Disusun Oleh :
IMAM AGEL SETIYAWAN
P27220020203
A. Latar Belakang
Diabetes melitus yang dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan
gejala pada seseorang dikarenakan kadar gula darah yang meningkat (glukosa), sehingga
pankreas bekerja kebih keras untuk memproduksi insulin guna menyeimbangkan kadar
gula di dalam darah (Dyah restuning, 2015). Diabetes melitus juga merupakan penyakit
metabolisme timbul dengan gejala yang khas, yaitu polidipsia, polifagia, dan poliuria
terkadang mengakibatkan penurunan berat badan (Perkeni, 2011). Diabetes melitus bisa
mengakibatkan gangguan Integritas Kulit disebabkan karena tingginya kandungan glukosa
sehingga darah menjadi pekat dan menyebabkan aliran darah tidak lancar sehingga dapat
memunculkan luka (Hermand, 2013).
Menurut WHO pada tahun 2014 terdapat 422 juta jiwa penderita Diabetes Melitus di dunia
diantaranya dialami oleh orang dewasa. Tingkat prevelensi global penderita Diabetes Melitus di
Asia Tenggara pada tahun 2014 sebesar 8,3% dengan jumlah 96 juta jiwa (International Diabetes
Federation, 2015). Jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia pada tahun 2015 dari data
Riskesdas sebanyak 3,9 juta jiwa (Fitri, 2015).
Diabetes Melitus merupakan penyakit dengan dampak serius, salah satunya Gangguan
Integritas Kulit karena adanya penyempitan pembuluh darah sehingga menimbulkan ulkus
diabetik (Maghfuri ali, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membuat Laporan kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Diabetes Melitus Dengan Ulkus
di Ruang Sakura 3B Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeratno Gemolong”
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada pasien Diabetes Melitus Dengan Ulkus di
Ruang Sakura 3B Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeratno Gemolong?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
D. Manfaat
a. Teoritis
Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan
sekaligus sebagai pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawata anak yang
dapat diaplikasikan dikalangan institusi terutama dalam pemberian Asuhan
Keperawatan pada pasien Diabetes mellitus dengan ulkus.
b. Praktis
1. Bagi Keluarga Klien
Meningkatkan pengetahuan bagi keluarga klien tentang perawatan pada
pasien Diabetes mellitus dengan ulkus
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dengan ini bisa sebagai masukan khususnya penatalaksanaan
Keperawatan pada pasien Diabetes mellitus dengan ulkus
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam melakukan Asuhan
Keperawatan Pada pasien Diabetes mellitus dengan ulkus.
4. Bagi Penulis
Sarana untuk meningkatkan kemampuan dalam pembuatan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Diabetes mellitus dengan ulkus dalam hal pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien dengan menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin merupakan hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia
atau kenaikan kadar gula darah, yaitu efek tidak terkontrol dari diabetes dalam waktu
panjang yang dapat menyebabkan kerusakan yang serius di beberapa sistem tubuh,
khususnya pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (kebutaan), ginjal
(gagal ginjal), syaraf (stroke) (WHO, 2011).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme karbohidrat lemak dan
protein yang berkaitan dengan defisiensi atau resistensi insulin secara absolute maupun
relatif yang bersifat kronis, ditandai dengan ciri khas peningkatan kadar Glukosa darah
atau Hiperglikemia diatas nilai normal, Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan
kerja insulin atau sekresi insulin didalam tubuh (Miharja, 2013, Awad dkk, 2013).
Glukosa darah dikatakan normal jika tidak melebihi 70- 126 mg/dl (Subekti, 2012).
B. Etiologi
Menurut teori yang ada di mana diabetes melitus biasanya didiagnosis pada orang
dewasa berusia 40 dan lebih tua. Diabetes berkembang sangat cepat di usia 45-64 tahun,
dan semakin meningkat pesat lagi pada orang dewasa diusia 65 dan lebih tua. Pada orang
lanjut usia akan alami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit yang keriput,
turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan
berbagai rasa, serta penurunan fungsi berbagai organ, termasuk fungsi homeostatis
glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti diabetes melitus akan lebih mudah terjadi
(Rahma, 2015). Selain itu, penyebab diabetes melitus yang utama yaitu mengkonsumsi
gula, pola makan, konsumsi minuman soda, kopi. Menurut teori dari Kementerian
kesehatan republic Indonesia (2015), mengatakan etiologi dari diabetes mellitus yaitu
kelebihan berat badan, sering stress, riwayat keturunan keluarga, kecanduan merokok, dan
makanan yang mengandung tinggi gula.
