Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan

masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu Penyakit

Tidak Menular (PTM) yang menyita banyak perhatian salah satunya adalah

Diabetes Mellitus (DM). Di indonesia Diabetes Mellitus merupakan ancaman

serius bagi pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal

ginjal, gangren sehingga harus diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Depkes

RI,2010).

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

yang ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya (Perkeni, 2011). Klasifikasi Diabetes Mellitus ada 4 yaitu

diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus gestasional, dan

diabetes jenis lainnya.

Badan organisasi dunia World Health Organization (WHO) 2014, badwa

diabetes mellitus diperkirakan menjadi penyebab utama ke 7 kematian di dunia

pada tahun 2030. Jumlah kematian akibat diabetes mellitus di proyeksikan

meningkat lebih dari 50% dalam 10 tahun ke depan. Diabetes mellitus merupakan

salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi pada masyarakat. Data dari

studi global menunjukan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun

2014 telah mencapai 387 juta orang atau jumlah penderita diabetes mellitus ini

diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035 (WHO,2014).

1
Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk

semua umur menurut provinsi, Rikesdas 2018 di indonesia sebesar 1,5% dan di

banten 1,6%. berdasarkan hasil kunjungan puskesmas satu tahun terakhir dari

januari 2016- februari 2017 didapatkan hasil 591 penderita diabetes mellitus

dengan kisaran usia 45-60 tahun keatas yang datang ke puskesmas neglasari untuk

melakukan pengobatan.

Menurut KEMENKES RI,2014 Diabetes Melitus merupakan penyakit

yang memiliki komplikasi atau menyebabkan terjadinya penyakit lain yang paling

banyak. Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan

kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah.

Komplikasi diabetes dapat dicegah atau diperlambat dengan

mengendalikan kadar gula darah dalam batas normal dapat dilakukan dengan

farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis meliputi pemberian

insulin dan atau obat hiperglikemia oral dan terapi non farmakologis meliputi

pengendalian berat badan, olahraga/latihan fisik (misalnya senam diabetes dan

senam kaki diabetes), dan diet.

Senam kaki diabetes adalah latihan atau gerakan-gerakan yang dilakukan

oleh kedua kaki secara bergantian atau bersamaan untuk memperkuat atau

melenturkan otot-otot didaerah tungkai bawah terutama pada kedua pergelangan

kaki dan jari-jari kaki.(Damayanti,2015).

Berdasarkan hasil penelitian wibisono (2009) menunjukan bahwa latihan

senam kaki dapat memperbaiki sirkulasi darah, sehingga nutrisi kejaringan lebih

lancar memperkuat otot-otot kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi

2
keterbatasan gerak sendi yang seirng dialami oleh penderita diabetes mellitus.

Selain itu, dalam aktivitas fisik ini pengukuran kadar gula darah digunakan untuk

mengontrol adanya peningkatan pemakaina glukosa oleh otot yang aktif sehingga

dapat menurunkan kadar gula darah.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh senam kaki diabetes

terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien diabetes diwilayah kerja

puskesmas enemawira, didapatkan hasil yaitu adanya perbedaan yang bermakna

(terjadi penurunan). Besar sampel yang digunakan dalam populasi ini yaitu 56

orang menggunakan total sampling, dari hasil pengolahan data kadar gula darah

responden sebelum dilakukan senam kaki, diketahui bahwa kadar gula darah

seluruh responden adalah >200 mg/dl. Kadar gula darah yang relatif tinggi

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pola diet dan aktivitas. Kadar gula

darah responden sesudah melakukan senam kaki mencapai hasil 150-199 mg/dl

yang berjumlah 42 responden, dan kadar gula darah tetap atau >200 mg/dl

berjumlah 14 responden. Hal ini menggambarkan terjadinya perbaikan nilai kadar

gula darah setelah melakukan senam kaki.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

menerapkan senam kaki Diabetes Melitus untuk mengendalikan Kadar Gula

Darah Pada penderita Diabetes Melitus .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan teori bahwa senam kaki dapat mengendalikan kadar gula

darah pada penderita diabetes mellitus, Namun kenyataan nya di Puskesmas

Neglasari belum menerapkannya maka dari itu, rumusan masalah penelitian ini

3
adalah “Bagaimana Penerapan senam kaki Diabetes Mellitus untuk

mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah Kerja

Puskesmas Neglasari Kota Tangerang?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh senam kaki Diabetes Mellitus untuk mengendalikan

kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Neglasari Kota Tangerang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus

sebelum dilakukan senam diabetes mellitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Neglasari Kota Tangerang.

b. Mengidentifikasi gula darah pada penderita diabetes mellitus sesudah

dilakukan senam diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas

Neglasari Kota Tangerang.

c. Untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah pada penderita diabetes

mellitus antara sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki diabetes

mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Kota Tangerang.

4
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penderita Diabetes Mellitus

Dapat menambah wawasan pengetahuan,keterampilan dan menerapkan

senam kaki diabetes mellitus untuk mengendalikan kadar gula darah.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat memberikan masukan untuk menjadikan pertimbangan program

bagi pelayanan kesehatan dan perawat untuk menerapkan senam kaki

diabetes mellitus pada penderita diabetes mellitus untuk mengendalikan

kadar gula darah.

