Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian

Usia lanjut adalah lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur

lainnya (Depkes RI, 2018).

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu

proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade

(Notoatmodjo, 2012).

Istilah untuk lansia belum ada kata bakunya karena orang

mempunyai sebutan yang berbeda-beda. Ada yang emnyebutkan usia

lanjut (manula), golongan lanjut usia (glamur), usia lanjut (usila), bahkan

di Inggris orang biasa menyebutnya dengan istilah warga negara senior

(Kesehatan RI, 2015).

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) membagi lansia dalam

beberapa kategori, yaitu :

a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia 45 – 49 tahun

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun ke atas

7
8

c. Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / kegiatan yang

dapat menghasilkan barang / jasa

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga bergantung pada

bantuan orang lain.

3. Batas Lanjut Usia

Menurut Kemenkes RI (2015), ada empat batasan untuk umur Usia

Lanjut yaitu :

a. Kelompok Pertengahan Umur

Kelompok pertengahan umur adalah kelompok usia dalam masa

virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan

keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)

b. Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok usia lanjut dini adalah kelompok dalam masa prasenium,

yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)

c. Kelompok Usia Lanjut

Kelompok usia lanjut adalah kelompok dalam masa senium (65 tahun

keatas)
9

d. Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi

Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi adalah kelompok yang

berusia < 70 tahun (60-70 tahun) dan > 70 tahun, atau kelompok usia

lanjut yang tinggal sendiri, terpencil, tinggal dipanti, menderita

penyakit berat, atau cacat.

Dari batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Pra Lansia yaitu kelompok umur 45 – 59 tahun

b. Lansia yaitu kelompok umur 60 tahun ke atas

4. Teori Tentang Usia Lanjut

a. Teori Pengunduran Diri (Disenggagement)

Teori ini dikemukakan oleh Cumming dan Henry (2016). Teori

ini berpendapat bahwa semakin tinggi usia manusia akan diikuti secara

berangsur-angsur dengan semakin mundurnya interaksi sosial, fisik

dan emosi dalam kehidupan dunia. Ditandai dengan menarik diri yang

dilakukan oleh lansia dalam masyarakat, menurut pandangan ini,

menarik dirinya para lansia adalah normal karena lansia berfikir

mereka tidak dapat lagi memenuhi tuntutan masyarakat.

Demikian juga dnegan masyarakat mendapat keuntungan dari

pengunduran diri orang tua, sehingga orang muda dengan energi baru

dapat mengisi ruang yang ditinggalkan oleh orang tua. Terjadi proses

saling menarik diri atau pelepasan diri, aik individu dari masyarakat

maupun masyarakat dari individu. Individu mengundurkan diri karena

kesadarannya akan berkurangnya kemampuan fisik maupun mental


10

yang dialami, yang membawanya kepada kondisi berangsur-angsur

dalam ketergantungan, baik fisik maupun mental. Sebaliknya

masyarakat mengundurkan diri karena ia memerlukan orang yang lebih

muda yang lebih mandiri untuk mengganti ekas jejak orang yang lebih

tua (Cumming dan Henry, 2016).

b. Teori Aktivitas (Activity Theory)

Teori ini bertolak belakang dengan teori pertama. Dikemukakan

oleh Neuggarten dan teman-teman yang emnyatakan bahwa agar

Lanjut Usia berhasil, maka lanjut usia harus tetap seaktif mungkin,

semakin tua seseorang akan semakin memelihara hubungan sosial,

baik fisik maupun emosinalnya. Kepuasan dalam hidup usia lanjut

sangat tergantung keterlibatannya dalam berbagai kegiatan. Dengan

kata lain teori ini sangat mendukung para lansia dapat aktif dalam

berbagai kegiatan, bekerja dan sebagainya. Orang tua akan puas jika

mereka masih dilibatkan dalam berbagai kegiatan (Cumming dan

Henry, 2016).

c. Teori Kontinuitas (Continuity Theory)

Teori ini menekankan bahwa orang memerlukan tetap

memelihara satu hubungan antara masa lalu dan masa kini. Aktivitas

penting bukan hanya demi diri sendiri tapi demi yang lebih luas untuk

representasi yang berkesinambungan dari satu gaya hidup. Orang tua

yang selalu aktif dan terlibat akan membuat mereka menjadi bahagia

akan pekerjaan atau waktu luang yang sama dengan apa yang
11

dinikmati di masa lalu sebelum mereka pensiun (Cumming dan Henry,

2016).