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes yang meliputi neuropati, penyakit
arterial, tekanan dan deformitas kaki. Faktor yang paling banyak menyebabkan ulkus
diabetik yaitu neuropati, trauma, dan deformitas kaki, yang sering disebut dengan Critical
Triad of Diabetic Ulcers. Penyebab lain dari ulkus diabetik yaitu iskemik, infeksi, edema,
dan kalus. Ulkus diabetik adalah penyebab tersering pasien yang harus diamputasi,
sehingga faktor tersebut juga termasuk dalam faktor predisposisi terjadinya amputasi
(Frykberg dalam Dafianto, 2016).
C. Klasifikasi
Diabetes Melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Diabetes Melitus tipe 1 (Diabetes tergantung pada insulin) Diabetes Melitus tipe 1
terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas sehingga tubuh mengalami kekurangan
insulin, sehingga penderita Diabetes tipe 1 akan ketergantungan insuli seumur hidup,
Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) faktor imunologik
dan faktor lingkungan (Hardianah, 2013).
2. Diabetes Melitus tipe tipe 2 (Diabetes Melitus tidak tergantung pada insulin) Diabetes
Melitus tipe 2 ini disebabkan insulin yang berada didalam tubuh tidak bekerja dengan
baik, bisa meningkat bahkan menurun , Diabetes tipe ini umum terjadi dikarenakan
oleh faktor resikonya yaitu malas olahraga dan obesitas, faktor yang mempengaruhi
Diabetes yaitu riwayat keluarga obesitas, gaya hidup dan usia yang lebih 65 tahun
memiliki resiko tinggi (Muhlisin, 2015).
Klasifikasi ulkus diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013) adalah
sebagai berikut:
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan utuh dengan adanya
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”.
b. Derajat I : Ulkus superfisial yang terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam yang menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa adanya selulitis.
f. Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian pada tungkai.
D. Patofisiologi
Diabetes melitus yaitu penyakit dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak karena insulin tidak bisa bekerja secara optimal, jumlah insulin tidak memenuhi
kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut terjadi karena 3 hal yaitu :
1. Kerusakan pada sel-sel beta pankreas yang dipengaruh dari luar seperti zat kimia, virus,
dan bakteri.
2. Kedua yaitu penurunan reseptor glukosa di kelenjar pankreas
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi sel beta pankreas berfungsi mengatur kadar glukosa darah dalam
tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas dalam
mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas akan tidak berfungsi optimal
sehingga mengakibatkan kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah
tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti penyakit autoimun
dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin atau resistensi insulin. Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan
insulin lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap
normal. Sensitivitas insulin dapat menurunkan glukosa darah dengan menstimulasi
pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati
menurun. Penurunan sensitivitas tersebut menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar
glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012). Kadar glukosa darah yang tinggi berakibat
pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini menyebabkan glukosa
darah masuk ke urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik ditandai dengan
pengeluaran urin berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan
sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan
rasa lapar meningkat (polifagia) sebagai kompensasi pada kebutuhan energi. Penderita
akan merasa mudah lelah dan mengantuk bila tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan
energi tersebut (Hanum, 2013).
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Diabetes Melitus Menurut (Rismayanthi, 2011).
Diabetes mellitus adalah sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai
dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan insulin baik
absolut atau relatif. Penyakit ini terjadi tidak memandang usia dan tidak membedakan
status sosial dari penderita. Gejala klinis yang khas pada diabetes melitus :
a. “Triaspoli” polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan), dan poliuri
(banyak kencing).
b. Keluhan sering kesemutan di bagian jari tangan.
c. Badan terasa lemas.
d. Berat badan menurun drastis
e. Gatal-gatal dan bila ada luka sulit sembuh.
f. Gangguan mata.
g. Disfungsi ereksi.
2. Gejala Diabetes Melitus Menurut (Nurarif, 2015 dengan Kusuma, 2017).
a. Kepala sakit.
b. Mata kunang – kunang.
c. Rasa haus, rasa lapar yang semakin besar.
d. Rasa mengantuk, meriang.
e. Badan lemas dan sering berkemih.
f. Rasa lelah.