3. Bagi Pendidikan

Hasil Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan bahan pustaka bagi

Poltekkes Kemenkes Banten khususnya Program Studi DIII Keperawatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

(Purnamasari, 2015).

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidakseimbangan antara

ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin. Dalam kondisi normal

sejumlah glukosa dari makanan akan bersirkulasi didalam darah,

kadar glukosa dalam darah diatur oleh insulin,yaitu hormon yang

diproduksi oleh pankreas, berfungsi mengontrol kadar glukosa dalam

darah dengan cara mengatur pembentukan dan penyimpanan glukosa.

(Damayanti,2015).

2. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Faktor resiko diabetes mellitus menurut (priscilla,Karen, dkk

2016):

a. Keturunan

Riwayat diabetes mellitus pada orang tua dan saudara

kandung. Meski tidak ada kaitan HLA yang teridentifikasi, anak

dari penyandang diabetes tipe 2 memiliki peningkatan resiko 2-4

6
kali penyandang diabetes mellitus tipe 2 dan 30 5 resiko mengalami

intoleransi glukosa (ketidakmampuan memetabolisme karbohidrat

secara normal).

b. Ras atau Etnis

Pada orang-orang amerika di afrika mereka yang kulit

hitam lebih mudah terkena diabetes mellitus dibandingkan orang

yang berkulit putih.

c. Usia

Resiko terkena diabetes mellitus akan meningkat dengan

bertambahnya usia, terutama diatas 40 tahun, serta mereka yang

kurang gerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badannya

makin bertambah. Namun, belakangan ini, dengan makin banyanya

anak yang gemuk, angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada

anak dan remaja makin meningkat.

d. Obesitas

Obesitas di definisikan sebagai kelebihan berat badan

minimal 20% lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki

indeks massa tubuh (IMT) minimal 27kg/m2. kegemukan,

khususnya kegemukan viseral (lemak abdomen), dikaitkan dengan

peningkatan resistensi insulin.

e. Aktivitas fisik

Diabetes mellitus tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa

dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup

7
tidak sehat, seperti makan yang berlebihan (berlemak dan kurang

serat), kurang aktivitas fisik, dan stres. Diabetes mellitus tipe 2

dapat dikendalikan atau dicegah terjadinya melalui gaya hidup

sehat, seperti makanan sehat dan aktivitas teratur.

f. Riwayat diabetes gestasional

Wanita yang mempunyai diabetes gestasional atau

melahirkan bayi dengan berat badan >4,5 kg mempunyai resiko

untuk menderita diabetes mellitus tipe 2.

g. Infeksi

Pada kasus diabetes mellitus tipe 1 yang terjadi pada anak,

sering kali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang

berulang-ulang. Penyebabnya adalah infeksi oleh virus, seperti

campak, mumps, dan coxsackie, yang dapat merusak sel pankreas

dan menimbulkan diabetes mellitus.

h. Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik

mengharuskan individu berespon atau melakukan tindakan. Stres

dapat merubah pola makan, latihan fisik, dan penggunaan obat

yang biasanya dipatuhi, stres dapat menyebabkan hiperglikemia.

(Smeltzer & Bare,2008).

Stres dapat memicu terjadinya reaksi biokimia melalui

sistem neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama, dari respon stres

adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh

8
sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stres menetap maka

sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus

mensekresi corticotropin-releasing factor, yang menstimulasi.

Pituitari anterior memproduksi adenocorticotropic hormone

(ACTH). ACTH menstimulasi produksi kortisol, yang akan

mempengaruhi peningkatan kadar gula darah.

i. Penyakit lain

Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung

diikuti dengan tingginya kadar gula darah. Penyakit-penyakit itu

antara lain : hipertensi, radang sendi akibat kadar asam urat dalam

darah yang tinggi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit

pembuluh darah perifer.

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 sering kali terjadi pada masa kanak-kanak

dan remaja, tetapi dapat terjadi pada berbagai usia, bahkan pada usia 80-90

tahun. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa

darah), pemecahan lemak dan protein tubuh, dan pembentukan ketosis

(penumpukan badan keton yang diproduksi selama oksidasi asam lemak).

Diabetes mellitus tipe 1 terjadi akibat kerusakan sel beta islet langerhans

dipankreas. Ketika sel beta rusak, insulin tidak lagi diproduksi. meski

diabetes mellitus tipe 1 dapat diklasifikasikan baik sebagai penyakit

autoimun maupun idopatik, 90% kasus diperantarai imun. Penyakit ini

9
dimulai dengan insulitis, suatu proses inflamatorik kronik yang terjadi

sebagai respons terhadap kerusakan autoimun sel islet. Proses ini secara

perlahan merusak produksi insulin, dengan awitan hiperglikemia terjadi

ketika 80-90% fungsi sel beta rusak. Proses ini biasanya terjadi selama

periode praklinis yang lama. Diyakini bahwa baik fungsi sel alfa maupun

sel beta tidak normal, dengan kekurangan insulin dan kelebihan relatif

glukagon yang mengakibatkan hiperglikemia. (Purnamasari, 2015).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa

yang terjadi pada semua usia tetapi biasanya dijumpai pada usia paruh

baya dan lansia. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe paling umum.