B. Nyeri Sendi

1. Pengertian Nyeri Sendi

Nyeri adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang bersifat

subjektif karena perasaan nyeri pada setiap orang akan berbeda-beda

dalam hal skala atau tingkatannya (Rasyid, 2013).

Sendi adalah tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu yang

memungkinkan gerakan antar segmen dan pertumbuhan tulang serta

membuat segmentasi dari kerangka tubuh (Brunner dan Suddart, 2013).

Nyeri sendi adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang terjadi

pada pertemuan dua buah tulang atau lebih yang memungkinkan

pergerakkan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama

lain (Brunner dan Suddart, 2013)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, nyeri sendi adalah

keadaan yang tidak menyenangkan akibat pengapuran pada sendi atau

penyebab lain.

2. Penyebab Nyeri Sendi

Nyeri sendi pada lansia sering disebabkan oleh proses degeneratif

yang berhubungan dengan usia atau perubahan anatomic di persendian.

Nyeri sendi biasanya akan terjadi pada penderita penyakit rematik, gout,

osteoarthritis, dan osteoporosis.


12

Menurut Rasyid (2013), penyebab nyeri sendi yang paling sering

adalah radang sendi, trauma saat lampau, beban pada gerakan sendi yang

berulang-ulang, sikap tubuh yang salah, proses penuaan, ataupun karena

terlalu lama tak bergerak. Nyeri persendian akan makin memburuk jika

lemahnya otot akibat dari pengurangan atau membatasi gerakan.

Menurut Brunner dan Suddart (2013), nyeri sendi disebabkan oleh

peradangan, degeneratif, infeksi, metabolik, dan rematik. Ada beberapa

teori yang menjelaskan penyebab nyeri sendi antara lain:

a. Mekanisme imunitas

Pada penderita nyeri sendi memiliki auto antibody yang dapat disebut

sebagai faktor rematoid. Anti bodynya adalah faktor IgM yang

bereaksi terhadap perubahan IgG.

b. Faktor metabolik

Pada faktor ini, tubuh berhubungan erat dengan sistem autoimun

c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan

Nyeri sendi dapat diakibat oleh genetic dan dapat juga berhubungan

dengan masalah lingkungan yang buruk

d. Faktor usia

Proses menua dapat menyebabkan lanjut usia dapat beresiko akut

maupun kronik

Menurut Brunner dan Suddart (2013), pada lansia jaringan ikat

sekitar disekitar sendi akan mengalami penurunan elastisitas. Terjadi


13

degenarasi dan erosi pada kartilago dan kapsul sendi. Jaringan periartikuler

dan ligament kartilago mengalami penurunan elastisitas dan daya lentur.

3. Penatalaksanaan Nyeri Sendi

Nyeri sendi harus cepat didiagnosis untuk dapat membedakan

antara penyebab infeksi dengan penyakit peradangan lingkar sendi

rematik. Pada banyak kasus pemberian terapi yang spesifik sangat

diperlukan segera untuk menghindari akibat buruk yang menyertai

kerusakkan sendi (Brunner dan Suddart, 2013).

Menurut Rasyid (2013), untuk mengatasi nyeri sendi ini upaya

untuk meningkatkan daya tahan terhadap nyeri dengn cara biofeedback,

kompres hangat, obat gosok atau param (topical treatments) dapat dicoba.

Fisioterapi, tongkat penompang untuk berjalan, serta olahraga seperti yoga

atau tai chi dapat juga dicoba untuk mengatasi nyeri sendi ini.