3. Tanda dan gejala ulkus diabetik (Arisanti dalam Yunus, 2010), yaitu:
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki pada saat istirahat
c. Sensasi rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea
f. Kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal
g. Kulit kering.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2017), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu :
1. Postprandial dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka di atas 130
mg/dl tersebut mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat : Hb1C yaitu sebuah pengukuran dalam menilai kadar gula darah
selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% tersebut menunjukkan
diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral. Setelah melakukan puasa semalaman kemudian pasien
diberikan air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula
darah yang normal 2 jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah
diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada mesin glucometer.
Pemeriksaan ini hanya digunakan dalam memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan
di rumah.
Kriteria diagnosis Diabetus Melitus menurut Perkeni (2015) yaitu :
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa yaitu di mana kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dan beban glukosa 75 mg.
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Dalam diagnosis
berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP,
sehingga harus brhati-hati dalam membuat interpretasi. Kadar glukosa darah yang tidak
memenuhi kriteria normal dan tidak memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus yang
dikategorikan sebagai kategori prediabetes.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan diabetes melitus yaitu untuk mencegah komplikasi dan
menormalkan aktivitas insulin di dalam tubuh. Penatalaksanaan Diabetes Melitus terdiri
dari empat pilar yaitu edukasi, diet, latihan jasmani dan pengobatan secara farmakologi
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).
1. Edukasi
Tujuannya yaitu mendukung usaha pasien yang menderita diabetes melitus untuk
mengerti perjalanan ketika mengalami penyakitnya tersebut, mengetahui cara
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi yang timbul secara dini,
ketaatan perilaku pemantauan, dan pengelolaan penyakit secara mandiri, disertai
perubahan perilaku kesehatan yang diperlukan.
2. Diet
Diet standar yang dianjurkan dalam makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik, yaitu
a. Karbohidrat : 45-65 % total asupan energi
b. Protein : 10-20 % total asupan energi
c. Lemak : 20-25% kebutuhan kalori.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan
kegiatan jasmani dalam mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori
yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal x kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg
BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Pada dasarnya kebutuhan kalori
pada penderita diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus bisa memenuhi
kebutuhan aktivitas fisik maupun psikis dan mempertahankan berat badan agar
mendekati ideal.
3. Latihan Jasmani
Dengan tujuan, dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga dapat diperbaiki dengan olahraga. Penderita diabetes melitus harus
diajarkan selalu melakukan latihan fisik dan intensitas yang sama setiap harinya
(Brunner & Suddart, 2012).
4. Farmakologi
Dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu),
apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, maka perlu dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi dan sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan menurun cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
5. Non farmakologi
Dapat menggunakan obat-obatan herbal, misalnya dari tanaman atau buah-buahan.
Dalam penelitan, menggunakan pare sebagai pengobatan alternatif untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darah pada penderita atau pasien diabetes melitus.
Menurut Singh et al. dalam Dafianto (2016), perawatan standar ulkus diabetik idealnya
diberikan oleh tim multidisiplin dengan memastikan kontrol glikemik, perfusi yang
adekuat, perawatan luka lokal dan debridement biasa, off-loading kaki, pengendalian
infeksi dengan menggunakan antibiotik dan pengelolaan komorbiditas yang tepat.
Pendidikan kesehatan pada pasien akan membantu dalam mencegah ulkus dan
kekambuhannya.
a. Debridement
Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan dengan menghapus jaringan
nekrotik, partikulat, atau bahan asing, dan mengurangi beban bakteri. Cara konvensional
dengan menggunakan pisau bedah dan memotong semua jaringan yang tidak diinginkan
termasuk kalus dan eschar.
b. Dressing
Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry), dressing mempertahankan
kelembaban (hidrogel, hidrokoloid, hydrofibers, transparent films dan alginat) yang
menyediakan debridement fisik dan autolytic masing-masing dan dressing antiseptik
(dressing perak, cadexomer). Dressing canggih baru yang sedang diteliti, seperti gel
vulnamin yang terbuat dari asam amino dan asam hyluronic yang digunakan bersama
dengan kompresi elastis yang telah menunjukan hasil positif.
c. Off-Loading
Tujuan dari Off-loading yaitu mengurangi tekanan plantar dengan mendistribusikan
ke area yang lebih besar, untuk menghindari pergeseran dan gesekan, dan
mengakomodasi deformitas.
d. Terapi Medis
Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan penggunaan diet diabetes, obat
hipoglikemik oral dan insulin. Infeksi di jaringan lunak dan tulang menjadi penyebab
utama dari perawatan pada pasien dengan ulkus diabetik di rumah sakit. Gabapentin dan
pregabalin digunakan untuk mengurangi gejala nyeri neuropati diabetes melitus.
e. Terapi Adjuvan
Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular yang rusak pada ulkus
diabetik termasuk mengganti kulit dari sel kulit yang tumbuh dari sumber autologus
atau alogenik ke kolagen atau asam polylactic. Hieprbarik oksigen adalah terapi
tambahan untuk ulkus diabetik dan berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi.