Hereditas berperan dalam transmisi. Kadar insulin yang dihasilkan

diabetes mellitus tipe 2 berbeda-beda dan meski ada, fungsinya dirusak

oleh resistensi insulin dijaringan perifer. Hati memproduksi glukosa lebih

dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme dengan baik,

dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insulin yang kurang dari

yang dibutuhkan. Apapun penyebabnya terdapat cukup produksi insulin

untuk mencegah pemecahan lemak yang dapat menyebabkan ketosis,

sehingga diabetes mellitus tipe 2 digolongkan sebagai bentuk diabetes

mellitus non-ketosis. Namun, jumlah insulin yang tidak cukup untuk

menurunkan kadar glukosa darah melalui ambilan glukosa oleh otot dan

sel lemak.

10
Faktor utama perkembangan diabetes mellitus adalah resistensi

selular terhadap efek insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan,

tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan pertambahan usia. Pada

kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk

memengaruhi absorpsidan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka dan

jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara perlahan dan dapat

berlangsung lama sebelum diabetes mellitus didiagnosis, sehingga kira-

kira separuh diagnosis baru diabetes mellitus tipe 2 yang baru didiagnosis

sudah mengalami komplikasi. Terapi biasanya dimulai dengan program

penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas. Jika perubahan ini dapat

dipertahankan maka tidak dibutuhkan terapi lanjutan bagi banyak individu.

Medika hipoglikemia mulai diberikan saat perubahan gaya hidup tidak

cukup. sering kali, kombinasi insulin dan medikasi hipolikemik digunakan

untuk mencapai kontrol glikemik terbaik pada pasien dengan diabetes

mellitus tipe 2. (Purnamasari,2016).

c. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama

kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat

penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak

ditangani dengan benar. (Purnamasari,2015).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe lain ini sering ditemukan didaerah tropis dan

negara berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya

11
malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga zat sianida yang

terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber karbohidrat di

beberapa kawasan di asia dan afrika berperan dalam patogenesisnya.

Dijawa timur sudah dilakukan survei dan didapatkan bahwa prevalensi

diabetes di pedesaan adalah 1,47% sama dengan diperkotaan 1,43%.

(Purnamasari,2015).

4. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabetes

Mellitus diantaranya, menurut (Purnamasari, 2015):

a. Gejala khas Diabetes Melitus

1) Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria merupakan gejala berupa lebih seringnya buang air

kecil, terutama pada malam hari. Urin yang keluar akan lebih

banyak dari pada orang sehat, yaitu lebih dari 2.500 mL.

sedangkan dalam keadaan normal, volume urin berkisar antara

600-2.500 mL. tanda lain dari poliuria adalah apabila dilakukan tes

urine maka biasanya ditemukan glukosa.

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah meningkatnya jumlah air yang diminum

karena sering merasa haus. Pada orang sehat, dianjurkan untuk

minum 8 gelas dalam sehari. Akan tetapi, pada penderita diabetes

mellitus merasakan haus yang lebih sering sehingga akan minum

dalam jumlah yang banyak. Haus yang dirasakan tersebut

12
merupakan akibat dari ginjal yang menarik air dari dalam sel

sehingga terjadi dehidrasi sel. Dehidrasi sel ini yang

meneyebabkan mulut menjadi kering dan merasakan haus yang

lebih sering.

3) Timbul rasa lapar (Poliphagia)

Akibat kurangnya jumlah insulin atau terganggunya fungsi

insulin maka glukosa yang dihasilkan dari metabolisme makanan

tidak dapat diserap oleh sel tubuh. Akibatnya, penderita diabetes

mellitus akan merasa lemas, lelah, dan mengantuk. Saat itu, otak

memberikan respons dengan mengartikan dengan adanya rasa

lapar sehingga penderita diabetes mellitus akan lebih banyak

makan.

b. Gejala tidak khas Diabetes Melitus

1) Lemas

2) Kesemutan

3) Luka yang sulit sembuh

4) Gatal

5) Mata kabur

6) Disfungsi ereksi(pria), dan pruritus vulva(wanita).

5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Hiperglikemia yang dialami penderita diabetes yang disebabkan

oleh beberapa faktor, sesuai dengan tipe dari diabetes secara umum. DM

tipe 1 biasanyan ditandai oleh defisiensi insulin absolut karena kerusakan

13
sel beta pankreas akibat serangan autoimun. Diabetes ini paling sering

berkembang pada anak-anak, bermanifestasi pada pubertas dan memburuk

sejalan dengan bertambahnya usia. Untuk bertahan hidup diabetes ini

memerlukan insulin eksogen seumur hidupnya.

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gabungan dari resistansi perifer

terhadap kerja insulin dan respons sekresi insulin yang tidak adekuat oleh

sel beta pankreas (defisiensi insulin relatif). Kondisi tersebut dapat terjadi

karena beberapa faktor diantaranya genetik, gaya hidup, dan diet yang

mengarah pada obesitas. Resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin

akan mengawali kondisi DM tipe 2 dengan manifestasi hiperglikemia.