Menurut Brunner dan Suddart (2013), pasien dengan nyeri sendi

dan disabilitas berat merupakan calon untuk penggantian sendi.

Penggantian sendi dapat pula dilakukan pada keadaan di mana terjadi

terputusnya asupan darah dan nekrosis avaskuler yang diakibtkannya.

Sendi yang biasaya diganti adalah lutut, pinggul, bahu, dan jari.

4. Skala Nyeri

Gambar 2.2
Skala Nyeri
14

Keterangan:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan: secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik

4-6 : Nyeri sedang: secara objektif klien mendesis, meneyeringai,

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik

7-9 : Nyeri berat: secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

peritah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat: klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

Memukul. (Brunner dan Suddart, 2013)

C. Osteoarthritis

1. Pengertian

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, yang

berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebrata, panggul, lutut dan

pergelangan kaki paling sering terkena OA (Setiati, 2017). Osteoartitis

(OA) juga bisa ditemukan pada lanjut usia dimana lansia merupakan

manusia yang memasuki tahap akhir kehidupan yang artinya segala

penyakit yang bersangkutan dengan perubahan patologis tubuh bisa

dialami karna pada proses penuan ini ditandai dengan gagalnya


15

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi sters psikologis (Brunner

dan Suddart, 2013). Dan menurut WHO dalam buku setianto 2014

menggolongkan lansia sebagai berikut :

a. Usia pertengahan : 45-59 tahun

b. Lanjut usia : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua : 75-90 tahun

d. Sangat tua : >90 tahun

Osteoartitis (OA) juga dikenal sebagai penyakit degenaratif sendi

atau OA, adalah gangguan sendi yang paling sering terjadi dan paling

sering menyebabkan ketidakmampuan. Osteoartitis dicirikan dengan

hilangnya kartilago sendi secara prgresif. Selain usia, faktor resiko untuk

osteoartritis mencakup gangguan kongenital dan gangguan perkembagan

di pinggul, obesitas, kerusakan sendi sebelumnya, penggunaan berulang

(okupasional dan rekreasional), deformitas anatomik, dan kerentanan

genetik. OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan sekunder

(terjadi akibat cedera sendi sebelumnnya atau penyakit inflamasi).

Obesitas, selain menjadi faktor resiko OA, meningkatkan gejala penyakit

tersebut. OA mencapai puncaknya antara dekade kehidupan kelima dan

keenam (Brunner dan Suddart, 2013)

OA terbanyak didapatkan pada sendi lutut. Lutut adalah sendi yang

paling banyak dipakai bergerak, saat berjalan, duduk, jongkok dan

memanjat. Progresifitas OA lutut membutuhkan waktu bertahun-tahun,

sebab sekali terjadi sendi dapat berada pada kondisi yang tetap selama
16

beberapa tahun. OA merupakan penyebab utama rasa sakit dan

ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya (Setiati,

2017).

Menurut Setiati (2017) bahwa gambaran Radiografi sendi yang

menyokong diagnosis osteoarthritis penyempitan celah sendi yang

seringkali asimetris, peningkatan densitastulang subkondral (sklerosis),

kista pada tulang, osteofit pada pinggir sendi dan perubahan struktur

anatomi sendi.

2. Etiologi

Menurut Setiati (2017) etiologi dari osteoarthritis dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu Osteoarthritis primer dan Osteoarthritis sekunder.