Keuntungan terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis telah tercatat.
f. Manajemen Bedah
Manajemen bedah dapat dilakukan 3 cara yaitu wound closure (penutupan luka),
revascularization surgery, dan amputasi. Penutupan primer memungkinkan luka kecil,
kehilangan jaringan dapat ditutupi dengan bantuan cangkok kulit, lipatan atau pengganti
kulit yang tersedia secara komersial. Pasien dengan iskemia perifer yang memiliki
gangguan fungsional signifikan harus menjalani bedah revaskularisasi jika manajemen
medis gagal. Hal ini mengurangi risiko amputasi pasien ulkus diabetik iskemik.
Amputasi termasuk pilihan terakhir jika terapi-terapi sebelumnya gagal.
H. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut dan kronik, seperti :
1. Komplikasi akut:
Pada komplikasi akut yang paling sering dialami atau ditemui yaitu reaksi hipoglikemia
dan koma diabetik. Reaksi hipoglikemia yaitu gejala akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan lain-lain. Koma
diabetik timbul karena kadar glukosa dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya >600
mg/dl (Setiati S, dkk, 2014; Langlais, 2015).
2. Komplikasi kronik:
a. Komplikasi Makrovaskular
Terjadi karena aterosklerosis pada pembuluh darah besar meliputi penyakit jantung,
serebral dan arteri perifer. Manifestasi klinis komplikasi jantung meliputi rasa tidak
nyaman atau nyeri pada dada dan nafas diserta mual (diaforesis). Manifestasi
komplikasi serebral meliputi kebutaan pada salah satu mata, kelemahan pada satu sisi
tubuh, baal, kesulitan bicara, kebingungan, atau penglihatan ganda. Gejala penyakit
arteri perifer meliputi kram di bagian tungkai setelah berjalan dan kehilangan sensasi
denyut nadi yang tidak teraba pada ekstremitas yang terkena.
b. Komplikasi Mikrovaskular
Meliputi retinopati, nefropati dan neuropati diabetik. Retinopati diabetik ditandai
dengan penglihatan kabur karena perubahan permeabilitas pembuluh darah retina yang
mengakibatkan edema lalu akan kehilangan penglihatan secara mendadak (glukoma
dan ablasio retina). Nefropati diabetika berlangsung secara diam-diam dan bertahun-
tahun karena tanda dan gejala baru muncul setelah ada kerusakan jaringan renal
dengan persentase yang signifikan. Manifestasi klinis kerusakan renal berat meliputi
edema perifer, mual dan muntah, letih, gatal dan kenaikan berat badan (karena
penumpukan cairan). Manifestasi neuropati diabetik terjadi setelah diagnosis diabetes
melitus ditegakkan. Neuropati otonom mengakibatkan impotensi, gangguan saluran
cerna, disfungsi kandung kemih dan hipotensi ortostik (Chang E, Daly J, Elliot D,
2010; Langlais, 2015; hayati, 2015; Tandra, 2019).
c. Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati dan neuropati menyebabkan perubahan pada ekstermitas
bawah. Komplikasinya terjadi gangguan sirkulasi, infeksi, gangren, penurunan sensasi
dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadi trauma atau tidak
terkontrolnya infeksi yang dapat mengakibatkan gangren.
I. Pathways
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Data diri pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, No. register, diagnosa medis penanggung
jawab
b. Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang terdapat pada pasien Diabetes Melitus
b. Riwayat kesehatan sekarang
Hal yang berhubungan dengan keluhan utama, munculnya keluhan, tanggal
munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tiba-tiba),
perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat Penyakit yang dialami sejak dulu.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit menular atau keturunan atau
tidak
e. Riwayat psikososial
Riwayat klien dengan berat badan yang semakin meningkat atau menurun dan
membuat harga diri rendah
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan dan minum sehari-hari, makanan yang dikonsumsi, jenis, jumlah
dan masalah yang dirasakan.