Kondisi hiperglikemia pada pasien DM tersebut bermanifestasi pada tiga

gejala klasik diabetes yaitu 3P (poliuria, polidipsia, dan polifagia).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Kadar glukosa plasma puasa lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl

(normal 70-110 mg/dl)2 .

b. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (normal <140mg/dl)2.

c. Gula darah postprandial >200mg/dl.

d. Hemoglobin glikolisis (HbA1c)meningkat.

e. Urinalisis dapat menunjukkan aseton atau glukosa.

14
7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Menurut (Tjokroprawiro, dalam ilmu penyakit dalam 2015):

a. Terapi nutrisi medis

Terapi nutrisis medis merupakan bagian penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan terapi nutrisi medis

adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim

(Dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta diabetisi dan

keluarganya). Setiap diabetisi sebaiknya mendapatkan terapi nutrisi

medis sesuai dengan kebutuhan guna mencapai sasaran terapi.

Terapi nutrisi medis ini pada dasarnya adalah melakukan

pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi, kebiasaan

makan dan kondisi atau komplikasi yang telah ada. Terapi nutrisi

medis dapat dipakai sebagai pencegahan timbulnya diabetes bagi

penderita yang mempunyai resiko diabetes, terapi pada penderita

yang telah terdiagnosa diabetes serta mencegah atau

memperlambat laju berkembangnya komplikasi diabetes.

b. Latihan fisik

Selama latihan fisik kebutuhan energi akan meningkatkan dan ini

dipenuhi dari pemecahan glikogen dan pembongkaran trigliserida,

asam lemak bebas dari jaringan adiposa serta pelepasan glikosa

dari hepar, kadar glukosa dipertahankan normal untuk memnuhi

kebutuhan energi otak selama latihan fisisk melalui mekanisme

hormonal. Menurunnya hormon insulin dan meningkatkan hormon

15
glukagon diperlukan untuk meningkatkan produksi glukosa hepar

selama latihan fisik dan pada latihan fisik yang lama akan terjadi

peningkatan hormon glukogan dan katekolamin. Namun pada

pasien diabetes melitus tipe 1 respons hormonal ini hilang, sebagai

dampaknya bila kadar insulin dalam sirkulasi rendah akibat terapi

yang tidak adekuat, pelepasan kontrainsulin yang berlebihan

selama latihan fisik akan meningkatkan kadar glukosa darah yang

memang sudah tinggi disertai dengan terbentuknya benda keton

dan ini akan mencetuskan terjadinya ketoasidosis diabetik.

Sebaliknya kadar insulin dalam darah yang tinggi akibat pemberian

insulin eksogen akan menurunkan bahkan mencegah meningkatnya

mobilisasi glukosa atau subrat lain selama latihan fisik sehingga

terjadi hipoglikemia.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanana non farmakologi yaitu

terapi nutrisi (diet), latihan fisik, pemantauan, dan pendidikan

kesehatan (smeltzer,et al, 2008):

a. Manajemen Diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada pasien diabetes

mellitus antara lain : mencapai dan mempertahankan kadar glukosa

darah dan lipid mendekati normal, mencapai dan mempertahankan

berat badan dalam batas normal atau ± 10% dari berat badan ideal,

mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas

hidup (suyono,2009). Bagi pasien obesitas, penurunan berat badan,

16
merupakan kunci dalam penanganan diabetes mellitus. Penurunan

berat badan ringan atau sedang (5-10% dari total berat badan) telah

menunjukkan perbaikan dalam mengontrol diabetes mellitus tipe 2.

Penatalaksanaan nutrisi dimulai dari menilai status gizi. Penilaian

status gizi dengan menghitung indeks masa tubuh

(IMT)=BB(Kilogram)/TB2(meter) untuk melihat apakah penderita

diabetes mellitus mengalami kegemukan atau obesitas, normal atau

kurang gizi. IMT normal pada orang dewasa antara 18,5-25

(Suyono,2009).

Penentuan status gizi

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT : BB (Kg)/ TB (M2)

a. IMT Normal Wanita : 18,5-23,5

b. IMT Normal Pria : 22,5-25

c. BB Kurang : <18,5

BB Lebih :

a. Dengan Resiko : 23,0-24,9

b. Obesitas I : 25,0-29,9

c. Obesitas II : 30,0

b. Latihan Fisik (Olahraga)

Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di

membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.

17
Latihan fisik yang rutin memelihara berat badan normal dengan indeks

massa tubuh (BMI) ≤25 (De Civita & Dasgupta,2010). Manfaat latihan

fisik adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin,

memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak

darah yaitu meningkatkan kadar HDL-Kolestrol dan menurunkan

kadar kolestrol total serta trigliserida. (Sudoyo, et al,2009). Jenis

latihan fisik yang dianjurkan adalah aerobik, jalan, jogging, berenang,

senam kaki dan bersepeda.(Soewondo & Subekti,2009).

c. Pemantauan (monitoring) kadar gula darah

Pemantauan kadar gula darah secara mandiri atau self-monitoring

blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah

hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi

komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat doanjurkan

bagi pasien dengan penyakit diabetes mellitus yang tidak stabil,

kecenderungan untuk mengalami ketosis berat, hiperglikemia, dan

hipoglikemia tanpa gejala ringan, kaitannya dengan pemberian insulin,

dosis imsulin yang diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa

darah yang akurat. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan

terapi insulin. (Smeltzer, et al,2008).

d. Terapi farmakologi

Tujuan terapi insulinadalah menjaga kadar gula darah normal atau

mendekati normal. Pada diabetes mellitus tipe 2, insulin terkadang

18
diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar

glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik, dan obat Hipoglikemia

Oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah dalam rentang normal.

