Anda di halaman 1dari 12

DIABETES MELITUS

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir


Matakuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Siti Rokhmi Lestari, S.S., M.Pd.

Disusun oleh:
Arda Maya Susanti

15130076

PROGAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada saya, sehingga pada kesempatan ini saya dapat
menyelesaikan makalah Diabetes Melitus dengan baik dan lancar.

Tujuan saya membuat makalah ini adalah untuk menyelesaikan dan memenuhi tugas individu
agar dapat memahami definisi, etiologi, Klasifikasi, Faktor Resiko, Epidemiologi,
Manifestasi Klinis, komplikasi, dan penatalaksanaan dari Diabetes Melitus.

Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan, maka dari itu saya bersedia menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
dari semua pihak. Semoga makalah ini bermanfaat.

Yogyakarta, 24 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
A. LatarBelakang ................................................................................ 1
B. RumusanMasalah........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................
A. Definisi .......................................................................................... 2
B. Etiologi .......................................................................................... 2
C. Klasifikasi ..................................................................................... 3
D. Faktor Resiko ................................................................................ 4
E. Epidemiologi ................................................................................. 4
F. Manifestasi Klinis ......................................................................... 4
G. Komplikasi .................................................................................... 5
H. Penatalaksanaan ............................................................................ 6

BAB III PENUTUP .................................................................................


A. Kesimpulan .................................................................................... 8
B. Saran .............................................................................................. 8
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi
insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan.
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab
kematian urutan ketujuh di dunia, sedangkan di Indonesia menempati urutan ketujuh
sebagai penderita diabetes terbesar di dunia. Jumlah penderita Diabetes Militus di
Indonesia diperkirakan 10 juta orang.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-
macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis berbeda akhirnya akan mengarah pada
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas penderita diabetes melitus.

B. Rumusan Masalah
Apa itu diabetes melitus ?
Apa penyebab dari diabetes melitus ?
Bagaimana pengobatan diabetes melitus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes melitus
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari diabetes melitus
4. Untuk mengetahui apa saja faktor resiko dari diabetes melitus
5. Untuk mengetahui epidemiologi dari diabetes melitus
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes melitus
7. Untuk mengetahui komplikasi dari diabetes melitus
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari diabetes melitus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah
berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan
neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului
timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.

Diabetes Mellitus biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang
akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit
ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru- paru,
gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan

Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh
kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap
glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga
mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau
sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah
diabetes.

B. Etiologi

1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM.
Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)
misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan
dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme
akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan
produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri
akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan
peran munculnya penyakit ini

2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat
keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM
adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program
penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat
dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala
yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis
dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki
riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

C. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode


presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Empat klasifikasi klinis gangguan
toleransi glukosa: (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional (diabetes
kehamilan), dan (3) tipe khusus lain. Dua kategori lain dari toleransi glukosa abnormal
adalah gangguan toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa.

Diabetes tipe 1 dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin, namun
kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak
30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe yaitu autoimun
akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik yang tanpa bukti
adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada
etnik keturunan Afrika, Amerika, dan Asia

Diabetes tipe 2 dikenal sebagai tiper dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe
nondependen insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya.
Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit diabetes tipe 2.

Diabetes gestosional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan


mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua,
etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau
dilampaui sesudah pemberian 75 gram glukosa oral; puasa 105 mg/dl; 1 jam, 190 mg/dl;
2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl.

Tipe khusus lain adalah (1) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali
pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun; (2) kelainan genetik pada kerja insulin,
menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans; (3) penyakit pada
eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik; (4) penyakit endokrin seperti
sindrom cushing dan akromegali; (5) obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta;
dan (6) infeksi.

D. Faktor Resiko

1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.


2. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.
3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

E. Epidemiologi

Tingkat prevarensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta
kasus diabetes di amerika serikat dn setiap thunnya di diagnosis 600.000 baru. Diabetes
merupakan penyebab kematian ke tiga di amerika serikat dan merupakan penyebab
utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati deabeik. Pada usia yang sama,
penderita diabetes paling sedikit 2 ½ kali lebih sering terkena serangan jantung
dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.

Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninnggal karena penyakit
vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangland adalah komplikasi yang
paling utama. Selain itu, kematian fetus intraulterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes
tidak terkontrol juga meningkat.

Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan
dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi
seperti kebutaan dan penykit vaskular.

F. Manifestasi Klinis
Manifetasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
devisiensi insulin, karena tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikimisnya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan
mengakaibatkan diureis usmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan
timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin besar ( polifagia) mungkin akan timbul sebagi akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnoren yang
terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan
timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalu tidak mendapatkan pengobatan segera.
Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabtes tipe 2 mungkin sama
sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diaknosis hanya dibuat berdasarakan
pemeriksaan darah dilaboratoriun dan melakukan tes toleransi glokosa. Pada
hiperglikimea yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria,
lemah, dan somenoren. Biasanya meraka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini
tidak devisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap di
sekresi dan massih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat
dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral,
mungkin diperukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini
biasanya memperlihatkan keehilangan sensitifitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin
pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal, atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak
memadai untuk mempertahankan kadar gokosa darah normal dan penderita juga resisteen
terhadap insulin eksogen.

G. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori


mayor, yaitu: komplikasi metabolik akut dan komplikasi-komplikasi vaskular jangka
panjang.

1. Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut


dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Apabila kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi
keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glokosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal.

Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi


metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes adalah
hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin.
Pasien diabetes dependen insulin mungkin suatu saat menerima insulin yang
jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar
glukosa normal yang mengakibatkan terjadi hipoglikemia.