Osteoarthritis primer merupakan osteoarthritis ideopatik yaitu OA yang

kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit

sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan

osteoarthritis sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan

endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro, dan

makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering

ditemukan dibanding OA sekunder. Osteoarthritis memiliki etiologi

multifaktoral, yang terjadi karena karena interaksi antara faktor sistemik

dan lokal. Usia, jenis kelamin perempuan, berat badan, dan obesitas,

cedera lutut, penggunaan sendi berulang, kepadatan tulang, kelemahan

otot, dan kelemahan sendi memainkan peran dalam pengembangan OA

sendi.
17

3. Klasifikasi

Menurut Brunner dan Suddart (2013) dalam pemeriksaan radiologi

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Grade 0 : normal, tidak tapak adanya tanda-tanda Osteoarthritis pada

radiologi.

b. Grade 1 : Ragu-ragu tanpa osteofit

c. Grade 2 : Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.

d. Grade 3 : Sedang, terdaat ruang antar sendi yang cukup besar.

e. Grade 4 : Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi

yang lebar dengan sclerosis pada tulang subchondral

Gambar 2.1
Klasifikasi OA
18

4. Patofisiologi

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses

ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini

sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan

homoestasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas

mekanis dan kimiawi pada sinova sendi yang terjadi multifaktorial antara

lain karena faktor umur, stres, mekanisme atau penggunaan sendi yang

berlebihan, defek anatomik, obeitas, genetik, humoral dan faktor

kebudayaan (Setiati, 2017). Selain itu kasus Osteoarthritis juga

disebabkan oleh faktor kelainan struktural yang ada di sekitar persendian.

Pada kartilago, terdapat kerusakan yang diakibatkan oleh cacat kolagen

tipe 2 dan beberapa kondropati lainnya, dimana mutasi akan

mempengaruhi protein pada kartilago yang terkait, sehingga menyebabkan

osteoarthritis berkembang semakin cepat. Pada struktur ligamen, terdapat

kerusakan pada ACL atau cedera gabungan yang melibatkan ligamen ko

lateral, sehingga ndapat meningkatkan resiko kehilangan tulang rawan.

Kemudian pada struktur meniskus, terdapat ekskrusi meniskus, yaitu

kondisi hilangnya tulang rawan yang diakibatkan oleh penyempitan ruang

sendi dalam waktu yang lama dan terabaikan, hal tersebut juga merupakan

penyebab utama OA. Kemudian pada struktur tulang, terdapat trauma

tulang atau predispoisisi yang menyebabkan tekanan menjadi abnormal.


19

5. Tanda dan Gejala

Nyeri pada osteoathritis biasanya meningkat ketika penderita

melakukan aktifitas an berkurang ketika beristirahat. Ostoarthritis yang

lebih lanjut dapat menybabkan nyeri pada saat beristirahat dan di malam

hari, sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan dalam tidur karena nyeri

yang semakin meningkat. Menurut Hunter dkk (2014) gejala utama yang

menunjukkan adanya diagnosis osteoarthritis meliputi:

a. Nyeri pada persendian yang terkena

b. Mengurangi fungsi dari sendi yang terkena

c. Kekakuan (durasinya pendek, sendi terasa kaku saat lama tidak

digunakan,namun kekakuannya hanya sebentar)

d. Ketidakstabilan sendi

e. Penderita biasanya mengeluhkan gerakan sendi yang berkurang,

deformitas, pembengkakan, krepitasi, banyak terjadi pada usia lanjut

>40 tahun

f. Apabila nyerinya terlalu lama maka nyeri tersebut berkaitan dengan

tekanan psikologis

6. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang

paling umum di dunia. Brunner dan Suddart (2013) melaporkan bahwa

satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA.

OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang

dewasa. Orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak


20

22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23%

menderita OA. Pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati

menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang

terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2%

dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

7. Manifestasi Klinis

Menurut Brunner dan Suddart (2013) bahwa manifestasim klinis

untuk osteoartritis yaitu :

a. Nyeri, kaku, dan kerusakan / gangguan fungsional meriupakan

manifestasi klinis primer

b. Kaku paling sering terjadi di pagi hari setelah bangun tidur. Kaku

biasnaya berlangsung kurang dari 30 menit dan dapat berkurang

dengan pergerakan.

c. Kerusakan fungsional disebabkan oleh nyeri saat bergerak dan

terbatasnya gerakan sendi ketika terjadi perubahan struktural.

