Anda di halaman 1dari 9

Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan


suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini
disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin
baik secara absolut maupun relatif (Riskesdas, 2013).

Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA)


2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2006).

2. Epidemiologi

Pada tahun 2000, diperkirakan sedikitnya 171 juta orang diseluruh


dunia menderita diabetes melitus atau 2,8% dari total populasi.
Insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030
angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia.
Diabetes melitus terdapat diseluruh dunia, 90% dari angka kejadian
merupakan jenis diabetes melitus tipe 2 dan terjadi di negara
berkembang. Peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di
Afrika. Hal ini diakibatkan karena trend urbanisasi dan perubahan gaya
hidup seperti pola makan yang tidak sehat (Wild, 2004).

Di Indonesia sendiri, kelompok usia terbanyak diabetes melitus


adalah 55-64 tahun yaitu 13, 5%. Wanita lebih besar peluang
kejadiannya dibandingkan dengan pria. Diabetes melitus juga sering
ditemukan pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang
rendah (Riskesdas, 2007).

3. Klasifikasi

1
Diabetes terdiri atas berbagai macam tipe, yaitu tipe 1, tipe 2,
tipe lain, diabetes gestasional/diabetes selama masa kehamilan yang
diuraikan pada uraian berikut:

a. Tipe 1 adalah hiperglikemia disebabkan karena reaksi otoimun.


Yang mana sistem pertahanan tubuh dirusak oleh sel yang
memprodukasi insulin, sehingga tubuh tidak bisa lagi memproduksi
insulin. Penyakit ini bisa terjadi disegala usia tetapi lebih sering
terjadi pada anak-anak dan remaja. Penderita tipe ini membutuhkan
suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol kadar gula dalam
darah. Penderita tipe ini sangat bergantung pada terapiinsulin
(Martha, 2012).
b. Tipe 2 merupakan tipe paling banyak kasus pada diabetes.
Biasanya muncul pada usai dewasa, namun belakangan ini kasus
diabetes tipe 2 pada anak-anak dan dewasa muda meningkat. Pada
tipe 2 tubuh mampu memproduksi insulin namun antara jumlahnya
yang tidak mencukupi atau tubuh tidak memberikan respon
sehingga gula dalam darah meningkat. Penderita tipe 2 mungkin
tidak menyadari akan penyakit ini, karena gejala bisa dikenali
setelah sekian waktu. Selama waktu itu tubuh sudah rusak oleh
tingginya gula darah. Kebanyakan penderita didiagnosis diabetes
setelah mengalami beberapa kerusakan organ (Martha, 2012).
c. Tipe Gestasional adalah diabetes yang terjadi selama masa
kehamilan dimana sebelumnya tidak pernah didiagnosis dengan
Diabetes Mellitus dan akan hilang setelah enam minggu pasca
melahirkan. Wanita yang pernah menderita diabetes gestasional 40-
60% dalam 5-10 tahun akan menjadi diabetes Mellitus tipe 2
(Martha, 2012). GDM meningkatkan morbiditas neonatus,
misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal
ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar
sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia (Kardika,
Herawati, dan Yasa, 2013).

2
d. Tipe lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati
(penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang
mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang
mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau sindroma
genetik (Down’s, Klinefelter’s) (Kardika, Herawati, dan Yasa,
2013).

4. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan


besar yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a. Umur

Semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes


Mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok
risiko tinggi). Risiko untuk menderita intoleransi glukosa
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia> 45 tahun
harus dilakukan pemeriksaan DM (PERKENI, 2011).

b. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pria yang


menderita diabetes Mellitus lebih tinggi dibandingkan wanita,
sementara penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita
yang menderita diabetes Mellitus lebih tinggi dibandingkan pria
(Wild, 2014).

c. Bangsa dan Etnik

d. Riwayat keluarga

e. Riwayat kelahiran bayi

3
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir
dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal (PERKENI, 2011).

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Obesitas

Obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin.