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem
tubuhnya yang disebabkan oleh penyakit yang diderita.
c. Kebersihan diri
Upaya menjaga kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK.
d. Pola Aktivitas
Dilihat dari gerakan aktif dan keadaan anak, apakah lemas dan sering tertidur atau
beraktivitas dengan baik
e. Pola tidur
Dilihat dari pola tidur klien, apakah sering merasa kesakitan atau ada keluahan
sehingga tidak bisa tidur selama sakit
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum yang terdapat pada pasien Diabetes Melitus
b. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital pada klien meliputi; Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, SpO2
c. Berat badan
Berat badan klien selama sebelum dan saat sakit apakah terjadi penurunan berat
badan secara bertahap maupun secara signifikan
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala , penyebaran rambut, perubahan warna rambut
Palpasi : Ada atau tidak benjolan
e. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, konjugtiva anemis atau tidak, kondisi pupil, warna
sklera, lesi, edema
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung, kebersihan, ada tidaknya pernapasan cuping hidung,
perdarahan, apakah ada pembesaran polip
Palpasi : Ada tidaknya benjolan
g. Mulut :
Inspeksi : Bersih atau kotor, kelembaban, bau mulut, warna bibir, sianosis
h. Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada, simetris atau tidak, ada tidaknya sesak napas, lesi,
penggunaan otot bantu pernapasan
Perkusi : Suara dada saat diperkusi terdengar suara sono ataukah suara lainnya
Palpasi : Nyeri tekan, benjolan
Auskultasi : Suara yang terdengar vesikuler ronkhi, stridor, atau mengi atau
kanpola pernapasan, bunyi napas, HR, RR, bunyi jantung
i. Jantung
Inspeksi : Denyutan ictus cordis terlihat atau tidak
Perkusi : Suara yang terdengar saat diperkusi apakah pekak atau tidak
Palpasi : Batas-batas jantung teraba pada ICS keberapa
Auskultasi : Pola pernapasan, bunyi napas, HR, RR, bunyi jantung
j. Abdomen
Inspeksi : Permukaan dinding
Auskultasi : Menilai adanya bising usus,
Perkusi : Suara abdomen saat diperkusi, terdengar bunyi gas atau tidak
Palpasi : Ada atau tidak pembesaran limfa dan hati
k. Kulit
Inspeksi : Sianosis, turgor kulit, warna kulit, terdapat lesi atau tidak
l. Genetalia
Melakukan pemeriksaan untuk menemukan ada tidaknya gangguan pada area
genetalia
m. Anus
Melakukan pemeriksaan untuk menemukan ada tidaknya gangguan pada area anus
n. Ekstremitas
Pemeriksaan tonus otot, CRT, dan akral
o. Aktivitas Kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik. (D.0077)
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidaktepatan
pemantauan glukosa darah atau hormon insulin. (D.0027)
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan hormon insulin. (D.0019)
4. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer. (D.0129)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis. (D.0142)
6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
(D.0036)
7. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin.
(D.0009)
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. (D.0055)
C. Intervensi Keperawatan
No. DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
1. Kolaborasi pemberian
insulin
2. Kolaborasi cairan IV
3. Risiko defisit Setelah dilakukan tindakan Observasi
nutrisi keperawatan ...x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
berhubungan diharapkan risiko defisit 2. Monitor asupan
dengan hormon nutrisi teratasi dengan kriteria makanan
insulin (D.0019) hasil : 3. Monitor berat badan
1. Porsi makan yang
Teraupetik
dihabiskan meningkat
2. Perasaan cepat kenyang 1. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
menurun konstipasi
3. Berat badan membaik
Edukasi
4. Indeks masa tubuh (IMT)
1. Ajarkan diet yang
membaik diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antibiotic
1. Anjurkan berolahraga
rutin
2. Anjurkan menggunakan
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
3. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
1. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menghindari
makanan dan/ minuman
yang mengganggu tidur
3. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
Evaluasi sumatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Sholikan, Muhammad. 2020. “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES
MELITUS DENGAN MASALAH GANGGUAN INTEGRITAS KULIT DI RUMAH
SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG”. (online),
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/448/2/STIKESPW_Muhammad
%20Sholikan_fulltext.pdf, diakses 6 Desember 2021).
