Anda di halaman 1dari 14

FARMASI KLINIK & RS

DIABETES MELITUS

DISUSUN OLEH :

Nurita Widjayanti (15330036)

KELAS A

Dosen :

Dr. Refdanita, M.Si, Apt

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya serta penyertaan-Nya, sehingga tugas makalah “Diabetes Milletus” ini dapat
diselesaikan.

Dalam penulisan makalah ini saya berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang
sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca. Saya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini. Maka saya berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk
perbaikan dimasa yang akan mendatang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan
dengan layak sebagaimana mestinya.

Jakarta, 26 juni 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………….…………………………....….i
DAFTAR ISI…………….………………………………………………………….…..ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….……...…1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….....1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….………….......1
1.3 Tujuan……………………………………………….………………………......2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………......3
2.1 Definisi Diabetes Melitus………….…………………………………………....3
2.2 Etiologi Diabetes Melitus…...….…………………………………………….....3
2.3 Diagnosis Diabetes Melitus……………………………….………………….....4
2.4 Uji Laboratorium Diabetes Melitus….………………………………………...4
2.5 Tatalaksana……………………………….……………………………………..5
2.6 SOAP Kasus………………………………………….………………………….7
BAB III PENUTUP……………………………………………….…………………....10
3.1 Kesimpulan…………………………………………………….……………….10
3.2 Saran………………………………....................................................................10
BAB IV DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan sindroma
hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang
disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya.
Hiperglikemia yang tidak terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi
seperti neuropati, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan oleh
berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes melitus. Pada
diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke dalam sel.
Kegagalan tersebut terjadi akibat hormone insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi.
Hormon insulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).
Prevalensi DM menurut WHO, bahwa lebih dari 382 juta jiwa orang di dunia telah
mengidap penyakit diabetes mellitus. Prevalensi DM di dunia dan Indonesia akan
mengalami peningkatan, secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Selain itu
diabetes melitus menduduki peringkat ke enam penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat.
Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi
non-obat dan terapi obat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menguraikan pengertian dan klasifikasi diabetes melitus secara umum
2. Menguraikan faktor risiko, gejala dan diagnosis diabetes mellitus secara umum
3. Menguraikan etiologi, patofisiologi, dan komplikasi yang berhubungan dengan
diabetes melitus tipe 1 dan 2.
4. Memahami garis-garis besar pendekatan penatalaksanaan dan terapi diabetes
melitus.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan klasifikasi diabetes melitus secara umum
2. Mengetahui faktor risiko, gejala dan diagnosis diabetes mellitus secara umum
3. Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan komplikasi yang berhubungan dengan diabetes
melitus tipe 1 dan 2.
4. Memahami garis-garis besar pendekatan penatalaksanaan dan terapi diabetes melitus.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan sindroma
hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang
disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya.
Hiperglikemia yang tidak terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi
seperti neuropati, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan oleh
berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes melitus. Pada
diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan
tersebut terjadi akibat hormone insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin
merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

2.2 Etiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes
melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena pankreas tidak bisa memproduksi insulin. Pada
DM tipe 1 ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi, Gangguan produksi insulin pada
DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan
oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus,
diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa
tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
(glutamic acid decarboxylase).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM Tipe 1.
Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-
diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan
prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau
Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau
Langerhans.
Pasien yang menderita diabetes tipe 2 adalah jika tubuhnya masih dapat memproduksi
insulin, namun insulin yang dihasilkan tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi
kebal terhadap insulin. DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap
dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang
gerak badan.

2.3 Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan terasa
lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita.
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering
buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu
(pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
 Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
 Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah
terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf.
2.4 Uji Laboratorium Diabetes Melitus
Uji laboratorium diabetes melitus, yaitu salah satunya dengan cara pemeriksaan
terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan
(GDP/ gula darah puasa/ nuchter) dan 2 jam setelah makan (post prandial).
Nilai normal :
 Dewasa : 70 – 110 mg/dl
 Wholeblood : 60 – 100 mg/dl
 Bayi baru lahir : 30 – 80 mg/dl
 Anak : 60 – 100 mg/dl
Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan :
 Dewasa : <140 mg/dl / 2jam
 Wholeblood : <120 mg/dl /2jam
Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita diabetes
mellitus. Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksaan kadar gula dalam darah
puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral). 1jam setelah diberi glukosa dan 2jam setelah
diberi glukosa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin
terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu.

