglikemia akan menimbulkan AGEs, yang kemudian sehingga menimbulkan
stres oksidatif, sebagai akibatnya akan terjadi gangguan pembuluh darah pada jaringan
periodontal. Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan gangguan distribusi nutrisi dan
oksigen pada jaringan periodontal, sehingga bakteri gram negatif anaerob yang merupakan
bakteri komensal pada poket periodontal akan menjadi lebih patogen. Gangguan pembuluh darah
juga akan mempengaruhi pembuangan sisa metabolisme dalam jaringan periodontal, sehingga
akan terjadi toksikasi jaringan periodontal dan gingiva.23
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan DM sebagai faktor etiologi penyakit gingiva dan
periodontal :

a.       Terjadinya penebalan membran basal


Pada penderita diabetes melitus membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan
sehingga lumen kapiler menyempit. Menyempitnya lumen ini menyebabkan terganggunya difusi
oksigen, pembuangan limbah metabolisme, migrasi leukosit polimorfonukleus, dan difusi faktor-
faktor serum termasuk antibodi.

b.      Perubahan biokimia
Level cyclic adenosine monophospate (cAMP) yang efeknya mengurangi inflamasi pada
penderita diabetes melitus menurun; hal mana diduga menjadi salah satu sebab lebih parahnya
inflamasi gingiva pada penderita diabetes melitus.

c.       Perubahan Mikrobiologis

17
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi lingkungan
subgingival, yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya
mempengaruhi perubahan periodontal.

d.      Perubahan Imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamsi diduga
disebabkan oleh terjadinya defisiensi fungsi leukosit polimorfonuklear (LPN) berupa
terganggunya khemotaksis, kelemahan daya fagositosis atau terganggunya kemampuannya untuk
melekat ke bakteri.

e.       Perubahan berkaitan dengan kolagen


Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen .
Disamping itu terjadi juga peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva 15. Beberapa mekanisme
juga telah diusulkan untuk menjelaskan peningkatan penyakit periodontal pada penderita DM
antara lain : respon dari Host, subgingiva mikroflora, metabolisme kolagen, perdarahan,
cairan creviculargingiva dan faktor keturunan. Berbagai mekanisme patofisiologi juga
mempunyai implikasi dalam peningkatan kehilangan tulang alveolar pada penderita diabetes.23
Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak
menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam
terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu
terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya
bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah,
warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi
dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah
lepas. Hal tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur, sehingga terjadi penumpukan sisa
makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah
berdarah.3
Oleh karena itu, pengobatan pencegahan periodontal harus dimasukkan dalam
penatalaksanaan yang menyeluruh terhadap pasien dengan diabetes. Pengobatan meliputi
penilaian awal dari progesivitas penyakit mulut, penjelasan tentang kebersihan mulut, instruksi

18
dan penilaian yang berhubungan dengan pola makan, perlindungan dari penyakit dengan
melakukan pemeriksaan gigi secara periodik.22
Yang paling penting dalam pengobatan penyakit periodontitis pada orang dengan diabetes
melitus adalah kontrol gula darah yang teratur. Sebab dalam penelitian didapatkan terdapat
penurunan penyakit periodontitis pada penderita diabetes melitus dengan kadar gula darah yang
terkontrol. 23
C. Karies Gigi
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan
jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah
mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik.24
Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , bakteri dan
waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang
sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari
golongan karbohidrat bercampur dengan bakteri yang ada pada permukaan gigi dan tidak
langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi. 23

2.8 Tatalaksana
Diabetes mellitus bukan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, dan terapi yang
dilakukan adalah dengan tujuan untuk menormalkan kadar gula darah, untuk mencegah
terjadinya komplikasi dari penyakit diabetes mellitus tersebut.
Pengelolaan diabetes mellitus tipe II ini dimulai dengan17:
 Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani
Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu)
tujuannya untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah. Setiap makanan yang mengandung
karbohidrat (khususnya gula) merupakan hal yang paling beresiko meningkatkan kadar gula
darah.

 Intervensi farmakologis
Apabila kadar glukosa darah belum mencapai batas normal, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan

19
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani dan terbagi atas tiga yaitu 17,25:
 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid.
o Penambahan sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion.
o Penghambat glukoneogenesis (metformin)
o Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.
 Terapi insulin
o Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
o Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa : insulin kerja
cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate
acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
o Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.
 Terapi Kombinasi.
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal
atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih, terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk
kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur.

20
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10
unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja. 17,25
 Pengetahuan Tentang Pemantauan Mandiri
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. 17,25
Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdaya penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprenhensif dan upaya peningkatan motivasi. 17,25
 Terapi Gizi Medis (TGM)
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu.
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. 17,25
 Kegiatan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe II.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

21
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan.17,25
 Berikut hal-hal yang perlu dilakukan oleh penderita Diabetes Mellitus agar dapat
menjaga atau mengupayakan supaya kesehatan rongga mulut tetap terjaga dengan
baik :
 Pertama dan yang terpenting adalah mengontrol kadar gula darah.
 Kemudian rawat gigi dan gusi, serta ke dokter gigi untuk pemeriksaan rutin setiap enam
bulan.
 Kontrol gula darah yang baik juga dapat membantu mencegah atau meringankan mulut
kering yang disebabkan oleh diabetes.
 Menggunakan dental floss paling tidak sekali sehari untuk mencegah plak muncul di
gigi.
 Menggunakan pembersih mulut anti bakteri untuk mengurangi jumlah bakteri penyebab
sakit gigi pada mulut.
 Menggosok gigi, terutama setelah makan. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut.
 Perbaiki pola hidup, jauhkan dari penyebab stres.
 Jangan lupa informasikan mengenai kondisi diabetes bila berkunjung ke dokter gigi,
terutama bila hendak mencabut gigi.
 Kecuali sangat mendesak, sebaiknya hindari perawatan gigi bila kadar gula darah sedang
tinggi. Turunkan dahulu kadar gula darah, baru kunjungi dokter gigi kembali.
 Pemakaian alat-alat seperti gigi tiruan atau kawat orthodontik perlu mendapat perhatian
khusus. Pemakai gigi tiruan harus melepas gigi tiruan sebelum tidur dan dibersihkan
dengan seksama agar meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan
yang tidak terjaga