Pada pasien diabetes mellitus tipe 2 kadang membutuhkan insulin

secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan,

pembedahan atau beberapa kejadian lainnya. (Smeltzer, et al,2008).

e. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien diabetes mellitus diperlukan

karena penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan perilaku

penanganan yang khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar

keteramplan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi

kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki

perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi

diabetik jangka panjang. Pasien harus mengerti mengenai nutrisi,

manfaat dan efek samping terapi, latihan dan perkembangan penyakit,

strategi pencegahan, teknik pengontrolan gula darah dan penyesuaian

terhadap terapi. (Smeltzer, et al,2008).

8. Komplikasi Diabetes Mellitus

Penyandang diabetes mellitus apapun tipenya, beresiko tinggi

mengalami komplikasi yang melibatkan banyak sistem tubuh yang

berbeda. Perubahan kadar glukosa darah, perubahan sistem

kardiovaskular, neuropati, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan

19
penyakit periodontal umum terjadi. Selain itu, interaksi dari beberapa

komplikasi dapat menyebabkan masalah kaki. ().

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) umum terjadi

pada penyandang diabetes mellitus tipe 1 dan terkadang terjadi

pada penyandang tipe 2 yang diobati dengan agens hipoglikemik

oral tertentu. Kondisi ini sering kali disebut syok insulin, reaksi

insulin, atau “penurunan” pada pasien diabetes mellitus tipe 1.

Hipoglikemia disebabkan oleh ketidaksesuain antara asupan insulin

(misalnya kesalahan dosis insulin), aktivitas fisik, dan kurang

tersedianya karbohidrat (misalnya melewatkan makanan). Asupan

alkohol dan obat-obatan seperti kloramfenikol (chloromycetin),

coumadin, inhibitor monoamin aksidase (MAO), probenesid

(benemid), salisilat, dan sulfonamid juga dapat menyebabkan

hipoglikemia.

Manifestasi hipoglikemia terjadi akibat respons

kompensatorik sistem saraf otonom (SSO) dan akibat kerusakan

fungsi serebral akibat penurunan ketersediaan glukosa yang dapat

dipakai oleh otak. Manifestasi berbeda-beda, khususnya pada

lansia. Awitannya mendadak dan glukosa darah biasanya kurang

dari 45-60 mg/dl. Hipoglikemia berat dapat menyebabkan

kematian.

20
Penyandang diabetes mellitus tipe 1 selama 4-5 tahun gagal

menyekresikan glukagon sebagai respons terhadap penurunan

glukosa darah. Mereka bergantung pada epinefrin yang befungsi

sebagai respons konterregulator terhadap hipoglikemia. Namun

respons kompensatorik ini dapat menghilang atau tumpul. Orang

tersebut mengalami sindrom yang disebut ketidaksadaran akan

hipoglikemia. Orang tersebut tidak menyadari manifestasi

hipoglikemia, meski terjadi. Karena terapi tidak dilakukan jika

tidak ada manifestasi maka orang tersebut cenderung mengalami

episode hipoglikemia berat.

2) Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis Diabetik adalah fenomena unik pada seorang

pengidap diabetes melitus akibat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan peningkatan hormon kontra regulator, yang

mengakibatkan lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya

benda-benda keton dengan segala konsekuensinya. KAD perlu

dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan perawatan yang

mahal.

3) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik

Ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar

hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi

akut/emergensi diabetes melitus (DM). sindrom HHNK ditandai

21
dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.

Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan

seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa

adanya ketosis.

Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka

waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan

gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan

penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10 %

kasus.

b. Komplikasi kronik

1) Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada pasien

diabetes yang disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam

berbagai tingkatan, sehingga menimbulkan gangguan penglihatan

mulai dari yang ringan sampai yang berat, bahkan sampai terjadi

kebutaan total dan permanen.

2) Nefropati diabetik

Nefropati diabetik ditandai dengan adanya

mikroalbuminuris (30 mg/hari, atau 2ug/menit) tanpa adanya

gangguan ginjal. Disertai dengan peningkatan tekanan darah

sehingga mengakibatkan menurunnya fitrasi glomelurus dan

akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Akhir-akhir ini

kaitan erat antara nefropati dan penyakit kardiovaskular dini, resiko

22
kardiovaskular meningkat seiring dengan albuminuria. Saat ini

nefropati diabetik merupakan satu-satunya penyebab paling sering

terjadinya gagal ginjal tahap akhir diseluruh dunia dan diketahui

sebagai faktor resiko independen untuk penyakit kardiovaskular.

Pada berbagai negara, termasuk negara timur tengah mayorits

pasien diabetes melitus yang menjalani terapi pengganti ginjal

menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus

tipe 1.