2.5 Tatalaksana
 Penyusunan Informasi Dasar/Database Pasien
Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur, berat badan
pasien serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep. Mengenai masalah
medis (diagnosis, gejala) dibuat dengan menyusun perkiraan masalah medis
yang dimiliki pasien dari terapi yang diberikan. Masalah medis yang
diperkirakan selanjutnya dikonfirmasikan ulang kepada pasien dan dokter bila
perlu.
Riwayat alergi perlu ditanyakan khususnya pada pasien yang mendapat
antibiotika atau senyawa-senyawa obat lainnya yang potensil menimbulkan
alergi. Riwayat obat yang perlu ditanyakan adalah riwayat penggunaan obat
satu bulan terakhir. Hal ini diperlukan untuk memprediksikan efek samping
dan efek yang disebabkan masalah terapi obat lainnya, serta untuk membantu
pemilihan obat.
 Evaluasi/Pengkajian
Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang
berkaitan dengan terapi obat. Berbagai masalah yang dapat timbul berkaitan
dengan terapi obat secara rinci ini telah diuraikan dalam Bab V. Pelaksanaan
evaluasi dilakukan dengan membandingkan problem medik, terapi, dan
database yang telah disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang
farmakoterapi, farmakologi dan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan.
 Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK)
Rencana Pelayanan Kefarmasian memuat beberapa hal berikut:
1. Rekomendasi terapi
Dalam rekomendasi terapi diajukan saran tentang pemilihan/penggantian
obat, perubahan dosis, interval dan bentuk sediaan.
2. Rencana Monitoring
Rencana monitoring terapi obat meliputi:
a. Monitoring efektivitas terapi.
Monitoring terapi obat pada kasus DM dilakukan dengan memantau
tanda-tanda vital. Selain itu parameter klinik juga dapat membantu
monitoring efektivitas terapi.
b. Monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB) meliputi efek samping
obat,alergi dan interaksi obat.
Pelaksanaan monitoring terapi obat bagi pasien di apotek memiliki
keterbatasan bila dibandingkan dengan di rumah sakit, antara lain
kesulitan untuk mengikuti perkembangan pasien setelah keluar dari
apotek. Metode yang paling tepat digunakan adalah monitoring melalui
telepon baik apoteker yang menghubungi maupun sebaliknya, pasien
melaporkan melalui telepon tentang kejadian yang tidak diharapkan
kepada apoteker. Khususnya dalam memonitor terjadinya ROB, perlu
disampaikan ROB yang potensial akan terjadi serta memiliki
signifikansi secara klinik dalam konseling kepada pasien. Selain itu
pasien dihimbau untuk melaporkan kejadian yang dicurigai ROB
kepada apoteker. Selanjutnya apoteker dapat menyusun rekomendasi
terkait ROB tersebut.
3. Rencana Konseling
Rencana konseling memuat pokok-pokok materi konseling yang akan
disampaikan.
 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian
Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan Rencana Pelayanan
Kefarmasian (RPK) yang sudah disusun. Rekomendasi terapi yang sudah
disusun dalam RPK, selanjutnya dikomunikasikan kepada dokter penulis
resep. Metode penyampaian dapat dipilih antara berbicara langsung (pada
apotek di poliklinik atau apotek pada praktek dokter bersama) atau melalui
telepon.
 Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan yang menjamin kesinambungan pelayanan
kefarmasian sampai pasien dinyatakan sembuh atau tertatalaksana dengan
baik. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemantauan perkembangan
pasien baik perkembangan kondisi klinik maupun perkembangan terapi obat
dalam rangka mengidentifikasi ada atau tidaknya masalah terapi obat (MTO)
yang baru. Bila ditemukan MTO baru, maka selanjutnya apoteker menyusun
atau memodifikasi RPK.
Kegiatan lain yang dilakukan dalam follow-up adalah memantau hasil atau
outcome yang dihasilkan dari rekomendasi yang diberikan. Hal ini sangat
penting bagi apoteker dalam menilai ketepatan rekomendasi yang diberikan.
Kegiatan follow-up memang sulit dilaksanakan di lingkup farmasi komunitas,
kecuali pasien kembali ke apotek yang sama, apoteker secara aktif
menghubungi pasien atau pasien menghubungi apoteker melalui telepon.