Ferawati,dkk. 2020. Hubungan Antara Kejadian Komplikasi Dengan Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Pasien Prolanis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Dander. Jurnal Ilmiah Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya. No 274.
www.journal.stikeshangtuah-sby.ac.id, diakses 6 Desember 2021).
Maryani. 2020. Chapter II, Klasifikasi dan Komplikasi Diabetes Melitus. No 24-28.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2364/6/Chapter2.pdf
Rahmasari, dkk. 2019. Efektivitas Memordoca Carantia (Pare) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan. No 59-60.
https://ojs.udb.ac.id/index.php/infokes/article/download, diakses 6 Desember 2021).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. A DENGAN ULKUS DM REGIO THORAX POSTERIOR
DI RUANG ELANG RSUD SIMO BOYOLALI
Disusun Oleh
P27220020203
2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 3 April 2022 pada Tn. A dengan ulkus DM diruang
elang RSUD Simo. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, observasi, dan rekam
medis pasien.
b. Kesehatan Keluarga
1) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada keluarga yang menderita diabetes
mellitus
2) Genogram
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah, dan meringis nyeri
b. Kesadaran
CM (Composmentis) ; Eye – Verbal - Motorik (4-5-6)
c. Tanda-tanda vital
- TD : 147/94 mmHg
- N : 118 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,6 ⁰ C
- SpO2 : 95%
- GDS : 133 mg/dL
Pemeriksaan P, Q, R, S, T
P (Provokator) : Ada benjolan
Q (Quality) : Terasa panas
R (Region) : punggung kiri
S (Severly) : skala 5
T (Time) : Terus menerus
d. Pemeriksaan Kulit
Warna kulit pasien sawo matang, turgor kulit baik, terdapat benjolan kemerahan dan
bengkak di punggung kiri
e. Pemeriksaan Kepala, Leher, dan Tengkuk
Kepala : bentuk kepala simetris, rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih
dan tidak ada lesi, pasien mengatakan kepala nya pusing
Mata : bentuk mata simetris dan tidak menggunakan alat bantu
pengelihatan, konjungtiva tidak anemis
Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip
Mulut : mukosa bibir lembab, warna bibir normal, mulut dan gigi bersih
Telinga : bentuk simestris, bersih, tidak mengeluarkan cairan, dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran
Leher : bentuk simetris, tidak terdapat benjolan, dan tidak ada nyeri ketika
menelan
Tengkuk : tidak ada benjolan
Kekuatan Otot
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
-Hematokrit 41.4 %
Index Eritrosit
-MCV 77.5 fl
-MCH 27.9 pg
-MCHC 36.0 %
-RDW-CV 12.3 %
-RDW-SD 34.8 fL
HITUNG JENIS
-Esinofil 2.7 %
-Basofil 0.4 %
-Neutrofil 79.9 %
-Lymfosit% 10.2 %
-Monosit 6.8 %
INDEKS TROMBOSIT
Fungsi Hati
-PDW 10.8 dL
-MPV 9.7 fL
-PCT 0.43 /
KIMIA
-HBsAg Negatif
6. Program Terapi
Infus Ringer laktat 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 2 gr/12 jam
Injeksi Antrain 2 ml/12 jam
Cek GDS
7. Analisis Data
DS :
1) Pasien mengatakan ada benjolan Defisit kurang terpapar
dipunggung kiri pengetahuan informasi
2) Pasien mengeluh nyeri dan panas pada
daerah benjolan
3) Pasien mengatakan bingung bisa ada
benjolan dipunggungnya
DO :
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111)
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah dibuktikan dengan resistensi insulin.
(D.0027)
C. Intervensi Keperawatan
menurun Edukasi:
Tanggal
1 2 Memonitor TTV S:
Minggu, 3 10.30 Pasien mengatakan
(D.0027)
April 2022 WIB bersedia dilakukan
pengukuran TTV
O:
Tanda - tanda vital
TD : 120/79 mmHg
S : 36,5 ⁰ C
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO₂ : 95%
E. Evaluasi Keperawatan
DX
1 S:
N : 118 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,6 ⁰ C
SpO2 : 95%
- Pemeriksaan P, Q, R, S, T
P (Provokator) : benjolan
Q (Quality) : panas dan nyeri
R (Region) : Punggung kiri
S (Severly) :5
A:
P:
Intervensi dilanjutkan