3) Kardiomiopati diabetik

Kardiomiopati diabetik adalah kelainan kardiovaskular

yang terjadi pada pasien diabetes melitus, ditandai dengan dilatasi

dan hipertrofi miokardium, penurunan fungsi sistolik dan diastolik

dari ventrikel kiri serta proses terjadinya tidak berhubungan dengan

penyebab-penyebab umum dari penyakit jantung seperti penyakit

jantung koroner, penyakit jantung katup dan penyakit jantung

hipertensif. Kardiomiopati diabetik dapat terjadi tanpa gejala

selama beberapa tahun sebelum timbul gejala-gejala dan tanda-

tanda klinis yang nyata. Stadium awal dari kardiomiopati diabetik

ditandai dengan perubahan patologik didalam interstisium

miokardium. Hiperglikemi kronik merupakan faktor penyebab

utama terjadinya kardiomiopati diabetik, karena dapat

menyebabkan kelainan di tingkat kardiomiosit yang pada akhirnya

akan menimbulkan gangguan struktur dan fungsi jantung.

23
4) Penyakit jantung koroner

Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien diabetes

melitus (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah penyakit

jantung koroner, yang merupakan salah satu penyulit

makrovaskular pada diabetes melitus. Penyulit makromaskular ini

bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai

organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada

pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi

kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia,

hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia, dan

atau hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses

koagulasi dan fibrinolisis. Pada pasien DM, resiko payah jantung

kongestif meningkat4-8 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya

disebabkan karena jantung istemik. Dalam beberapa tahun terakhir

ini diketahui bahwa pasien diabetes melitus dapat mempengaruhi

otot jantung secara independen.

Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri koroner

yang menyebabkan penyakit jantung istemik juga dapat terjadi

perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan

kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler

terjadi peningkatan gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma,

24
perubahan struktur troponin T dan peningkatan aktivitas piruvat

kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan

kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-

diastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.

5) Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi

insulin/sindrom metabolik dan sering menyertai diabetes melitus

tipe 2. Sedangkan pada pasien diabetes melitus tipe 1, hipertensi

dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi

ginjal yang ditandai dengan mikroalbuminuri. Adanya hipertensi

akan memperberat disfungsi endotel dan meningkatkan resiko

penyakit jantung koroner. Hipertensi disertai dengan peningkatan

stres oksidatif dan aktivitas spesies oksigen radikal, yang

selanjutnya akan memediasi terjadinya kerusakan pembuluh darah

akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas enzim SOD.

Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan resiko

terjadinya hipertensi. (Shahab,2015).

B. Senam Kaki

1. Pengertian senam kaki

Senam kaki merupakan latihan atau gerakan-gerakan yang

dilakukan oleh ke dua kaki secara bergantian atau bersamaan untuk

memperkuat atau melenturkan otot-otot di daerah tungkai bawah

25
terutama pada kedua pergelangan kaki dan jari-jari kaki.

(Damayanti,2015).

2. Tujuan utama senam kaki

a. Membantu melancarkan peredaran darah.

b. Memperkuat otot-otot kecil.

c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki.

d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha.

e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi.

f. Mencegah terjadinya luka.

3. Indikasi

Senam kaki ini dapat diberikan pada seluruh penderita diabetes

mellitus tipe 2 maupun 1. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien di

diagnosa menderita diabetes mellitus sebagai pencegahan dini.

4. Kontraindikasi

Orang yang depresi, cemas atau khawatir, tekanan darah tinggi

perlu diperhatikan sebelum melakukan senam kaki.

5. Langkah- langkah Senam Kaki Diabetik : (Damayanti,2015).

a. Periksa kadar gula darah sebelum melakukan latihan.

b. Duduk tegak disebuah bangku (tanpa sandaran), kedua kaki

menyentuh lantai, lepas alas kaki.

26
c. Gerakkan jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan

kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

d. Angkat ujung kaki, tumit tetap diletakkan diatas lantai. Turunkan

ujung kaki, kemudian angkat tumitnya dan turunkan kembali. Cara

ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian

dan diulangi sebanyak 10 kali.

e. Angkat kedua ujung kaki, putar kaki pada pergelangan kaki ke arah

samping. Turunkan kembali kelantai dan gerakkan ketengah,

sebanyak 10 kali.

f. Angkat kedua tumit, putar kedua tumit kearah samping. Turunkan

kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah, sebanyak 10 kali.

27
g. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari ke

depan turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan.

Ulangi sebanyak 10 kali.

h. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki

tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan

kembali ke lantai.

i. Angkat kedua kaki lalu luurskan. Ulangi langkah ke-8, namun

gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.

28
j. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Putar

kaki pada pergelangan ke arah luar. Turunkan kembali kedua kaki

ke lantai.

k. Luruskan salah satu kaki dan angkat lurus, putar kaki pada

pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0

hingga 9 lakukan secara bergantian.

l. Letakkan sehelai koran di lantai dan buka. Sobek menjadi dua

bagian. Satu bagian disobek sekecil-kecil mungkin dengan

menggunakan jari-jari kaki.

29
C. Konsep Keluarga

1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu

rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran

masing-masing, dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

(Bailon dan Maglaya,1978 dalam Sulistyo Andarmoyo,2012).

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri

dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa

orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan.(Depkes RI,1998 dalam

Andarmoyo,2012).

