Disusun oleh :
Kelompok 1 IKM 1A
1. Abdul Ghani Wahyu Rabbani 191231055
2. Allya-iz Tiktonika Putri 191231185
3. Arsyilah Nur Ramadhani 191231056
4. Nindi Astika Maharani 191231058
5. Patricia Clarys Migesa Sinoki 191231177
6. Shelly Aprilia Nur Laili 191231007
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah
Ilmu Pengantar Kesehatan Masyarakat ini dengan baik. Makalah ini berisi
tentang uraian mengenai Diabetes Melitus.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Umum
D. Tujuan Khusus
E. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang besar dalam
meningkatnya resiko Diabetes Melitus. Diabetes dapat diturunkan oleh
keluarga sebelumnya yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Kelainan pada gen ini dapat mengakibatkan tubuh tidak dapat
memproduksi insulin. (Choi and Shi, 2001)
2. Obesitas
Obesitas dan peningkatan berat badan pada orang dewasa dianggap
menjadi salah satu faktor risiko yang paling penting untuk Diabetes
Melitus tipe-2. Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan masa
adipose yang dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan
mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa
lemak (Daousi, 2006)
4
3. Usia
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 50% lansia
mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal.
Diabetes Melitus sering muncul pada usia lanjut pada usia lebih dari 45
tahun dimana sensitifitas insulin berkurang. (Choi and Shi, 2001).
Seseorang dengan usia ≥ 45 tahun mempunyai tingkat risiko yang tinggi
terhadap diabetes melitus dan intoleransi glukosa akibat faktor
degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa.
Risiko Perempuan mengalami diabetes melitus lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Penyebabnya terjadi karena perempuan
mengalami masa pra menopause dan menopause, serta ditambah faktor-
faktor lain, seperti gaya hidup, kurang aktifitas fisik, faktor stres, dan
lainnya. Risiko tersebut akan meningkat ketika seseorang berusia diatas
45 tahun karena tubuh telah mengalami proses penuaan.
5
4. Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk
pengembangan diabetes. Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali
lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan pasien dengan tekanan darah
normal. Hipertensi adalah kondisi umum yang biasanya berdampingan
dengan Diabetes Melitus dan memperburuk komplikasi Diabetes
Melitus dan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. (Bays, Chapman
and Grandy, 2007)
5. Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko
diabetes. Merokok merupakan faktor risiko independen dan
dimodifikasi untuk diabetes. Berhenti merokok dikaitkan dengan
penambahan berat badan dan peningkatan berikunya dalam risiko
diabetes. (Choi and Shi, 2001)
6. Ras
Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk
terserang Diabetes Melitus. Peningkatan penderita diabetes di wilawah
Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.Bahkan diperkirakan
lebih 60% penderita berasal dari Asia. (Choi and Shi, 2001)
7
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku. Hal yang dapat dilakukan antara lain :
a. Diet
Aturan makan pada penyandang diabetes melitus hamper sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan
yang hampirpada dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes melitus
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama bagi mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
dan protein 10-15% (Fatimah, 2015).
Untuk menentukan status gizi, dapat dihitung dengan BMI
(Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body
Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
b. Exercise
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous,
Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE).
Contohnya olahraga ringan seperti jalan kaki biasa selama 30
menit. Kebiasaan hidup bermalas-malasan atau kurang bergerak
harus dihindari. Training sesuai dengan kemampuan pasien.
c. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.
Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan
kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan
8
kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier
diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan
penyulit menahun.
d. Obat: Oral hiplogemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik
tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka
dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik. Antidiabetik
oral merupakan obat yang ditambahkan bila setelah 4-8 minggu
upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas
200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi, obat ini bukan
menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan
obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes.
Sedangkan Insulin merupakan protein kecil dengan berat
molekul 5808 pada manusia pada pasien DM tipe 2 yang
memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak.
2. Pencegahan Diabetes Mellitus
Berdasarkan 3 level prevention terdapat 3 tingkatan pencegahan dalam
menanggulangi sebuah penyakit. 3 level pencegahan tersebut meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder serta pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
b. Pencegahan sekunder
10
Pemeriksaan ABI (Ancle Brachial Index) dilakukan menggunakan
alat Doppler vaskuler untuk mendeteksi komplikasi DM pada sistem
vaskuler serta dilakukan pemeriksaan mata kareana Diabetes
Melitus berpengaruh terhadap penurunan penglihatan penderita
Diabetes Melitus.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum
kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama
dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu
seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-
lain. Rehabilitasi medis tersebut didukung oleh sektor kesehatan
yaitu Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Rehabilitasi medik
tersebut dilakukan oleh seorang dokter yang berpengalaman pada
bidangnya.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme
kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan untuk
memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk
metabolisme dan pertumbuhan sel. Prevalensi angka Diabetes Melitus
yang cukup tinggi berdasarkan data dari Riskesdas ternyata dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Penyakit ini dapet dicegah dengan 3 level
prevention atau 3 level pencegahan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Bays, H., Chapman, R. dan Grandy, S. 2007. The Relationship of Body Mass Index
to Diabetes Mellitus, Hypertension, and Dyslipidaemia: Comparsion of
Data from Two National Surveys. Internasional journal of Clinical
practice, 61(5), pp.737-747.
Choi, B. dan Shi, F. 2001. Risk Factors for Diabetes Melittus by Age and Sex:
Results of the National Population Health Survey. Diabetologia
Journal, 44(10), pp.1221-1231.
Dinas Kominfo Jawa Timur. Masih Tinggi, Prevalensi Diabetes di Jawa Timur.
https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/masih-tinggi-prevalensi-
diabetes-di-jatim- [online]. (diakses tanggal 22 Oktober 2023).
Fatimah, N.R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4 (5), pp 93-101.
Nanda, D., O., Wiryanto, B.R., dan Triyono, A.E. 2018. Hubungan Kepatuhan
Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar Gula Darah pada
Pasien Perempuan Diabetes Mellitus. Amerta Nutrition, 2 (4), pp 340-
348.
14