2. Komplikasi kronik jangka panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-


pembuluh kecil mikroangipati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar
makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa


aterosklerosis. Gabungan dari biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa:
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia, dan kelainan
pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular. Buki klinis dan percobaan sekarang ini menunjukkan bahwa
timbulnya komplikasi diabetik jangka panjang karena klainan kronik metabolisme
disebabkan oleh insufesiensi sekresi insulin.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada rencana diet, latihan fisik dan
pengaturan aktivitas fisik, agen-agen hipoglikemik oral, terapi insulin, pengawasan
glukosa di rumah, dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Diabetes adalah
penyakit kronik, pasien perlu menguasai pengobatan dan belajar bagaimana
menyesuaikannya agar tercapai kontrol metabolik yang optimal. Pasien dengan tipe 1
adalah defisiensi insulin dan selalu membutuhkan terapi insulin. Pada pasien diabetes
tipe 2 terdapat resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa
insulin.

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan
karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi,
bergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan, atau
meningkatkan berat tubuh. Rencana diet harus didapat dengan berkonsultasi dahulu
dengan ahli gizi yang terdaftar dan berdasarkan riwayat diet pasien, makanan yang lebih
disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik.

Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria, pasien-pasien diabetik


tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Umumnya karbohidrat merupakan 50% dari
jumlah total kalori perhari yang diizinkan. Karbohidrat ini harus dibagi rata sedemikian
rupa sehingga apa yang dimakan oleh pasien sesuai dengan kebutuhannya sepanjang
hari. Sistem makanan penukar telah dikembangkan untuk membantu pasien menangani
dietnya sendiri.sistem ini mengelompokkan makanan-makanan dengan kadar
karbohidrat, protein, dan lemak yang hampir sama, ehingga kalorinya pun sama.
Pendekataan lain dalam merencanakan diet untuk menghitung karbohidrat dan
disesuaikan dengan dosis insulin kerja pendek yang sesuai. Pasien dengan diabetes tipe 2
yang resisten terhadap insulin mungkin membutuhkan 2 hingga 5 unit untuk setiap
karbohidrat yang disajikan atau untuk setiap 15 gram karbohidrat total.

Laihan fisik kelihatannya mempermudah transfer glukosa ke dalam sel-sel dan


meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam
melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar
glukosa mereka. Pasien-pasien dengan gejala diabetes meliitus tipe 2 ini dapat
mempertahankan kadar glokosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet
dan latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral
hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin
dan sulfonilurea.

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan
cara-cara yang sudah di jelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau
Rangerhans yang masuh berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan
sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.
Sebaliknya, pasien-pasien dengan diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya
untuk menyekresi insulin, pengobatan dengan sulfonilurea menjadi tidak efektif. Namun,
sulfonilurea generasi ke dua menyebabkan sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali,
yang merupakan masalah potensial dengaan beberapa agen generasi pertama. Untuk
menurunkan peningkatan kadar glukosa posprandial pada pasien ini, absorsi karbohidrat
dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi akarbosa preflandial, yaitu
penghambatan alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan menyekat pencernan
kompleks karbohidrat.
Pada individu sehat, sekresi insulin mengimbangi jumlah asupan makanan yang
bermacam-macam dengan latihan fisik. Sebaiknya, individu yang menderita diabetes
tidak mampu menyekresi jumlah insulin yang cukup untuk mempertahankan euglikimia.
Sebagai akibatnya, kadar glukosa darah meningkat tinggi sebagai respons terhadap
makanan dan tetap tinggi pada keadaan puasa. Pasien dengan insufisiensi insulin berat
membutuhkan suntikan insulin selain rencana makanan. Insulin ini serupa dengan insulin
manusia dan disiapkan dengan teknik rekombinan asam deoksilibonukleat (DNA).
Perubahan rangkaian struktur histalin dan asam amino dalam molekul insulin
mengakibatkan waktu kerja preparat yang berbeda yang dapat digunakan untuk
memodifikasi pengobatan insuliin dengan kebutuhan khusus pasien. Insulin
diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, atau masa kerja
panjang, berdasarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa
plasma yang maksimal yaitu waktu untuk meringankan efek yang terjadi setelah
pemberian suntikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: (1) diabetes melitus tipe 1
dan 2, (2) diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan (3) tipe khusus lain. Dua
kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan
gangguan glukosa puasa.
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori
mayor, yaitu: komplikasi metabolik akut dan komplikasi-komplikasi vaskular jangka
panjang.
Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada rencana diet, latihan fisik
dan pengaturan aktivitas fisik, agen-agen hipoglikemik oral, terapi insulin,
pengawasan glukosa di rumah, dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri.

B. Saran

Bagi klien yang sehat agar dapat mengontrol makanan yang dikonsumsi agar dapat
terhindar dari penyakit diabetes melitus dan melakukan olahraga agar kondisi tubuh
sehat jasmani. Bagi pasien yang memiliki penyakit diabetes melitus harus selalu di
kontrol penyakitnya agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.
Daftar Pustaka

Depkes RI. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. and Wilson, Lorraine McCarty. (2005). PATOFISIOLOGI


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Trisnawati, Shara Kurnia. dan Setyorogo, Soedijono. (2012). “Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta
Barat Tahun 2012”, Jurnal Ilmiah Kesehatan.
(Online)
https://www.academia.edu/19669046/Jurnal_kesehatan_DM_epid_non_PD
F?auto=download.
Diakses 23 November 2016

Universitas Sumatera Utara. (2011). “Diabetes Melitus”.


(Online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21460/4/Chapter%20II.pdf
Diakses 23 November 2016

Anda mungkin juga menyukai