d. Osteoartritis lebih sering terjadi pada sendi yang menopang berat

badan (pinggul, lutut, tulang belakang servikal dan lumbal) sendi jari

tangan juga dapat terganggu.

e. Mungkin terdapat nodus yang menonjol (tidak nyeri kecuali jika

mengalami inflamasi)

8. Diagnosis

Menurut Brunner dan Suddart (2013) bahwa diagnosis untuk

osteoartritis yaitu :
21

a. Pemeriksaan foto ronsen (Sinar X) menunjukkan penyempitan ruang

sendi dan osteofit (taji) di tepi sendi dan tulang subkondral. Kedua

temua ini sama-sama bersifat sensitif dan spesifik.

b. Terdapat korelasi yang lemah antara nyeri sendi dan sinovitis.

c. Pemeriksaan darah tidak berguna dalam mendiagnosis penyakit ini.

9. Faktor Resiko

Menurut Setiati (2017) adapun beberapa faktor resiko yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya OA, antara lain:

a. Umur

Peningkatan kelemahan disekitar sendi, penurunan kelenturan

sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit

disebabkan oleh proses penuaan, yang semuanya mendukung

terjadinya OA.

Peningkatan OA lutut ini terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.

Prevalensi OA lutut akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia

dengan rata-rata usia pada lakilaki 59,7 tahun dan rata-rata usia pada

perempuan 65,3 tahun (Nursarifah.R 2011).

b. Jenis Kelamin

Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih

tinggi dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun

prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibanding laki-laki.

OA lutut umumnya terjadi dua kali lipat pada perempuan dibanding

laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah


22

menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada usia

50-80 tahun wanita mengalami pengurangan hormone estrogen yang

signifikan (Nursarifah R, 2011).

c. Suku Bangsa

OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli

(Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan

dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi

kelainan kongenital dan pertumbuhan.

d. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya,

pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang

distal (nodus heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-

sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3

kali lebih sering daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari

wanita tanpa OA tersebut.

e. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko terkuat yang dapat

dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan tertumpu pada

sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban

sendi lutut saat berjalan. Obesitas pada orang dewasa dapat ditemukan

dengan menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). Resiko

terjadinya OA akan meningkat sebanyak 9-13% pada individu dengan

peningkatan 1 kg berat badan. Menurut penelitian yang dilakukan


23

Marks dengan Metode Cohort dilaporkan bahwa terdapat setidaknya

80% penderita OA yang obesitas dengan IMT yang lebih tinggi

mengalami nyeri lebih dari individu dengan IMT yang lebih rendah.

Setiap penurunan berat 5 kg akan mengurangi faktor resiko OA

dikemudian hari sebesar 50%. Demikian juga peningkatan resiko

mengalami OA lutut yang progresif tampak pada orang-orang yang

kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan

meningkatkan prognosa menjadi lebih buruk (Nursarifah R, 2011).

f. Aktivitas Fisik

Aktivitas dan latihan yang normal tidak menyebabkan OA,

tetapi bila aktivitas tersebut dilakukan sangat berat, berulang atau

pekerjaan yang menuntut fisik seseorang dapat meningkatkan resiko

OA (Nursarifah R, 2011).

Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap

hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat

barang berat (10 – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu),

mendorong objek yang berat (10 – 50 kg selama 10 kali atau lebih

setiap minggu), dan naik turun tangga setiap hari. Pekerjaan dan

olahraga yang berat dapat meningkatkan resiko OA lutut. Penelitian

HANES I menyebutkan bahwa pekerja yang sering membebani sendi

lutut mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan pekerja yang

jarang membebani sendi lutut (Nursarifah R, 2011).