Pada resistensi insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adiposa
menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan adiposa akan
meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan asam lemak bebas
yang berlebihan. Oleh sebab itu pada keadaan resistensi insulin
terjadi kelainan profil lipid serum, dimana terjadi peningkatan
trigliserid, penurunan HDL, serta peningkatan small dense LDL
(Kartika P dan Suhartono, 2013).

b. Aktifitas fisik yang kurang

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole


140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat
menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung
koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Selain itu,
hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus
(PERKENI,2011).

d. Stress atau depresi

e. Gaya hidup yang tidak sehat

Gaya hidup sekarang yang lebih cenderung menyukai makanan siap


saji atau makanan yang tinggi kalori, karbohidrat, dan lemak serta

4
gaya hidup dengan kegiatan yang sifatnya praktis, cepat, dan
menyenangkan untuk diperoleh mengakibatkan terjadinya
penimbunan lemak karena tidak adanya aktivas yang mengurai
lemak.

5. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa


darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena (PERKENI, 2011). Berbagai keluhan dapat
ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan


penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita (PERKENI,2011).

Tabel A. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2011)

Diagnosis Diabetes Mellitus


1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau
2 Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0
mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam. Atau
3 Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.

5
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada
sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

6. Pengelolaan Diabetes Mellitus

Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan,


latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan edukasi. Tujuan utama
pengelolaan DM adalah mengatur kadar glukosa dalam batas normal
guna mengurangi gejala dan mencegah komplikasi DM. Arifin (2011)
mengatakan bahwa hal yang mendasar dalam pengelolaan DM,
terutama DM tipe 2 adalah perubahan pola hidup, meliputi pola makan
yang baik dan olahraga teratur (Putri, Yudianto, dan Kurniawan, 2013).

a. Perencanaan Makan
Perancanaan makan pada pasien Diabetes Mellitus dengan
melakukan terapi gizi medis, pemilihan jenis makanan serta
perhitungan jumlah kalori. Terapi gizi medis merupakan salah satu
terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi
penyandang diabetes (diabetesi). Terapi gizi medis ini pada
prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasari
pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual (Yunir & Soebardi, 2009).

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan


makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin (PERKENI,2011). Adapun tujuan dari terapi gizi
medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal,
a. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
b. Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
c. Kadar A1c< 7 %

6
2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
3. Profil lipid:
a. Kolesterol LDL < 100 mg/dl
b. Kolesterol HDL > 40 mg/dl
c. Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin (Yunir & Soebardi, 2009).
Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat
absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula
darah dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang
cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan
kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak
dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula
darah (Almatsier, 2006). Sebagai sumber energi, karbohidrat
yang diberikan pada penderita diabetes tidak boleh lebih dari 55-
65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih
dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal. Pada setiap gram karbohidrat terdapat
kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Jumlah kebutuhan
protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram
(Yunir & Soebardi, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2005. Diabetic Nefropathies. Diabetes Care: Vol


28 (2): 956
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013,
Riset Kesehatan Dasar 2013, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
Kardika IBW, Herawati S, Yasa IWPS. 2013.Preanalitik dan intrepretasi glukosa
darah untuk diagnosis diabetes mellitus.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6698/5107 (Juli 2016)

7
Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta: PerkumpulanEndokrinologi Indonesia
Perkeni. 2011. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
PT Askes. 2012. Pedoman Program Pengelolaan Penyakit Kronis 2012. Jakarta:
PT Askes (Persero).
Putri, D.S.R., Yudianto, K., Kurniawan, T., 2013, Perilaku self-management
pasien diabetes mellitus, 1(1), Fakultas Kedokteran, UniversitasPadjadjaran.
Riskesdas. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Jakarta:
RisetKesehatanDasar.
Wild, S. 2004. Global Prevalence of Diabetic: Estimates For the Year 2000 and
Projection For 2030. Diabetes Care: 27(5): 1047.
Yunir E, Soebardi S. 2009. Terapi non farmakologispada diabetes mellitus.
dalamSudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III,
edisiIV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

8
9

Anda mungkin juga menyukai