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami isteri, atau suami, isteri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya,

atau ibu dan anaknya.(UU No. 10 tahun 1992 dalam

Andarmoyo,2012).

2. Fungsi Keluarga

Dalam buku, (Herlinawati 2013) mengungkapkan ada beberapa

fungsi pokok dari keluarga, antara lain :

a. Friedman (1998) secara umum fungsi keluarga adalah sebagai

berikut :

30
1) Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain.

2) Fungsi Sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan

tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum

meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain

diluar rumah.

3) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan

generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat

untuk mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

5) Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi

untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

b. PP No. 21 Th. 1994 dan UU No. 10 Tahun 1992

1) Fungsi keagamaan

a) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan

tujuan hidup seluruh anggota keluarga.

b) Menerjemahkan agama ke dalam tingkah laku hidup

sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga.

31
c) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari

dalam pengalaman dari ajaran agama.

d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar

anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya

disekolah atau masyarakat.

e) Membina rasa, sikap, dan praktik kehidupan keluarga

beragama sebagai pondai menuju keluarga beragama

sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia

sejahtera.

2) Fungsi budaya

a) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma-norma, budaya masyarakat dan

bangsa yang ingin dipertahankan.

b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.

c) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang

anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai

pengaruh negatif globalisasi dunia.

d) Membina tugas-tugas keluarga sebagai yang

anggotanya dapat berperilaku yang baik sesuai dengan

norma bangsa indonesia dalam menghadapi tantangan

globalisasi.

32
e) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan

seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk

menjungjung terwujudnya norma keluarga kecil

bahagia sejahtera.

3) Fungsi cinta kasih

a) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah

ada antara keluarga kedalam simbol-simbol nyata secara

optimal dan terus menerus.

b) Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar

anggota keluarga secara kuantitatif dan kualitatif.

c) Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi

dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan

seimbang.

d) Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang

mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai

pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia

sejahtera.

4) Fungsi perlindungan

a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik

dari rasa tidak aman anggota keluarga baik dari rasa tiak

aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.

33
b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis

dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang akan

datang dari luar.

c) Membina dan menjadikan stabilitasi dan keamanan

keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia

sejahtera.

5) Fungsi reproduksi

a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana

pendidikan reproduksi sehat baik anggota keluarga

maupun bagi keluarga sekitarnya.

b) Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah

pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaaan

fisik maupun mental.

c) Mengamalkan reproduksi kaidah-kaidah reproduksi

sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan,

jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang

diinginkan dalam keluarga.

d) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai

modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia

sejahtera.

6) Fungsi sosialisasi

34
a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan

keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak

pertama dan utama.

b) Menyadari, merencanakan dan memnciptakan kehidupan

keluarga sebagai pusat tempat anak-anak dapat mencari

pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang

dijumpainya baik di lingkungan sekolah maupun

masyarakat.

c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang

hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan

kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang

tidak kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun

masyarakat.

d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi

dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat

positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua dalam

rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama

menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

7) Fungsi ekonomi

a) Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di

dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang

kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.

35
b) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi

keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara

pemasukan dan pengeluaran keluarga.

c) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar

rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga

berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.

d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai

modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan

sejahtera.

8) Fungsi pelestarian lingkungan

a) Mimbina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungan intern keluarga.

b) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungan ektern lingkunga.

c) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara

lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup

masyarakat sekitarnya.

d) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungan hidup keluarga menuju keluarga kecil

bahagia sejahtera.

3. Peran keluarga

36
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing antara lain

adalah :

c. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran pemberi

rasa aman bagi setiap anggota keluarga, sebagai produsen dan

juga sebagai anggota masyarakat tertentu, memberi nafkah

kepada keluarga (istri dan anak-anaknya), menjaga keamanan

keluarga.

d. Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik

anak-anaknya, pelindung keluarga dan keluarga dan juga

sebagai anggota masyarakat sosial.

e. Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan

perkembangan fisik, sosial, mental dan spiritual.

4. Tugas kesehatan keluarga

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga

mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan

dilakukan. Freeman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang

kesehatan yang harus dilakukan, yaitu (Harlinawati,2013):

a. Mengenal masalah kesehatan dalam keluarga

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga

secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab

37
keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu

segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan

seberapa besar perubahannya.

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan

keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang

mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan

tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan keluarga

maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah

kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan seyogyanya meminta bantuan orang

disekitar keluarga.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit atau

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat

usianya yang terlalu muda

Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga

memiliki kemampuan melakukan tindakan pertolongan

pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh

tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

38
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

D. Konsep Dasar Terkait Hasil Yang Diharapkan dari Tindakan Yang

Dilakukan

Penelitian yang dilakukan Rusli, dan Farianingsih (2015)

menunjukkan bahwa dari 20 responden didapatkan bahwa hari-1 sebelum

dilakukan senam kaki diabetik sebagian besar 70% (14 responden)kadar

gula darahnya pada interval 240-249 mg/dl. Dan terjadi penurunan kadar

gula darah setelah dilakukan senam kaki diabetik pada hari -3 sebagian

besar responden 70% (14 responden) kadar gula darahnya pda interval

230-239 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa senam kaki diabetik

berpengaruh terhadap kadar gula darah.