24

g. Kebiasaan Kerja dengan Beban Berat

Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang

menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. Prevalensi lebih

tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan

penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak

menggunakan kekuatan lutut. Penambahan 1kg meningkatkan resiko

terjadinya OA sebesar 10%. Karena pembebanan lutut dan panggul

dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligament, dan

dukungan structural lain (Nursarifah R, 2011).

h. Riwayat Trauma Lutut

Trauma dapat mengakibatkan rusaknya rawan sendi, baik yang

bersifat trauma akut maupun trauma berulang yang melebihi kekuatan

otot dan tendon periartikular. Trauma lutut yang akut termasuk

robekan pada ligamentun krusiatum dan meniscus merupakan faktor

resiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham menemukan bahwa

orang dengan riwayat trauma lutut memiliki resiko 5-6 kali lipat lebih

tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada

kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan

yang lama dan pengangguran (Nursarifah R, 2011).

10. Pencegahan

Menurut Brunner dan Suddart (2013) bahwa tindakan pencegahan

untuk osteoartritis yaitu :

a. Penurunan berat badan

b. Pencegahan cedera
25

c. Skrining perinatal untuk penyakit pinggul kongenital

d. Modifikasi ergonomi

11. Terapi Osteoartritis

Menurut Setiati (2017) adapun pengelolaan OA berdasarkan atas

distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang

terkena, pengelolaannya terdiri dari 3 hal, yaitu, terapi farmakologi, terapi

non farmakoklogi, dan terapi bedah.

a. Terapi Famakologi

Menurut Brunner dan Suddart (2013), adapun terapi

famakologi untuk osteoartritis yaitu :

1) Asetaminofen; obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)

2) Penyekat enzim COX-2 (untuk pasien yang beresiko tinggi

mengalami perdarahan GI)

3) Opioid dan kortikosteroid intra-artikular

4) Analgesik topikal seperti kapsaisin dan metil salisilat

5) Pendekatan terapeutik lain : glukosamin dna kondroitin;

viskosuplementasi (injeksi asam hialuronat per intra artikular)

b. Terapi non-farmakologi

Menurut Setiati (2017), adapun terapi non-famakologi untuk

osteoartritis yaitu :

1) Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar

pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang

dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin

parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai.


26

2) Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit.

Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap

dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang

sakit.

3) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang

memperberat OA.Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga

agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan

berat badan apabila berat badan berlebih.

4) Terapi farmakologis

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa

nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan

mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan

sendi.

5) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-

2 (COX-2), dan Asetaminofen. Untuk mengobati rasa nyeri yang

timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2

dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun

karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada

asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama

dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk


27

mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara

mengombinasikannya dengan menggunakan inhibitor COX-2.

6) Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obat-

obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari

kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk dalam

kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin

sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.

c. Terapi Bedah

1) Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus

2) Arthroscopic debridement dan joint lavage

3) Osteotomi

4) Astroplasti sendi total

12. Penatalaksanaan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien osteoartritis pada umumnya sama seperti

rencana asuhan dasar untuk penyakit reumatik. Menangani nyeri dan

mengoptimalkan kemampuan fungsional adalah tujuan utama intervensi

keperawatan, dan membantu pasien memahami proses penyakit dan pola

gejala sangat penting dalam perencanaan asuhan. Menurut Brunner dan

Suddart (2013), adapun penatalaksaan keperawatan osteoartritis yaitu :

a. Bantu pasien dalam mengatasi obesitas (penurunan berat badan dan

peningkatan aktivitas aerob) dan masalah atau penyakit kesehatan lain,

jika relevan.
28

b. Rujuk pasien untuk mendapat terapi fisik atau program latihan fisik.

Latihan seperti berjalan harus dimulai pada level sedang dan

ditingkatkan secara bertahap.

c. Sediakan dan dorong penggunaan alat bantu berjalan seperti tongkat

dan alat berjalan lain sesuai indikasi.

D. Konsep Senam Rematik

1. Pengertian Senam Rematik

Senam rematik merupakan salah satu metode yang praktis dan efektif

dalam memelihara kesehatan tubuh. Gerakan yang terkandung dalam

senam rematik adalah gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis

karena rangkaian gerakannya dilakukan secara teratur dan terorganisasi

bagi penderita rematik (Nugroho, 2018).