22
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh keadaan hiperglikemia
kronik. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan sekresi insulin, gangguan sensitivitas insulin
atau keduanya. Kolaborasi antara dokter dan dokter gigi diperlukan untuk menangani pasien yang
menderita diabetes mellitus khusunya dalam merencanakan perawatan penyakit mulut dan penyakit
sistemiknya untuk mencegah timbulnya komplikasi akut atau kronis. Diabetes mellitus bukan suatu
hambatan untuk setiap tindakan perawatan dalam kedokteran gigi, sebaiknya dokter gigi
mengetahui kadar glukosa darah pasien sebelum melanjutkan prosedur dental.
Di sini dapat disimpulkan manifestasi di rongga mulut pada penyakit diabetes mellitus
tipe II berupa penyakit periodontal, xerostomia, infeksi oral akut. Manifestasi rongga mulut
pada penderita diabetes mellitus tipe II bisa sudah terjadi dalam waktu yang lama dan tidak
terkontrol. Maka seorang dokter gigi harus memberi perhatian lebih pada gambaran klinis di
rongga mulut untuk mendeteksi awal penyakit diabetes mellitusnya dan seterusnya
merujuk ke dokter yang spesialis.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. ADA (American Diabetes Association). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.


Diabetes Care.2012. 33 (Suppl): S62-9.
2. Debora, E; Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Rongga Mulut. Dep.Ilmu Penyakit Gigi dan
Mulut FK UKRIDA .MEDITEK. hal.24-31.
3. Kardika, Ida Bagus Wayan, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa. .Preanalitik dan
Interpretasi Glukosa Darah UntukDiagnosis Diabetes. Melitus Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. 2012
4. Hober, D. and Sauter, P. Pathogenesis of type 1 diabetes mellitus: interplay between enterovirus
and host. Nature Reviews Endocrinology; 2010,6(5), pp.279-289.
5. Guyton, A.C., & Hall, J.E.Buku Jar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.Jakarta: EGC.2008.

6. Perkeni.,Revisi final KONSENSUS DM Tipe 2 Indonesia.2011

7. Himawan, Indra W. Aman B. P, Bambang T, Jose R.L.Aorta Tikus Putih ( Rattus norvegicus L)
Hiperkolesterolemik Setelah PerlakuanVCO. Universitas Sebelas Maret Surakarta 2009 Batubara.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD-RSUP Sanglah, Denpasar Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 6, April 2009.
8. Ndraha S. Diabetes Militus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Departemen Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta; 2014.vol 27 ; no.2

9. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PERKENI,


Jakarta; 2015.
10. Cade WT. Diabetes-Related Microvascular and Macrovascular Diseases in the Physical

Therapi Setting; 2008.

11. Corwin, E.J. Patofisiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta; 2011.

12. Jafar. N. Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas Kesehatan. Universitas Hasanuddin.
2009.
13. Zhaolan et al. Prevalence of cronic complication of type 2 diabetes mellitus outpatients: a cross
sectional hospital based survey in urban china. health and quality of life outcomes; 2010. 8(1),
62-67
14. Sherwood L. Human Physiology : From cell to system.7th ed.Belmont:West Publishing
Company; 2006

24
15. Wilcox, G. Insulin and insulin resistance. In: Insulin and insulin resistance. Australia: Melbourne
Pathology, Collingwood, VIC 3066, Monash University Department of Medicine & Clinical
Nutrition & Metabolism Unit, C/- Body Composition Laboratory, Monash Medical Centre,
Clayton, VIC 3168. Australia; 2005.
16. Clare-Salzler, M.J.,Crawford,J.M.,& Kumar, V..Pankreas.Dalam:Kumar, V.,Cotran
R.S.,S.L.Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta: EGC.2007.
17. Little JW, Falare DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the medically compromised
patient.2010. 6th ed. St.
18. Sidartawan Soegondo, et al. penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. UI Press. Jakarta 2004.
19. American Diabetes Association (ADA). Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
American Diabetes Care;2015. Vol.38, pp: 8-16.
20. Herni P. Hubungan antara penyakit diabetes melitus tak terkontrol dengan kerusakan
gigi,xerostomia dan periodontitis. [Artikel Ilmiah]. Surakarta; Universitas Sebelas Maret; 2009.
21. Robert, P.Langlais, Graig S. Miller , Kelainan Rongga Mulut, Hipokrates 2008.
22. Anthony T. Vernillo, D.D.S, Ph.D, Dental Consideration for the Treatment of Patient with
Diabetes Mellitus, Journal American Dental Asociation.2010. Volume 134.
23. Aidina Hamzah Dalimunthe, PERIODONSIA, Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Medan; 2011
24. Schuurs HB. Patologi gigi-geligi, kelainan-kelainan jaringan keras gigi. Yogyakarta; UGM, 1992;
135-152.
25. Diana W.Guthrie and Richard A. Gutrie, The Diabetes Sourcebook.5th ed. New York: McGraw
Hill Co, 2004: 7-19

25

Anda mungkin juga menyukai