39
BAB III

METODOLOGI

A. Rancangan

Metodologi ini menggunakan rancangan deskriptif studi kasus, dengan

menerapkan suatu tindakan keperawatan yaitu senam kaki diabetes melitus

sesuai dengan kebutuhan pasien.

B. Subyek

Pasien pada studi kasus ini adalah pasien yang menderita Diabetes

Mellitus Tipe 1 maupun tipe 2 dengan masalah kadar gula darah >200

mg/dl.

C. Fokus Studi Kasus

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah untuk mengetahui perubahan

kadar gula darah pada pasien dengan diabetes melitus setelah dilakukan

penerapan senam kaki diabetik.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

40
Penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas Neglasari Kota

Tangerang.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari - Mei 2020.

E. SOP Tindakan Keperawatan

1. Senam kaki diabetik

a. Definisi senam kaki diabetik

Latihan atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kedua kaki

secara bergantian atau bersamaan untuk memperkuat atau

melenturkan otot-otot didaerah tungkai bawah terutama pada kedua

pergelangan kaki dan jari-jari kaki.

b. Tujuan senam kaki diabetik

1) Menurunkan gula darah

2) Memperkuat otot-otot kecil

3) Mencegah terjadinya kelainan pada bentuk kaki

4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi.

c. Rencana tindakan

Tindakan ini akan dilakukan pada pagi hari selama 30 menit,

dilaksanakan selama 3-5 kali dalam seminggu.

41
d. Persiapan klien

1) Pastikan identitas klien

2) Observasi kondisi klien, pastikan klien siap untuk melakukan

senam.

3) Pastikan kemampuan klien untuk melakukan senam.

e. Persiapan alat

1) Alat pengukur kadar gula darah.

2) Kursi (jika tindakan dilakukan dengan posisi duduk).

3) Kertas koran

f. Prosedur

1) Tahap pra interaksi

a) Siapkan klien untuk melakukan senam.

b) Menyiapkan alat.

2) Tahap orientasi

a) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien.

b) Menanyakan persetujuan atau kesiapan klien untuk

melakukan senam.

3) Tahap kerja

a) Cuci tangan

b) Periksa kadar gula darah sebelum melakukan senam

kaki.

42
c) Posisikan klien di atas kursi dengan kaki menyentuh

lantai, lepas alas kaki dan tidak menyandar dikursi.

d) Gerakkan jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas lalu

dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam

sebanyak 10 kali

e) Angkat ujung kaki, tumit tetap diletakkan diatas lantai.

Turunkan ujung kaki, kemudian angkat tumitnya dan

turunkan kembali. Cara ini dilakukan bersamaan pada

kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi

sebanyak 10 kali.

f) Angkat kedua ujung kaki, putar kaki pada pergelangan

kaki ke arah samping. Turunkan kembali kelantai dan

gerakkan ketengah, sebanyak 10 kali.

g) Angkat kedua tumit, putar kedua tumit kearah samping.

Turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah,

sebanyak 10 kali.

h) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan

jari-jari ke depan turunkan kembali secara bergantian ke

kiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

i) Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat

kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah

wajah lalu turunkan kembali ke lantai.

43
j) Angkat kedua kaki lalu luurskan. Ulangi langkah ke-8,

namun gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi

sebanyak 10 kali.

k) Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi

tersebut. Putar kaki pada pergelangan ke arah luar.

Turunkan kembali kedua kaki ke lantai.

l) Luruskan salah satu kaki dan angkat lurus, putar kaki

pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki

dari angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian.

m) Letakkan sehelai koran di lantai dan buka. Sobek

menjadi dua bagian. Satu bagian disobek sekecil-kecil

mungkin dengan menggunakan jari-jari kaki.

4) Tahap terminasi

a) Lakukan evaluasi : apakah klien dapat menyebutkan

kembali pengertian senam kaki, dapat menyebutkan

kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki dan memperagakan

sendiri teknik-teknik senam kaki secara mandiri, lihat pula

tindakan yang dilakukan klien apakah sesuai atau tidak

dengan prosedur, dan perhatikan tingkat pengetahuan klien

melakukan senam kaki.

b) dokumentasi

44
F. Tahap Studi Kasus

Tahap-tahap dalam pengumpulan data pada studi kasus ini adalah :

1. Melakukan permohonan perizinan untuk melakukan studi kasus

dengan Puskesmas.

2. Pengambilan data di Puskesmas sesuai penyakit terkait studi kasus.

3. Mendiskusikan dengan pembimbing Puskesmas dalam memilih klien

yang sesuai dengan kriteria subyek studi kasus.

4. Menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan.

5. Memberikan informed consent kepada responden dalam penerapan

aktivitas fisik senam kaki diabetik.

6. Membina hubungan saling percaya kepada klien.

7. Melakukan pengukuran kadar gula darah sebelum dilakukan tindakan.

8. Melakukan penatalaksanaan diabetes non farmakologi dengan

penerapan senam kaki diabetik.

45
9. Melakukan pengukuran kadar gula darah setelah dilakukan tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

46

Anda mungkin juga menyukai