Senam rematik dapat mengatasi rasa nyeri, meningkatkan daya tahan

tubuh dan kesehatan secara menyeluruh. Inti dari senam rematik adalah

mempertahankan lingkup gerak sendi secara maksimal. Senam Rematik

dapat membantu memberi perasaan tenang, perasaan senang, dan dapat

mengurangi ketegangan karena saat senam ini dilakukan kelenjar pituitari

menambah produksi beta-endorfin di dalam darah sehingga dapat

mengakibatkan denyut jantung dan denyut nadi menurun sehingga

mengurangi nyeri yang merupakan penyebab kekakuan sendi (Nugroho,

2018).
29

2. Tujuan Senam Rematik

Menurut Purwoastuti dan Endang (2014) menyebutkan bahwa tujuan

dari senam rematik yaitu :

a. Mengurangi nyeri pada penderita rematik

b. Menjaga kesehatan jasmani menjadi lebih baik.

3. Keuntungan Senam Rematik

Menurut Purwoastuti dan Endang (2014) menyebutkan bahwa

keuntungan atau manfaat dari senam rematik yaitu :

a. Tulang menjadi lebih lentur.

b. Otot-otot akan menjadi tetap kencang.

c. Memperlancar peredaran darah.

d. Memperlancar cairan getah bening.

e. Menjaga kadar lemak tetap normal.

f. Jantung menjadi lebih sehat.

g. Tidak mudah mengalami cedera.

h. Kecepatan reaksi menjadi lebih baik

4. Tahapan Senam Rematik

Menurut Purwoastuti dan Endang (2014) menyebutkan bahwa senam

rematik terdiri dari 4 tahapan yaitu :

a. Tahap Pemanasan

Tahapan pemanasan ini bertujuan untuk mempersiapkan diri

secara fisiologis dan psikologis sebelum dilakukan latihan dan untuk

meningkatkan suhu tubuh secara bertahap memulai gerakan otot-otot

besar dimulai dari kepala hingga tubuh bagian bawah.


30

b. Tahap Latihan Inti I

Tahap ini bisa disebut tahap aerobic ringan. Tahap ini bertujuan

untuk melatih kerja jantung dan paru-paru, melatih koordinasi gerak,

menguatkan otot-otot besar, dan melatih keseimbangan tubuh.

c. Tahap Latihan Inti II

Pada tahap ini dapat menggunakan dua alat, yaitu

menggunakan bola-bola kecil dan menggunakan bola besar.

d. Tahap Pendinginan

Pada tahap ini melakukan peregangan otot dari tubuh bagian

atas hingga bagian tubuh bagian bawah.

5. Cara Melakukan Senam Rematik

a. Gerakan Duduk

1) Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga, putar ke depan dan

ke belakang.

2) Bungkukan badan, kedua lengan meraih ujung kaki lantai.

3) Angkat kedua sisi sejajar dada, tarik ke depan dada.

4) Angkat paha dan lutut secara bergantian, kedua lengan menahan

tubuh.

5) Putar tubuh bagian atas ke samping kanan dan kiri, kedua lengan di

atas pinggang.

b. Gerakan berbaring atau tidur

1) Bentangkan kedua lengan dan tangan, ambil nafas dalam-dalam

dan hembuskan.
31

2) Kedua tangan di samping tekuk siku dan tangan mengepal.

3) Tangan di luruskan ke atas lalu tepuk tangan

4) Tekuk sendi panggul dan tekuk lutut dengan kedua tangan tarik

sampai di atas dada.

5) Pegang erat kedua tangan di atas perut, tarik ke belakang kepala

dan ke bawah.