2.6 SOAP Kasus


HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN
DIABETES MELITUS
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan metode penelitian
observasional (Hidayat, 2009). Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross
sectional. Cross sectional bertujuan untuk mengidentifikasi veriabel dependen dan
variabel independen yang dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan koesioner.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang berada
diwilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi berjumlah 156 orang. Sampel
pada peneilitian ini berjumlah 89 orang yang menderita diabetes mellitus usia 55-59
tahun.
 Karakteristik Responden yang Menderita Diabetes Melitus
Jenis Kelamin responden yang menderita diabetes melitus di wilayah kerja
Puskesmas Tigo Baleh kota Bukittinggi. Hasil yang diperoleh terhadap 89
responden yang mendeita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tigo
Baleh, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan (74.2%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hasil yang diperoleh dari 89 responden yang menderita Diabetes Melitus di
wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh, menunjukkan bahwa seluruh responden
menderita Diabetes Melitus < 10 tahun. Rata-rata lama menderita Diabetes
Melitus yaitu 4.11 tahun
 Self Care Responden yang Menderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tingkat self care pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tigo
Baleh diperoleh hasil yaitu dari 89 responden lebih dari separoh responden
memiliki tingkat self care yang tinggi dengan persentase 58.4% (52 orang
responden).
Hasil yang peneliti diperoleh yaitu, aktivitas self care yang mampu dilakukan
oleh responden setiap hari adalah perencanaan diet, pembatasan jumlah kalori,
mengkonsumsi sayuran, membersihkan kaki, dan mengeringkan sela-sela jari
kaki setelah dicuci.
 Kualitas Hidup Responden yang Menderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Kualitas hidup pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh
diperoleh hasil yaitu lebih dari separoh responden memiliki kualitas hidup
yang buruk dengan persentase 52.8%. Rata-rata responden merasa hidupnya
kurang puas akibat perubahan fisik yang dialami oleh pasien diabetes melitus.
Perubahan fisik yang dirasa seperti lelah dan gangguan saat beraktivitas yang
disebabkan oleh peningkatan gula darah.
 Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Responden yang menderita
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Hasil nilai korelasi korelasi antara self care dengan kualitas hidup pasien
diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh yaitu sebesar 0.432
dengan nilai positif. Hasil ini memiliki makna yaitu terdapat hubunganmyang
berbanding lurus antara self care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh.
Tingkat korelasi tersebut disebabkan karena terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien diabetes melitus yaitu usia, jenis
kelamin, dan lama menderita diabetes melitus.
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan adalah untuk usia peneliti
mendapatkan usia responden yang menderita diabetes melitus berada di
rentang 55-59. Usia pada rentang 55-59 tahun merupakan awal seorang
individu memasuki usia lansia. Diusia tersebut tubuh sudah mulai mengalami
penurunan. Penurunan yang mulai terjadi adalah penurunan kerja hormon
pangkreas dalam memproduksi insulin dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar gula darah. Sehingga pada usia ini seorang individu
cenderung mengalami penurunan kualitas hidup. Jenis kelamin yang peneliti
dapatkan adalah sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan oleh
berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes melitus. Pada
diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan
tersebut terjadi akibat hormone insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin
merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah.
Diabetes melitus dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes
melitus tipe 2.
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna melalui berbagai kegiatan
yang mendukung terapi diabetes yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,
antara lain dengan melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan
rekomendasi terapi, memberikan pendidikan dan konseling dan bekerja sama erat dengan
pasien dalam penatalaksanaan diabetes sehari-hari.
Pada usia 55-59 tahun, seorang individu cenderung mengalami penurunan kualitas
hidup. Sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena
perempuan memiliki faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus
seperti perempuan mudah mengalami obesitas, perempuan memiliki sindroma siklus bulanan,
dan perempuan juga dapat terkena diabetes melitus akibat dari kehamilannya.
Penderita diabetes melitus yang mengalami diabetes melitus < 10 tahun membutuhkan
penyesuaian diri terhadap penyakit yang dideritanya.

3.2 Saran
1. Selalu berhati-hati dalam menjaga pola hidup. Sering berolahraga dan istirahat yang
cukup.
2. Jaga pola makan. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terlalu manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula melonjak tinggi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Nur Lailatul Lathifah. 2013. HUBUNGAN DURASI PENYAKIT DAN KADAR GULA
DARAH DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PENDERITA DIABETES MELITUS. Surabaya :
Universitas Airlangga.

Reny Chaidir, Ade Sry Wahyuni, Deni Wahyu Furkhani. 2017. HUBUNGAN SELF CARE
DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS. Bukittinggi : Stikes Yarsi.

Nany Suryani, Pramono, Henny Septiana. 2015. Diet dan Olahraga sebagai Upaya
Pengendalian Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015. Banjarbaru : STIKES Husada Borneo.

Anda mungkin juga menyukai