6) Angkat tungkai bawah bergantian dengan bantuan kedua tangan

E. Intervensi

Nyeri sendi pada lansia yang berhubungan dengan osteoartritis ditandai

dengan pernyataan nyeri pada persendian, mengurangi fungsi persendian, dan

kekakuan sendi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan lansia

dapat mengontrol nyeri

Kriteria hasil :

1. Lansia dapat mengetahui penyebab nyeri

2. Skala nyeri berkurang

3. lansia melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menejemen nyeri

Intervensi :

1. Kaji nyeri meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensita,

factor presipitasi

2. Kaji isyarat non verbal dari ketidak mampuan berkomunikasi secara

efektif
32

3. Gunakan komunikasi terapetik agar dapat mengekspresikan nyeri

4. Beri informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi,

dan tindakan pencegahan

5. Evaluasi dari tindakan mengontrol nyeri

6. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi ( misalnya: relaksasi,

terapi music, distraksi, aplikasi panas dingin, massase, peregangan /

olahraga)

7. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri

Anda mungkin juga menyukai

  • ALHAMDULILLAH
    ALHAMDULILLAH
    Dokumen46 halaman
    ALHAMDULILLAH
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Kritis Pda
    Kritis Pda
    Dokumen12 halaman
    Kritis Pda
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • BAB I Bebat-1
    BAB I Bebat-1
    Dokumen3 halaman
    BAB I Bebat-1
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 5.2. Jamban Keluarga
    5.2. Jamban Keluarga
    Dokumen3 halaman
    5.2. Jamban Keluarga
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Chest Thrust
    Chest Thrust
    Dokumen2 halaman
    Chest Thrust
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Ulkus
    Bab Iii Ulkus
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii Ulkus
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Desa Siaga
    Desa Siaga
    Dokumen8 halaman
    Desa Siaga
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Askep Tersedak
    Askep Tersedak
    Dokumen5 halaman
    Askep Tersedak
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen2 halaman
    Analisa Data
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 1 Lembar Konsul Fix
    1 Lembar Konsul Fix
    Dokumen2 halaman
    1 Lembar Konsul Fix
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Bu Nia
    Bu Nia
    Dokumen5 halaman
    Bu Nia
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Lampiran
    Lampiran Lampiran
    Dokumen4 halaman
    Lampiran Lampiran
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Dokumen10 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Ariie Purnayani
    50% (2)
  • Chest Thrust
    Chest Thrust
    Dokumen2 halaman
    Chest Thrust
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 40097
    40097
    Dokumen7 halaman
    40097
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 5.3. Polusi 2
    5.3. Polusi 2
    Dokumen8 halaman
    5.3. Polusi 2
    Ni Putu Rika Melyana
    Belum ada peringkat
  • 5.2. Jamban Keluarga
    5.2. Jamban Keluarga
    Dokumen3 halaman
    5.2. Jamban Keluarga
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Demografi
    Demografi
    Dokumen4 halaman
    Demografi
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 5.2. Jamban Keluarga
    5.2. Jamban Keluarga
    Dokumen3 halaman
    5.2. Jamban Keluarga
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Demografi
    Demografi
    Dokumen4 halaman
    Demografi
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 5.1. Rumah Sehat
    5.1. Rumah Sehat
    Dokumen4 halaman
    5.1. Rumah Sehat
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • 5.3. Polusi 2
    5.3. Polusi 2
    Dokumen8 halaman
    5.3. Polusi 2
    Ni Putu Rika Melyana
    Belum ada peringkat
  • Cover Bebat
    Cover Bebat
    Dokumen1 halaman
    Cover Bebat
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Sampah
    Sampah
    Dokumen5 halaman
    Sampah
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Limbah
    Limbah
    Dokumen7 halaman
    Limbah
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Judul Aida
    Judul Aida
    Dokumen2 halaman
    Judul Aida
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Konsul Kti
    Lembar Konsul Kti
    Dokumen1 halaman
    Lembar Konsul Kti
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • BAB I Bebat-1
    BAB I Bebat-1
    Dokumen3 halaman
    BAB I Bebat-1
    nur aidah
    Belum ada peringkat
  • Desa Siaga
    Desa Siaga
    Dokumen8 halaman
    Desa Siaga
    nur aidah
    Belum ada peringkat